16. Gosip (part 2)

Calm, Enjoy, vote, komen and...

Happy Reading
.
.
.

Author's Pov

Di sebuah rumah yang mewah terdapat satu makhluk -ralat- manusia yang berlari, ekspresinya tampak bahagia.

Duk Duk Duk

Dia mengetuk atau lebih tepatnya menggedor sebuah pintu berwarna cokelat tua.

Pintu jelas sama sekali tidak terbuka.

"Hoii Dazai..."

Tidak ada sahutan.

"Dazai.. Dazai Osamu"

Masih tidak ada.

"Dazai kau tidak bunuh dirikan?"

Hening

"Kalau kau bunuh diri setidaknya beritau aku."

"Pergi Chuuya."

Akhirnya suara terdengar, walau sangat dingin dan datar.

"Buka dulu pintunya Dazai, aku mau memberitaumu info nih." Chuuya, manusia yang mengganggu Dazai di hari sabtu pagi yang cerah ini masih setia menggedor pintu.

"Aku tidak mau"

"Ayolah Dazai"

Pintu jelas sama sekali tidak akan terbuka, Chuuya merengut, padahal dia ingin sekali memperlihatkannya langsung, terpaksa Chuuya harus mengirimnya lewat benda canggih yang disebut handphone.

Seketika Chuuya tersenyum bahagia, walaupun tidak bisa melihat ekspresi Dazai, setidaknya dia bisa membuat si pemuda Osamu itu menangis meraung-raung. Eh tapi tidak mungkin sih.

Setelah mengirim Dazai sesuatu, Chuuya langsung kembali ke kamarnya, melanjutkan aktivitas tidurnya. Emang kurang kerjaan sekali pemuda Nakahara itu.

Sementara itu di dalam kamar yang di gedor-gedor oleh Chuuya tadi, tampak Dazai yang sedang duduk di meja belajarnya. Handphone yang menyala dia letakkan di meja.

Dia sudah melihat isi pesan Chuuya yang tentu saja sedang membahas perihal berita di sekolah. Foto-foto yang membuat Dazai malas menatap lama handphonenya.

Dia sudah tau, bahkan sebelum Chuuya atau berita itu menyebar. Mungkin Dazai hanya tau akhirnya, dia tidak tau bahwa ternyata mereka jalan bersama.

Dazai melihat lagi foto yang menampilkan Ranpo dan [Yourname] sedang makan di sebuah restoran. Lalu makan di dekat taman.

Melihat itu membuat Dazai sangat tidak mood, mereka hanya menfoto itu, mereka tidak menfoto bahwa Ranpo mengantar [Yourname] ke kos-sannya. Ya. Dazai punya foto itu. Terimakasih untuk Hirotsu yang bersedia menfotonya.

Haruskah Dazai membagikannya? Lalu menulis keterangan seperti

Ternyata mereka beneran berpacaran

Dazai langsung mendecih. Dia bukan penggosip. Menghela nafas untuk kesekian kali dia bangkit untuk menuju kamar mandi. Dia memutuskan untuk pergi ke rumahnya yang lain.

••••••••

Akiko yang sedang memberi makan ikan, mendengar suara derap langkah kaki, dia memutuskan untuk ke ruang tengah.

"Tuan muda, selamat datang"

Akiko bisa melihat Dazai yang langsung duduk di sofa, wanita itu tau bahwa ada yang salah dengan tuan mudanya.

"Mau saya buatkan teh?" Tanyanya. Dazai menggeleng.

Jelas sekali bahwa Dazai sedang ada masalah.

"Dazai ada masalah?"

Akiko memanggil nama Dazai tanpa embel-embel tuan muda lagi, mencoba untuk berbicara antara orangtua ke anaknya walaupun mereka tidak memiliki ikatan darah.

Tanpa menjawab, Dazai membuka handphonenya dan memberikannya kepada Akiko dan langsung di lihat oleh wanita itu.

Setelah melihat itu Akiko langsung mengerti dan tersenyum. Ternyata Dazai sedang mengalami siklus remaja.

"Lalu Dazai marah?" Tanya Akiko yang langsung dijawab gelengan oleh Dazai.

Akiko tersenyum. "Jelas sekali kalau tuan muda Dazai marah," kembali memakai kata tuan muda hanya untuk menggoda remaja itu.

"Aku tidak marah!"

"Kalau begitu cemburu?"

Pertanyaan dari Akiko membuat Dazai terdiam. Wanita paruh baya itu diam-diam tersenyum geli.

"Kenapa tidak tanya langsung ke [Yourname]-san?"

"Kenapa aku harus tanya dia?" Dazai merengut seperti anak kecil.

"Karena bisa saja itu hanya kesalahpahaman." Jelas Akiko yang membuat Dazai berpikir.

"Mungkin memang benar dia suka dengan si detektif itu"

Akiko bisa melihat jelas Dazai yang merengut seperti anak kecil, ekspresi inilah yang jarang terjadi. Sangat jarang.

"Kalau tidak?"

"Tidak tau." Jawabnya singkat.

"Kenapa tidak coba menggunakan surat perjanjian itu, Lagipula bukankah tuan muda punya taruhan mengenai nilai matematika," Perkataan atau mungkin saran Akiko benar-benar membuat Dazai langsung ingat, bahwa dia masih punya senjata.

Dazai melihat Akiko. "Apakah tidak apa-apa?" Tanyanya penuh keraguan.

Akiko langsung terkekeh. "Kau itu.. kenapa jadi tidak percaya diri seperti ini, hm?"

Pemuda yang selalu disebut akan menjadi calon penerus Mori Ougai itu mengusak rambutnya, terlihat bingung.

"Ayo.. telepon saja, atau mau bibi yang telepon?"

Dazai terlihat mengerling, seperti menyetujui ide Akiko.

"Baiklah untuk tuan muda bibi yang sudah dewasa." Godanya lagi. Dazai hanya menatap datar Akiko. Cepat sekali berubah ekspresinya.

Dan setelah itu Akiko ke dalam kamar untuk menelepon [Yourname].

••••••••

"Bi Akiko tidak apa-apa?"

Gadis yang bernama [Yourname] langsung berlari setelah dibukakan pintu oleh Akiko. Mengecek keadaan wanita paruh baya itu.

"Bibi lemas," jawabnya.

"Sudah minum obat? Sudah makan? Kenapa bibi bisa yang buka pintu? Ayo aku antar ke dalam" [Yourname] langsung mengantar bi Akiko menuju sofa. Padahal Akiko belum menjawab pertanyaan dari [Yourname].

"Bibi mau apa? Mau teh?"

"Tidak perlu, bibi mau duduk sebentar saja."

"Aku langsung kesini ketika bibi telepon dengan suara lemas, aku pikir bibi akan pingsan, tapi aku kesini butuh waktu satu jam bi, maafkan aku." [Yourname] mengucapkan itu panjang lebar.

"Tidak apa-apa maaf merepotkanmu." Akiko memperlihatian raut penyesalannya.

"Tidak apa-apa Bi, aku sudah menganggap bibi seperti bibiku sendiri." Jelas [Yourname] sambil tersenyum dan itu membuat Akiko tambah menyesal karena membohongi gadis sebaik [Yourname].

"Sekarang apa yang bisa aku bantu bi?" Tanya [Yourname]

"Bibi belum masak makan siang untuk tuan muda, bisakah bantu bibi?" Bi Akiko ingin berdiri tapi di tahan oleh [Yourname].

"Biar aku saja, bibi istirahat saja."

"Tapi.."

"Tidak apa-apa bi, aku bisa masak kok."

"Bukan begitu, bibi hanya merasa tidak enak."

[Yourname] tersenyum. "Serahkan semua padaku bi."

Akiko ikut tersenyum. "Terimakasih, ngomong-ngomong semua bahan sudah ada di dapur, dan tuan muda lebih menyukai makanan yang sedikit asin"

[Yourname] mengangguk-angguk. "Baiklah bi aku coba"

Ketika [Yourname] berjalan ke dapur, diam-diam Akiko tersenyum senang. "Rencanaku berhasil." Batinnya.

.
.
.


Tiga puluh menit berlalu, Dazai keluar dari kamarnya karena merasa mencium aroma yang berbeda.


Dia berjalan ke dapur dan mendapati sosok gadis yang terlihat serius dengan masakkannya.

Dalam diam Dazai memandangi hingga gadis itu mengaduh kesakitan karena terciprat minyak goreng.

Buru-buru gadis itu menuju wastafel untuk membilas tangannya. Dari raut wajahnya tampak sedikit kelegaan karena merasakan air dingin yang mengalir.

"Ceroboh sekali."

Gadis yang bernama [Yourname] terlonjak kaget karena mendengar suara Dazai, dia menengok kebelakang hanya untuk mendapati Dazai yang melipat tangannya didepan dada dengan tatapan yang dingin.

"S-sejak kapan kau ada disitu?"

Dazai menaikkan alisnya, dia kemudian berjalan ke kulkas untuk mengambil air. Mengacuhkan [Yourname].

Karena merasa diacuhkan, [Yourname] melanjutkan lagi menyelesaikan masakannya.

"Kenapa kau ada disini?" Suara Dazai lagi-lagi membuat [Yourname] terkejut, entah kenapa suara Dazai membuatnya sedikit merinding.

"Kenapa kau bertanya? Seharusnya kau lebih tau daripada aku." Nada [Yourname] sinis, membuat pemuda yang sedang memegang botol berisi air dingin itu mengernyit.

"Apa maksudmu?"

[Yourname] mematikan kompor karena masakan terakhirnya sudah matang, dia membalikkan tubuhnya kearah Dazai.

"Kau tidak sadar ya? Apa pura-pura tidak tau? Bi Akiko sedang sakit dan kau malah enak-enakan tidur dan menyuruhnya, dasar tidak punya perasaan!" [Yourname] menunjuk Dazai menggunakan spatula. "Kalau bukan karena permintaan bi Akiko, mungkin aku sudah meracunimu dengan makanan ini." Lanjutnya lagi. [Yourname] menjadi cerewet apalagi ketika melihat bi Akiko yang lemas. Dia mungkin selama ini tidak mau berurusan dengan Dazai dan siapapun itu. Tapi karena tingkah laku Dazai yang membuatnya greget. Dia jadi tidak tahan.

Melihat reaksi pemuda itu yang hanya diam saja, membuat [Yourname] berpikir kalau julukannya untuk Dazai tidak salah. Zombie memang cocok untuknya.

"Kenapa kau marah-marah dan langsung menyimpulkan seperti itu?" Dazai menatap datar, dia meletakkan botol itu di meja dapur. Sudah tidak bernafsu untuk minum.

"Karena kau membiarkan bi Akiko kesusahan."

Dazai mendecih, dia tidak tau kalau Akiko pura-pura sakit untuk membawa [Yourname] kesini. Bahkan caranya ini malah membuat keadaannya runyam.

"Aku tidak tau kalau dia sakit." Dazai berusaha mengatur lagi ekspresinya supaya tenang.

[Yourname] menaikkan alisnya. "Aku tidak salah jika memanggilmu zombie karena memang kau tidak punya perasaankan." Gadis itu bersidekap, mencoba menatap Dazai yang saat ini juga sedang menatapnya. Justru malah itu adalah kesalahan yang besar karena mata pemuda itu begitu tajam. Membuat [Yourname] nyaris ciut walau wajahnya berusaha tenang.

Dazai berjalan mendekat dengan wajahnya yang menakutkan, bahkan [Yourname] sudah siap siaga dengan spatulanya.

"Tetap disitu atau aku akan memukulmu dengan ini." Yang dimaksud itu spatula.

Tapi Dazai tidak mengindahkan dan berjalan mendekat hingga [Yourname] terpojok diantara Dazai dan lemari tempat penyimpanan peralatan dapur.

"Pukul saja"

Ekspresi Dazai berubah dengan senyum miring seperti psycopat yang pernah ditonton oleh [Yourname].

"M-menjauh dariku, atau aku pukul"

Ketika [Yourname] memukul dengan spatula, Dazai sama sekali tidak menunjukkan ekspresi kesakitan. Ketika ingin memukulnya lagi, Dazai mengambil spatula itu dan membuangnya hingga terdengar bunyi yang cukup keras.

"Menjauh dariku!" Tangan-tangan [Yourname] berusaha untuk mendorong Dazai dan malah membuat guncangan pada lemari di belakangnya.

"Bisakah kau diam?" Pertanyaan yang konyol keluar dari mulut calon penerus Mori Ougai itu. Tidak ada seorang gadis yang akan tenang jika disudutkan seperti ini oleh seorang laki-laki menyeramkan, kecuali jika mereka sepasang kekasih.

[Yourname] mendecih. "Menjauh dariku, Zombie."

Tapi Dazai tetaplah Dazai dia terlihat menikmati pemandangan ini.

"Zom..bie"

Krak

Lemari itu tampak berguncang hingga membuat sesuatu yang diatas bergerak dan perlahan tidak seimbang. Benar saja sebuah panci berukuran besar yang diletakkan diatas entah oleh entah siapa meluncur bebas ingin mengenai kepala [Yourname].

Dengan refleks Dazai langsung menarik [Yourname] dan menepis panci itu hingga terpelanting kebawah.

Adegan ini sering terjadi di drama romance, ketika tokoh utama saat ini sedang melindungi tokoh utama gadisnya.

[Yourname] terkejut dan tidak menyadari bahwa dia berada dipelukkan seorang Dazai.

Hening beberapa saat hingga [Yourname] berusaha untuk melepaskan diri tapi sesuatu menahannya. Sebuah lengan yang tak lain adalah milik Dazai tampak tidak mau melepaskan tubuh [Yourname].

Bergeming untuk beberapa saat bahkan Dazai tidak tau mengapa dia melakukan hal seperti ini.

Dia menyesap wangi yang keluar dari rambut [Yourname], wangi yang sangat menenangkan seperti musim semi. Bahkan Dazai bisa merasakan detak jantung mereka berdua dan kehangatan yang terasa sangat menyenangkan.

Tunggu.

Mengapa sangat out of character. Dazai merutuki kebodohannya yang terlena. Hingga dia berusaha untuk tenang kembali.

"Kenapa kau tegang? Bukankah sudah biasa melakukan ini dengan pacar detektifmu itu hm? atau mungkin lebih dari ini."

[Yourname] dengan dorongan yang cukup keras hingga dia berhasil membebaskan dirinya dari si Zombie.

"Apa?" Tatapannya terlihat tidak terima.

"Kau sudah tau apa maksudku."

Dazai tampak kalem. Walau hatinya berbeda dari ekspresinya saat ini.

"Aku tidak tau ternyata kau penikmat gosip juga ya." Suara [Yourname] berubah, dia terlihat kecewa, mungkinkah semua orang juga berpendapat yang sama? Itulah kira-kira pikiran [Yourname].

Dazai melihat [Yourname] dari sudut matanya, merutuki kebodohannya karena mengucapkan itu.

"Ah tuan muda ada disini, ayo makan tuan muda, [Yourname]-san." Akiko yang muncul dari pintu dapur terlihat tersenyum walau dia tau suasana dua orang di depannya sedang tidak enak.

"Maaf bi Akiko, aku ada urusan." [Yourname] menatap Akiko dan menunduk sebagai ucapan maaf, belum sempat Akiko menanggapi, gadis di depannya ini berlalu pergi tanpa mengucapkan apapun lagi.

Akiko melihat Dazai yang saat ini sedang menatap [Yourname] yang pergi, dari tatapannya dia menyesal tapi ditutupi oleh ekspresinya yang datar.

Dazai mengusap wajahnya, kemudian dia berjalan untuk kembali ke kamarnya akan tetapi pandangannya jatuh  pada  beberapa piring yang ada di meja makan, ada omelet, sup miso, ikan dan beberapa buah-buahan.

Dan saat itulah Dazai menunjukkan ekspresinya yang sedari tadi ditahan. Penyesalan.


To be continued

Hallo jumpa lagi dengan cerita ini hehehe semoga suka ya


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top