14. Ranpo (part 2)
Flashback: italic
Hai. Enjoy.. Smile .. vote.. comment and.....
Happy Reading
.
.
.
Ranpo menatap batu nisan yang ada di depannya, sudah sekitar dua puluh menit dia hanya melihat dan berdiri disana. Pandangannya sama sekali tidak menyiratkan sebuah perasaan apapun.
Beberapa helai dedaunan mulai jatuh mengenai objek yang telah diamati oleh Ranpo, tapi sama sekali tidak ada pergerakan dari pemuda itu. Bahkan untuk menyingkirkan daunpun dia sama sekali tidak melakukannya.
"R-Ranpo?"
Sebuah suara seperti memantrainya untuk menggerakkan kepala hanya untuk segera menoleh kearah subjek pemanggil.
Kedua mata hijau itu tampak terlihat datar menatap sang subjek pemanggil, beda halnya dengan sang pemanggil yang tampak terkejut.
Kedua bola mata itu saling tatap beberapa detik hingga pemilik mata hijau langsung memutus kontak, dia berjalan acuh seperti tidak ada orang disana.
"Ranpo kenapa kau ada disini?"
Subjek pemanggil berusaha untuk terlihat walaupun dia sangsi atas keinginannya untuk dilihat oleh Ranpo.
Ranpo menoleh hanya untuk mendapati sang subjek yang menatap penuh harap kepadanya. Pemuda itu tiba-tiba mengangkat sudut bibirnya tampak tersenyum paksa.
"Sedang bolos, Sensei."
Jawaban itu entah mengapa sangat menohok untuk orang yang dipanggil sensei, bukan karena arti katanya melainkan tatapan mata dan sikap pemuda didepannya.
"Ranpo aku--"
"Sepertinya aku akan lanjut untuk bolos, Sensei."
Kalimat itu dipotong langsung oleh Ranpo, dia sama sekali tidak menunjukkan sopan santun dengan orang yang dipanggilnya sensei. Setelah mengucapkan itu, Ranpo sama sekali tidak ada niatan untuk menunggu senseinya bicara lagi, dia langsung pergi tanpa menoleh.
Meninggalkan Senseinya.
Meninggalkan Yosano yang tampak sedih menatap punggung muridnya.
"Ranpo.. sampai kapan kau seperti ini." Lirihnya.
Semua ini memang salahnya.
Kembali ke beberapa tahun sebelumnya
Tap Tap Tap
"Yosano!"
Yosano berjengit kaget dan tanpa sengaja pisau mengiris tangannya karena dia sedang memasak.
"Akh"
Orang yang memanggil Yosano langsung menunjukkan ekspresi kaget.
"Yosano kau tidak apa?" Pertanyaan dari anak berumur yang baru menginjak empat belas tahun ini mau tidak mau membuat Yosano tersenyum. "Tidak apa-apa"
"Tapi tanganmu berdarah." Tangannya langsung di genggam sehingga membuat Yosano sedikit meringis. "Jangan dipegang kuat Ranpo." Yosano ingin sekali menjitak pemuda didepannya ini, Ranpo hanya terkekeh.
"Maaf." Katanya dengan senyum yang manis, sepertinya mood pemuda ini sedang bagus.
Ketika Yosano ingin mengobati jarinya, Ranpo langsung mencegah, "biar aku saja"
"Memangnya kau bisa?"
"Tentu saja, aku bahkan bisa membedah kodok, mau lihat?"
"Tidak terima kasih."
Ranpo terkekeh, dia lalu mengambil kotak persegi berwarna putih dan mulai mengeluarkan barang yang dia perlukan.
"Ngomong-ngomong ada apa kau kesini?" Tanya Yosano, matanya masih mengawasi pemuda yang tampak serius mengobati lukanya.
"Aku baru saja mendapat nilai seratus ulangan matematika." Ranpo mengucapkan itu dengan bangga, sedangkan Yosano tertawa.
"Kau sudah sering mendapat nilai seratus Ranpo, apa yang perlu dibanggakan?"
Ranpo tampak diam sesaat karena sedang menempelkan plester ke jari Yosano, setelah selesai dia merapihkan kotak obatnya.
"Tentu saja aku bangga, apalagi matematika adalah kesukaan Yosanokan." Senyuman sekaligus ucapan Ranpo membuatnya meleleh. Kalimat manis itu bukan gombalan melainkan sebuah kalimat tulus dari seorang pemuda yang usianya terpaut enam tahun dibawahnya.
"Lalu kau mau hadiah apa?"
"Omelet, kue cokelat, permen." Jawab Ranpo seperti anak kecil. Yosano hanya tertawa.
"Astaga kau ini." Yosano menepuk-nepuk kepala laki-laki yang tingginya sebentar lagi akan menyamainya.
"Yosano"
"Ya?"
"Aku ingin cepat-cepat jadi ketua lalu bisa membanggakan sachou di depan Natsume-sensei." Katanya dengan mata hijaunya yang penuh keyakinan.
Yosano tersenyum. "Pasti kau bisa."
"Lalu aku juga ingin, Yosano terus berada disampingku." Lanjutnya lagi yang membuat Yosano menatap bocah didepannya ini.
"Ah itu.."
"Yosano masakanmu gosong."
"Astaga!"
Yosano panik dan Ranpo hanya tertawa melihatnya, remaja itu sangat nyaman sekali dekat dengan perempuan yang ada didekatnya saat ini.
Detik demi detik berjalan hingga jadi menit, menit demi menit berjalan hingga jadi jam, sampai dimana semua itu berganti menjadi hari lalu perlahan menjadi minggu dan perlahan menjadi bulan.
Hingga tiba saat beberapa hari lagi seharusnya menjadi ulang tahun untuk Yosano, sehingga membuat pemuda bernama Ranpo tidak sabar untuk memberikan hadiah, sebetulnya dia ingin Yosano membuatkan kue, pasti perempuan itu lupa.
Kaki-kaki yang kian memanjang itu berjalan tidak sabar kearah ruangan Natsume-sensei, dia tadi mengecek semua ruangan dan tidak mendapati dimana Yosano, dan ketika itu dia bertanya kepada pelayan dan disinilah dia sekarang, berdiri di depan pintu yang seharusnya terdapat kakek dan cucu itu berada.
Plak
Samar-samar terdengar suara seperti tamparan, tapi Ranpo sama sekali tidak ingin memeriksa karena dia tau sopan santun tentu saja.
Beberapa menit dia lalui dengan tidak sabaran, hingga seseorang muncul dengan ekspresi datar, diikuti dengan seorang lagi yang dia kenal.
"Sachou?"
Fukuzawa yang berada di belakang Natsume hanya melihat Ranpo sekilas, karena Natsume terus berjalan tanpa melihat Ranpo.
Namun sebelum dia benar-benar jauh dari anak angkatnya itu. Dia berbisik.
"Jangan mencampuri terlalu jauh Ranpo."
Ranpo sama sekali belum paham sebelum dia akhirnya mencoba masuk ke ruangan itu dan mendapati Yosano yang menunduk.
"Yosano?"
Yosano masih menunduk hingga ketika Ranpo sudah sampai di dekatnya, tangan-tangan Yosano memegang kaki Ranpo, membuat sang empu kaget.
"Yosano--"
"Kumohon..."
Yosano mendongak, sangat mengejutkan ada bekas tamparan di pipi sebelah kirinya.
Ranpo langsung berjongkok untuk mensenjajarkan tingginya dengan Yosano saat ini.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Ranpo khawatir. Yosano menatap dengan mata yang sembap.
"Ranpo aku mohon padamu.."
Ranpo mendengarkan ucapan Yosano yang terlihat rapuh.
"Aku mohon batalkan keinginanmu untuk jadi ketua."
Ranpo terkejut, matanya menatap tidak percaya.
"Apa maksudmu?"
Yosano mencengkram baju yang dipakai Ranpo. "Aku ingin kau batalkan keinginanmu jadi ketua."
"Kenapa?"
Yosano diam. Sama sekali tidak menjawab.
"Yosano kenapa?"
"Karena kau tidak pantas"
Kalimat yang sangat menyakitkan itu membuat Ranpo tertawa hambar. "Kau menyuruhku lalu kau bilang aku tidak cocok, apa maksudmu? Katakan yang sejujurnya!"
Perempuan didepan Ranpo itu bergetar walau hanya sepersekian detik, dia menatap Ranpo dengan pandangan yang tajam.
"Aku bohong, semua itu bohong, aku sama sekali tidak rela kau menjadi pengganti Fukuzawa-san,"
"Kau berbohong"
"Aku tidak bohong!" Yosano membentak.
"Lalu apa alasannya kau menyemangatiku selama ini? Baik kepadaku?" Pertanyaan Ranpo membuat Yosano menelan ludahnya. Dia memejamkan matanya sesaat, lalu tersenyum.
"Karena untuk menipumu."
Ranpo masih tidak percaya, Yosano kemudian berkata lagi. "Aku menipumu Ranpo, karena aku sengaja supaya kau mau menurutiku, aku... Sudah punya kandidat yang cocok untuk jadi ketua."
"Siapa?"
"Kekasihku, kekasih yang sangat aku cintai."
Mendengar hal tersebut Ranpo hanya diam, dia mencoba menatap mata perempuan yang ada didepannya, mencoba mencari tau kebenaran yang ada disana.
Yosano segera mengalihkan pandangan. "Kalau kau masih menganggapku onee-sanmu, lebih baik kau turuti apa mauku, Ranpo."
Ranpo berdiri, dia menatap datar, bahkan Yosanopun baru melihat ekspresi pemuda itu, Yosano tau pemuda itu sedang bingung dan merasa kecewa.
"Aku tidak akan mundur."
Ranpo berbalik untuk pergi, meninggalkan Yosano yang menatapnya sedih.
Ranpo mentepati kata-katanya dia tidak mundur, bahkan sekalipun Yosano mendiamkannya, dia tidak peduli. Natsume dan Fukuzawa sama sekali tidak berkomentar.
Hingga pada suatu hari seseorang datang di tengah Ranpo dan lainnya berlatih.
"Well.. jadi ini akan menjadi tempatku ya."
Natsume yang sedang menyesap cerutunya, menoleh dan melihat orang itu. Tatapannya menjadi dingin.
"Halo Natsume-ojii-san, senang bertemu denganmu lagi." Orang itu tersenyum lebih tepatnya menyeringai.
"Mau apa kau kesini?"
"Tentu saja mau menemui calon istriku, dan melihat tempat yang akan aku tinggali." Kekehnya, seperti orang tidak waras.
"Apa yang kau lakukan disini, Mark?" Yosano tergesa-gesa menghampiri orang bernama Mark.
"Kenapa kau terlihat panik? Aku hanya ingin menjengukmu." Dia mengerling nakal.
"Sebaiknya kau jangan kesini dulu."
"Kenapa? Akukan penerus disini."
"Penerus disini sudah ada, dan kau sama sekali tidak masuk kedalamnya." Suara Natsume terdengar dalam.
Mark pura-pura terkejut. "Oh ya? Siapa diantara bocah ingusan yang ada disana?" Dia menunjuk Ranpo dan yang lain, kebetulan disana juga ada Chuuya dan Dazai.
"Hei siapa yang kau sebut ingusan!" Chuuya protes, mark tertawa.
"Kau penerusnya? Pffft"
"Apa yang lucu hah?"
"Chuuya hentikan." Ranpo menghentikan Chuuya, kini pandangannya menatap Mark.
"Aku. Aku yang akan meneruskannya."
Mark menatap Ranpo, dia menyeringai. "Oh kau, Edogawa Ranpo itukan." Kata-katanya seolah sudah tau siapa Ranpo.
"Senang berkenalan denganmu bocah."
Ranpo sama sekali tidak tau apa maksud kedatangan si Mark, tapi yang jelas tidak hanya disitu dia bertemu dengan Mark.
Bahkan setelah itu Mark jadi sering datang ke mansion dan menemui Yosano. Jujur saja, Ranpo merasa panas dan malas latihan, tapi dia tidak menyerah. Dia tidak ingin kalah dari si Mark itu.
Tapi satu hal yang Ranpo tidak tau bahwa Mark itu licik dan Ranpo masih belum tau akan hal itu.
Ranpo benci Mark dan benci ketika Yosano berdekatan dengannya. Dia benci Yosano diambil darinya.
Bahkan ketika Natsume menyuruh mereka untuk berduelpun, Ranpo dengan semangat ingin menghajar si Mark itu, dan benar Mark babak belur. Tapi lagi-lagi Ranpo harus menelan rasa pahit ketika Yosano mengobati si Mark. Sebegitu pentingkah Mark bagi Yosano.
"Mungkin aku memang kalah darimu."
Ranpo yang sedang duduk di kursi kayu menatap Mark yang menghampirinya. Wajahnya yang penuh luka lebam itu masih menunjukkan ekspresi yang menyebalkan.
"Tapi aku menang, karena sudah mendapat hati Yosano." Kekehnya. "Dan sebentar lagi semua akan aku dapatkan." Lanjutnya lagi. Dia menjentikkan jari didepan wajah Ranpo, lalu kemudian tertawa.
"Oh ya, satu hal lagi."
Mark menatap Ranpo dengan tatapan yang seolah-olah akan menjatuhkannya. "Kau akan punya keponakan."
Kalimat itu sukses membuat Ranpo terdiam bahkan sampai Mark pergipun Ranpo masih diam.
••••••
"Apa maksudmu Ranpo? Kau mundur?"
Ranpo yang kini berada di hadapan Natsume dan Fukuzawa hanya menunduk.
"Apa karena, Yosano sedang hamil?" Pertanyaan Natsume telak mengenai Ranpo.
"Kau menyukai Yosano?"
"Tidak bukan begitu." Ranpo menolak walau hatinya berkata lain.
"Lalu?"
"Aku hanya terlalu malas untuk meladeni Mark." Padahal jelas Ranpo tidak mempermasalahkan hal itu.
"Ranpo, aku tidak mau Mark yang menggantikanku nanti, jadi aku mohon jangan sampai kau mundur." Fukuzawa terdengar memohon hingga Ranpo tidak bisa menolak.
"Lagipula setelah kau jadi penerusku, kau bisa membebaskan Yosano dari Mark."
Kalimat Fukuzawa jelas menjadi tekad untuk Ranpo, dia tidak ingin Yosano berada di dekat Mark.
Awalnya Ranpo berpikir begitu hingga suatu ketika, dia melihat Yosano dan Mark bertengkar di jalan dekat mansion.
Plak
Ranpo langsung menghampiri mereka dan memukul wajah Mark.
"Apa yang kau lakukan?"
Mark yang terjatuh akibat pukulan Ranpo langsung bangkit berdiri dan menatap Ranpo yang sedang membantu Yosano karena di tampar oleh Mark.
"Semua gara-gara kau bocah!" Mark emosi tanpa pikir panjang mendorong Ranpo hingga terjungkal kebelakang.
"Mark hentikan."
Mereka berkelahi. Ranpo tidak ingin kalah, dia melihat Yosano yang disakiti oleh Mark.
"Ranpo hentikan, cukup!"
Ranpo menghajar Mark seperti orang yang kalap. "Ranpo sudah!" Yosano memegang lengan Ranpo dan menariknya.
"Lepaskan aku Yosano."
"Ranpo hentikan!"
Yosano memeluk Ranpo dari belakang berharap Ranpo berhenti, dan memang Ranpo berhenti, dia juga kaget ketika Yosano memeluknya.
"Hentikan, aku tidak ingin kau menghajar orang." Lirih Yosano, Ranpopun berbalik dan memeluk Yosano. "Aku tidak ingin kau dilukai oleh siapapun." Ucap Ranpo.
"Yosano.." suara lirih berhasil mengalihkan mereka. Yosano menatap Mark yang berusaha bangkit tapi tidak bisa. Dia ingin membantu tapi ditahan oleh Ranpo.
"Ranpo, dia tetap calon ayah dari anakku."
Deg
Ranpo melepas tangan Yosano yang menghampiri Mark. Hatinya sakit ketika Yosano membantu Mark berdiri.
"Terimakasih istriku."
.
.
"Akhh"
.
.
"Terimakasih istriku dan selamat tinggal anakku."
Tawa Mark membahana, dia mengerling kearah Ranpo, dan menjilat pisau yang penuh darah.
"Darah yang manis dari istriku dan anakku."
Dan disitulah Ranpo tidak mengenal lagi jati dirinya.
To be Continued
Hai semua, gimana kabarnya? Semoga sehat ya. Sebenarnya aku sempet kehilangan ide, tapi sekarang udah nemu lagi walau agak awkward ya.
Flashback Ranpo udah selesai deh. Jadi simak terus chap selanjutnya.
Ingat tetap di rumah dan stay safe.
Salam ikemen bsd
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top