8. Showdown

Abyan's POV.

Aku membolak - balikkan tubuhku ditempat tidur kingsizeku. Kucoba memejamkan mataku yang sudah sangat mengantuk ini namun tak berhasil. Aku ambil salah satu bantal yang berada disampingku, dan aku letakkan untuk menutupi wajahku. Cara inipun tak mampu membuat mataku terpejam. Kulempar bantal itu sembarangan. Lelah hati dan pikiran sungguh membuatku tak tenang malam ini. Pernyataan Keiza yang menginginkan mengikuti keyakinanku membuatku senang bukan kepalang. Tapi aku tak ingin, keputusan yang dia ambil hanya karena keinginan sesaatnya yang menginginkan hidup bersama denganku. Disisi lain, pertemuan yang tak terduga antara Keiza dan kedua orangtuaku tadi membuat otakku serasa penuh saat ini. Bodohnya diriku, membawa kekasihku Keiza ke Masjid keluarga besarku. Aku lupa jika malam ini Abi dan Umi ada acara disana. Aku mengacak - acak frustasi rambutku, saat mengingat pertemuan Abi dan Umi dengan wanita tercintaku. Pertemuan itu tidak terlalu buruk, namun Umi dan Abi yang mendesakku untuk mengajak Keiza kerumah dan melamar Keiza dengan segera membuat kepalaku berdenyut. Ya Allah! Untuk sementara Abi dan Umi belum mengetahui status Keiza yang sebenarnya. Tak terbayangkan olehku, apa yang akan terjadi jika Abi dan Umi mengetahui kenyataan bahwa aku dan Keiza berbeda.

Flashback on:

Aku terkejut saat seseorang memanggilku. Suara yang tidak asing ditelingaku. Jantungku berdegup kencang, bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya. Tanganku mengenggam Keiza dengan erat, saat aku melihat kedua orangtuaku berjalan menghampiri kami. Aku mencoba untuk tersenyum manis pada mereka. Walaupun aku tidak yakin, senyumku kali ini terlihat manis seperti biasanya.

"Bang Byan..." Panggil seseorang yang sudah tak asing untukku, Umi.

Aku tersenyum. Umi berjalan menghampiriku dengan menggandeng mesra lengan Abi. Mereka tersenyum padaku.

"Ngapain kamu disini Yan?" Tanya Abi padaku saat mereka sudah berada didepanku dan Keiza. Senyum dan mata Abi yang menatapku dan Keiza membuatku sedikit kesal. Aku tahu, Abiku ini sedang menggodaku.

"Pacaran Bi di Masjid." Sahutku konyol. Keiza langsung mendelik padaku membuat Umi dan Abi terkekeh.

"Ya shalat lah. Ya kali orang pacaran di Masjid, yang ada juga akad nikah Bi. Abi ini nanyanya nggak penting deh." Lanjutku lagi sambil menggeleng gelengkan kepalaku. Tanganku masih menggenggam tangan Keiza. Abi terkekeh.

"Kenceng banget tu gandengannya. Takut ya... si cantik terpesona sama Abi." Ucap Abi meledekku. Aku tak bergeming, tanganku semakin mengeratkan genggamanku pada kekasih mungilku. Keiza mencoba untuk melepaskannya, aku tak peduli.

"Awwww... Sakit dong sayang!" Pekik Abi karena Umi mencubit perut Abi. Aku dan Keiza terkekeh.

"Abi nih, sama calon mantu juga masih aja digodain." Geram Umi. Aku menghela nafasku. Abi tertawa.

"Mau dikenalin nggak nih? Kalo nggak Byan mo nganterin Keiza pulang sekarang." Kataku pada kedua orangtuaku.

Jantungku sudah seperti genderang perang saat ini. Aku sudah ingin berlari dan pergi menjauh dari pertemuan tak terduga ini. Sebelum Abi dan Umi menginterogasiku dan Keiza lebih jauh.

"Cieee... ada yang lagi kesel nih." Ledek Abi lagi.

Ya Allah! Aku tak menyangka bahwa aku di cloningkan dengan orang yang paling rese seperti ini. Huft.

"Abi..." Kata Umi memperingati Abiku. Abi tersenyum.

"Kei, kenalin ini orangtua ku, Abi sama Umi aku." Ucapku memperkenalkan kedua orangtuaku pada Keiza. Keiza tersenyum.

"Abi Umi, ini Keiza. Pacar Abyan." Ucapku malas.

Keiza mengulurkan tangannya pada Umi terlebih dahulu. Mereka saling tersenyum satu sama lain.

"Saya Keiza tante." Ucap Keiza sambil menjabat tangan Umi.

"Kamu cantik banget sayang. Pantesan bikin anak Umi jadi klepek - klepek." Puji Umi pada Keiza. Aku menepok jidatku pelan, Abi terkekeh.

"Tante bisa aja." Timpal Keiza.

"Eh, jangan panggil tante sayang, panggil Umi aja ya. Biar terbiasa. Nanti kalo udah nikah sama Abyan kan jadi nggak canggung lagi." Jelas Umi.

Aku tersenyum. Kemudian melipat kedua tanganku kedada. Blush, wajah Keiza bersemu merah. Dia tersenyum malu. Rasanya aku ingin menggigit pipi Keiza yang merah dan menggemaskan itu.

"Keiza om." Ucap Keiza memperkenalkan dirinya pada Abi setelah berkenalan dengan Umi.

"Panggil Abi aja Keiza." Kata Abi. Aku menghela nafasku, setidaknya Abi dan Umi bisa menerima dan menyambut Keiza dengan baik kali ini.

"Maaf ya Kei, Abi tadi cuma becanda." Lanjut Abi.

"Iya om. Eh... iya Abi. Nggak papa ko. Ternyata resenya Abyan itu turunan dari om ya. Eh maaf. Abi maksudnya." Kata Keiza yang sedang salah tingkah menutupi nervousnya. Abi dan Umi terkekeh. Begitu pula denganku.

"Iya Kei. Abyan sama Abi nya itu sama aja." Samber Umi, yang membuat Keiza tersenyum.

"Sekarang kalian mau kemana? Pulang atau mau kumpul sama siapa itu temen kamu Yan?" Tanya Abi padaku.

"Nial sama Boy, Abi." Umi mengingatkan.

"Ah iya. Jangan pada mabuk lho! Awas nanti kalo Abi tahu." Ancam Abi. Ya, Abi dan Umi tahu kemana aku selalu berkumpul dengan kedua sahabatku itu.

"Biasa juga gimana Bi. Udah ketemu mereka ko tadi. Sekarang mau pulang." Jelasku pada kedua orangtua ku.

"Kamu nanti pulang kerumah atau ke apartment bang?" Tanya Umi padaku.

"Byan nanti pulang ke rumah Umi." Kataku.

"Ya udah Abi Umi, Abyan anter Keiza pulang dulu ya. Udah malam banget." Pamitku pada Abi dan Umi. Mereka mengangguk.

Aku dan Keiza bergantian berpamitan pada Abi dan Umi. Tak lupa kami berdua mencium tangan kedua orangtuaku.

"Hati - hati ya sayang." Ucap Umi saat Keiza pamit kemudian memeluknya.

"Iya tante. Eh, maaf Umi. Keiza lupa." Ucap Keiza. Umi terkekeh. Aku dan Abi tersenyum.

Flashback off.

Suara lagu Grenade - Bruno Mars membuyarkan lamunanku. Dengan malas, tanganku menjelajah nakas disamping tempat tidurku. Mencari benda berbentuk persegi panjang yang membuat lamunanku buyar. Aku terkejut, mataku melotot saat melihat sebuah nama yang terpampang dilayar smartphone ku. Aku telah mengganti nama pemilik contact itu beberapa jam yang lalu. My Fiancee. Kedua sisi bibirku tersungging. Dengan segera aku langsung menyentuh gambar kotak berwarna hijau dilayar smartphone ku yang  menyala.

Via telpon:

"Malam sayang... kamu belum tidur?"

"Malam Bi. Huum. Belum bisa tidur. Maaf Bi, ganggu ya?" Tanyanya diseberang sana. Aku tersenyum. Aku beranjak bangun dari posisi tidurku. Dan bersandar dikepala ranjang kingsizeku. Aku acak - acak rambutku.

"Nggak ko sayang. Aku juga belum bisa tidur. Kangen."

"Kangen aja atau kangen banget?" Tanyanya padaku.

"Kangen aja."

"Ko kangen aja sih?" Ucapnya kesal. Aku yakin wajahnya kali ini sangat menggemaskan. Bisa kupastikan, mulutnya sudah dia monyongkan dan wajahnya sudah dia tekuk parah. Aku tersenyum membayangkannya.

"Emang kangen aja tapi rindunya pake bangeeet."

"Bokis." Sahutnya singkat. Gini ni cewe, kalo cowonya jujur dibilang bokis. Emang serba salah ya jadi cowo.

"Kamu kenapa nggak bisa tidur?"

"Kamu sendiri kenapa nggak bisa tidur?" Tanyanya kembali.

"Kan tadi aku dah bilang sayang, aku kangen sama kamu. Aku nggak bisa tidur karena mikirin kamu."

"Masa??" Tanyanya kembali. Aku menghela nafasku.

"Iya keiza sayang, seriusan ini. Udah, nggak usah ngalihin pembicaraan. Kamu ngapain jam segini belum tidur? Nggak lagi kenapa - kenapa kan sayang?"

Hening. Tak ada jawaban apapun dari Keiza. Aku hanya bisa mendengar hembusan nafasnya.

"Kei... keiza... are you ok?"

"Aku kangen sama bunda." Ucapnya lirih. Hatiku mencelos sesaat. Sedikit sesak rasanya. Isakan tangispun terdengar. Ya Allah. Wanitaku menangis.

"Sayang... udah dong jangan nangis. Nanti aku anter deh ketempat bunda besok. Tapi habis pulang kerja ya. Gimana??"

"Bener Bi??" Tanyanya kembali

"Iya Keizaku sayang. Janji deh!"

"Bi..." Panggilnya padaku.

Entah kenapa setiap wanitaku memanggilku seperti itu, aku sangat senang mendengarnya. Namun biasanya saat dia memanggilku seperti itu, pasti ada sesuatu yang serius yang ingin dia ceritakan padaku. Membuatku sedikit was - was.

"Ada apa sayang?"

"Boleh nggak kapan - kapan aku main kerumah? Aku pengen ketemu sama Umi lagi." Katanya padaku

Deg.

Aku terkejut. Jantungku seakan berhenti sesaat. Hening. Aku terdiam.

"Bi... bolehkan??" Tanyanya kembali

"Ya bolehlah sayang. Tadi Umi juga nyuruh aku buat ngajak kamu maen kerumah. Weekend nanti aku jemput kamu maen kerumah. Gimana?"

"Serius?" Tanyanya tak percaya.

"Iya sayang. Wah, hatinya udah dibagi dua nih. Kayanya aku udah kalah sama Umi."

"Ih... apaan sih Bi. Kamu itu udah menuhin hati aku tau." Kata Keiza. Hening. Dia kembali terdiam beberapa saat.

"Sayang, kamu belum tidur kan?"

"Aku ngerasaain pelukan hangat bunda saat Umi meluk aku tadi. Umi ingetin aku sama Bunda bi. Ijinin aku buat bisa deket sama Umi. Boleh?" Ucapnya yang sepertinya sedang menangis. Aku terkejut mendengarnya. Jadi Keiza merindukan bundanya karena pertemuannya dengan Umi tadi. Ya Allah. Inikah petunjukMu kembali??

"Iya sayang. Boleh ko. Boleh banget malah. Umi aku, Umi kamu juga sayang. Besok kalo kamu udah jadi istri aku, Umi aku buat kamu deh."

"Makasih Bi." Ucapnya padaku. Aku tahu saat ini dia sangat bahagia. Suaranya sudah berubah. Dia kembali bersemangat lagi.

"Ya udah gih sana bobo. Udah pagi nih. Besok kita lanjutin lagi ngobrolnya." Aku lirik jam dindingku yang sudah menunjukkan hampir pukul 2 pagi.

"Besok kita ketemuan ya Bi. Bisa makan siang barengkan?" Tanyanya padaku. Aku terkekeh.

"Iya sayang, besok kita ketemu lagi. Gih sana cepet bobo!"

"Thank You my fiance. Good night. Have a nice dreams Bi." Ucapnya padaku. Aku tersenyum.

"You're welcome my fiancee. Night. Have a nice dreams. Sleep tight baby. Muaaaach."

"Muuaaaach. Bye beib." Balasnya sambil terkekeh sebelum menutup telponnya.

"Bye beib."

Aku tersenyum. Sepersekian detik kemudian senyumku memudar saat aku memandangi wallpaper fotoku dan kekasihku Keiza dilayar smartphoneku. Rasanya aku sudah tidak mampu menyembunyikan status Keiza pada Abi dan Umi. Aku harus mengatakan kenyataan itu pada Abi dan Umi sebelum mereka mengetahuinya terlebih dahulu. Aku menghela nafasku. Kepalaku sudah berdenyut. Aku harus bisa tidur sekarang juga. Besok akan ada kegiatan besar yang menantiku. Kegiatan yang membutuhkan fokus yang tinggi. Aku letakkan smartphone ku dinakas. Aku rebahkan tubuhku. Aku pejamkan mataku perlahan. Tak lupa aku berdoa sebelum aku terlelap dan masuk ke alam mimpi.

---

Dari balik dinding kaca kamarku, aku melihat langit begitu cerah hari ini. Secerah hatiku pastinya. Tubuhku serasa segar kembali walau hanya tertidur beberapa jam. Umi bilang, kita harus tersenyum saat pagi hari menyapa. Karena sebuah senyuman dipagi hari mampu membuat kita bersemangat untuk melakukan kegiatan yang terkadang membuat kita bosan setengah mati. Dan nasehat Umi itu selalu aku ingat. Pantas saja Abi dan Umi selalu terlihat ceria di pagi hari. Aku tersenyum mengingat kedua orangtuaku itu sambil menatap bayangan diriku dicermin. Sebuah bayangan fotocopyan dari Abiku.

Aku semprotkan parfum favoriteku keseluruh tubuhku. Aku spike rambutku dengan menggunakan gel rambut, kurapikan menggunakan jari tanganku dan kusisir sedikit. Setelah rambutku paripurna, Aku kenakan kemeja putihku. Kukancingkan kemejaku satu persatu. Setelah itu aku masukkan kemejaku ke celana jeans hitamku. Tak lupa kukenakan sabuk hitamku. Aku kenakan dasi berwarna hitam dengan rapi. Hari ini aku mengenakan pakaian yang tak terlalu formal, karena hari ini berbeda. It's the day of showdown. Ku pakai jam tanganku dan kukenakan jaket kulitku. Sebelum beranjak keluar kamar, aku sambar tas ransel kesayanganku. Dengan segera aku bergegas turun untuk sarapan bersama keluargaku.

"Pagi Umi..." Sapaku pada Umi yang sedang menyiapkan sarapan dimeja makan.

"Pagi sayang..." Balas Umi.

Aku letakkan tas ku dikursi yang kosong dan aku langsung duduk dikursiku seperti biasanya. Ku minum air putih yang sudah Umi siapkan untukku. Abi dan Mika belum keluar dari kamarnya.

"Tumben bang, jam segini udah ganteng aja. Umi bangunin, juga tumben dah bangun." Kata Umi.

"Dibangunin Keiza Umi tadi pagi. Hehehe." Ceritaku pada Umi.

"Pantesan. Dibangunin sama bidadarinya toh?? Kalian cocok. Umi seneng akhirnya kamu nemuin wanita yang bisa bikin dunia kamu jadi lebih berwarna." Kata Umi sambil meletakkan minuman favorite kami di meja makan. Dan memberikan Cappuccino Latte padaku.

"Kapan Abi mesti ngelamar Keiza buat kamu Yan?" Tanya Abi yang membuatku terkejut.

Abi yang tiba - tiba datang kemudian melingkarkan tangannya di pinggang Umi dan mencium singkat pipi Umi. Umi tersenyum. Pemandangan yang tak pernah membuatku bosen. Pemandangan yang selalu membuatku merasa sangat bahagia memiliki mereka. Entah kenapa aku selalu senang melihat Abi dan Umi yang selalu mesra setiap saat.

"Hey... kamu kira Abi lagi ngasih tutorialgitu?" Tanya Abi sambil menjentikkan jarinya didepan wajahku. Abi pun duduk dikursinya.

"Sabar Bi. Byan sama Keiza baru satu bulan pacaran. Nggak usah buru - buru." Kilahku.

"Umi sama Abi aja nggak pacaran. Pacaran habis nikah lebih nikmat tau." Timpal Abi. "Ya kan Umi?" Tanyanya pada Umi. Umi tersenyum kemudian mengangguk.

"Itu mah derita Abi sama Umi yang nggak bisa pacaran, gara - gara dijodohin. Ya kan??" Ledekku balik. Tawa Mika terdengar.

"Betul... betul... betul..." Sambung Mika yang Kemudian duduk disebelahku. Dan Umi yang sudah selesai menyiapkan sarapan ikut duduk didepanku.

"Kita mah ogah dijodohin. Ya kan Bang??" Tanya Mika Padaku. Kemudian mengajakku ber high five.

"Udah... udah... yuk sarapan!" Kata Umi menyudahi pembicaraan kami.

Umi mengambilkan nasi goreng mentega yang sudah dicampur dengan wortel, kacang polong, dan entah apa saja yang Umi sudah campurkan ke piring Abi. Kemudian mengambilkan telur mata sapi dan nugget sebagai lauknya. Setelah selesai giliran Mika yang mengambil nasi gorengnya, namun diluar dugaan Mika ternyata mengambilkan nasi goreng untukku. Umi dan Abi tersenyum melihatnya. Aku tahu maksudnya.

"Kenapa bengong gitu bang? Bayangin ka Keiza yang ngeladenin ya?" Ucapnya padaku yang membuatku menelan ludahku sendiri. Tawanya pecah.

Aku langsung menancapkan garpuku ke nugget sebagai lauk yang aku pilih. Kemudian menyendokkan nasi goreng dan menyuapkannya ke mulutku.

"Bang, weekend ini ajak Keiza maen kesini ya. Umi kangen sama dia. Belum puas ketemunya." Ucap Umi yang membuatku tersedak. Begitu pula dengan adikku Mika, dia ikut tersedak.

"Kalian ini pada kenapa sih?" Tanya Umi lagi. Abi tersenyum sambil menepuk nepuk punggungku.

"Tumben kalian kompak banget." Ucap Abi. Aku melirik ke arah Mika. Mika menatapku.

"Abi Umi udah ketemu kak Keiza? Dimana?" Tanya Mika penasaran.

"Iya, kemarin ketemu di Masjid keluarga besar kita." Jawab Umi.

"Terus?" Tanya Mika kembali.

"Terus nabrak. Kepo lo." Selaku. Mika mendengus kesal.

"Kayaknya Umi sama Keiza sehati nih, sama - sama kangen. Tenang aja Umi, nanti Abyan ajak kesini Keizanya." Kataku. Umi tersenyum.

"Serius bang?" Tanya Mika sambil melotot tak percaya. Aku tahu apa yang ada dipikiran adikku ini. Aku mengangguk. Kami pun melanjutkan acara sarapan kami. Beberapa menit kemudian, Mika bersuara kembali.

"Abaaang..." Panggil Mika padaku.

"Hemm..." Sahutku.

"Mika ikut abang ya hari ini. Mobil Mika dibengkel." Rengeknya padaku. Ini nih, sudah aku tebak.

"Abang bawa motor hari ini. Bareng Abi aja gih sana." Kataku.

"Abi nggak bisa nganter Mika hari ini. Abi ada meeting hari ini, meetingnya nggak dikantor jadi beda arah." Sahut Abi.

"Terus Mika kekampusnya gimana? Mas Reza nganter Umi kerumah eyang Ully. Pak andy jaga rumah. Ya udah deh bonceng abang aja sampe depan. Bisa kan bang?? Please..." Rengeknya lagi.

"Abang pake motor Honda RC, ga ada boncengannya." Jelasku lagi.

"Mau balapan lagi ya??" Tanya Mika.

"Sotoy Lo." Balasku singkat.

"Abi Umi, abang mo balapan lagi tuh." Adu Mika. Aku masih dengan santainya menikmati sarapanku. Karena aku sudah tahu apa reaksi Umi dan Abi ku.

"Kalo balapan disirkuit ya nggak papa, asal jangan dijalan. Bikin Jakarta tambah semrawut aja." Kata Abi. Aku menjulurkan lidah pada adikku yang kurang puas dengan reaksi tenang Abi.

"Pokoknya hati-hati ya bang kalo bawa motor." Sambung Umi.

"Iya Abi Umi. Abyan bukan pembalap jalanan ko. Tenang aja!" Ucapku.

"Terus nasib Mika gimana nih??" Tanyanya kembali. Aku terkekeh kemudian mengacak acak rambutnya.

"Abaaang... Sue Lo! Berantakan nih!" Teriak adikku.

"Lagian lo dek, kaya orang kesusahan aja. Tu digarasi masih ada mobil yang nganggur, tinggal pake juga. Kayak suruh bayar aja lo." Ocehku padanya.

"Iya tinggal pake. Lamborghini, Ferary, BMW i8 sisanya. Mobil - mobil yang bikin warga sekampus jadi heboh dan berisik. Ogah!" Sahut Mika. Abi, Umi tersenyum. Aku tertawa. Aku tahu, adikku ini sangat mirip dengan Umi. Mereka tidak suka yang berlebihan. Mobilnya sendiri saja, hanya mobil Nissan Juke berwarna putih seperti milik Keiza.

"Eh tunggu, kalo abang naik motor berarti mobil Pajero Sportnya nggak kepake dong? Aku pinjem ya bang." Katanya padaku.

"Huum. Kuncinya dikamar." Balasku singkat.

"Makasih abangku yang paling ganteng." Ucapnya padaku.

Cup.

Aku tersentak. Adikku Mika mencium pipiku. Aku melotot padanya. Dia hanya tersenyum kemudian berlari kelantai atas menuju kamarku. Abi dan Umi terkekeh. Aku usap bekas ciuman Mika dipipiku.

"Mika!" Teriakku padanya. Tawanya pun pecah dari lantai atas sana.

"Lope you pull bang..." Teriak Mika dengan suara 8 oktafnya dari lantai atas. Abi Umi pun tertawa membahana.

---

Ciiiiit...

Suara decit ban motor Honda RC213V ku terdengar, saat aku mengerem mendadak motorku. Aku terkejut. Hampir saja aku menabrak seorang gadis yang berjalan didepanku. Aku tersenyum dari balik helm full face ku. Melihat gadis itu mendelik padaku, bisa kupastikan dalam hitungan detik emosinya akan segera meledak. Satu... dua... tiga.

"Hati - hati dong! Lo kira disirkuit apa!" Pekiknya geram padaku.

Kubuka kaca helm full face ku. Rasanya ingin ku bungkam mulutnya yang sudah mulai mengomel dan mengerucut itu dengan bibirku. Sungguh menggemaskan. Aku kembali menyunggingkan senyumku dari balik helm full face ku. Aku kerlingkan salah satu mataku, kemudian aku lajukan motorku meninggalkan untuk parkir ditempat parkir pribadiku.

"Sue Lo!" Teriaknya padaku. Aku tertawa dari balik helmku. Dasar wanitaku.

Setelah memarkirkan motorku, aku segera bergegas keruang kerjaku. Senyumku tak pernah lepas dari wajahku pagi ini. Apalagi setelah bertemu dengan wanitaku pagi tadi. Dia sangat cantik menggunakan kacamata minusnya. Dia terlihat lebih dewasa.

"Selamat Pagi pak Aly." Sapa Dhimas, salah satu sekretarisku.

"Pagi Dhim." Sapaku balik.

"Maaf pak Aly. Pak Agus ingin bertemu dengan bapak. Beliau ingin menunjukkan beberapa rancangan gambar untuk project baru kita." Kata Dhimas.

"Oh iya. Tolong hubungi pak Agus, suruh temui saya sekarang. Kamu sudah re-schedule ulang beberapa meeting kita buat besok?" Tanyaku padanya. Dia mengangguk.

"Sudah pak. Semua sudah beres." Kata Dhimas. Aku mengangguk.

"Good." Kataku sambil menepuk pundaknya.

Aku buka jaket kulitku, aku sampirkan dikursi kerjaku. Kuhempaskan tubuhku dikursi kebesaranku. Aku nyalakan laptopku. Sambil menunggu laptopku berproses, aku putar kursiku menghadap dinding kaca dibelakangku. Kusandarkan kepalaku sambil melihat pemandangan diluar yang berselimuti langit biru dan awan mega yang putih bersih. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Aku berbalik dengan, memutar kursi kerjaku, kupersilahkan pak Agus untuk masuk dan duduk dihadapanku.

"Selamat pagi pak Aly." Sapanya padaku.

"Selamat pagi pak." Sapaku balik. "Gimana pak Agus, mana gambare?" Lanjutnya kembali.

"Ini gambarnya pak. Dan ada beberapa juga yang sudah saya kirim ke email bapak." Kata pak Agus sambil menyerahkan sebuah gulungan kertas padaku. Aku mengangguk. Tanganku mulai aktif bergerak dilaptopku membuka email dari pak Agus.

"Ada berapa gambar pak?" Tanyaku

"Ada tiga pak." Jawabnya padaku.

"Ok. Saya akan lihat detailnya nanti. Saya ingin semua rancangan yang belum selesai bisa segera diselesaikan. Dan saya minta sebelum istirahat makan siang, semua rancangan sudah terkumpul dimeja saya." Perintahku padanya. Dia mengangguk.

"Oia pak Agus, tolong panggilkan salah satu karyawan bapak yang bernama Keiza untuk menemui saya sekarang juga." Kataku yang membuatnya mengerutkan dahi.

"Keiza pak? Ada masalah apa ya pak dengan Keiza?" Tanyanya kembali.

"Sejak kapan pak Agus ikut campur dengan urusan saya?" Tanyaku dengan tatapan elangku yang mengintimidasi.

"Maaf pak." Ucap pak Agus sambil menunduk. "Saya permisi pak." Ucapnya sebelum beranjak dari tempat duduknya. Aku mengangguk.

"Tunggu pak Agus. Saya minta, bapak tidak terlalu kasar pada Keiza." Ucapku kembali. Pak Agus mengerutkan dahinya kembali. Membuat kerutan diwajahnya terlihat semakin banyak.

"Maksud pak Aly?" Tanyanya bingung.

"Saya harap bapak bisa menjaga wanita saya dengan baik disana. Dan saya minta pak Agus untuk bisa menjaga mulut bapak dengan baik. Jangan sampai seperti ember bocor yang akan segera saya ganti." Ucapku tegas. Pak Agus terkejut, beberapa detik kemudian dia tersenyum.

"Saya mengerti pak. Saya akan laksanakan tugas saya dengan baik. Permisi pak Aly." Ucapnya padaku sebelum meninggalkan ruanganku.

Aku mengangguk dan tersenyum mendengar ucapannya. Aku tahu betul siapa pak Agus. Dia salah satu karyawan kepercayaanku. Aku tatap punggungnya yang berjalan meninggalkan ruangku.

Kufokuskan kembali mataku menatap layar laptopku. Melihat dengan detail beberapa gambar yang sudah pak Agus kirimkan padaku. Tanganku mulai aktif memainkan mouse. Aku tersenyum, saat aku melihat rancangan wanitaku terpampang dilayar laptopku. Dia memberi inisial gambarnya dengan tulisan kecil dipojokan kanan, Kei. Aku puas dengan detail rancangannya. Bukan karena dia wanitaku, namun pekerjaannya sungguh memuaskan. Ternyata beberapa rancangan yang selama ini sering aku pilih dengan inisial yang sama adalah milik wanitaku tercinta. Keiza.

***

Keiza's POV.

Kuhentakkan kakiku dengan kesal setelah aku memaki pengendara motor itu. Darahku sudah mulai mendidih saat ini. Rasanya ingin aku colok matanya yang genit itu padaku. Dengan wajah kesal, aku langkahkan kakiku meninggalkan tempat parkir.

Sesampainya dimeja kerjaku, aku segera berkutat dengan pekerjaanku yang sudah menumpuk. Aku menggambar seperti biasanya. Ya, aku adalah seorang arsitek disini. Terkadang saat jenuh melanda, aku akan kehilangan ideku untuk merancang gambar yang sudah ditentukan. Namun akhir - akhir ini, otakku sedang encer, ide cemerlang selalu muncul begitu saja. Seperti saat ini. Mungkin karena aku sedang merasa bahagia sekarang. Aku tersenyum saat melihat sebuah gelang sederhana yang melingkar indah dipergelangan tangan kananku. Sebuah pemberian dari lelakiku sebagai DP pertanda dia telah mengikatku.

"Keiza..." Suara tegas dan berat mengagetkanku. Suara yang tak asing bagiku. Aku menelan ludahku saat aku melihatnya. Jantungku berdegup tak karuan disana. Alarm siaga sudah bekerja diotakku.

"Ii...iya pak. Ada pak?" Ucapku terbata - bata.

"Ikut saya sekarang." Ucapnya tanpa tersenyum.

Aku mengangguk. Kemudian beranjak dari tempat dudukku. Aku mengikuti pak Agus yang berjalan menuju ruangannya. Tanganku mulai dingin. Beberapa pasang mata dari teman - temanku memandangku dengan iba. Ya Tuhan! Apalagi ini.

"Keiza, rancangan baru kamu yang saya minta kemarin sudah jadi?" Tanyanya padaku. Aku mengangguk.

"Sudah pak." Jawabku singkat.

"Segera kirim ke email saya sekarang." Ucapnya Tegas.

Untuk apa dia repot-repot menyuruhku untuk mengirimkan rancanganku dengan cara face to face seperti ini. Bukankah hari ini memang sudah deadline nya. Kurang kerjaan. Gerutuku dalam hati.

"Baik pak. Permisi." Ucapku yang ingin segera berlalu dari ruangan pengap ini.

"Tunggu Kei." Panggilnya kembali. Sial.

"Iya pak. Ada apa?" Tanyaku kembali.

"Kamu ditunggu pak Aly diruangannya sekarang." Ucapnya padaku. Aku terkejut. Pak Agus tersenyum padaku. Senyuman yang sepertinya sedang menggodaku.

"Dasar Abyan!" Umpatku lirih.

"Abyan?" Tanyanya lagi yang membuatku langsung menutup mulutku dengan tangan kananku. Pak Agus terkekeh.

"Ah iya, pak Abyan sudah menunggu kamu diruangannya sekarang. Dan jangan buang - buang waktu kamu Keiza, pak Abyan tidak suka menunggu lama. Jangan sampai saya mendapat teguran lagi darinya." Ledeknya padaku. Aku tersenyum kecut.

"Iya pak. Maaf ya pak. Gara - gara saya, bapak jadi kena tegur." Ucapku meminta maaf. Suara tawa pak Agus terdengar. Aku mengerutkan dahiku. Aku bisa menghitung, berapa kali bos ku ini tertawa lepas seperti ini dalam satu bulan.

"Tenang saja Keiza. Saya tahu apa yang sedang dirasakan pak Aly mu itu sekarang. Hehehe." Godanya kembali. Aku mengangguk dan tersenyum kecil.

"Sekali lagi saya minta maaf pak. Permisi pak." Kataku sebelum meninggalkan ruangan ini. Dia mengangguk.

Aku menghela nafasku saat aku menutup pintu ruangan pak Agus. Semua mata teman - temanku langsung menatapku dengan tatapan yang ingin menginterogasiku. Mereka pasti mendengar tawa pak Agus yang membahana tadi. Aku menelan ludahku.

"I'm fine." Ucapku sambil mengangkat tangan kananku keatas. Namun mereka masih menatapku.

Aku langkahkan kakiku menuju meja kerjaku. Aku tak memperdulikan lagi tatapan teman-temanku itu. Andien, partner kerjaku mulai kepo padaku. Telingaku mulai mendengar ocehannya dan beberapa pertanyaannya, namun mulutku masih aku kunci. Tanganku masih sibuk mengetik dan memainkan mouseku dari laptopku. Setelah mengklik tombol enter, aku menatapnya tajam.

"Lo tau, lo bisa mati berdiri kalo lo selalu kepo akut sama urusan orang Ndin." Ucapku padanya. Dia tertawa keras sambil memegangi perutnya.

"Keiza. Andien. Kalian pikir ini tempat bermain?" Pekik Pak Agus yang mengagetkanku dan Andien.

"Keiza, kamu ingat tugas kamu selanjutnya?" Tanyanya padaku sambil mendelikkan matanya. Aku mengangguk.

"Cepat pergi!" Seru pak Agus.

Aku segera beranjak dari tempat dudukku. Aku bergegas keluar ruangan kerjaku dan segera menuju lantai teratas untuk menemui bos besarku, my bossy CEO.

Senyum sang bodyguard dan dua orang receptionist cantik sudah menyapaku. Saat aku keluar dari lift dan berjalan melangkahkan kakiku kearah mereka. Entah mereka tahu atau tidak hubunganku dengan bos besar mereka, namun sikap mereka sedikit berubah padaku. Sang receptionist sudah mempersilahkanku untuk masuk keruangan Abyan. Tak ada yang mengantarku kali ini, karena aku sudah beberapa kali kesini. Mbak Rere dan mas Dhimas, sekretaris Abyan pun sudah seperti temanku. Mereka sudah mengetahui hubunganku dengan bos besarnya itu. Dan sepertinya pak Agus pun sudah mengetahuinya. Hah, aku harus mempersiapkan diriku saat seluruh kantor ini mengetahui hubungan kami ini. Dalam mimpi pun aku tak pernah berkhayal jika aku akan berpacaran dengan CEO ku.

Tanganku mulai mendorong pintu ruang kerja lelakiku. Aku terkejut, saat pintu sudah terbuka. Semua mata tertuju padaku. Sepertinya sedang ada meeting dadakan disini. Aku tersenyum malu. Semoga aku tak mengganggu mereka. Kulihat lelakiku tersenyum padaku. Dia sedikit bersandar di tepi meja kerjanya, kedua tangannya dia lipat didadanya dan kaki kanannya dia silangkan sedikit didepan kaki kirinya. Dia selalu terlihat tampan dalam angle apapun.

"Sini sayang... " Ucapnya padaku sambil menggelengkan kepalanya untuk memberi syarat padaku agar aku berada didekatnya. Aku tersenyum.

"Hai bang Aka." Sapaku pada kakak sepupu lelaki yang sekaligus calon suami dari sahabat tercintaku. Kami saling berjabat tangan.

"Hai Kei. Tambah cantik aja lo." Ucap bang Aka yang membuatku mengerucutkan bibirku.

"Gue tabok lo bang." Kataku ketus padanya. Bang Aka tertawa. Abyan terkekeh Dan menggeleng gelengkan kepalanya.

"Ngapain lo ketawa? Mau gue tabok juga? Atau gue tendang sekalian." Tanyaku pada sahabat lelakiku, Nial. Dia terkekeh kemudian menjabat tanganku.

"Gue suka gaya lo Kei. Sayang gue udah nikah." Ucap Nial yang membuatku geram untuk kesekian kalinya.

Oh Tuhan! Mimpi apa aku semalam, hari ini aku berkumpul dengan para lelaki keturunan zebra. Kecuali lelakiku yang sedari tadi hanya tersenyum dengan gayanya yang cool tanpa membantuku yang sedang digoda didepannya. Namun bisa aku pastikan jika aku digoda oleh lelaki lain, dia pasti akan marah bukan main. Aku berjalan kearah kekasihku Abyan. Dia memintaku duduk dikursi yang berada disebelahnya.

"Ada apa nih? Tumben pada ngumpul disini." Tanyaku penasaran.

"Kita mau meeting buat acara sore nanti." Kata bang Aka. Aku mengerutkan dahiku.

"Acara apa?" Tanyaku kembali.

Tiba - tiba pintu ruangan kerja Abyan terbuka. Boy langsung masuk kedalam.

"Dah siap. Sini kunci motor lo pada." Ucap Boy yang membuatku semakin bingung.

Kulihat bang Aka dan Nial memberikan kunci pada Boy, begitu juga kekasihku. Aku menatap Abyan dengan penasaran. Dia mengelus elus pucuk kepalaku sambil tersenyum.

"Nanti aku jelasin sayang." Ucapnya padaku.

Aku silangkan kaki kananku diatas kaki kiriku, aku lipat kedua tanganku diatas dada. Boy keluar ruangan sebentar kemudian kembali lagi dan duduk disofa sebelah Nial. Bang Aka, Nial, Boy, dan Abyan, menatapku. Aku memutarkan bola mataku. Aku bingung.

"What?" Tanyaku pada mereka.

"Sekarang waktunya minta ijin sama nyonya besar." Ucap Boy yang membuatku semakin bingung.

"Nyonya besar? Maksud lo?" Tanyaku lagi. Dia tertawa.

"Lo Kei maksudnya. Kan bos besarnya ada disebelah Lo." Jelas Nial sambil melirik kearah kekasihku yang masih berdiri disampingku. Aku menoleh kearahnya.

"Bi... what happened?" Tanyaku padanya. Dia tersenyum.

"Nanti sore ada acara di Sentul. Dan ijinin aku buu..." Ucapnya yang langsung aku potong.

"Wait! Sentul? Jadi kamu beneran nerima tantangan konyol si Deni itu?" Bentakku padanya. Dia mengangguk. Aku menghela nafasku. Aku beranjak dari tempat dudukku.

"Aku nggak ijinin. Aku bukan barang Abyan. Aku bukan barang yang bisa kamu jadiin taruhan sama Doni. Sorry." Ucapku pada Abyan sebelum aku melangkahkan kakiku keluar dari ruangan kekasihku ini. Abyan menarik lenganku, hingga aku terhuyung dan jatuh dipelukkannya. Tangannya melingkar erat dipinggangku.

"Wooo..." Seru Boy, Nial dan bang Aka. Aku hanya terdiam. Aku sudah tak mood lagi kali ini.

"Aku minta maaf sayang. Aku sama sekali nggak ada niat buat jadiin kamu taruhan. Maaf kalo aku egois, aku cuma ingin nyelametin harga diri aku didepan Doni. Kamu lihatkan gimana Doni memperlakukanku kemarin? Kalo aku nolak, itu sama aja aku biarin dia nginjak injak harga diri aku didepan kamu dan didepan semua orang. So please, ijinin aku Kei. Aku janji, nggak akan ada permainan konyol seperti ini lagi." Ucapnya padaku. Aku melepaskan pelukannya.

"Nggak. Kamu nggak tahu siapa Doni. Dia itu pembalap jalanan Bi. Dia selalu menang setiap kali dia balapan." Kataku geram. Semua tertawa. Abyan menatapku tajam.

"Jadi dia pembalap jalanan? Itu tandanya dia nggak pernah main disirkuit kan?" Tanya Abyan padaku.

"Pernah. Tapi bukan balapan. Cuma test drive atau kumpul sama teman - temannya." Ceritaku kembali. Semua tertawa membahana. Aku mengerutkan dahiku.

"Apanya yang lucu?" Pekikku pada mereka. Semuanya terdiam.

"Aku nggak akan ngijinin kamu Bi. Iya kalo menang, kalo kamu kalah??" Tanyaku padanya. Abyan kembali menarik tanganku, kemudian menggenggamnya.

"Aku pasti menang, asal kamu selalu disisi aku. Kalopun aku kalah, aku nggak akan biarin dia nyentuh kamu atau ngambil kamu dari aku. Karena kamu milik aku." Ucap Abyan padaku.

"Bahasa lo Bro... kayaknya otak lo udah mulai geser tuh gara2 cinta." Ledek Boy.

"Lo itu cuma pacarnya Byan, bukan bokapnya. Milik lo dari Hongkong, nikahin dulu tu si Keiza baru jadi milik lo." Sela bang Aka.

"Kalo gue kalah, gua bakalan nikahin Keiza bang." Ucap Abyan yang membuatku shock.

"Ati - ati tuh mulut lo." Kata Nial.

"Keiza udah siap ko gue nikahin. Ya kan sayang?" Tanyanya padaku, aku masih terdiam sambil menatapnya tajam.

"Kecuali kalo kamu mau balikan lagi sama Doni." Lanjutnya lagi yang membuat hatiku mencelos dan jantungku hampir copot. Semua tertawa.

"Emang kamu pernah balapan motor?" Tanyaku ragu. Abyan tersenyum.

"I'm racer beib. I can do that. Trust me!" Ucapnya padaku kemudian dia mengerlingkan matanya padaku. Membuatku terkejut. Mulutku menganga.

"Kamu??" Tanyaku padanya. Dia mengangguk.

"Oh my God Abyan. Ih rese. Kamu jahat banget sih Bi." Teriakku padanya sambil memukul mukul dadanya. Dia terkekeh. Kemudian memelukku.

"Maaf  sayang." Ucapnya padaku. Kemudian mencium pucuk kepalaku.

"Ya amsyong... berasa ngontrak nih gue. Terus gimana nih, jadi nggak balapannya? Gue udah gatel nih pengen habisin tu anak tengil." Ucap Nial. Abyan melepaskan pelukannya padaku. Dia menatapku dengan tatapan yang memohon.

"Ok. Tapi aku ikut." Pintaku padanya. Abyan mengangguk.

"Pasti sayang. Nanti ada Rara sama kak Putri juga ko disana. Jadi nanti kamu ada temennya." Katanya padaku. Aku tersenyum senang.

"Ok. It's clear. Ijinnya udah beres. Sekarang kita meeting." Kata bang Aka.

Abyan menggandengku untuk duduk disofa. Kami duduk bersebelahan. Boy beranjak dari tempat duduknya, memasukkan sebuah DVD di DVD player. Beberapa saat kemudian, terlihat rekaman gambar Abyan dan teman - temannya yang sedang bersiap - siap untuk bertanding balap. Ada Boy, Nial dan bang Aka juga disana. Abyan terlihat sangat tampan dengan balutan baju balapnya. Boy mulai menjelaskan apa saja yang perlu diperhatikan untuk balapan nanti sore. Sambil menonton ulang tayangan balapan mereka, mereka saling mengoreksi kesalahan mereka masing - masing saat ditrack race. Aku yang tak terlalu mengerti dengan apa yang mereka bicarakan, membuatku fokus menonton kekasihku yang sedang berjuang dilayar kaca itu. Entah kenapa jantungku berdetak tak karuan saat dia bermain dengan maut disana. Pikiranku melayang entah kemana. Kurasakan Abyan menggenggam tanganku. Dia seakan tahu kecemasan yang ada dalam hatiku. Genggaman tangannya mengisyaratkan padaku bahwa semua akan baik - baik saja.

---

Abyan menggandengku dengan erat saat kami akan memasuki arena sirkuit. Bukan tempat asing bagiku. Dulu Doni sering mengajakku kemari untuk berkumpul dengan club Lamborghini nya. Namun sekarang, aku disini untuk menemani dan melihat kekasihku Abyan bertanding balap bersama Doni. Perasaanku sungguh tak karuan saat ini. Abyan mengajakku kesuatu tempat yang sepertinya adalah tempat berkumpul teamnya dan juga teman - temannya. Diruang sebelahnya seperti bengkel, ada 4 motor besar yang berjejer rapi disana dengan warna yang berbeda - beda. Kekasihku Abyan mendekati sebuah motor balap besar berwarna full hitam pekat, aku rasa itu adalah motor yang akan kekasihku akai untuk bertanding. Sebuah motor balapa dengan nomor 89. Dia menanyakan semua detail motor itu, memastikan bahwa motor itu telah siap untuk dipakai.

"Kenapa angkanya 89?" Tanyaku padanya. "Kamu nggak lahir tahun 89 kan Bi?" Tanyaku kembali. Dia tertawa sambil mengacak - acak rambutku.

"Emang aku setua itu ya sayang?" Tanyanya padaku. Aku menggeleng. Kutatap wajahnya yang tampan maksimal, seharian ini dia selalu memasang senyum manisnya.

"Delapan itu salah satu angka yang bentuknya tak terputus, semua sisinya saling berhubungan dan bertemu dalam satu titik. Seperti sebuah harapan yang tak pernah putus. Karena hidup kita itu selalu penuh dengan harapan. Dan angka sembilan itu salah satu angka yang sempurna, satu angka dengan nilai yang tertinggi. Jadi kalau digabungin artinya jadi harapan yang tertinggi. Harapan untuk bisa jadi yang terbaik dimanapun itu." Jelas Abyan padaku. Aku mengangguk.

"Seperti harapan aku sama hubungan kita Kei." Ucap Abyan padaku sambil mengelus elus pucuk kepalaku. Aku tersenyum. Kami saling melempar senyum satu sama lain.

Abyan kembali menggandengku. Kemudian kami duduk disebuah sofa yang sudah disediakan untuk menunggu. Ada sebuah televisi besar yang menempel didinding. Saat ini gambarnya hanya dipenuhi lintasan sirkuit, dan beberapa orang yang berlalu lalang. Ada Putri dan bang Aka juga yang sedang mengobrol. Kulirik jam tanganku menunjukkan pukul 14.35, hanya tinggal beberapa menit lagi. Suasana begitu crowded, ditambah lagi cuaca di Sentul yang sedang terik, suasana menjadi sangat panas. Banyak wanita cantik dan sexy juga disini dengan balutan pakaian yang minim. Mereka adalah umbrella girls. Salah satu diantaranya adalah Rara, Nial menjadikannya Umbrella girls untuk dirinya sendiri. Aku yang dengan sukarela ingin jadi umbrella girl untuk kekasihku sendiri ditolak mentah - mentah oleh lelakiku. Dia bilang, dia tak ingin konsentrasinya pecah saat melihatku berdandan seperti itu. Aku tertawa mendengarnya.

"Motor kita ada yang sabotase?" Ucap Boy yang membuat para lelaki disini terkejut. Aku, Putri hanya mengerutkan dahi karena bingung.

"Motor siapa?" Tanya Abyan geram. Dia beranjak dari tempat duduknya. Tangannya mengepal. Rahangnya mengeras.

"Motor Nial." Jawab Boy. "Gue rasa dia salah sabotase motor." Jelas Boy.

"Guess what? Dia pasti pernah ngelihat lo pake motor lo yang berwarna putih Yan." Sambung Nial. Aku sedikit tahu kemana arah pembicaraan mereka.

"Shit!" Umpat lelakiku sambil mengacak acak rambutnya. Aku menarik tangannya untuk duduk kembali. Dia menurut.

"Ini yang aku takutin Bi. Dia bakal ngelakuin segala cara buat ngelancarin keinginannya itu." Kataku pada Abyan.

"Tenang aja Yan. Kan masih ada motor gue. Gue tadi sengaja bawa motor gue buat cadangan, buat antisipasi kalo ada kejadian tak terduga kaya gini." Ucap Boy yang mencoba menenangkan Abyan.

"Yuk kita ganti baju, kita hajar tu bocah tengil. Bikin motor gue rusak aja!" Geram Nial. Rara menepuk nepuk pundak suaminya, kemudian mencium singkat bibirnya agar suaminya tak mengoceh terus.

Nial, bang Aka dan kekasihku Abyan masuk kedalam sebuah ruangan untuk berganti. Aku dan Putri saling berpandangan. Kami saling bergengaman tangan. Ada rasa cemas diraut wajah sahabatku ini. Ini pertama kalinya Putri datang ketempat seperti ini, jika bukan karena calon suaminya yang meminta, aku yakin dia tidak akan pernah berada ditempat seperti ini. Aku tahu apa yang dia rasakan, aku pun merasakan hal sama. Perasaan yang bercampur aduk menjadi satu.

Tiba - tiba Putri mengalihkan pandangannya, dia menyunggingkan seulas senyum. Aku mengikuti arah pandangannya. Mataku terkunci saat aku melihat sosok yang tak asing lagi bagiku. Aku terpukau melihatnya. Dia terlihat sangat tampan dan gagah dengan balutan baju balapnya yang mirip seperti milik pembalap Moto GP Marc Marquez. Dia berjalan kearahku, wajahnya terlihat sedikit tegang namun ketampanannya seakan mampu menutupi apa yang dia rasakan. Tapi tidak denganku.

"Hey... " Ucap bang Aka sambil menjetikkan jarinya didepan wajah calon istrinya.

"Astaghfirullahaladzim..." Ucap Putri. Dia langsung mengedarkan pandangan kesegala arah.

"Nggak papa sayang, aku ini yang kamu pandang. Hahaha." Ledek bang Aka. Putri tersenyum malu.

"Tersepona?" Ledek Abyan padaku. Aku mendengus kesal.

"Biasa aja." Ucapku padanya.

"Biasa aja tapi ngelihatnya nggak woles gitu. Pake nggak kedip lagi. Hahaha." Godanya lagi. Aku mengerucutkan mulutku.

"Canda sayang. Jangan ngambek gitu ah. Kamu nggak mau kan aku kenapa - kenapa nanti? Jangan bikin fokusku pecah Kei." Ucapnya padaku yang membuat Jantungku seakan berhenti berdetak.

Deg.

Aku menatapnya tajam. Aku tatap matanya dengan lekat - lekat. Dia menjentikkan jarinya didepan wajahku. Aku tak bergeming.

"Jangan becanda kaya gitu. Aku nggak suka." Kataku padanya. Dia sedikit kaget dengan reaksiku.

"Jangan pernah ngomong kaya gitu lagi. Atau kita pergi aja dari sini, mumpung belum dimulai balapannya." Ucapku lagi. Abyan masih terdiam, dia terus memandangiku.

"Aku nunggu kamu Bi disini. Aku nunggu kamu buat menangin pertandingan ini. Dan aku mohon, kamu harus bisa balik lagi disisi aku tanpa ada yang kurang sedikitpun." Ucapku memohon. Dia menatapku. Mengelus elus wajahku.

"I do my Keiza. I promise." Ucapnya yang mencoba menenangkanku.

Entah apa yang aku rasakan saat ini. Rasanya dadaku sedikit sesak. Sungguh aku ingin membawa lelakiku pergi menjauh dari tempat yang mematikan ini. Haruskah dengan cara seperti ini untuk bisa mempertahankan apa yang paling berharga buat kita sampai harus menaruhkan sebuah nyawa? So crazy, isn't it?

How can I not love him??

Akhirnya waktu yang di tunggu - tunggu pun tiba. Semuanya bersiap - siap. Aku menghela nafasku perlahan. Kucoba untuk bisa menetralkan jantungku yang semakin tak karuan didalam sana. Sebelum para rider turun ke sirkuit, kami berdoa bersama terlebih dahulu. Aku terus memandangi Abyan yang sedang memakai sarung tangannya. Nial dan bang Aka pun melakukan hal yang sama. Pandanganku tak pernah lepas dari lelakiku tercinta. Oh Tuhan, berikan kami selalu keselamatan. Doa ku dalam hati. Kalimat itu selalu aku ucapkan terus menerus dalam hatiku. Sebelum turun ke sirkuit, Abyan mencium keningku dengan lembut dan lama. Jantungku berdetak semakin tak menentu.

"Love you Kei." Ucapnya padaku.

"Love you more Bi." Balasku padanya.

Abyan mengelus elus pucuk kepalaku. Dia tersenyum manis padaku. Sungguh, aku tak ingin melepaskannya sekarang. Dia kemudian menyusul Nial dan bang Aka yang berjalan terlebih dahulu ke arena balap. Aku terus memandang punggungnya yang semakin hilang dari pandanganku.

Dari layar kaca flat besar yang tertempel didinding ruang tunggu ini, mataku tak pernah lepas dari lelakiku. Aku melihatnya menghembuskan nafasnya sebelum dia memakai helm full facenya. Aku sudah tak mampu menetralkan detak jantungku yang semakin tak beraturan. Semuanya terlihat sudah bersiap - siap. Deru suara motor pun terdengar. Kulihat hitungan waktu yang mundur terus berjalan, entah apa yang membuat semua motor itu tiba - tiba melesat dengan cepat. Mataku tak pernah lepas dari layar besar yang menempel dinding didepanku. Putri menggenggam tanganku dengan erat. Tangan kami sama - sama dingin.

Aku tak tahu, seberapa panjang arena sirkuit balap ini. Sepertinya waktu berjalan sangat lambat. Namun kecepatan motor mereka terus bertambah. Sudah dua putaran mereka lalui. Abyan diurutan kedua saat ini. Bang Aka berada diurutan pertama.

Mataku melotot, mulutku terbuka, dengan reflek tanganku menutup mulutku yang terbuka. Mataku mulai memanas, air bening sepertinya sudah berkumpul dikedua pelupuk mataku. Abyan terjatuh. Dia terpeleset. Abyan dan motornya terhempas menjauh dari arena balap. Semua orang yang berada diruangan ini panik. Ya Tuhan! Jantungku semakin tak karuan. Air bening dari mataku akhirnya terjun dengan bebas. Perlahan namun pasti.

"Bangun Bi... bangun!" Teriakku yang tak menghiraukan orang disekitarku. Putri mengusap usap punggungku.

Kedua sisi mulutku tersungging, saat Abyan bisa bangkit dan berdiri, dia berjalan dengan tertatih. Kulihat dia berusaha berjalan cepat kearah motornya. Beberapa team yang berjaga sudah membantunya untuk menaiki motornya kembali. Beruntung motornya masih bisa digunakan. Abyan melajukan motornya dengan sangat kencang. Mengejar ketinggalan beberapa menit yang lalu. Beberapa saat kemudian, aku menghembuskan nafas legaku saat motor bang Aka memasuki ruangan sebelah untuk dicek kembali. Disusul Nial beberapa menit kemudian. Aku sudah tak sabar menunggu Abyan datang.  Akhirnya Abyanpun datang. Semua menyambutnya. Boy menuntun Abyan untuk duduk. Dia membuka helm full facenya, keringatnya sudah membanjiri wajah tampannya. Kurasakan tanganku bergetar saat aku menyentuh pipinya, air mataku kembalu menetes. Dia tersenyum melihatku. Team medispun datang untuk memeriksa kondisi Abyan yang sempat terjatuh tadi.

"Aku nggak papa sayang." Ucapnya padaku. Dia menggenggam tanganku yangdengan mengelus pipinya dan mencium punggung tanganku dengan lembut.

Pertandingan ini belum berakhir. Tadi hanyalah sebuah pemanasan sekaligus penentuan pengambilan posisi untuk pertandingan yang sesungguhnya. Ada sekitar 15 rider yang bertanding. Pertandingan balap ini berlangsung sepuluh putaran. Rasanya aku tak sanggup untuk menunggu last lap. Tiga putaran tadi saja sudah membuatku terkena serangan jantung mendadak. Aku bernafas lega untuk sementara, karena Abyan hanya terluka kecil dan lecet - lecet dibagian tangan dan lututnya. Aku kira baju dan segala pelindung yang kekasihku kenakan bisa menghindari dia dari luka. Tak terbayang olehku jika Abyan tak diijinkan kembali bertanding.

Jantungku kembali tak karuan, saat Abyan mulai beranjak dari tempat duduknya untuk kembali melanjutkan pertandingan yang sesungguhnya. Abyan tersenyum padaku. Dia tersenyum.

"Everything's gonna be OK sayang. Doain aku ya." Kata Abyan sebelum kembali ke arena balap. Aku mengangguk. Entah kenapa lidahku serasa kelu. Abyan kembali mencium keningku. Kemudian pergi meninggalkan diriku.

Bang Aka diposisi pertama, disusul oleh Nial, kemudian Doni. Dan entah siapa yang lain. Abyan berada diposisi ketujuh. Jika dia tidak terjatuh, pasti dia berada diposisi depan. Kulihat Doni memberikan sebuah jempol saat melewati Abyan, kemudian menjungkir balikan jempolnya kebawah dan tersenyum licik pada Abyan. Abyan hanya terdiam, dia terlihat sangat tenang. Aku berlari kearah Abyan, saat dia akan mengenakan helmnya. Aku ingin membalas perlakuan Doni tadi yang membuatku kesal. Semoga dengan ini, konsentrasu Doni bisa pecah.

"Bi..." Teriakku keras. Abyan menoleh kearahku. Nafasku tersengal sengal saat aku sudah berada didepan kekasihku Abyan.

"Ada apa sayang?" Tanyanya padaku. Kucoba mengatur nafasku yang memburu ini.

"Aku... aku tunggu kamu digaris finish. Kamu harus menang Bi." Ucapku tersengal - sengal. Abyan tersenyum.

"Love you more Bi." Ucapku pada lelakiku. Kemudian aku tarik tengkuknya, aku lumat bibir Abyan dengan lembut. Abyan merengkuh pinggangku. Bibir kami saling bertautan. Kulepaskan ciumanku. Abyan tersenyum.

"I do love you Kei." Ucapnya padaku.
Abyan mencium keningku kembali sebelum dia mengenakan helm full facenya. Boy sudah menarik lenganku, agar aku menjauh dari arena berbahaya ini.

"You make him crazy Kei." Ucap Boy padaku.

"He do."  Ucapku singkat. Boy tertawa.

Boy membawaku kembali untuk menonton dilayar flat besar yang menempel didinding ruang tunggu. Boy menyuruhku duduk manis disofa. Baru kali ini, Boy terlihat serius dan tidak didampingi seorang wanita yang bergelayut manja dilengannya. Jantungku kembali bekerja dua kali lebih cepat saat aku melihat motor - motor besar itu melesat dengan kecepatan tinggi. Aku meletakkan kaki kananku diatas kaki kiriku. Kaki kananku terus bergoyang - goyang disana. Aku gigit kuku ibu jari tanganku sambil menonton layar kaca dihadapanku. Sungguh aku tak sabar menunggu pertandingan konyol ini selesai.

Mataku tak pernah lepas dari layar kaca besar dihadapanku. Abyan terus mengejar ketinggalannya. Saat ini dia sudah berada diposisi keempat. Posisi terdepan masih dipegang oleh orang yang sama. Aku terus berdoa dalam hatiku, berdoa agar Abyan bisa menyelesaikan permainan ini dengan baik. Aku tersenyum saat Abyan bisa menyalip Doni. Saat ini Abyan sedang mengejar Nial dan bang Aka. Abyan juga tak memberi celah pada Doni untuk bisa menyalipnya. Tak terasa sudah delapan putaran. Entah disengaja atau tidak, Nial memberi celah pada Abyan untuk menyalipnya. Doni terlihat kewalahan menghadapi Nial yang berada didepannya. Abyan saat ini sedang mengejar bang Aka. Aku tak menyangka calon suami Putri sangat lihai dalam menantang kecepatan disirkuit. Kulihat wajah Putri yang sudah tenang. Dia sudah bisa tersenyum lepas. Aku sedikit lega karena saat ini adalah lap terakhir. Aku menghitung menit dijam tanganku yang sepertinya melambat. Tinggal beberapa menit lagi pertandingan konyol ini selesai. Aku tersenyum lebar saat Abyan bisa menyusul bang Aka dipertengahan garis finish. Doni masih kewalahan mengejar Nial. Aku menghela nafasku saat bendera kotak - kotak hitam putih berkibar pertanda pertandingan telah usai. Kami semua berteriak senang. Aku dan Putri berpelukan. Boy mengajakku ber high five ria. Semua team bersorak sorai gembira. Doni kalah telak kali ini.

Motor Abyan, bang Aka dan Nial berhenti didepan ruang tunggu bersamaan. Para team menyambut mereka dengan gembira. Aku dan Putri bergandengan tangan menghampiri mereka. Rara  langsung memeluk suaminya dengan erat. Dan mereka memberikan tutorial berciuman gratis cukup lama. Putri tercengang melihatnya. Dan bang Aka menggoda calon istrinya itu hingga wajah sahabatku itu bersemu merah. Aku dan Abyan terkekeh. Abyan memelukku dan mencium pucuk kepalaku dengan lembut.

"Makasih sayang, buat suntikan semangatnya tadi." Bisik Abyan padaku. Aku tersenyum.

"Besok - besok jangan gitu lagi ya didepan banyak orang." Ucap Abyan lagi. Aku mengangguk kemudian mengangkat tanganku dengan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah bersamaan. Abyan terkekeh.

"Kecuali dikamar atau diaparment." Bisik Abyan ditelingaku yang mampu membuat bulu kudukku merinding.

Dia terkekeh. Kucubit perutnya dengan keras. Abyan hanya menjulurkan lidahnya. Terang saja, baju balapnya sangat tebal. Cubitanku tak sampai diperutnya. Aku mendengus kesal. Abyan mengelus elus rambutku. Abyan masih memelukku dengan erat. Aku terkejut saat seseorang menarik lenganku. Namun tarikannya tak mampu membuatku terlepas dari pelukan Abyan. Karena Abyan memelukku dengan erat. Abyan menghempaskan tangan lelaki itu dari lenganku. Dia mendengus kesal.

"Kali ini Lo menang. Tapi gue nggak akan biarin Lo menang lagi lain waktu. Dan gue pastiin, Keiza bakalan jadi milik gue lagi." Pekik Doni yang kesal karena kalah sambil menunjuk muka Abyan. Aku mendelik melihatnya.

"Nggak ada lain kali. Mau gue menang atau gue kalah, gue nggak akan biarin Keiza jadi milik Lo." Tegas Abyan. Doni tertawa keras.

"Mimpi Lo. Sampai lebaran monyet juga Lo nggak bakalan bisa miliki Keiza seutuhnya. Karena kalian itu BERBEDA. Ngerti Lo!" Teriak Doni sambil menekankan kata berbeda.

Deg.

Aku seperti dihantam sebongkah batu meteor yang menghujam jantungku. Oksigen disekitar serasa semakin menipis. Sesak. Jantungku serasa berhenti berdegup sesaat, hatiku serasa diremas. Rasanya sungguh sakit. Air mataku mengalir kembali seperti tanggul yang jebol. Lidahku serasa kelu. Kepalaku berdenyut.

Buuugg...

Kulihat Doni tersungkur didepanku. Aku terdiam membeku, dengan air mata yang terus mengalir. Kekasihku Abyan memberikan pukulan bertubi - tubi di wajah Doni. Dia mengunci tubuh Doni dengan kakinya. Doni sudah tak mampu lagi untuk melawan. Darah segar mulai mengalir dari sudut bibir Doni dan hidung Doni.

"Stop it Yan!! Lo bisa bunuh Dia." Teriak bang Aka yang mencoba menghentikan kekalapan Abyan.

Boy dan Nial langsung melerai mereka. Bang Aka menegakkan tubuh Abyan yang tadi sempat mengunci tubuh Doni. Abyan menghempaskan badannya seakan tak ingin disentuh oleh siapapun. Dadanya naik turun. Emosinya masih menggebu - gebu. Dia berbalik kemudian menarik tanganku dengan kasar dan pergi menjauh dari kerumunan itu.

Tbc.

------

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top