6. A decision
(18+)
Abyan's POV.
Aku hempaskan tubuhku diranjang kingsizeku. Kupejamkan mataku, setelah aku menerima telpon dari kekasihku Keiza. Suaranya berbeda, suaranya tak seceria biasanya. Tanganku masih menggenggam smartphone dengan erat. Aku ingat, hari ini tepat satu bulan hubunganku bersama Keiza. Hubungan yang berawal dari sebuah permainan konyol. Tapi aku tak pernah menganggap semua ini adalah sebuah permainan. Hubungan kami tidak begitu rumit, namun diantara aku dan Keiza ada sebuah tembok penghalang yang besar dan kokoh. Dan sampai detik ini aku tidak bisa menjamin apakah tembok besar itu bisa aku robohkan atau tidak. Aku hanya bisa berharap, semoga suatu saat tembok besar itu bisa roboh dengan sendirinya.
Dengan segera aku beranjak dari ranjang kingsizeku, aku bergegas kekamar mandi untuk mandi. Aku harus menemui kekasih mungilku itu sekarang, aku harus memastikan apakah dia baik-baik saja atau tidak. Dengan kemeja kotak-kotak berwarna hitam perpaduan putih, celana jeans hitam dan jaket jeans abu-abu serta sepatu sneakers hitam kesayanganku, aku langsung bergegas turun. Aku lirik jam tanganku yang menunjukkan pukul setengah empat sore. Suasana rumahku sepi.
Kulihat Abi dan Umi yang berada didapur. Aku berjalan mengendap - endap kearah dapur. Aku melihat Abi sedang memeluk Umi dari belakang, sepertinya Umi sedang memasak untuk makan malam. Tak ada mbak Ani, karena setiap weekend mbak Ani memang libur. Mungkin ini maksudnya, mengapa Abi dan Umi sengaja meminta mbak Ani libur setiap weekend. Aku duduk dimini bar dengan menopang daguku menggunakan tangan kananku. Menonton sebuah tontonan gratis yang sangat romantis. Walaupun usia mereka tidak muda lagi, tapi keromantisan mereka selalu membuat siapapun iri, tak terkecuali aku yang notabene anak mereka. Aku tersenyum melihatnya. Dengan pelan, Abi mencium leher Umi. Pelan tapi pasti, Umi sedikit mengerang. Aku rasa Umi bergidik geli karena ulah Abi. Tiba-tiba Umi membalikkan tubuhnya dan mengalungkan tangannya dileher Abi. Abi merengkuh pinggang Umi dengan erat, membuat mereka tak ada jarak sedikitku. Sepersekian detik kemudian bibir mereka saling bertaut. Oh damn! Darahku mulai berdesir seketika. Kusapu bibirku dengan lidahku. Umi mengelus tengkuk Abi dengan lembut, salah satu tangannya mengacak acak rambut Abi. Semakin lama ciuman itu semakin intens. It's enough, the show must be stopped. Aku berdehem.
"Eheeeem..." Seruku yang otomatis menganggu aktivitas Abi dan Umi.
Umi langsung mendorong Abi. Kemudian menatapku kaget. Wajah Umi sedikit memerah. Aku tersenyum melihat Umi yang sedang malu sepertinya.
"Abyan." Ucap Umi kaget saat melihatku.
Abi melotot tajam kearahku. Aku terkekeh. Sedangkan Umi masih menatapku kemudian dia menghela nafasnya.
"Abi sih..." Kata Umi sambil mencubit perut Abi.
"Awww... sakit dong sayang!" Pekik Abi.
Umi berbalik dan kembali melanjutkan untuk memasak. Abi melipat tangannya kedepan dadanya sambil bersandar di lemari es besar yang berada dibelakangnya. Abi menatapku dengan tatapan elangnya yang mengintimidasiku.
"Sejak kapan kamu disitu??" Tanya Abi yang mulai menginterogasiku. Aku meringis memperlihatkan barisan gigiku yang putih.
"Sejak Abi maen dilehernya Umi. Hahaha." Ledekku pada Abi. Abi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Terus ngapain baru berisik tadi?" Tanya Abi lagi. Aku menahan tawaku.
"Kayaknya mau kebablasan tadi Bi, makanya Abyan stop. Maaf deh." Ucapku pada Abi sambil menggaruk garuk tengkukku yang tak gatal.
"Kamu mau ketemu Keiza kan? Gih sana pergi." Kata Umi mengusirku. Tawaku pecah seketika. Aku berjalan kearah Abi dan Umi.
"Maaf Umi Abi. Lain kali Abyan nggak ganggu lagi deh, asal maennya dikamar." Ledekku lagi. Wajah Umi memerah seperti buah tomat. Abi merangkul Umi dari samping, kemudian memeluknya.
"Kaya nggak tahu Abyan aja sayang." Ucap Abi menenangkan Umiku. Kemudian mencium pucuk kepala Umi. Tatapan Abi yang sepertinya ingin mencincangku, membuatku menelan ludahku sendiri.
"Ya udah, Abyan pergi dulu ya Abi Umi. Abyan mau ketemu Keiza. Kayaknya Abyan pulang malam, mau ketemu Nial sama Boy juga." Pamitku pada kedua orang tuaku. Abi dan Umi mengangguk. Aku cium kedua punggung tangan mereka.
"Silahkan kalo mau dilanjut lagi, ati-ati barangkali Mika bangun. Ntar dikira ngasih tutorial lagi, Hehehe. Assalamualaikum." Kataku sambil berlari kecil meninggalkan kedua orangtuaku. Aku takut jika Abi membalas kelakuan nakalku.
"Abyan!" Pekik Abi.
"Walaikumsalam" Sahut Umi pelan.
Aku lajukan mobil Feraryku dengan kecepatan tinggi, karena jalanan belum terlalu macet. Rasanya aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan wanita tercintaku. Hanya empat puluh menit aku berkutat dijalan, akhirnya aku sampai di apartment milik Keiza. Sebetulnya Keiza memintaku untuk menemuinya nanti malam, tapi aku sudah tak sabar karena suaranya saat menelponku tadi sedikit aneh. Aku pencet bel apartment Keiza. Berulang kali aku memencet bel itu namun Keiza tak kunjung membukakan pintu untukku. Aku semakin panik. Akhirnya aku tekan tombol password untuk membuka pintu apartment Keiza, dan ternyata Keiza belum mengganti passwordnya. Setelah pintu terbuka, aku langsung bergegas masuk Apartment Keiza sepi.
"Sayang... kamu dimana?" Pekikku.
"Kei... Keiza..." Teriakku kembali.
"Iya sayang... kenapa sih?" Tanya Keiza yang tiba-tiba muncul dari kamarnya menggunakan bathrobe mini diatas lutut. Rambutnya yang masih sedikit basah, dia biarkan tergerai bebas. Aku menelan ludahku kembali. Ya Allah! She's so beautiful and so sexy. Semoga pertahananku nggak runtuh saat ini. Belum saatnya.
"Ko kamu udah disini si Bi?" Tanyanya lagi sambil berjalan kearahku. Kemudian dia tiba-tiba memelukku. Oh shit! Tubuhku menegang seketika. Ya Allah! Kuatkan imanku ya Allah. Aku membalas pelukannya.
"Kangeeen..." Ucapnya padaku.
Ya Allah! Bau wangi dari tubuh Keiza menyeruak dihidungku. Membuatku merinding. Aku seperti melayang dibuatnya. Damn! Aku menghela nafasku saat kekasih mungilku melepas pelukannya.
"Kamu kenapa sayang?? Ko tegang gitu. Nggak lagi kenapa-kenapa kan Bi?" Tanyanya lagi. Aku menggeleng.
"Cepet ganti baju! Jangan buat aku khilaf Kei." Seruku padanya. Tawa Keiza pecah membahana.
"Oh my God my baby Abyan... can't wait Bi. I have been ready." Ledek Keiza padaku yang mengalungkan tangannya dileherku dengan berjinjit. Aku menatapnya tajam.
"Sayang please, ganti baju SEKARANG!" Suruhku sambil menekankan kata sekarang. Dia terkekeh.
"Ok Bi." Ucapnya padaku kemudian mencium singkat bibirku. Oh my God! Celana jeansku mulai terasa sedikit sesak saat ini. Shit! You make me crazy Kei.
Aku hempaskan tubuhku diatas sofa di ruang TV milik Keiza. Aku hembuskan nafasku dengan kasar. Aku coba menetralkan jantungku yang sedang berlari marathon saat ini. Dirumah aku sudah melihat tontonan panas gratis dan sekarang kekasihku menggodaku. Ya Allah! Aku acak-acak rambutku karena sedikit frustasi. Aku sandarkan kepalaku dikepala sofa dan aku pejamkan mataku. Hah, duniaku hari ini sedang panas. Aku tersentak saat sebuah tangan menyentuh hidung mancungku dan turun kebibir tipisku. Kubuka mataku perlahan, wanitaku tersenyum manis padaku.
"Malam ini kamu harus bikin aku puas Bi. Jangan bikin aku kesel dan jangan bikin aku sedih. Malam ini kita harus seneng-seneng. Bisa??" Tanyanya padaku.
Aku mengerutkan dahiku. Keiza terlihat aneh saat ini. Entahlah, biasanya dia tak pernah meminta atau menuntut seperti sekarang. Keiza biasanya selalu menurut dan selalu mengikuti permintaanku jika kami bertemu. Aku memandangnya kembali. Matanya sedikit bengkak, apa dia menangis tadi.
"Ya udah deh kalo kamu nggak bisa. Kamu mau ketemu sama sahabat-sahabat kamu kan?" Tanyanya lagi. Aku masih terdiam. Mencoba mencari tahu sesuatu dari mata wanitaku tercinta.
"Makasih ya udah mampir kesini. Temenin aku makan yuk." Ajaknya padaku.
Ada semburat kecewa dimatanya, suaranya tak seceria saat dia menggodaku tadi. Keiza beranjak dari sofa, aku tarik pergelangan tangannya sampai dia terjatuh dipangkuanku.
"Kamu nggak lagi kenapa-kenapa kan sayang?" Tanyaku padanya.
Aku tatap manik-manik matanya. Keiza membalas tatapanku. Dia menatapku dengan lekat. Kemudian dia memelukku dengan erat. Menenggelamkan wajahnya diantara leher dan bahuku. Tubuhnya bergetar, dia terisak. Ya Allah! Keiza menangis. Aku memeluknya dengan erat. Mengusap punggungnya perlahan agar dia tenang.
"Sayang... kamu kenapa? Cerita dong!" Desakku kembali. Keiza semakin memelukku dengan erat. Aku semakin bingung dibuatnya.
"Kei... Keiza..." Panggilku lagi.
"Bi... is the game over??" Tanyanya padaku.
Deg.
Aku tersentak. Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku semakin merasa sesak. Aku lepaskan pelukan Keiza, aku tatap matanya kembali. Aku seka air bening yang keluar dari matanya.
"Maaf ya sayang. Aku tahu aku salah, seharusnya kita nggak ngelakuin permainan konyol itu. Sampai kita terjebak sejauh ini." Ucapku pada Keiza. Keiza mengangguk.
"I see. Aku ngerti ko. Aku tahu hari ini bakalan terjadi. Dan aku sudah siap buat hari ini, sekalipun hatiku berkata lain. Aku tahu kita nggak bisa selalu bersama, karena kita beda. Makasih ya Bi, buat semua yang udah kamu kasih buat aku. Terima kasih." Ucap Keiza. Air bening dari matanya menetes membasahi pipinya. Aku menyeka air matanya. Aku elus-elus pipinya.
"Kita memang berbeda. Tapi kita tidak berubah hanya karena kita ingin dicintai. Kita adalah kita. Bersama bukan berarti harus sama. Karena perbedaanlah yang telah menyatukan kita." Ucapku pada Keiza.
"Aku sayang Kei sama kamu. Aku juga cinta sama kamu. The game is over. But our love is not. Kamu mau kan mulai lagi dari awal? Kita lupain permainan itu." Jelasku pada Keiza. Keiza mengangguk. Aku tersenyum.
"I love you Kei." Ucapku lagi.
"I love you more Bi." Ucap Keiza padaku.
"I love you more, more and more Kei." Balasku lagi. Senyum Keiza mengembang.
Mata kami saling bertemu. Wajah kami sangat dekat, hanya berjarak beberapa centi. Aku bisa merasakan hembusan nafas Keiza. Tangan Keiza masih mengalung dileherku. Aku rengkuh pinggang Keiza yang berada dipangkuanku, agar kami tak ada jarak sedikitpun. Sesuatu yang lembab dan lembut mulai aku rasakan. Aku melumat bibir Keiza dengan lembut. Keiza membalas ciumanku. Bibir kami saling bertautan satu sama lain. Tangannya mengelus tengkukku, dan menariknya, seakan mengizinku untuk melanjutkan kegiatan panas ini. Keiza mulai membuka mulutnya membiarkan lidahku bermain bebas disana. Darahku mulai berdesir. Tubuhku mulai menegang. Tanganku mulai bergerilya diseluruh tubuh Keiza. Nafas kami saling memburu. Tangan Keiza mulai sedikit menjambak rambutku. Ciuman kami semakin panas. Wajah Abi dan Umi terlintas sesaat. Dengan segera aku langsung menghentikan aktivitasku. Keiza terkejut, nafasnya masih belum teratur. Dia menatapku bingung. Dia menggigit bagian bibir bawahnya.
"Maaf sayang. Aku nggak mau kita sampai lupa." Ucapku gugup. Nafasku masih tersengal-sengal. Rasanya oksigen semakin menipis diruangan ini.
"Aku akan buat lebih panas lagi, saat kamu udah jadi istriku Kei." Ucapku lagi yang membuat wajah Keiza memerah seperti kepiting rebus. Dia tersenyum manis padaku.
Aku cium kening Keiza. Kemudian memeluknya dengan erat. Keiza membalas pelukanku dengan erat.
---
Jariku mulai aktif bermain di smartphone. Aku mulai membuka beberapa social mediaku. Aku tersenyum saat melihat sebuah notifikasi dari IG ku. Keiza mengupload foto kami berdua saat kami makan beberapa saat yang lalu. Foto diriku yang sedang menyuapi Keiza makan Chicken Tom Yam buatan Keiza sendiri. "Love is care. And care is simple." Itulah caption yang Keiza tulis. Caption yang sederhana namun memiliki banyak makna. Dalam beberapa menit, foto tersebut telah banyak yang memberikan like. Aku pun memberikan like untuk foto itu. Aku tidak seperti kekasihku Keiza yang selalu aktif disocial medianya. Namun karena Keiza, beberapa social mediaku menjadi ramai. Terkadang kekasih mungilku itu membajak social mediaku. Aku hanya akan menciumnya dan menggigit pipinya jikalau notifikasiku sudah pecah karena ulahnya.
"Bi... udah." Panggil Keiza saat dia sudah berada didepanku. Dia tersenyum manis padaku. Senyum yang selalu mengalihkan duniaku.
Aku menatapnya tajam. Mataku terkunci, saat melihat pemandangan terindah dari sang Pecipta didepanku. Aku menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Keiza telihat sangat cantik. Dengan balutan dress berwarna hitam diatas lutut, dengan lengan tiga perempat, kekasihku itu terlihat sangat anggun. Rambutnya dia kucir kuda yang memperlihatkan leher jenjangnya. Sepatu high heels yang entah seberapa tingginya, membuat Keiza terlihat sempurna.
"Kenapa Bi? Salah lagi bajunya?" Tanyanya padaku. Wajahnya sudah mulai dia tekuk. Membuatku semakin gemas padanya.
Jujur saja, selama Keiza menjadi wanitaku, aku selalu cerewet pada penampilannya. Walaupun sebenarnya tak ada yang salah pada pakaian yang kekasihku kenakan. Apapun yang Keiza kenakan selalu membuatnya terlihat mempesona dan sempurna dimataku. Aku hanya akan comment jika dia menggunakan pakaian yang terlalu terbuka. Dan saat ini penampilan kekasihku Keiza tak terlalu terbuka, namun aku tak ingin mata para keturunan buaya atau zebra melihat Keiza seperti santapan lezat mereka yang akan membuatku geram setengah mati.
"Pakai celana aja gih sayang." Pintaku padanya. Mulutnya mulai dia majukan. Raut mukanya sudah dia tekuk parah.
"No. Big no!" Ucapnya padaku. Dia menatapku tajam.
"Malam ini aja Bi. Ijinin aku pake dress kaya gini. Emang jelek ya?" Tanyanya kembali.
"Lagian kamu pakai mobil kan Bi?" Lanjutnya lagi.
Aku terkejut. Mataku terbelalak. Jantungku serasa copot seketika. Keiza sudah duduk dipangkuanku, tangannya mengalung dileherku. Ya Allah! Darahku mulai berdesir. Tubuhku menegang. Wajah kami sangat dekat. Keiza memandangku dengan lekat.
"Boleh ya Bi... please. Malam ini aja, ya sayang!" Ucapnya padaku. Aku menelan ludahku sendiri.
"Ke... Kei..." Ucapku yang kemudian langsung Keiza potong.
"Boleh ya Bi... please." Pintanya memohon sambil menunjukkan wajah puppy yang memelas namun lucu buatku.
"Kei, kita nanti mau ke 69 club. Aku nggak mau nanti disana kamu..." Jelasku yang kemudian dipotong lagi oleh Keiza. Shit! Ini bukan Keiza kekasihku yang biasanya.
"Kan ada kamu Abyan sayang. Nggak bakal ada yang berani deh godain aku. Boleh ya Bi, ayolah. Please..." Ucapnya memohon padaku.
Rasanya tak akan selesai jika aku terus berdebat dengannya sekarang. Aku menghela nafasku. Darahku sudah berdesir parah, membuatku merinding. Celana jeansku sudah mulai sesak. Aku tak bisa membiarkan Keiza duduk dipangkuanku lebih lama lagi.
"Ok. Dengan syarat." Kataku
"Apa?" Tanya Keiza antusias.
"Pertama, Kamu nggak boleh jauh-jauh dari aku. Kedua, Jangan minum apalagi sampai mabok. Stop buat minum!! Ketiga, Jangan dikucir kaya gini." Kataku sambil membuka ikatan rambut Keiza, dan membuat rambut Keiza tergerai bebas.
"Banyak banget syaratnya. Kenapa nggak boleh minum? Pake nggak boleh dikucir lagi rambutnya. Biasa juga nggak papa." Kata Keiza kesal.
"Aku nggak suka kamu minum, apalagi sampai kamu mabok Keiza sayang. Nggak baik kamu itu cewe." Jelasku padanya.
"Aku juga nggak mau nanti ada yang nerkam leher kamu. Sekalipun aku, kekasihmu. Dan yang ke empat..." Lanjutku kembali.
"Oh my God Bi... apalagi sih?? Ah lebay kamu Bi. Nggak usah pergi aja deh!" Serunya kesal.
"Keiza sayang... nurut nggak?" Pintaku kembali. Dia mengangguk.
"Yang terakhir, cepet berdiri. Jangan sampai aku khilaf malam ini Kei." Ucapku pelan, dan berbisik ditelinga Keiza. Tawa Keiza pecah.
"Aku seneng kalo kamu khilaf, itu berarti kamu..." Ledek Keiza.
"Keiza please. Stand up now Beib!" Pekikku padanya. Keiza tertawa keras kembali.
"Ok Bi." Ucapnya kemudian mencium bibirku dengan singkat dan beranjak dari pangkuanku. Aku menghela nafasku. Keiza terkekeh melihatku. Kemudian dia mengulurkan tangannya.
"Let's go Bi." Ajak Keiza padaku.
Aku menatapnya, dia benar-benar menguji imanku. Ya Allah! Rasanya aku sudah tak sabar untuk menerkamnya. Oh damn! Aku meraih tangannya, kemudian beranjak dari tempat dudukku. Aku gandeng Keiza menuju tempat parkir mobilku. Dia masih meledekku, dia benar-benar menguji batas kesabaranku.
Aku melajukan mobil feraryku menyusuri kota kelahiranku yang semakin hari semakin semrawut. Dan kekasihku, dia terus mengoceh dan meledekku sepanjang jalan. Saat ini, dia seperti Mika yang sangat menjengkelkan. Aku mencubit pipinya.
"Awww... sakit Bi." Pekiknya padaku. Aku masih fokus menyetir.
"Makanya nggak usah ngeledek terus." Ucapku padanya. Dia malah tertawa. Aku mengerutkan dahiku.
"Mang lucu gitu?? Aku cuma takut, kalau aku nggak bisa ngontrol diri aku sendiri, aku bisa aja bikin masa depan kita berantakan Keiza sayang. You know what I mean??" Tanyaku padanya.
"I know Bi. I know you so well. Aku nggak takut. Karena aku tahu kamu nggak bakalan ngelakuin itu. Kalaupun kamu khilaf, aku juga nggak bakalan takut. Karena aku yakin, kamu nggak akan lari dari tanggung jawab. I trust you Bi." Jelasnya padaku sambil tersenyum.
Kemudian Keiza mencium pipiku dengan singkat. Aku mengelus-elus pucuk kepalanya. Aku tersenyum. Walaupun kami baru satu bulan bersama, tapi baik aku maupun Keiza sepertinya sudah saling memahami satu sama lain. Jujur saja, jika kami tidak berbeda mungkin aku akan melamarnya malam ini. Aku sudah ingin menjadikan Keiza menjadi milikku seutuhnya. Namun, apa dayaku saat ini. Hanya sebuah keajaiban yang bisa mewujudkan cita-citaku ini.
***
Keiza's POV.
Senyumku tak pernah lepas dari wajahku, saat melihat kekasihku Abyan yang berusaha tetap fokus menyetir. Sedari tadi aku selalu menggodanya. Entahlah, hari ini aku sangat gemas dengannya. Bagaimana tidak, dia itu berbeda dengan lelaki - lelaki kebanyakan. Abyan selalu bisa mengontrol dirinya dengan baik. Dia memiliki pertahanan yang kuat. Seperti sahabatku Putri, yang memiliki pengendalian diri yang baik. Aku pun terkesima, saat kekasihku Abyan mengatakan padaku bahwa apa yang dia lakukan padaku hanya dia lakukan pada tiga orang wanita dihidupnya. Uminya, adiknya Mika, dan aku kekasihnya. Aku sangat senang, karena kekasihku memperlakukanku bagaikan seorang Putri.
Aku terkejut saat mobil Ferary Abyan mulai memasuki pelataran Istora Senayan. Aku langsung melirik kearahnya. Dia menoleh dan tersenyum manis padaku. Senyum maut yang membuatku selalu terbang melayang.
"Bi... kita mau nonton konser lagi?" Tanyaku padanya. Abyan tersenyum.
"Kamu mau nggak sayang?" Tanyanya kembali. Aku mengangguk senang.
"Mauuuu Bi..." Ucapku manja. Abyan tersenyum kemudian mengacak - acak rambutku.
Aku memonyongkan mulutku. Aku rapikan kembali rambutku yang tergerai bebas karena kekasihku itu. Abyan hanya terkekeh. Selama menjadi kekasih Abyan, penampilanku selalu dia protes. Terlebih jika pakaianku terlalu terbuka. Seperti saat ini, rambutku tergerai bebas karena permintaannya. Alasannya sungguh konyol, karena dia tak ingin ada seseorang yang menerkam leherku sekalipun itu dia. Memangnya didunia ini ada vampire? Tapi entah mengapa aku selalu patuh padanya. Karena aku pun tahu, dia melakukan itu untuk kebaikanku.
"Yuk!" Ucap kekasihku Abyan saat dia membuka pintu mobil untukku dan mengulurkan tangannya padaku. Aku tersenyum.
Abyan mengandengku dengan erat. Sesekali dia merangkulku dengan posesif. Seakan dia tak ingin membiarkanku hilang saat berada dilautan manusia seperti sekarang ini. Saat ini kami sedang mengantri masuk di sebuah konser From Love To Love - Yovie and Friends. Beruntung kekasihku Abyan membeli tiket VVIP, jadi kami tak perlu berdesak - desakkan dengan yang lain. Aku sangat antusias kali ini, beberapa idolaku akan tampil dihadapanku. Yovie and Nuno, Kahitna, Afgan, Rossa, Marcell, Andien, Reisha, and etc. Aku sudah tak sabar untuk melihat mereka tampil malam ini.
Tepat pukul setengah delapan malam konser pun di mulai. Riuh penonton pun menggema diseluruh Istora Senayan. Konser dibuka dengan penampilan dari Kahitna dengan lagu Cantik. Beberapa artis idolaku pun tampil silih berganti. Aku selalu ikut bernyanyi saat lagu favoritku dinyanyikan. Sedangkan Abyan, dia hanya tersenyum saat melihatku bernyanyi dengan antusias. Aku tak tahu mengapa kekasihku ini selalu mengajakku menonton konser musik. Abyan hanya pernah bilang bahwa dia hanyalah seorang pendengar dan penikmat musik yang baik. Aku jarang melihatnya bersenandung atau bernyanyi saat mendengar lagu atau menonton konser musik seperti ini.
Abyan menggenggam tanganku saat Yovie and Nuno membawakan lagu terhits mereka Janji Suci. Dia menggenggam tanganku dengan erat.
"This's song for you beib..." Bisik Abyan padaku.
"Really??" Tanyaku padanya. Dia tersenyum.
"Yups. From the deepest of my heart." Ucapnya padaku.
Aku tertersenyum padanya. Kemudian Abyan mencium punggung tanganku yang berada pada genggamannya. Darahku berdesir seketika. Jantungku berdetak tak normal.
Setelah Yovie and Nuno selesai, dilanjutkan Marcell yang membawakan lagu Peri Cintaku. Semua penonton ikut bernyanyi saat Marcell Siahaan menyanyikan lagu itu. Abyan masih menggenggam tanganku.
Di dalam hati ini hanya satu nama
Yang ada ditulus hatiku ingini
Kesetiaan yang indah takkan tertandingi
Hanyalah dirimu satu peri cintaku
Benteng begitu tinggi sulit untuk ku gapai...
Genggaman tanganku pada kekasihku Abyan semakin aku eratkan, saat Marcell menyanyikan bagian reff - nya. Jantungku serasa berhenti berdetak saat aku mendengar lagu itu dengan sepenuh hatiku. Mataku mulai memanas, dadaku serasa sesak seketika. Air bening mulai terjun bebas dari mataku, membasahi kedua pipiku.
...
Aku untuk kamu, kamu untuk aku,
Namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda,
Tuhan memang satu, kita yang tak sama,
Haruskah aku lantas pergi meski cinta takkan bisa pergi.
Abyan merengkuhku kedalam pelukannya. Aku menangis didada bidangnya. Aku tak peduli orang-orang yang berada disekitarku dan kekasihku sekarang. Entah dari mana air bening ini muncul, namun hatiku benar-benar merasa nyeri saat ini. Aku merasa sesak didadaku. Walaupun gelap, tapi aku merasakan ada beberapa pasang mata yang melihat kearah kami. Kekasihku Abyan tak mengucapkan sepatah kata apapun padaku. Dia hanya memelukku dengan erat. Aku bisa mendengar detak jantungnya yang tak normal, dua kali lebih cepat dari biasanya.
Aku masih terisak saat lagu itu telah selesai dibawakan. Abyan masih memelukku dengan erat. Aku sudah tidak bisa menikmati acara konser ini, rasanya benar-benar tertohok hatiku. Sisa 30 menit konser musik ini akan selesai. Tapi waktu seakan melambat saat aku melirik jam tanganku. Oh my God! Aku butuh ketenangan saat ini. Bathinku benar - benar bergejolak hebat.
Setelah konser selesai, Abyan langsung membawaku kemobil. Dia melajukan mobilnya ke arah 69 Club. Suasana begitu hening, tak ada percakapan diantara kami. Abyan hanya fokus menyetir. Dan aku hanya melihat pemandangan sekitar dari balik kaca mobil. Aku tersentak, Tubuhku hampir saja terhempas ke dashboard jika Abyan tak menahan tubuhku dengan lengan tangan kirinya, saat Abyan mengerem mobil Ferarynya mendadak. Aku menoleh pada kekasihku Abyan. Dia menghela nafasnya. Kemudian menatapku tajam.
"Sorry Kei. Kamu nggak kenapa-kenapa kan sayang?" Tanyanya padaku. Aku mengangguk. Kekasihku Abyan menatapku dengan tatapan elangnya.
"Kei, kamu masih inget apa yang aku omongin di apartment kamu tadi?" Tanyanya padaku. Aku masih terdiam, aku hanya menatapnya. Abyan menangkup wajahku dengan kedua tangannya.
"Kita memang berbeda Kei. Tapi bukan berarti kita nggak bisa sama-sama. Karena bersama nggak harus sama. Aku tahu, hubungan kita ini akan banyak rintangannya kedepan nanti. Aku harap kamu mau bersabar dan bertahan dengan hubungan kita ini. Sampai nanti ada keajaiban yang bisa menyatukan kita. Karena aku ingin, kamu jadi yang pertama dan terakhir untukku Kei. Can you do that Kei?" Tanyanya padaku.
Air mataku menetes kembali. Abyan mengambil sesuatu dadi saku dalam jaketnya. Kemudian dia mengangkat tangan kananku. Abyan memasangkan sebuah gelang padaku. Aku pernah melihat gelang itu, kekasihku Abyan juga memakainya.
"Gelang ini satu pasang. Aku beli waktu aku umroh sama Abi dan Umi beberapa bulan yang lalu. Aku harap kamu mau pake gelang ini sampai nanti aku ganti gelang ini dengan sebuah cincin, saat aku memintamu pada kedua orangtuamu. Kamu boleh ngelepas gelang itu, saat kamu sudah lelah dan nggak bisa bertahan dengan hubungan ini." Jelas Abyan padaku. Air mataku mengalir kembali, seperti tanggul yang jebol. Abyan menyeka air mataku.
"Bisakah kamu bertahan dan selalu berada disisiku Kei? Sampai nanti perbedaan kita bisa menyatukan kita." Ucap Abyan padaku.
Air mataku masih terus menetes. Aku masih terdiam, memandang kekasihku Abyan dengan lekat. Sungguh aku tak mampu mengucapkan sepatah kata apapun. Lidahku serasa kelu. Jantungku berlari marathon saat ini. Oh my God. Apakah Abyan mengikatku hari ini? Aku terus menatap mata kekasihku lekat-lekat. Tak ada kebohongan dimata indahnya, Abyan mengatakannya dengan sangat serius. Abyan sangat yakin dengan hubungan kami, tak ada keraguan sedikitpun pada setiap perkataan yang dia ucapkan.
"Kei... Will you always stand by me Kei??" Tanyanya kembali. Aku mengangguk. Abyan tersenyum kemudian mencium keningku dengan lembut. Dan memelukku dengan erat.
"Makasih sayang... Makasih." Ucapnya padaku.
"Udah dong sayang, jangan nangis terus. Masa aku lamar malah nangis sih. So sweet banget ya??" Ledeknya padaku sambil menyeka air mataku. Aku mengerucutkan mulutku. Abyan langsung menciumnya dengan singkat. Aku tersentak. Aku balas dia dengan mencubit perutnya.
"Awww... Sakit dong sayang." Pekik Abyan.
"Ngelamar apaan. Masa ngelamar kaya gini." Kataku ketus. Abyan terkekeh dan mengelus elus pucuk kepalaku.
"Terserah kamu sayang, mau anggap itu apa tadi. Itu DP dari aku. Kamu tau DP kan Kei? Itu tandanya mulai hari ini nggak boleh ada yang deketin kamu lagi selain aku." Ucapnya padaku. Aku terkejut mendengarnya.
"Jadi mulai hari ini, separuh diri kamu udah jadi milik aku sekarang. Sisanya saat aku memintamu resmi pada kedua orangtua kamu sayang. You're my Fiancee now." Lanjutnya kembali.
Aku benar - benar terkejut mendengarnya. Abyan sungguh - sungguh telah mengikatku. Aku tak bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan. How happy!
"Senyum dong sayang. Nanti dikira habis aku apain lagi matanya bengkak gitu." Pinta Abyan padaku sambil menarik kedua sisi bibirku dengan ibu jari dan jari telunjuknya. Aku tersenyum kecil. Abyan mencium keningku kembali.
Setelah membuatku tersenyum kembali, kekasihku ini langsung melajukan mobil Ferarynya ketempat tujuan kami selanjutnya. Senyum manisnya tak pernah lepas dari wajah tampannya. Aku sudah mulai berkhayal saat aku dan kekasihku ini bisa mewujudkan cita - cita kami bersama. Bahagia yang tak terkira pastinya. Aku menyinggungkan senyumku.
---
Kekasihku Abyan membukakan pintu mobilnya untukku. Aku meraih tangannya yang membantuku untuk turun. Aku mengerutkan dahiku, saat Abyan membuka jaketnya. Kemudian jaketnya dia kenakan padaku.
"Pakai jaketnya." Pintanya padaku. Aku hanya menurut, dia memakaikan jaketnya padaku.
"Kenapa??" Tanyaku penasaran.
"Kamu cantik banget malam ini. Aku nggak suka kalo ada yang nglirik - nglirik kamu." Bisiknya padaku. Aku tersenyum. He's my protective man.
Abyan merangkulku dengan posesif saat memasuki 69 Club. Dentuman musik yang keras mulai bisa aku dengar. Ini pertama kalinya Abyan mengajakku menemui sahabatnya. Aku baru mengetahui, ternyata kekasihku ini juga menginjakkan kakinya ketempat seperti ini. Tapi aku sangat tahu dia bukan peminum atau perokok, bibirnya yang merah merona dan natural menunjukkan bahwa dia lelaki yang jauh dari kebiasaan buruk itu.
Abyan semakin merangkulku dengan erat saat beberapa pasang mata nakal mulai melirik ke arah kami. Yang membuatku geram adalah beberapa pasang mata nakal dari para wanita penggoda yang menatap lelakiku tercinta dengan tatapan ingin memangsanya. Well, pesona kekasihku ini tak bisa ditampik, semua wanita yang melihatnya pasti akan dengan mudah bertekuk lutut dengannya. Beruntung dia bukan keturunan buaya atau zebra.
"Bang Byan..." Seru seseorang pada kekasihku Abyan.
Aku dibuat terkejut kembali. Abyan melambaikan tangan padanya sambil tersenyum. Aku menelan ludahku sendiri. Bagaimana bisa Abyan mengenal wanita itu. Aku tahu betul siapa dia. Oh my God!
Tbc.
------
Long time no see All...
Makasih semua buat yang masih setia menunggu cerita abal2ku ini. Semoga chapter ini bisa menghibur ya.
Buat adek2 ku yang 18- maaf ya, udah aku kasih warning diatas. Hahaha. Cuma buat bumbu aja biar so sweet dan nggak bosen.
Buat yang belum pada bersuara, atau masih suka diem - diem aku selalu tunggu suara dan jejak kalian.
Jangan lupa jejaknya ya...
See ya...
Ketchup manja,
Muach ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top