3. Mimpikah?
Happy Reading
.
.
.
[Yourname] POV
Keesokan harinya kamu berangkat sekolah seperti biasa walaupun perasaanmu masih bertanya-tanya pada saat kejadian kemarin.
"Aku pingsan, lalu ketika aku bangun tiba-tiba aku sudah berada di kamarku?" Kamu mengucapkan dalam hati dengan ekspresi yang bertanya-tanya.
"Lalu kejadian yang semalam itu..." Kamu menggantungkan kalimatmu, terdiam beberapa saat. "Mungkinkah mimpi?"
"[Yourname]-chan."
Kamu menoleh dan mendapati Naomi sedang berlari kearahmu.
"Ohayou Naomi." Katamu. Naomi tersenyum "Ohayou, [Yourname]-chan"
"Kau tidak berangkat ke sekolah bersama kakakmu?" Tanyamu setelah mendapati Naomi hanya sendirian.
Seketika Naomi langsung berekspresi kesal. "Onii-chan lebih memilih urusan detektifnya itu."
Kamu mengernyit. "Detektif?"
Naomi seketika berubah ekspresinya. "A-ah maksudku organisasi detektif, dimana banyak orang-orang pintar disana bahkan ketua Osis kita juga ada, mereka menyebutnya detektif." Jelasnya sedikit gugup.
Kamu kemudian mengangguk. "Aku pikir detektif sungguhan." Kamu terkekeh, Naomi hanya tersenyum canggung.
"Ah ya Naomi, aku ingin bertanya denganmu." Kamu sedikit mensejajarkan langkah dengan Naomi.
"Tentang?"
"Tentang peraturan ketua Osis kemarin, maksudku.. apa maksudnya tidak boleh ada di lingkungan sekolah malam-malam?" Tanyamu penasaran.
"Ah itu.."
"Itu karena sekolah ini banyak hantunya." Tiba-tiba seseorang datang menghampiri kalian.
Kamu menoleh.
"Ah Onii-chan"
Ternyata orang tersebut adalah Tanizaki Juunichiro, kakak Naomi.
"Ohayou, Naomi-chan dan kau pasti [Yourname]-chan, karena Naomi sudah menceritakan tentangmu." Tanizaki tersenyum. Kamu hanya membalas senyum sopan.
"Onii-chan habis darimana?" Tanya Naomi.
Tanizaki langsung mengangkat kantung plastik yang berisi makanan. "Kunikida-san menyuruhku untuk membeli ini." Jawab Tanizaki.
"Onii-chan pasti disuruh terus sama ketua Osis," ucap Naomi sambil berkacak pinggang. Tanizaki hanya terkekeh, "tidak kok, ini saja aku yang sukarela pergi, karena kau tau sendiri ketua osis sepertinya tidak dalam kondisi mood yang baik." Bisik Tanizaki pada Naomi.
Kamu yang sedari tadi melihat interaksi antara kakak-adik ini hanya memiringkan kepala bingung.
"Ano.."
Kakak-adik ini menoleh dan baru sadar bahwa ada kamu disini.
"Ah [Yourname]-chan, ayo kita segera masuk ke kelas, sampai jumpa Onii-chan, nanti jangan sampai terlambat pulang." Naomi menarik kamu dan tangan yang satunya melambai kearah Tanizaki.
Kamu yang bingung hanya pasrah di tarik padahal kamu masih ingin bertanya perihal peraturan itu. Sepertinya kamu harus menelan rasa penasaranmu lagi.
.
.
.
"Lho kau mau kemana?" Naomi bertanya ketika melihat [Yourname] berdiri dengan membawa bekal ditangannya.
"Mau mencari tempat yang tenang, disini berisik." Jawab [Yourname] sambil menunjuk anak-anak kelas yang sibuk bermain game tembak-tembakan.
"Terus aku sama siapa?" Naomi merengek. [Yourname] mengangkat bahu. "Sama kakakmu saja." Jawabnya dengan acuh sambil berlalu keluar kelas, sekilas masih terdengar suara Naomi yang merengek.
"[Yourname]-chan jahat"
Setelah keluar dari kelas, [Yourname] berjalan menyusuri koridor dan menuruni tangga untuk menuju taman yang sewaktu itu dia lihat.
"Sepertinya disini, apa salah jalan ya?" Tanya [Yourname] dalam hati. Tiba-tiba [Yourname] melihat seekor kucing yang kemarin dilihat.
"Eh itukan.."
Tiba-tiba kucing itu berlari menjauhi [Yourname], karena penasaran akhirnya [Yourname] mengikuti kucing itu.
"Hei tunggu."
Ketika itu [Yourname] tersadar kalau dia sudah berada ditaman dan melihat kucing itu berlari ke seorang pemuda yang sedang duduk bersandar pada pohon.
Pemuda itu melihat [Yourname] dengan mata hijaunya, sesekali dia mengunyah cemilannya.
Merasa dilihat intens [Yourname] salah tingkah. "Sumimasen, aku pikir itu kucing liar, ternyata punyamu."
Karena pemuda itu hanya diam. [Yourname] memutuskan untuk pergi.
"Dia bukan kucingku"
Langkah [Yourname] terhenti, dia melihat pemuda itu dengan bingung.
"Kalau kau ingin makan disini, makan saja." Ucapnya dengan nada biasa, sama sekali tidak merasa terganggu.
[Yourname] mengernyit. Bingung kenapa orang didepannya mengetahui kalau dia ingin makan disini. Tapi akhirnya [Yourname] menghampiri orang itu dan duduk disisi pohon yang satunya.
Ketika [Yourname] membuka kotak bekalnya, aroma telur dan sosis yang dipadukan oleh beberapa irisan wortel dan mentimun tampak menyebar hingga terasa menggiurkan.
Karena merasa tidak enak makan sendiri, [Yourname] menyodorkan kotak bekalnya kearah orang disampingnya.
"Kau mau?" Tanyanya kepada pemuda itu. Tanpa basa-basi dan matanya yang sedikit berbinar akhirnya dia mengambil sumpit yang diberikan oleh [Yourname] dan langsung mengambil telur itu. Matanya yang hijau langsung takjub ketika merasakan rasa manis pada telur yang dimakannya tampak pas.
"Kau yang memasak?" Tanyanya dan dibalas oleh anggukan dari [Yourname].
"Kenapa? Apakah tidak enak?" Nada [Yourname] tampak khawatir, sedikit tengsin jika rasanya tidak enak.
Tapi yang didapati pemuda tersebut malah mengambil dan memakannya lagi.
"Rasa manisnya aku suka."
Kalian berdua tersenyum bersamaan. Angin yang berhembus tampak menyejukan di tengah terik matahari yang panas, apalagi kalian berada dibawah pohon yang menutupi sinar matahari.
Tiba-tiba ditengah keheningan, ponsel dari pemuda tersebut berbunyi.
"Ya?" Tanyanya malas-malasan. Lalu kemudian dia hanya berdehem malas.
"Aku pergi, aku suka telurmu." Ucapnya dengan tatapan yang menunjukkan ketakjuban padahal itu hanyalah sebuah telur.
[Yourname] mengangguk. Setelah itu pemuda tersebut melangkah pergi, tapi sebelum berjalan jauh, dia melihat kearah [Yourname] dan berteriak.
"Namamu?" Tanyanya. [Yourname] tampak terkejut dan menjawab "[Yourname]"
Orang itu hanya mengangguk. "Namaku Edogawa Ranpo"
Setelah itu pemuda yang bernama Edogawa Ranpo itu berlari memasuki gedung sekolah. [Yourname] yang melihat tanpa sadar tersenyum.
.
.
.
Ranpo berjalan melewati lapangan basket ketika dia mendapati telepon dari ketua Osis (baca: ketua cadangan detektif), baru beberapa langkah dia sudah mendapati bola basket menggelinding dibawah kakinya.
Dia melihat seorang pemuda yang berada ditengah lapangan tampak berjalan pelan kearahnya, dengan setelan kemeja yang sudah keluar dari celananya, dengan dipadukan celana hitam dengan pola kotak-kotak.
"Senang bertemu denganmu ketua asli," ucapnya dengan nada sarkastis kepada Ranpo yang kini sudah memegang bola.
"Aku baru tau ada sang eksekutif mafia disini, sudah bosan dan ingin belajar, eh?" Ranpo menatap datar sedangkan pemuda yang disebut eksekutif mafia hanya tertawa.
"Kau tidak boleh begitu dengan teman sekelasmu," pemuda itu terkekeh. Ranpo hanya memutar bola matanya bosan lalu dia melempar bola basket itu dan langsung ditangkap oleh Dazai.
"Kau membuang waktuku untuk makan manisanku, Dazai"
Setelah mengucapkan itu Ranpo pergi meninggalkan Dazai yang hanya menatapnya datar.
Sementara di sebuah ruangan yang di dominasi oleh warna coklat, hiduplah seekor -ralat- tampak seseorang yang sedang menatap tajam orang-orang di depannya.
"Kemana sih Ranpo?" Seseorang yang bernama Kunikida tampak mundar-mandir dengan cemas, tidak ada yang menjawab pertanyaannya.
"Kenapa kalian tidak ada yang tau?" Tanyanya kesal. Juunichiro yang berada disitu mengangkat tangan. "Sepertinya tadi aku melihat Ranpo pergi kearah taman belakang." Jawabnya.
Kunikida mendelik. Juunichiro membuang wajah, seolah-olah tidak mengatakan apapun.
"Sedari tadi aku telepon dia dan sampai saat ini dia belum datang, apa yang dia lakukan?" Kunikida mengigit buku dengan gemas. Semua yang ada disana hanya saling pandang.
Ceklek
Pintu tampak terbuka dan menampilkan orang yang sedari tadi ditunggu.
"Darimana saja kau?" Kunikida menatap tajam ketua asli detektif di depannya. Yang ditatap hanya menatap dengan tatapan penuh tanya. "Ada apa memanggilku?" Tanyanya malas.
Kunikida mendengus kesal. Rasanya dia ingin mengigit pemuda didepannya. "Kau tau Ranpo, sekarang banyak sekali orang-orang asing yang masuk Yokohama, polisi tidak mungkin bisa menangkap semuanya, dia butuh anggota detektif dan mafia." Jelas Kunikida dengan panjang lebar.
"Lalu?"
"Tentu saja ini tugasmu, tidak mungkin aku yang maju terus Ranpo, ingat, aku juga ketua Osis, dan Sachou juga menyerahkan jabatannya ke kau, bukan ke aku." Kalimat Kunikida terselip nada yang membuatnya pundung karena hanya jadi ketua cadangan.
Ranpo hanya mengangguk. "Kalau begitu biar aku bilang ke sachou bahwa kau ingin meng-handle semuanya." Setelah mengucapkan itu Ranpo keluar, Kunikida melotot. "Hey Ranpo!! Tunggu... Kau jangan menyusahkanku lagi Ranpo.. Hey!!"
Kunikida berlari keluar mengejar Ranpo. Semua yang ada disana tampak memandang dan kemudian menghela nafas.
"Kalau dipikir-pikir... Kenapa ya Ranpo tidak mau menjadi ketua?" Pemuda berambut putih bertanya. Juunichiro hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
.
.
.
[Yourname]'s POV
"Apa?!"
Kamu menutup kedua telingamu setengah menyesal karena sudah menceritakan kejadian kemarin kepada Naomi.
"Kecilkan suaramu." Katamu dengan menunjuk orang-orang yang melihat mereka. Naomi terkekeh tidak merasa bersalah sama sekali.
"Lalu kau melihat apa?" Tanya Naomi.
"Aku melihat ada orang seperti zombie, menyeret seseorang yang sudah mati." Katamu dengan sedikit merinding. "Lalu setelah itu aku merasa ada yang memukul leherku dan aku tidak tau apa-apa lagi." Lanjutmu.
Naomi hanya berdehem dan mengangguk. "Tapi setelah itu kau terbangun di kamarmu, berarti itu mimpi, masa iya Zombie mengantarkanmu pulang." Perkataan Naomi sukses membuatmu berpikir.
"Iya juga sih." Kamu mengangguk.
"Oh ya Naomi, aku punya sedikit pertanyaan, disini ada ekskulkan?" Tanyamu. Naomi mengangguk. "Tentu saja, disini banyak ekskul, kau tinggal pilih mau apa."
"Tapi kenapa ketika pulang sekolah sama sekali tidak ada yang melakukan kegiatan di sekolah?" Tanyamu. Naomi kemudian menjawab "Kegiatan ekskul dilakukan bisa sebelum sekolah atau di hari weekend nah Yokohama juga punya tempat terpisah untuk ekskul, jadi ketika pulang sekolah mereka biasanya langsung berkumpul disana, jadi di sekolah ini tidak ada kegiatan apapun." Penjelasan Naomi sukses membuatmu mengernyit. "Kenapa harus terpisah begitu? Kan Yokohama punya lapangan yang luas." Tanyamu. Naomi hanya mengangkat bahu. "Aku juga tidak tau."
Kamu hanya merengut, sebenarnya tidak ingin memusingkan hal ini tapi kamu sangat penasaran dengan sekolah ini.
"Daripada memusingkan hal yang tidak jelas, lebih baik kita ke kelas kakakku." Ucapan Naomi sukses membuatmu menggeleng. "Aku tidak mau, ini masih jam pelajaran, kitakan tadi hanya izin ke toilet." Kamu menolak, Naomi cemberut "Ayolah." Rengeknya, akan tetapi kamu tetap menolak.
"Sudah ayo kita kembali ke kelas." Kamu mengabaikan Naomi yang memasang ekspresi cemberut. Kamu melangkah menaiki tangga dan bersamaan itu, seseorang menuruni tangga, kamu melewatinya begitu saja.
Deg
Langkahmu langsung terhenti lalu kamu menengok untuk memperhatikan orang yang sekarang sudah berhenti tepat di anak tangga bawah. Orang itu melihat keatas tepat kearahmu, pandangan kalian bertemu.
Deg
Deg
Entah kenapa jantungmu berdetak lebih cepat dari biasanya, bukan karena terpesona pada pandangan pertama melainkan seperti cemas akan sesuatu.
Orang itu masih memasang ekspresi datar sebelum menaikan sudut bibirnya. Smirk. Matamu langsung mengerjap menganggap bahwa kamu salah melihat tapi ternyata orang itu sudah berbelok untuk menuruni tangga selanjutnya.
Orang itu...
Mungkinkah yang kemarin hanya mimpi?
To be Continued
.
.
.
Haloo selamat hari sabtu. Selamat berlibur.
See you next chap
Salam ikemen bsd
Maaf atas keterlambatan update
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top