2. Malam
Keterangan cast
Kunikida: umur 17 tahun, kelas XI-A, ketua Osis yang baru diangkat
Ranpo: umur 16 tahun, kelas X-A
Dazai: umur 16 tahun, kelas X-A
Chuuya: umur 16 tahun, kelas X-A
Oke
Happy Reading
.
.
.
"Memang kakakmu berada dikelas mana?" Tanya [Yourname] yang menghentikan Naomi bercerita lebih banyak tentang kakaknya.
"Kakakku kelas..."
"Naomi-chan!"
Kedua gadis itu menoleh kearah kelas yang memang sudah sepi karena beberapa menit lalu bel pulang sekolah berbunyi.
"Onii-chan..." Naomi yang sudah selesai membereskan alat tulisnya ke dalam tas, langsung menghampiri kakaknya. "Ne, [Yourname]-chan aku duluan ya, jaa nee."
Naomi melambai, begitupula kakaknya, kedua orang yang bermarga Tanizaki itu menghilang dibalik pintu.
[Yourname] melihat jam yang ada di lengan kirinya, masih pukul tiga sore, hari ini sekolah pulang cepat dan dia masih ingin menyusuri tempat yang selama ini membuatnya penasaran.
Perpustakaan.
.
.
.
[Yourmame]'s pov
"Hei"
"Nak"
"Ayo bangun!"
Kamu mengerjap merasakan ada yang mengguncang tubuhmu. Ketika kamu membuka mata yang kamu dapati hanyalah seorang wanita paruh baya berwajah tidak bersahabat.
"Bangun, kau tertidur di perpus." Nada wanita itu terdengar sinis. Kamu yang masih mencoba mengumpulkan kesadaran yang perlahan-lahan terkumpul menatap wanita di depanmu dan juga tempat yang kamu dapati sekarang.
"Maaf bu, tapi sekarang jam berapa ya?" Tanyamu. Wanita yang kamu panggil ibu itu menunjuk jam yang bertengger di dinding tidak jauh darimu. Kamu menoleh dan mendapati bahwa sudah jam enam lewat. Berati kamu sudah tertidur selama satu jam, karena kamu ingat sekali bahwa tadi kamu masih membaca setengah buku. Dan ketika itu kamu tidak merasakan apa-apa lagi selain rasa sejuk dari pendingin perpustakaan.
"Bisakah anda sekarang pergi? Perpustakaan tidak menumpang seorang siswi untuk tidur." Sinis sang penjaga perpustakaan.
Kamu hanya mengangguk dan kemudian membungkuk. "Maafkan aku dan terimakasih, tapi sebelumnya bolehkah aku meminjam buku ini?"
Ibu itu hanya mendengus, tapi tangannya mengambil buku yang berada ditanganmu dengan kasar.
"Kembalikan seminggu lagi"
Kamu berjalan keluar dari perpuskaan yang beda gedung dari tempat dimana kelas-kelas berada. Jadi perpustakaan Yokohama ini cukup luas karena memiliki gedung sendiri. Kamu merenggangkan tanganmu yang pegal karena terlalu lama tertidur dengan posisi tidak nyaman, dengan langkah santai kamu berjalan menuju gerbang sekolah, sebelum ke gerbang sekolah kamu melihat sekolah yang sangat sepi padahal ini baru jam enam.
"Aneh, bukankah sekolah ini memiliki club dan ekskul, kenapa seperti tidak ada kehidupan?" Gumammu dengan nada yang bertanya-tanya.
Tiba-tiba ada suara yang membuatmu mencari asal sumber suara itu.
"Eh?" Kamu menatap ada seekor kucing dengan tiga warna, putih hitam dan orange.
"Halo miaw," sapamu dengan mengelus kepala sang kucing. Kamu berjongkok dan kucing itu terlihat mengeong ingin bermanja kepadamu. Kamu tampak gemas dengan hewan berbulu yang ada di depanmu ini.
Krak
Terdengar suara seperti ranting pohon yang terinjak, kamu mengedarkan pandangan akan tetapi tidak ada apapun. Seketika kamu merasa merinding.
Kemudian kamu berdiri dan menatap kucing itu. "Aku pergi ya, kau baik-baik disini." Kucing itu hanya mengeong. Lantas setelah itu kamu langsung berlari kearah gerbang untuk menuju halte.
Di perjalanan kamu merasa seperti ada yang mengikuti. Dengan langkah yang dipercepat kamu berharap bisa sampai ke halte dan menaiki bus.
Tiba-tiba di jalan yang sepi, kamu merasa tidak ada yang mengikutimu akan tetapi ada siluet yang mengarah pada gang buntu tepat di sebrang jalan.
Kamu menimbang apakah melihat kesana atau lebih baik tidak melihat apapun. Baru disaat kamu sedang berpikir tiba-tiba terdengar suara tong sampah jatuh dengan keras tepat di balik gang tersebut.
Kamu menelan ludah. Takut. Tapi rasa penasaran lebih mendominasi.
"Apakah itu vampir? Atau... Werewolf?" Tanyamu dalam hati membayangkan film fantasy-supranatural yang kamu tonton.
Ketika kamu melihat gang buntu tersebut tampak gelap akan tetapi kamu masih bisa melihat ada dua orang disana.
"Siapa?" Tanyamu mencoba tidak bergetar.
Salah satu siluet berjalan mendekat. Seperti gerakan slow motion, kamu mendapati seorang pemuda dengan ekspresi datar, tidak tersirat emosi sama sekali di dalam wajahnya ditambah perban yang menutupi sebelah matanya dan poni yang sedikit panjang, Bahkan cahaya bulan tidak mampu membuat wajah itu menjadi bersinar.
Ekspresimu yang awalnya mengernyit langsung kaget ketika melihat apa yang dibawa oleh pemuda tersebut.
Mayat.
Orang tersebut jelas sudah mati karena ekspresinya yang kaku tersebut. Seperti mati dengan ekspresi kesakitan.
Yaampun.
Kamu tanpa sadar melangkah mundur.
"Zombiekah?" Batinmu bertanya-tanya karena melihat pakaian yang dipakai pemuda tersebut sekaligus perban yang cukup banyak.
Pemuda tersebut tanpa belas kasihan menyeret mayat tersebut. Kamu ingin muntah rasanya.
Kamu berusaha mengumpulkan kesadaran untuk lari.
Ayo lari [Yourname].
Ayo.
Kamu sama sekali tidak bisa bergerak.
"Hei"
Tiba-tiba seseorang yang lain sudah berada di belakangmu.
"Sejak kapan?" Batinmu bertanya-tanya. Karena kamu sedari tadi sama sekali tidak merasakan ada orang lagi.
Ketika kamu ingin menengok tiba-tiba orang tersebut sudah memukul tengkukmu. Samar-samar kamu mendengar sebuah kalimat sebelum akhirnya kamu kehilangan kesadaran.
"Maaf nona, kau sudah terlalu banyak melihat semuanya."
Apakah ini akhir hidupmu?
.
.
.
Disebuah ruangan bernuansa merah dan hitam terdapat beberapa orang yang sedang berbicara tampak serius.
Salah satunya tampak emosi.
"Sudah kubilang harusnya aku saja yang dipercaya, bukan si bodoh amatiran ini!"
Pemuda berambut senada dengan warna senja itu tampak emosi dan menunjuk seorang pemuda yang sedari tadi tampak tenang.
"Tenanglah Chuuya, kau harus dengarkan apa kata Dazai." Seorang pria yang duduk dihadapan mereka mencoba menenangkan pemuda enambelas tahun yang sedang emosi tersebut.
"Cih."
Pemuda yang dipanggil Chuuya mendecih. Akhirnya dia diam.
Pria itu akhirnya menatap anak emasnya yang sedari tadi tidak bersuara.
"Jadi Dazai, bisa jelaskan kepadaku? Atau mungkin Hirotsu saja yang menjelaskan?" Pandangan pria itu jatuh kepada sosok lain yang tampak lebih berumur akan tetapi masih terlihat kuat dan gagah.
"Ah maaf tuan ini semua karena kelalaianku tidak mengawasi tuan muda dengan benar." Kata Hirotsu sambil membungkuk penuh penyesalan.
Chuuya mendengus. "Bagus sekali Hirotsu, terus saja melindungi si bodoh itu."
Hirotsu hanya meringis mendapati kata-kata yang keluar dari mulut Chuuya.
Pria yang dipanggil tuan oleh Hirotsu kemudian menatap anak emasnya lagi. Merasa ditatap dan masih menunggu jawaban akhirnya pemuda yang bernama Dazai bersuara.
"Aku hanya membasmi tikus yang nyasar."
Singkat dan padat. Kalimat yang dikeluarkan oleh Dazai. Tentu saja Chuuya emosi.
"Hei tapi kau ketauan oleh gadis itu"
"Nyaris ketauan." Dazai mencoba meralat kalimat Chuuya.
"Tapi dia sudah melihat tindakanmu, bodoh!!"
"Dia pasti akan menganggap itu mimpi, bukankah begitu Hirotsu?" Tanya Dazai. Hirotsu yang terlalu fokus dengan perdebatan antara dua pemuda itu seketika kaget.
"Ah y-ya, aku langsung membuatnya pingsan." Katanya terbata.
"Tapi itu tidak berlangsung lamakan, lagipula kenapa kau harus membunuh tikus itu, eh?" Chuuya bertanya, tatapannya penuh selidik menatap Dazai. Akan tetapi pemuda dihadapannya masih berekspresi datar.
"Tidak ada untungnya aku memberitaumu."
"Sialan!"
Pria yang sedari tadi melihat pertengkaran antara dua pemuda dan satu orang kepercayaannya seketika berdehem mencoba menyadarkan bahwa dirinya masih ada.
"Hentikan Chuuya, anggap saja itu memang jawaban Dazai saat ini." Ucap pria tersebut.
Chuuya lagi-lagi hanya bisa berekspresi kesal.
"Ah ya soal sekolah..."
"Aku tidak mau!" Chuuya langsung memotong kalimat pria tersebut. Tangannya bersidekap. Ngambek.
"Untuk apa sekolah kalau aku sudah pintar seperti ini." Lanjut Chuuya sombong.
Dazai hanya tersenyum remeh. "Aku mau"
Semua yang ada disana langsung menoleh kearah Dazai.
"Bisa kau ulangi Dazai?"
"Aku mau sekolah, ayah"
Pria yang dipanggil ayah itu seketika berbinar. "Akhirnya kau memanggilku ayah." Dia menatap haru Dazai.
Chuuya tampak muak. "Bukankah waktu itu kau tidak mau?" Tanyanya kepada Dazai.
Dazai menaikan alisnya. "Kapan aku bilang itu?" Tanyanya polos.
Oke. Ingatkan Chuuya untuk menendang pemuda ini.
"Jadi Dazai-kun ingin sekolah, bagaimana denganmu Chuuya-kun?" Pria tersebut menggoda Chuuya dengan memakai suffix kun, begitupula Dazai. Tampaknya efek panggilan ayah membuat pria tersebut langsung bahagia.
"Terpaksa aku bilang ya"
To be continued
.
.
.
Halloo haaa.. gimana? Udah dapet sensasi cerita inikah?
Atau belum?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top