WAKTU yang Acha lewati di Majapahit terasa sangat lambat. Memang, di istana ada banyak dayang dan abdi dalem lainnya. Tapi tentu dia tidak bisa berbaur dengan mereka, sebenarnya Acha bukan seseorang yang pemilih dalam pertemanan... Mungkin dia juga bisa berteman dengan dayang istana, tapi mereka semua tidak ada yang berani mengobrol dengan Acha jika itu bukan suatu hal yang penting.
Karena, mereka menganggap Acha sudah seperti anggota keluarga kerajaan yang seharusnya mereka hormati, dan menjadi orang yang mereka segani. Karena kedekatannya dengan sang Raja, pun kini dengan putri dari Majapahit tersebut. Pun juga karena nama depan Acha yaitu 'Dyah' yang pada dasarnya itu adalah sebuah gelar untuk seorang putri/bangsawan pada masanya.
Ada satu orang yang Acha sangat ingin mendekatinya, Gajah Mada. Orang itu menarik perhatiannya sejak dia berpijak di bumi Majapahit. Namun, tahu sendiri bagaimana dingin dan irit bicaranya sosok Gajah Mada. Seringkali membuat Acha naik darah, akan tetapi sepertinya gadis itu sangat suka jika mencari masalah kepada pemimpin pasukan Bhayangkara tersebut. Karena baginya, dia suka melihat Gajah Mada kesal.
Oke, kita lihat bagaimana keadaan Acha saat ini. Sejak tadi dirinya tidak bisa tenang. Beberapa malam terakhir, dia kerap memimpikan Aji. Sungguh sangat rindu dia terhadap sosok kakaknya itu.
"Aji... Sebenarnya lo dimana? Di sini atau di masa depan?" gumamnya.
"Aji..."
Acha tenggelam dalam lamunan, apakah dia harus mencari Aji di tanah Majapahit ini? Ia tidak tahu. Bahkan, dia tidak bisa menebak-nebak berapa persen kemungkinan Aji ikut terseret ke masa lalu. Tak begitu mengerti juga, mengapa dia bisa ada di masa bahkan jauh 701 tahun yang lalu. Semua yang terjadi kepadanya sangat tidak masuk akal! Tapi bagaimanapun juga, Acha benar-benar mengalaminya.
"Acha? Kau sedang memikirkan apa?"
Acha menoleh, di sampingnya sudah ada Dyah Gitarja yang memandangnya dengan tatapan penuh tanya.
"Aku tidak memikirkan apapun, Gitarja." kemudian ia tersenyum canggung.
Gitarja mengernyitkan dahinya, "Jangan berbohong, aku tahu dari ekspresimu. Ayolah, jujur saja kepadaku. Jika kamu ada masalah, aku akan membantumu sebisa mungkin." lantas menatap lembut, dan dengan senyuman khasnya.
Acha sedikit tersentuh, betapa lembutnya sosok Gitarja. "Ini bukan masalah besar, Gitarja. Aku hanya bosan saja tinggal di istana, tidak ada teman untuk berbagi cerita."
Gitarja menggeleng-gelengkan kepalanya, seraya meraih lengan Acha. "Apa yang kau katakan barusan? Demi Sang Hyang Widhi, Acha... Kau ini menganggapku apa? Bukankah sekarang kita sudah berteman? Jika kau bosan duduk di kamarmu, kau bisa pergi ke kamarku di kaputren, mungkin kita bisa melakukan hal yang menyenangkan? Saling berbagi cerita seperti yang kau bicarakan. Atau kalau perlu, aku akan meminta kangmas Jayanegara untuk memindahkanmu ke kaputren agar kita bisa bertemu setiap saat."
"Itu benar. Jika kau ingin pindah ke kaputren, aku tidak masalah. Asalkan kau memang ingin pindah, aku akan segera kabulkan permintaanmu." sahut Jayanegara, yang entah sejak kapan berada di sana.
Acha menghela napas, benar juga... "Baiklah, aku ingin segera pindah ke kaputren. Lagipula, memang seharusnya aku pindah ke sana. Karena tempat tinggalku bukan di sini."
"Kalau begitu, aku akan perintahkan para dayang untuk memindahkan barang-barangmu. Mulai besok, kau bisa tinggal di kaputren. Aku akan memberikan kamar yang bersebelahan dengan kamar nimas Gitarja."
__________
Tok! Tok! Tok!
Pintu kamar Acha diketuk, "Gusti... Ini kami,"
"Siapa?" sahut Acha dari dalam.
"Sinta dan Sarah."
"Baik, silahkan masuk." Acha mempersilahkan kedua dayang itu untuk masuk.
Setibanya mereka di dalam kamar Acha, gadis itu menangkap figur kedua dayangnya membawa beberapa perlengkapan serta pakaian yang bahkan Acha tidak bisa menyebutnya sebagai pakaian karena itu sangat tidak nyaman.
"Ada apa?" tanya Acha kepada dua dayang yang menunduk hormat, sebenarnya ia tidak merasa nyaman karena dayang kembar itu selalu memberi hormat kepada Acha, bagaikan Acha adalah anggota keluarga kerajaan. Gadis itu sudah meminta mereka untuk memperlakukannya seperti teman saja, tapi mereka malah berkata, "Tidak sepantasnya kami berteman dengan Nyai Acha."
Oke, dia memang sudah mirip seperti seorang putri. Atau... Permaisuri? Dan ia ibarat burung dalam sangkar emas. Pergerakannya tidak bebas, ada ratusan pasang mata yang selalu mengawasinya. Dulu dia selalu ingin merasakan bagaimana hidup mewah dalam istana, namun kini dia ingin segera pergi dari tempat itu karena dia tidak memiliki kebebasan seperti dulu, bahkan ini di masa berbeda yang dalam segala aspek sudah tentu terasa aneh dan asing bagi Acha, yang semakin mempersulit keadaan Acha di sana.
"Gusti Prabu meminta hamba dan Sinta untuk mendandani Nyai Acha." ujar Sarah yang masih tetap dalam posisi menunduk hormat.
Acha berdecak sebal, "Duuuh apa lagi sih? Apakah harus? Dan memakai pakaian yang sungguh tidak nyaman untuk tubuhku?"
Sinta dan Sarah menunduk takut-takut, Acha yang tahu itu segera menetralkan emosinya lagi. "Yasudah cepat dandani aku. Tapi dalam rangka apa ini? Ini sudah hampir petang, dan kalian mendandaniku seperti ini?"
"Ampun Nyai, Gusti Prabu mengundang Nyai Acha untuk makan malam bersama." balas Sinta hormat.
__________
Acha diikuti para dayang dibelakangnya, berjalan menuju salah satu ruangan di istana. Kabarnya jamuan makanan malam akan dilaksanakan di sana.
Ini pertama kalinya Acha ikut serta dalam makan malam istana. Sebab, sebelum-sebelumnya dia selalu berdiam diri di kamar dan meminta dayang untuk mengantarkan makanan ke kamarnya saja.
Namun saat ini, dia terpaksa ikut bergabung karena permintaan Jayanegara. Bagaimanapun, Acha tidak bisa menolak. Karena dia sudah berjanji, dan tentu Acha harus menepatinya.
Acha diperkenalkan oleh Jayanegara kepada para tetua Majapahit. Memang tidak berlangsung dengan mulus, karena para tetua mempertanyakan asal usul Acha yang membuat gadis tersebut merasa sedikit tertekan dengan keadaan di sekitarnya.
Terutama, dia tidak menyangka jika Gajah Mada pun meragukan Acha. "Ampun Gusti. Hamba curiga apakah gadis itu memanglah gadis baik-baik yang benar-benar tersesat, ataukah dia adalah seseorang yang diutus untuk memata-matai kerajaan Majapahit. Sebaiknya kita harus berhati-hati dengannya."
"Tidak! Bagaimana bisa kau meragukannya? Dia hanyalah seorang gadis yang sedang tersesat di Majapahit ini. Mungkin pula dia adalah seorang putri dari sebuah Kerajaan nun jauh." pungkas Jayanegara, lantang.
"Baiklah, jika itu yang Gusti katakan. Izinkan hamba bertanya kepada gadis ini." sahut salah satu tetua, Jayanegara mengizinkan.
"Kau... Apakah kau tahu darimana dirimu berasal? Dan apa tujuanmu di Majapahit? Apakah kau punya maksud terselubung?"
Acha sudah banjir keringat dingin, dia tahu pasti bahwa hal ini akan terjadi. Apakah dia harus menjawab dengan jujur, atau... Berbohong?
"Aku.. aku juga tidak tahu bagaimana bisa aku sampai di Majapahit, seingatku... Waktu itu aku tengah dalam perjalanan, di tengah jalan aku dirampok oleh sekelompok bandit. Sepertinya salah satu dari mereka memukul kepalaku dengan sangat keras, hingga aku pun tak yakin apakah ingatanku ini masih berfungsi dengan baik atau tidak. Mungkin aku juga kehilangan ingatanku, karena ada beberapa hal yang tak bisa kuingat... Seperti dari mana asalku, aku sungguh tak mengingatnya."
Jelas Acha sangat tidak suka berbohong. Tapi, tidak untuk kali ini. Dia terpaksa mengatakan sebuah kebohongan. Sebenarnya tidak sepenuhnya bohong, masih ada sebuah kebenaran yang Acha katakan.
Semua orang di sana tercengang. Ada yang menunjukkan ekspresi kaget sampai ekspresi iba. Mereka sepertinya sudah mulai mempercayai Acha.
Namun kemudian Jayanegara menatap Acha, "Benarkah seperti itu? Tapi bagaimana bisa kau terjatuh ke tepi danau? Aku jelas-jelas melihatmu terjatuh kala itu, aku yang menolongmu."
Gawat! Apakah Jayanegara curiga?
"Kangmas, apakah kangmas meragukan Acha? Jangan khawatir Acha, semuanya pasti akan baik-baik saja. Aku memercayaimu." Gitarja mengusap lembut tangan Acha, seakan memberikan kekuatan untuknya.
Acha gelagapan mencari alasan yang pas, "Itu... Ya, aku tidak ingat. Bukankah kubilang aku kehilangan separuh ingatanku?" ujar Acha, berharap Jayanegara memercayainya.
"Baiklah, aku percaya kepadamu Acha."
Percakapan berakhir di situ, mereka menikmati makan malam dengan khidmat. Walaupun dengan hati Acha yang gundah, dia tidak tahu mengapa. Dia tidak ingin berbohong kepada Jayanegara, ada sedikit perasaan yang mengganjal di hatinya.
__________
Pagi hari di Majapahit, dua hari setelah makan malam itu. Acha pun juga telah pindah ke kaputren.
Langkah kaki tergesa-gesa terdengar di sepanjang lorong, Dyah Gitarja pelaku utamanya.
"Kangmas!" Dyah Gitarja berseru, menghampiri kakaknya dengan tergesa-gesa.
Jayanegara terkejut melihat air muka adiknya, "Ada apa nimas?"
"A-acha!" ekspresinya sulit diartikan.
"Kenapa Acha?"
"Dia...
Menghilang!"
"APA?!?"
Author Note :
Finally after all this time, I came back!
Masih adakah yang stay di lapak ini? Ada dong yya? Special thanks to hanwslyv_02 katanya dia masih nunggu book ini update sampai sekarang, dan maaf banget updatenya super telat... Setelah aku Hiatus sejak tahun lalu :(
Makasih banyak-banyak buat yang masih nunggu. Luv ya all! ( ◜‿◝ )♡
*Ini maaf juga kalo ada typo :)
Semoga bisa cepat-cepat update chapter selanjutnya yya, bye bye!
Follow juga ;
Wattpad : lysprecieux
Instagram : @lyxmintchoco
© lysprecieux
Kamis, 20 Mei 2021 06:10 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top