18. Penghubung

Enjoy.. vote.. comment and

Happy Reading

Author's Pov

.
.

Seorang pemuda bernama Dazai merasakan keanehan pada matanya, seperti ada sebuah bias cahaya yang memaksa menerobos masuk.

Ketika dia membuka matanya, bola matanya dikejutkan oleh cahaya yang berasal dari penlight.

"Apa yang kau lakukan?" Dazai menepis tangan seseorang yang memegang penlight itu.

"Santai Dazai, santai, aku pikir kau mati karena daritadi kau tidak bergerak-gerak." Jelas orang itu yang membuat Dazai mendecih.

"Kau tidak tau itu yang di namakan tidur." Perkataan Dazai membuat orang itu tertawa.

"Sebenarnya, aku hanya ingin membangunkanmu karena sepertinya pacarmu itu sebentar lagi akan sadar." Orang itu berbicara lagi dan kali ini Dazai melihatnya penuh perhatian.

"Bagaimana keadaannya?"

"Oh.. jadi kau tidak menyangkal dia itu pacarmu ya." Orang itu terkekeh walau kemudian dia langsung berekspresi serius lagi karena Dazai yang menatapnya datar.

"Dia semalam demam dan ada sedikit goresan dilengannya karena terjatuh mungkin."

"Tidak ada luka yang cukup serius?" Pertanyaan Dazai dijawab anggukan oleh orang tersebut.

"Kalau begitu aku pamit"

Orang itu mengerjap kaget. "Kau tidak ingin lihat kondisinya?"

"Tidak perlu." Singkat, padat dan sangat dingin.

"Kau itu aneh, kemarin malam kau membawanya dan meneleponku seperti tidak ada hari esok, mengganggu waktu istirahatku, dan sekarang kau seperti tidak mengenalnya." Perkataan panjang lebar itu dijawab lirikan oleh Dazai.

"Bekerja menjadi dokter membuatmu jadi banyak bicara eh, Odasaku, aku lebih suka jika kau jadi pemimpin mafia saja."

Orang yang bernama Odasaku tertawa. "Setidaknya aku jadi tidak dingin sepertimu"

Dazai berdecak. Odasaku selalu bisa membuatnya kesal.

"Ngomong-ngomong soal mafia, bagaimana keadaan Mori-san?" Odasaku berjalan menuju meja kerjanya dan duduk disana, kembali memeriksa berkasnya.

"Semakin menyebalkan."

Odasaku tertawa lagi. Rasanya dia cukup bahagia melihat Dazai yang menderita seperti itu.

"Kalau Chuuya?"

"Jangan tanyakan dia!"

Sepertinya Dazai sensitif dengan partner in crimenya.

"Hmm kalau.."

"Kau bertanya-tanya seperti ini hanya untuk mengulur waktukukan?" Dazai menatap tajam, Odasaku hanya tersenyum kalem.

"Penerus Mori Ougai sangat hebat."

Dazai mendengus mendengar ucapan Odasaku, dia mengambil jaket miliknya yang ternyata ada disofa tempat dia tertidur tadi.

"Kau yakin meninggalkannya sendirian begitu?"

Dazai memakai jaketnya. "Aku akan menelepon Ranpo." Jawabnya.

Odasaku menaikkan alisnya "kenapa Ranpo?"

"Karena dia pacarnya"

Odasaku langsung menatap sedih seperti mengerti perasaan Dazai. "Cinta tak terbalas ya"

"Tck." Sepertinya Odasaku sukses membuat Dazai tidak mood.

Mendengar sang dokter yang tertawa atas lelucon yang hanya memojokkan Dazai, akhirnya dia berjalan menuju pintu untuk keluar dari ruang kerja Odasaku, tapi langkahnya terhenti ketika mendengar dokter itu berbicara lagi.

"Ada bekas luka di kepalanya.." perkataannya terhenti. "Luka itu cukup serius dan aku rasa kau lebih tau dari aku, bukan begitu?"

Dazai sedikit tersentak, tapi dia berusaha menyembunyikannya walau Odasaku bisa melihatnya.

"Obati saja dia dan jangan beritau si Mori itu"

Tangan Dazai memutar kenop pintu dan melangkah keluar meninggalkan Odasaku yang hanya menatapnya diam.

••••••
[Yourname]'s Pov

Kamu membuka matamu dan mengerjap karena terkejut dengan cahaya yang terang, mencoba membiasakan diri dengan cahaya akhirnya kamu bisa melihat dengan jelas.

"[Yourname]-chan?"

Kamu melirik dengan ekor matamu dan mendapati Naomi yang melambaikan tangan kearahmu.

"Masih kenal akukan? Aku siapa? Kita sekolah dimana? Umurku berapa?" Tanyanya beruntun yang membuatmu malas untuk menjawab.

"Huee Onii-chan.. [Yourname]-chan tidak ingat aku." Tiba-tiba Naomi berteriak sambil menangis, memanggil kakaknya yang langsung lari tergopoh-gopoh memasuki ruangan.

"Ada apa Naomi-chan?"

"Hiks.. [Yourname]-chan"

Naomi dan Juunichiro berpelukan yang membuatmu langsung mengalihkan pandangan ke jendela. Mengapa disaat kamu membuka mata untuk pertama kali yang kamu lihat harus adegan incest.

"Kalian ini sedang apa?" Kamu mengalihkan padangan kearah suara yang kamu kenal.

"Ranpo.. sepertinya [Yourname]-san lupa ingatan." Juunichiro menjelaskan, mau tidak kau kamu tersenyum dalam diam karena merasa lucu.

Ranpo langsung mengalihkan pandangan kearahmu. "Benarkah? Kau lupa ingatan?"

Kamu yang ditanya langsung menggeleng. "Kenapa aku harus lupa? Memangnya aku terbentur sesuatu?" Tanyamu yang langsung dibalas pelototan oleh Naomi.

"Tadi kau diam saja ketika aku bertanya. Sekarang kau malah menjawab Ranpo-san, tidak adil." Naomi cemberut. Kamu tertawa kecil.

"Ngomong-ngomong aku kenapa ya?" Tanyamu membuat yang lain saling pandang.

"Memangnya kau tidak ingat? Justru malah kita yang mau bertanya." Naomi berdecak sebal.

Kamu berusaha untuk mengingat. "Terakhir kali setelah aku selesai dari ruangan Yosano-sensei tiba-tiba aku dipanggil oleh seorang siswa laki-laki, dia bilang Ranpo memanggilku di taman belakang, lalu setelah itu tidak ada apa-apa disana dan semuanya gelap, aku tidak ingat." Jelasmu yang langsung membuat ketiga orang disana berpikir keras.

"Siapa ya kira-kira yang membuatmu seperti ini." Kamu menatap Naomi dan hanya menjawab dengan gelengan.

"Maafkan aku karena membuatmu seperti ini." Tiba-tiba Ranpo mengucapkan itu dengan nada penuh penyesalan.

Kamu langsung menggeleng. "Ini bukan salahmu Ranpo, semua ini karena salahku yang tidak hati-hati."

Ranpo menatap kamu dengan tatapannya bersalah, dia menggenggam tanganmu. "Aku bertanggung jawab atas masalah ini." Jelasnya penuh akan keseriusan.

"Tidak perlu Ranpo, aku sudah berterima kasih apalagi kau yang sudah membawaku ke rumah sakit, ini sudah cukup." Kamu menepuk tangan Ranpo dengan tanganmu yang satunya.

"Bukan aku yang membawamu."

"Lalu siapa?" Tanyamu

"Dazai"

Mengerjap beberapa kali. Kamu bertanya sekali lagi. "Siapa?"

"Dazai-san yang membawamu [Yourname]-chan, ini saja kita ditelepon olehnya, kita mencarimu sampai malam tapi tidak ketemu, lalu pagi harinya Dazai-san langsung menelepon Ranpo-san." Naomi menjelaskan yang langsung membuatmu terdiam.

Dazai menyelamatkanmu?

Si zombie itu?

Tunggu sepertinya kamu seperti mengingat sesuatu tapi samar-samar, kejadian ini. Kamu mencoba mengingat tapi yang kamu dapati hanya jari-jari kecil yang saling menggenggam.

"Aduh"

Kamu memegang kepalamu, tiba-tiba terasa sakit.

"[Yourname]-chan kenapa? Oniichan panggil dokternya." Kamu bisa mendengar Naomi memerintahkan kakaknya untuk memanggil dokter.

"Naomi-chan, itu ada bellnya"

Naomi dengan sigap langsung menekan bell yang ada disampingmu.

••••••
Author's Pov

Sementara itu di tempat lain seorang pemuda sedang duduk di tepi kolam ikan. Tangannya sesekali melempar bola-bola kecil itu ke kolam yang langsung di makan oleh ikan-ikan disana.

Drrtt Drttt

Sebuah ponsel bergetar disampingnya, dia tampak acuh sampai ponsel itu tidak bergetar lagi.

Drrtt Drttt

Ponsel itu kembali bergetar, pemuda itu berdecak dan mengambil ponselnya dan meload speaker.

"KAU DIMANA BRENGSEK!!"

Untung saja pemuda itu sudah mengantisipasi untuk menjauhkan ponsel itu dari telinganya.

"Ada apa?" Pemuda itu bertanya dan membiarkan ponsel dengan nama chuuya cebol terlihat jelas disana.

"Heh! Jawab pertanyaanku brengsek"

"Aku dimanapun bukan urusanmu." Jawab pemuda itu dingin.

"Aku juga tidak mau peduli kau dimana tapi ini perintah si Bos untuk menanyakanmu dimana."

Pemuda itu hanya diam. Menunggu si penelepon berbicara lagi.

"Heh Dazai brengsek, jangan hanya diam, cepat kembali atau Hirotsu diintrogasi oleh si Mori" Chuuya di telepon mulai tidak sabaran.

"Kalau sampai dalam satu jam kau tidak datang ke rumah, Mori akan membuat Hirotsu buka mulut dan satu lagi, aku akan bilang kepada Mori kalau kau sibuk mencari pacarmu dan tidak seko..." pemuda yang bernama Dazai langsung menutup sambungan teleponnya tanpa perlu repot-repot untuk mendengar lanjutannya.

Dia menghela nafas, kondisinya saat ini sedang buruk dan malas untuk bertemu ayah angkatnya, tapi akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke rumah ayah angkatnya.

Butuh waktu kurang dari satu jam untuk kembali ke rumah megah itu, setelah sudah sampai dia langsung disambut oleh beberapa pelayan.

"Mori-sama sudah menunggu anda"

Dazai tidak menggubris omongan sang pelayan, dia langsung menuju ke ruangan yang di maksud.

Ketika sampai di depan pintu dia mengetuk dan masuk hanya untuk mendapati sang ayah angkat sedang bermain dengan anak gadisnya, Ellise, disana juga terdapat Hirotsu yang menunduk setelah mengetahui Dazai datang.

"Mori-san." Dazai memanggil hanya untuk menyadarkan ayah angkatnya akan keberadaannya.

"Ah Dazai"

Mori berseru dan menghampiri Dazai hendak memberikan sebuah pelukan sayang. Sungguh creepy sekali.

"Ada apa Mori-san?" To the point untuk bertanya, karena Dazai malas berbasa-basi.

Mori menghela nafas tidak jadi untuk memeluk anak angkatnya. "Aku tau kau tidak akan menjawab pertanyaanku, tapi aku hanya ingin bilang, jangan pergi tanpa kabar, kau taukan semua ada peraturannya, walaupun kau anak kesayanganku tapi tetap aturan itu berlaku." Mori langsung berkata panjang lebar dan terlihat serius, Dazai langsung mengangguk.

"Apa ada lagi?"

"Jangan bolos sekolah, kali ini aku memaafkanmu"

Dazai mengangguk.

"Kalau begitu aku permisi." Setelah mengucapkan itu Dazai berlalu pergi meninggalkan Mori yang bersidekap menatap anak angkatnya.

"Anak itu semakin dewasa semakin tidak bisa ditebak." Perkataan Mori sebenarnya sangat diiyakan oleh Hirotsu tapi tentu saja dalam diam.

Sementara itu di rumah sakit Yokohama, [Yourname] sedang melihat Ranpo yang saat ini telah memakan buah-buahan segar, pemberian dua bersaudara itu yang saat ini sudah berada disekolah setelah menjenguk sebentar.

"Ranpo kau tidak sekolah?"

Ranpo yang sedang serius mengunyah buah apel, langsung mengalihkan pandangannya kearah [Yourname].

"Aku menjagamu." Jawabnya simple.

"Tidak perlu seperti itu, aku aman kok, kan ada suster disini." Kata [Yourname] yang langsung disanggah oleh Ranpo.

"Tidak ada tempat yang aman di dunia ini." Katanya dengan nada yang serius.

"Aku rasa kau hanya ingin bolos sekolahkan." Awalnya [Yourname] hanya bercanda tapi melihat  reaksi Ranpo yang hanya diam dan tampak santai, membuatnya jadi yakin dengan kata-katanya.

"Benarkah?"

Ranpo tersenyum dan mengangguk tanpa dosa membuat [Yourname] mengusap wajahnya tidak habis pikir.

Tiba-tiba pintu kamar yang [Yourname] tempati terbuka, munculah seorang laki-laki memakai jas, tampak mapan dan tampan.

"Selamat siang [Yourname]-san." Sapanya dengan senyuman.

"A-ah selamat siang dokter"

Dokter itu mendekat dan menatap Ranpo. "Selamat siang Ranpo-san."

Ranpo menatap sang dokter. "Hm" dia bergumam malas.

"Kalian saling kenal?" Tanya [Yourname] penasaran dengan interaksi mereka.

"Kami hanya kebetulan kenal." Jawab sang dokter yang saat ini sedang mengecek keadaan [Yourname].

"Apakah kepalamu masih sakit?" Tanyanya sambil mengecek tekanan darah [Yourname].

"Sudah tidak." Jawabnya.

"Apakah sering sakit?"

"Sebenarnya jarang hanya saja baru-baru ini jadi sakit"

Dokter itu mengangguk. "Jangan terlalu banyak berpikir, oke"

[Yourname] mengangguk. "Baik Dokter"

"Ngomong-ngomong kau bisa memanggilku Odasaku jika aku sedang tidak bertugas."

"Ah b-baik Odasaku-san"

Odasaku tersenyum yang sangat menawan sehingga membuat [Yourname] terpana untuk beberapa saat.

"Kalau begitu aku pergi, selamat beristirahat." Setelah mengucapkan itu Odasaku pergi dengan menyisakan aroma parfum yang menenangkan.

"Mulutmu sekarang bisa ditutup."

Perkataan Ranpo membuat [Yourname] melonjak kaget dan segera menutup mulutnya yang tanpa sadar sedikit terbuka.

"Jadi seleramu yang seperti itu." Kata Ranpo dengan anggukan yang seolah paham dengan situasi saat ini.

"A-apa? T-tidak kok, aku hanya kaget," [Yourname] jadi tergagap yang malah membuat Ranpo menaikkan alisnya.

"Kau tidak lihat ada pacarmu disini." Dia mengucapkan itu dengan nada seolah-olah gadis didepannya selingkuh.

"Hei.. kitakan tidak pacaran." Protes [Yourname]. Kemudian Ranpo mendekat. "Bagaimana kalau kita pacaran?" Tanyanya ambigu.

Jelas saja [Yourname] langsung menolak. "Tidak ah, nanti aku kena serang lagi oleh fansmu." Candanya yang malah membuat ekspresi Ranpo berubah.

"Benar juga.."

"Eh maksudku.. bukan begitu.. maksudku.." [Yourname] jadi serba salah karena melihat Ranpo yang jadi pundung.

"Pfft, aku hanya bercanda." Ranpo mengusap-ngusap kepala [Yourname]. "Aku ingin keluar membeli cemilan, kau ingin beli sesuatu?" Tanya Ranpo yang dibalas gelengan oleh gadis di depannya.

"Baiklah aku pergi, kalau ada apa-apa panggil suster"

Setelah memastikan gadis itu mengangguk, Ranpo segera keluar dari ruang rawat, ketika berada diluar dia menatap seseorang yang bersandar pada dinding koridor rumah sakit.

"Ranpo bisa bicara sebentar."

•••••

Dua orang sedang duduk di salah satu bangku taman rumah sakit, mereka melihat banyaknya orang-orang yang sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Kemarin Dazai membawa gadis itu dengan wajahnya yang khawatir, jika orang lain yang lihat mungkin biasa saja tapi aku bisa melihat dari kedua matanya, dia sangat khawatir, seolah-olah jika gadis itu tergores sedikit, umurnya akan berkurang secara perlahan." Perkataan salah satu orang yang ada disebelah pemuda yang tengah asyik memakan keripik kentang tampak serius, sangat kontras dengan pemuda disebelahnya.

"Menurutmu bagaimana Ranpo-san?"

Pemuda yang dipanggil Ranpo segera menelan makanannya. "Dazai itu selalu berjalan sendiri, bahkan dia sering meninggalkan partnernya Chuuya, aku rasa untuk hal ini akan sulit."

"Bukan itu maksudku, tapi hubungan dengan [Yourname]-san"

"Ya aku tau, justru dari situlah akan sulit menebak apa isi kepala Dazai." Ranpo melihat ada anak kecil yang terjatuh dan langsung digendong oleh ibunya.

"Kau pacaran dengan [Yourname]-san?"

"Kalau bisa mungkin aku pacaran dengannya." Perkataan Ranpo membuat pemuda yang bernama lengkap Sakunosuke Oda itu mengernyit.

"Maksudmu?"

"Semua orang itu punya rahasiakan." Ranpo melihat Odasaku dengan pandangan yang seolah berkata -jangan-tanya-lagi-

"Oke oke baiklah, kalian berdua memang misterius sekali." Odasaku mengangkat tangannya tanda menyerah.

"Hanya itu saja yang ingin kau katakan kepadaku? Bukankah ada yang lain." Ranpo mulai mengalihkan kembali pandangannya ke dalam bungkus cemilannya yang isinya tinggal sedikit.

"Kau tau [Yourname]-san pernah mengalami benturan keras pada kepalanya?" Mungkin itu bukan pertanyaan tapi pernyataan dari seorang Odasaku kepada Ranpo yang saat ini sudah fokus kembali menatap sang dokter.

"Maksudmu?" Tanyanya seolah tidak percaya.

"[Yourname]-san punya bekas luka dikepalanya, aku juga sudah membuktikan lewat ct scan dan memang ada kemungkinan dia lupa ingatan." Jelas Odasaku. "Ah dan satu hal lagi, sepertinya Dazai juga tau masalah ini." Lanjutnya lagi.

"Berati.."

"Ya.. Dazai sudah mengenal [Yourname]-san sebelum dia menjadi murid di Yokohama." Odasaku langsung menambahkan kalimat Ranpo. "Selama ini aku tidak pernah tau latar belakang Dazai karena Mori-san langsung mengadopsinya dari panti asuhan setelah melihat bakatnya yang luar biasa, Dazai itu pendiam, dia tidak banyak berulah segala tindakannya tidak tertebak bahkan dia bisa menyelasaikan tugas dari Mori-san seorang diri." Lanjut Odasaku panjang lebar.

"Awalnya aku tidak terlalu peduli tapi setelah melihat ekspresi Dazai terhadap [Yourname]-san aku jadi penasaran." Odasaku melihat Ranpo.

"Bisakah kau bantu aku Ranpo?" Tanyanya.

"Kenapa harus aku?" Ranpo tampak ogah-ogahan.

"Karena kau yang bisa menghubungkan ini semua."

"Aish mendokusei."

Odasaku tersenyum mendengar perkataan Ranpo, dia tau pemuda itu bisa diandalkan, kali ini Odasaku yang ingin membuka sedikit masa lalu Dazai. Hanya sedikit. Mari kita lihat.

To be continued
.
.
.

Halo masih ada yang nunggu? oh ya soal kejadian yang kemarin menimpa yourname, bakalan aku jelasin di chap depan. Jadi see youu next chap
Jangan lupa komen dan vote ya, maaf aku yang slow updatenya.
Maaf jg masih banyak typo


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top