23. Pemuda yang menangis

Happy reading
.
.
.

Dazai memasuki rumahnya, dia terlihat tidak peduli ketika beberapa pelayan menunduk padanya.

"Dazai."

Pemuda itu menoleh dan mendapati ayah angkatnya sudah berdiri beberapa meter darinya.

"Apa yang telah kau lakukan hari ini?" Tanyanya.

"Tidak ada." Jawab pemuda itu kalem.

Mori menatap lurus anak angkatnya. "Aku melihat kau memasuki hotel bersama seorang gadis," ujar Mori, matanya masih menatap anak kesayangannya itu.

Dazai tidak menjawab, bahkan dia masih terlihat tenang tidak panik sedikitpun sehingga membuat Mori jadi bertanya-tanya apakah pemuda dihadapannya ini benar-benar punya emosi.

"Aku akan bekerja dengan baik, jadi aku harap bos tidak perlu ikut campur urusanku," ujar Dazai membungkuk sebagai tanda hormat sebelum dia pergi begitu saja

Mori menatap Dazai yang menghilang dari pandangannya, pria itu berdecak dan bersidekap. "Anak itu, sampai kapan tertutup," ucapnya.

•••••••

Malam hari ini sungguh sepi, seperti hati yang telah mati.

Chuuya berdecak sebal, dia melempar ponselnya setelah melihat kalimat yang membuatnya sakit mata.

"Apasih, kekanakan banget," ucapnya lalu kemudian, dia merebahkan diri di kasur sembari menatap langit-langit kamarnya.

Hari ini sekolah masih dalam masa penyambutan murid baru dan malam ini dia tidak ada tugas apapun, kalaupun ada, pasti itu hanyalah mengawasi hal-hal yang tidak seru.

Sekarang Chuuya benar-benar merasa bosan, siapapun tidak adakah hal yang menarik?

Brak

Chuuya terkejut mendapati pintu kamarnya terbuka, dia langsung bangun dan mendelik ingin memarahi tapi tidak jadi setelah melihat siapa orang yang membukanya.

"Bos?"

Mori menatap Chuuya, dia adalah bos yang dimaksud, langkahnya pelan memasuki kamar Chuuya, sebelumnya dia menutup pintu itu supaya tidak ada yang mendengar.

"Chuuya-kun," ujar Mori memulai percakapan, jika sudah memakai suffix kun pasti ada maunya.

"Ada apa bos?" Tanya Chuuya.

Mori terlihat mengusap-ngusap tangannya sebelum tersenyum kearah Chuuya.

"Aku punya misi untukmu," ujarnya yang langsung membuat Chuuya menatap dengan semangat, tentu saja karena mendengar kata misi.

"Apa itu misi yang sangat berbahaya?" Tanyanya.

Mori mengangguk. "Tentu saja,"

"Apa itu??" Chuuya menatap Mori dengan tatapannya yang sungguh excited, bibirnya melengkung keatas.

"Kau..." Mori menggantungkan kalimatnya. "Awasi Dazai di sekolah," ujar Mori yang langsung membuat lengkungan bibir Chuuya yang semula keatas menjadi turun kebawah.

"NO!"

Mori terkejut ketika mendengar teriakan Chuuya. "Kenapa? Itu juga cukup berbahayakan?" Tanya Mori dengan wajah tanpa dosa.

Chuuya menghela nafas, dia tidak habis pikir, sudah berpartner dengan Dazai lalu harus menguntit pemuda itu di sekolah. Chuuya jadi berpikir bahwa bosnya ini tidak hanya terobsesi dengan Ellise melainkan Dazai juga.

"Dengar bos, ada tiga alasan mengapa aku menolak, pertama, aku benci Dazai, kedua aku tidak peduli dengannya dan yang ketiga kembali lagi ke yang pertama dan kedua," ujar Chuuya menjelaskan.

"Pokoknya walaupun bos memberikan apapun kepadaku, aku menolak!" Lanjutnya lagi dengan tegas.

Melihat itu Mori hanya bisa menganggukkan kepala. "Kau orang yang cukup keras kepala ya," ucap pria itu yang diangguki oleh Chuuya.

"Sayang sekali padahal aku baru saja membeli motor sport keluaran terbaru yang didesain khusus untuk kita," ujar Mori.

Chuuya termenung, mendengar kata motor, hatinya sedikit goyah, apalagi itu didesain khusus untuk organisasinya, pasti tersimpan banyak peralatan canggih didalamnya.

"Dan kalau kau mau mengawasi Dazai, aku akan mengirimkan uang tiap minggu ke rekeningmu, tentu saja setelah kau melapor padaku," lanjut Mori lagi.

Chuuya meneguk ludahnya dalam hati dia merutuki, mengapa harus uang? Apalagi jika itu ditransfer tiap minggu ke rekeningnya, dia bisa bersenang-senang dengan uang itu.

"Baiklah, sepertinya Chuuya-kun adalah orang yang keras kepala, mau bagaimana lagi, aku tidak bisa memaksamu---"

"Tunggu." Chuuya memotong ucapan bosnya.

"S-Setelah aku pikir-pikir lagi menguntit Dazai tidak buruk, jadi aku bisa tau kelemahannya," ujar Chuuya sedikit berdehem.

Wajah Mori langsung ceria, dia menepuk bahu Chuuya, "semua aku serahkan padamu, Chuuya-kun," ucap Mori, lalu kemudian dia pergi meninggalkan Chuuya begitu saja.

"Argh.. kuso Dazai," desis Chuuya. Dia jadi melakukan hal-hal yang tidak jelas gara-gara pemuda itu.

Nakahara Chuuya, seorang mafia yang terkenal akan player gadis-gadis maupun musuhnya, dia juga terkenal keren dan tampan—katanya.

Mulai sekarang tidak hanya menjadi mafia, tugasnya akan teralih menjadi seorang penguntit. Sungguh sangat kontras sekali.

•••••••••

Tiga hari berjalan begitu saja, kini pelajaran kembali dimulai, dan disinilah [Yourname], berada di perpustakaan mencari buku-buku yang bisa dia pelajari, tidak ada masalah dengan nilai, tapi sungguh jika dilihat lagi, nilainya terlalu biasa, dia ingin bisa masuk ke universitas yang bagus dan bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus, sehingga bisa membantu bibinya yang ada di Tokyo.

Sedang fokus-fokusnya mencari buku, dia tidak sadar kini posisinya berada pada rak paling ujung, dan sialnya dia lagi-lagi melihat dua orang berbeda gender sedang melakukan ciuman yang mesra, lantas [Yourname] langsung menghindar begitu saja dengan wajah yang memerah.

Entah mengapa dia teringat perihal di hotel itu, dia yang mencium Dazai dan rasanya sungguh seperti sangat agresif.

"Kenapa aku bisa melakukannya?" Tanya gadis itu pada dirinya sendiri, dia menepuk-nepuk kedua pipinya. Jujur saja sekarang dia juga sedang menghindar dari Dazai, mungkin tidak sepenuhnya menghindar, mengingat saat ini dia tinggal dengan bibi Akiko, tapi rasanya sungguh malu jika berhadapan dengan pemuda zombie itu, jantungnya berdetak beberapa kali.

Tiba-tiba ponselnya bergetar membuat semua pikirannya kembali pada kenyataan, lantas dia melihat siapa pemanggilnya, setelah itu baru menekan tombol hijau.

"Halo Naomi?"

"....."

"Aku sedang di perpustakaan, ya, baiklah, aku akan mencarinya." Setelah itu telepon ditutup, [Yourname] memasukan ponsel ke saku rompinya.

Segera saja dia menuju meja penjaga perpus untuk meminta izin meminjam buku yang sudah dia pilih.

"Terimakasih, bi," ucap [Yourname] pada ibu penjaga perpus yang hanya di jawab dengan anggukan.

Lalu dia melangkah keluar, sekaligus mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan Ranpo, karena kata Naomi, Kunikida mencari pemuda bermata hijau itu.

"Apa aku telepon saja ya?" Tanya [Yourname] dalam hati tentunya, kemudian dia kembali mengeluarkan ponselnya dan mencoba menelepon Ranpo, tapi sayangnya pemuda itu tidak mengangkatnya.

Memutuskan untuk mencari dibeberapa titik yang menjadi tempat biasanya pemuda jenius itu berada, tapi hasilnya nihil, halaman belakang, kantin, bahkan lapangan belakangpun dan di kelas Apun tidak ada.

Mungkinkah Ranpo berada di atap? Tapi bukankah atap itu tempat Dazai? Atau jangan-jangan...

Pikirannya membuat khawatir, takutnya dua pemuda itu berkelahi, karena dia tau bahwa dua pemuda itu tidak akrab.

Ketika dia ingin menuju atap lagi-lagi langkahnya terhenti setelah melihat pemuda yang dicarinya sedang berbicara dengan seseorang dan setelah mendekat, dia tau siapa orang itu—Yosano Akiko.

Mereka berdua terlihat bercakap-cakap di koridor lantai satu yang sedang sepi, beberapa kali Ranpo menatap Yosano dingin dan tidak mau mendengarkan penjelasan Yosano.

Sebenarnya ada apa?

"Keluarkan [Yourname] dari organisasi kita, sebelum aku yang bertindak," ujar Ranpo dengan dingin.

Yosano menggeleng. "Tidak bisa Ranpo, lagipula [Yourname]-san sudah tau tentang detektif," ujar perempuan itu.

"Itu semua gara-gara kau!"

Yosano terkesiap, begitupula [Yourname], bahkan dia baru melihat ekspresi Ranpo yang seperti itu, sakit, sedih, penuh luka.

"Ranpo maafkan aku---"

"Tidak bisakah kau urus saja urusanmu sendiri?" Pertanya retoris keluar dari mulut pemuda detektif itu.

"Ranpo a-aku hanya ingin melihatmu seperti dulu, jadi aku pikir hanya itu yang bisa aku lakukan," ungkap Yosano dengan nada yang bergetar.

"Dari dulu, kau selalu mengambil keputusan secara sepihak, tidak melihat bagaimana perasaanku," ujar Ranpo datar membuat Yosano terdiam.

"Kalau kau tidak mengeluarkan [Yourname], biar aku yang melakukannya," ujar Ranpo, setelah itu dia pergi meninggalkan Yosano yang sedang menatap sedih kearah punggung pemuda itu.

Sedangkan disisi lain [Yourname] menjadi merasa bersalah mendengar semua itu, tapi sekaligus penasaran, sebenarnya ada hubungan apa antara Yosano dan Ranpo?

Sekarang setelah melihat dan mendengar ini, apa yang harus dia lakukan?

Mungkin sekarang [Yourname] akan pergi ke ruang ekskul terlebih dahulu, hanya sekedar memberi info bahwa dia tidak melihat Ranpo, ketika dia sudah memutuskan, lagi-lagi ponselnya bergetar, ada sebuah chat.

Edogawa Ranpo

Temui aku di tempat biasa

•••••••

[Yourname] pergi ke halaman belakang sekolah, lebih tepatnya taman yang biasanya dia tempati dengan Ranpo hanya untuk makan siang, dia melihat pemuda itu sudah berdiri membelakanginya.

"Ranpo?"

Pemuda itu menoleh dan betapa terkejutnya [Yourname] melihat mata pemuda itu yang memerah, bahkan masih ada jejak air mata disana.

"Kau melihatnya ya," ucap pemuda itu datar.

[Yourname] terkesiap. "M-Maafkan aku," ucapnya merasa bersalah.

Ranpo menggeleng. "Tidak apa-apa, lagipula itu kau," ujarnya entah maksudnya apa. Pemuda itu berjalan kearah [Yourname] dan dengan sangat tiba-tiba merengkuhnya. Wajah Ranpo berada pada ceruk leher [Yourname].

Pemuda itu menangis.

[Yourname] tidak tau harus bagaimana, dia hanya bisa menepuk-nepuk punggung pemuda yang lebih tinggi darinya beberapa senti itu.

Pemuda itu menangis dalam diam, tapi [Yourname] tau tubuh pemuda itu bergetar.

Semisterius apapun orang, pasti dia tidak akan bisa menyembunyikan perasaannya begitu lama, karena mau bagaimanapun, jika ditahan terlalu lama, akan menjadi suatu penyakit yang sangat sakit.

To be continued

•••••

Percakapan singkat:

Chuuya: Hei baka author, kau membuat cerita ini jadi berdebu.

Author: maapkan aku wahai tuan muda Chuuya

Chuuya: *nyengir* oke dimaafkan asal banyakin adeganku

Author: iya entar, gue banyakin adegan lu nguntit Dazai

Chuuya: arghh *pegang pistol*

Author: *kabur*

Oke sekian, maafkan cerita ini yang berdebu hehehe

Bakalan aku tamatin, jadi jangan dihapus dari reading list ya atau library. See you

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top