32. Rainbowmoon 2
Heyho All...
Nih aku kasih lagi nextnya. Itung - itung sebagai THR (tulisan hari raya. Buahahaha) sebelum ramadhan usai. Maklum author abal - abalnya mau mudik nanti. So, buat kalian yang biasanya cuap - cuap kasih semangat buat aku dan selalu setia ninggalin jejaknya disini, aku minta maaf kalo slow response balas pesan kalian.
Sebelum hari raya Idul Fitri tiba, aku mau ngucapin minal aidzin wal faidzin buat semua readers setia YOU, terkhusus buat Abyanlovers - Keizalovers dimana pun kalian berada. Maap ye, kalo aku banyak salah - salah kata. Maklum, manusia banyak typo - nye. Hahaha.
Last but not least, aku mau Warning dulu nih ya, barang kali ada yang mupeng atau jadi baper akut setelah baca chapter ini. Yang lagi puasa, bacanye nanti aja yee. Takut puasanya batal. Tau ndiri, si Bang Byan kaya apa kalo sama bininye. Hahaha.
Okey deh, sekian dan terima kasih.
Lope you All. And see you next time.
Muach. ^^
*****
(18++)
Abyan's POV.
Kurasakan sebuah sentuhan membelai wajahku. Mulai dari dahiku, kemudian turun kehidung mancungku, dan terakhir bibirku. Namun mataku terlalu berat untuk aku buka. Tak kupedulikan sentuhan - sentuhan lembutnya itu. Hingga akhirnya sentuhan lembut didadaku yang sedang shirtless membuatku bergeliat. Darahku mulai berdesir, celana pendekku mulai serasa sesak. Oh sial! Istriku benar - benar membangunkan singa jantan yang sedang tertidur. Ku buka mataku perlahan. Dia tersenyum manis padaku. Saat dia mendekatkan wajahnya didepan wajahku, langsung saja aku menariknya dan mendekapnya dengan erat. Ku kunci dia dengan membalikkan tubuhnya dan juga tubuhku. Posisiku sekarang berada diatas, menguncinya dengan menumpukan kedua sikuku. Aku menatapnya tajam. Istriku Keiza menggigit bibir bagian bawahnya.
"Mmm... mau apa Bi? Marah ya?" Tanyanya padaku. Aku masih terdiam menatapnya dengan posisi yang sama. Aku ingin meminta pertanggung jawabannya sekarang.
"Maaf Bi. Kan udah sore, makanya aku bangunin. Aku mau ngajak kamu snorkeling Bi didekat resort sambil nunggu sunset. Mau?" Mata kami saling beradu.
"Tanggung jawab dulu!" Ucapku yang membuat dahi istriku berkerut.
"Tanggung jawab apa?" Tanyanya tanpa rasa bersalah. Aku menghela nafasku.
Dalm hitungan detik aku lumat bibir tipisnya yang selalu membuatku ketagihan setiap saat. Bibir tipisnya yang lembut itu seperti alcohol beverage yang sangat memabukkan. Awalnya istriku hanya terdiam sambil menatapku yang sedang melumat bibir tipisnya. Sesaat kemudian kedua tangannya mengalung dileherku. Tangan kanannya menarik tengkukku agar semakin intens. Bibir kami saling melumat satu sama lain. Desahannya mulai terdengar saat tanganku mulai menelusup kedalam t - shirt nya. Tubuhnya mulai bergeliat saat tanganku mulai menjelajah kearea sensitifnya. Istriku mulai menikmati aktivitas yang kulakukan. Kubuka kaos dan hot pantsnya. Ku cium setiap inchi lekuk tubuhnya yang sungguh menggoda. Membuat naluri lelakiku semakin memuncak.
Nafas kami saling memburu. Keringat sudah membasahi tubuh polos kami saat pencapaian klimaks aktivitas panas kami. Aku tumpukan kedua sikuku untuk menopang tubuhku yang sudah lemas agar tak menindihnya. Kucium keningnya, hidungnya dan juga bibirnya.
"Thank you sayang." Dia tersenyum.
"It's same too." Balasnya yang kemudian mencium bibirku kembali.
"Mau mandi sekarang? Kita berendam, sekalian nikmatin sunset. Gimana?" Dia tersenyum kemudian mengangguk.
Aku segera beranjak. Istriku segera menutupi tubuhnya dengan selimut. Aku sibakkan selimutnya. Dia menariknya kembali.
"Katanya mau mandi. Ngapain pake selimut sih!" Gerutuku saat istriku Keiza mulai membuka mulutnya, memotongnya agar tak berbicara.
"Ah lama!" Dengan segera aku angkat tubuh istriku dan aku gendong dia menuju kamar mandi. Aku lumat bibirnya kembali agar mulutnya tak terus mengoceh seperti beo.
---
Malam ini, honeymoon tour kami masih berlanjut. Dengan celana jeans hitam, kemeja hitam yang dibalut jaket kulit berwarna hitam dan sepatu converse hitam, aku telah siap terlebih dahulu dibanding istriku. Kami akan candle light dinner disalah satu restaurant bawah laut yang sangat terkenal di Maldives. Ithaa Restaurant. Aku belum bisa menggambarkan secara detail bagaimana keadaan restaurant dibawah laut itu. Menurut cerita bang Aka yang sudah pernah kesini sebelumnya, restaurant itu sungguh indah. Aku sudah tak sabar untuk melihatnya. Cacing - cacing diperutku saja sudah mulai berdemo untuk segera diberi makan. Kegiatan panas sore tadi membuat energiku sedikit terkuras dan rasa lapar semakin cepat mendera. Namun rasanya tak perlu ditanya, kegiatan itu adalah surga dunia yang sebenarnya.
Jemariku masih aktif memainkan smartphoneku. Mengecek beberapa email penting dari Abi maupun dari Boy dan Nial. Liburanku ini tidak benar - benar membuatku libur. Well, setidaknya disini aku bisa seharian penuh menghabiskan waktuku bersama istri tercintaku. Aku melirik istriku yang masih sibuk berdandan didepan cermin. Tak biasanya dia sibuk mengurusi dandanannya. Istriku Keiza bukan type wanita yang royal soal berdandan. Hanya dengan moisturizer, bedak tipis, dan juga lipgloss, dia sudah terlihat cantik. Simple but it always makes her gorgeous.
Seperti sekarang, dia hanya menggunakan floral dress berwarna tosca dibalut jaket jeans crop berwarna baby blue serta sepatu converse berwarna senada dengan jaket jeansnya. Membuatku semakin gemas melihatnya. Terlebih rambutnya yang dia kucir tinggi membuat leher jenjangnya tampak menggoda. Tubuhnya yang mungil dipadu dengan dandanan seperti itu, membuatnya terlihat seperti anak SMA. Setidaknya wajahku tidak boros, jadi aku masih bisa mengimbangi wajah imutnya. Aku beranjak dari tempat dudukku. Aku masukkan smartphoneku kedalam saku celanaku. Aku berjalan menghampiri istriku yang sedang berdiri memandang bayangan dirinya dicermin. Aku peluk dirinya dari belakang, aku ciumi leher jenjangnya yang sungguh menggoda imanku. Aku belum sempat menggigitnya tadi sore. Hah, aku harus menahannya kali ini. Dia sedikit bergeliat.
"Bi... geli." Protesnya padaku. Aku tak menghiraukannya. Aroma lembut dan harum dari rambut serta parfumnya membuatku semakin betah dengan aktivitasku.
"Sayang! Nanti nggak jadi makan nih!" Pekiknya kesal. Aku terkekeh.
"Salah sendiri, lehernya dilihatin gitu." Timpalku. Dia mendengus kesal.
"Kalo rambutnya aku gerai nanti berantakan kena angin. Aku nggak aneh kan Bi?" Aku mengerutkan dahiku mendengar pertanyaannya. Kutatap dirinya mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Cantik. Pake banget. Aku menggeleng.
"Tumben tanya kaya gitu. Kenapa sayang? Kamu itu udah cantik. Diapain aja ya tetep cantik." Dia terdiam. Matanya kembali melihat refleksi dirinya dicermin.
"Ada yang aneh, tapi nggak tahu apa." Cicitnya yang membuatku menghela nafas.
"You are beautiful baby, just the way you are." Mendengar ucapanku dia menatapku. Kemudian tersenyum.
"Thank you Bi." Ucapnya yang dilanjutkan mencium bibirku dengan lembut.
Aku rengkuh pinggangnya dengan erat. Bibir kami masih saling bertaut. Lumatannya semakin lama semakin intens. Darahku kembali berdesir. Percikan - percikan panas mulai menyebar diseluruh tubuhku. Celana jeansku mulai terasa sesak. Gosh! Sampai kapanpun sentuhan Keiza selalu mampu membuat pertahanan imanku runtuh seketika. Hanya dengan Keiza, istri tercintaku. Dia melepas ciumannya saat terdengar suara speedboat yang sudah menjemput kami. Dia tersenyum. Aku menyeringai nakal padanya.
"Setelah ini kamu harus tanggung jawab sayang!" Istriku terkekeh mendengarnya.
"Okay. Can't wait Bi." Aku tersenyum dan menggeleng gelengkan kepalaku. Aku tak pernah melihatnya seagresif ini sebelumnya. Mungkinkah karena indahnya suasana diMaldives?? Ah, rasanya aku rela jika harus pindah kemari menghabiskan sisa hidupku bersamanya.
"Me too." Balasku yang membuatnya tertawa. Dengan segera tangannya menarik tanganku untuk keluar dari kamar dan bergegas turun menuju dek untuk menaiki speedboat.
---
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya kami sampai ditempat tujuan. Suasananya sungguh indah dan romantis. Ku genggam jemari mungil istriku dengan erat. Menggandengnya masuk menuju Ithaa Restaurant. Restaurant ini sungguh luar biasa. Kami serasa seperti berada pada akuarium yang super duper besar. Kedua sisi bibir kami selalu tersungging dengan pemandangan yang membuat kami terpukau.
Ithaa Restaurant, atau biasanya disebut undersea restaurant. Disini kita dapat makan malam dengan menikmati pemandangan bawah laut. Restaurant ini terletak dibawah laut dengan sekelilingnya berupa kaca transparant. Puas menjelajahi dunia bawah laut dengan diving, dan sekarang saatnya melanjutkan bersantap ditemani ikan - ikan yang berenang dengan lincah direstaurant bernuansa bawah air. Restaurant yang berada pada kedalaman 5 - 9 meter dari atas permukaan laut ini sangat tepat untuk pasangan yang sedang memadu kasih melalui candlelight dinner dengan dikelilingi nuansa bawah laut yang menakjubkan.
"So beautiful. Ini sih yang ada nggak jadi makan Bi. Udah asyik lihat ikan - ikan cantik itu." Celoteh istriku sesaat setelah kami duduk dimeja kami dan memesan makanan untuk kami. Aku tersenyum.
"Harus makan! Buat tambahan energi lembur nanti." Istriku terkekeh mendengar ucapanku.
"Iya sayang... aku pasti makan ko. Lagian nih ya, dari tadi aku udah lapar akut tau." Aku terkekeh. Hah, istriku benar - benar membuatku gemas setengah hidup. Aku sudah tak sabar membawanya kembali kekamar.
Pesanan kami datang setelah kami menunggu beberapa menit. Makanan yang kami pesan semuanya seafood dengan berbagai macam bentuk dan olahan yang berbeda. Perutku sudah bersorak sorai saat mataku melihat berbagai macam hewan laut yang sudah menjadi hidangan lezat yang kami pesan melambai - lambai untuk segera dimakan. Aku dan istriku tersenyum sesaat setelah melihat makanan pesanan kami telah terhidang memenuhi meja makan kami. Sebelum makan kami berdoa terlebih dahulu.
Selesai makan malam, kami segera kembali ke resort. Aku memeluk istriku Keiza yang mulai kedinginan karena angin malam dari laut. Suasana malam disini sungguh indah. Bintang - bintang bertaburan dan bersinar dengan terang diangkasa. Galaksi Bima Sakti yang sungguh indah. Seperti kebun bintang diatas permukaan laut. Ditemani oleh bulan purnama penuh yang terlihat sungguh dekat untuk dijangkau. Sungguh ciptaan Semesta yang Maha sempurna.
Saat speedboat menepi disamping dek resort kami, istriku Keiza segera turun dari boat dengan menenteng sepatu conversenya yang sudah dia lepas diatas speedboat tadi. Aku tersenyum saat melihatnya merebahkan dirinya diatas lantai kayu disamping kolam renang. Tangannya dia telentangkan dengan bebas. Matanya menerawang jauh keatas langit. Melihat bintang - bintang yang terhambur indah disana. Senyum manisnya tak pernah lepas dari wajah cantiknya seharian ini. Senyumannya ini seakan telah menghapus segala luka kami beberapa bulan yang lalu.
Aku duduk disampingnya. Melepas sepatuku. Dan duduk santai dengan kedua tanganku yang memeluk kedua kakiku yang sedikit tertekuk. Ku pandang wajah cantik istriku yang masih tersenyum menikmati indahnya langit yang bertabur bintang. Inilah pemandangan indah dari Sang Semesta terkhusus untukku.
"Bintangnya cantik ya Bi. Serasa di kebun bintang." Aku tersenyum mendengarnya. Mataku masih menatap wajahnya dengan intens.
"Lebih dari cantik." Lanjutku.
"Lihat Bi. Bintang itu. Terang banget. Dia paling terang diantara yang lain." Celotehnya lagi. Entah sebelah mana yang sedang dia tunjuk. Mataku masih belum terlepas dari pemandangan indah dari wajah cantiknya.
"Yang ini lebih terang dari yang lain." Sambungku lagi.
"Mana??" Tanyanya bingung. Matanya seperti sedang mencari apa yang aku maksudkan. Aku tersenyum.
"Disini sayang." Matanya melirik padaku. Mata kami saling bertemu. Kami saling beradu pandang.
"Mana bintang yang paling terang?" Tanyanya lagi.
Aku mengambil smartphone ku disaku jaketku. Aku geser gambar gembok dilayar flat yang aku genggam. Aku sentuh gambar menu, dan kubuka galery. Aku pilih foto istriku yang baru saja aku ambil di restaurant tadi.
"Ditanya malah maenan handphone." Sungutnya kesal.
"Nih bintang yang paling terang." Aku berikan smartphoneku padanya. Dia tersenyum kemudian beranjak dari tidurnya. Kami duduk berhadapan. Dia menatapku. Aku belai wajah cantiknya dengan lembut.
"Ini bintangnya aku yang paling terang. Bintang yang selalu setia memberikan sinar terangnya buat aku." Keiza tersenyum.
"Dan ini mataharinya aku. Matahari yang selalu tulus memberikan radiasi sinarnya pada bintang agar dia bisa selalu bersinar dengan terang." Ucapnya sambil menyentuh dahiku kemudian turun kehidung mancungku hingga sampai kebibirku. Kebiasaan yang sering dia lakukan saat aku tertidur. Aku tersenyum.
Kedua tanganku menangkup wajahnya. Kemudian mencium keningnya, hidung mancungnya dan juga bibirnya dengan lembut. Keiza membalas lumatan bibirku. Ku hentikan ciuman itu sebelum diriku semakin menuntut.
"Masuk yuk! Dingin. Mas nggak mau kamu kenapa - kenapa." Ajakku sambil mengusap - usap pucuk kepalanya. Istriku Keiza tersenyum kemudian dia mengangguk.
Aku berdiri. Aku ulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Istri cantikku dengan senang hati menerima uluran tanganku. Kami berdua sama - sama menenteng sepatu masing - masing.
"Bi..." Panggilnya padaku. Ah, sudah lama aku tak mendengarnya memanggilku dengan manja seperti itu.
"Kenapa sayang?" Dia mengerucutkan mulutnya.
"Gendooong." Aku terkekeh mendengarnya. Aku acak - acak rambutnya. Dia semakin mengerucutkan mulutnya.
"Uh... manjanya istliku." Ledekku sambil menarik hidung mancungnya.
"Yuk naik." Aku bunggukkan badanku sedikit, agar dia bisa naik kepunggungku. Dengan segera dia langsung berada pada gendonganku. Tangannya mengalung dileherku sambil menenteng sepatunya. Kepalanya dia sandarkan dibahu kananku.
Keiza mencium pipiku, sebelum dia turun dari gendonganku. Aku menarik lengan tangannya, membawanya kedalam dekapanku. Dia menatapku. Mata kami saling beradu pandang.
"Yang tadi masih boleh dilanjutin nggak sayang?" Aku tak ingin memaksa istriku untuk hal yang satu ini. Jika dia lelah, maka aku tak akan melanjutkannya. Istriku Keiza tersenyum kemudian dia mengangguk. Tangannya mengalung dileherku.
"Is it dessert?" Aku tersenyum dan mengangguk setelahnya.
"It's more than dessert baby." Istriku Keiza tersenyum mendengarnya.
Aku cium bibir tipisnya yang selalu menggoda imanku. Istriku Keiza langsung membalasnya dengan melumat bibirku dengan lembut. Bibir kami saling berpagutan. Kedua tanganku sibuk membuka jaket jeans yang masih melekat ditubuh mungil istriku. Tangannya juga mulai sibuk membuka jaketku. Ciuman kami mulai menuntut satu sama lain. Aku salurkan seluruh hasrat yang sedari tadi aku pendam. Istriku Keiza membalas ciuman liarku yang tak kalah agresifnya. Tangannya kembali sibuk membuka kancing kemejaku. Dan aku yang sudah berhasil membuka dressnya dengan mudah dan hanya menyisakan pakaian dalamnya saja, membuat tanganku bergerilya dengan bebasnya. Menyentuh dan meraba setiap inchi lekuk tubuh istriku yang indah. Dia mengerang saat tanganku mulai menyentuh dua gundukan indah ditubuhnya.
Kuciumi leher jenjangnya yang sedari tadi membuatku hampir kehilangan kendali. Tubuh istriku bergeliat. Aku rasa aku sudah cukup banyak meninggalkan jejak kecupan liarku dileher dan juga bagian dadanya. Sesaat setelah Keiza membuka kemejaku, aku merapatkan tubuhnya didinding, menguncinya agar aku bebas bereksplorasi dengan tubuh indahnya. Oh God! Sungguh, aku tak pernah meragukan nikmat yang Engkau berikan padaku.
Desahan dan erangan yang keluar dari mulut istriku semakin jelas terdengar. Erangannya semakin merdu saat aku menaikkan tempo permainanku. Hingga tubuhnya melenguh menikmati kedahsyatan penyatuan tubuh kami. Suara desahannya membuat naluri lelakiku membuncah hebat. Penyatuan kami malam ini sungguh berbeda dari biasanya. Istriku Keiza sangat agresif malam ini. Dia selalu bisa mengimbangi permainan liarku malam ini. Istriku Keiza memekik, tangannya mencengkram lenganku dengan hebat, saat aku menghentakkan penyatuan kami sebagai pertanda bahwa diriku akan mencapai klimaksnya.
"Ah!" Pekik Keiza saat aku selesai menyemburkan benihku ke dalam dirinya.
Nafas kami saling memburu. Detak jantungku seakan bekerja berkali - kali lipat dari pada sebelumnya. Berdetak lebih cepat melebihi saat berlari marathon. Dan sepertinya kami mencapai klimaks kami bersama. Menikmati kenikmatan surga dunia bersama yang membawa kami kelangit ke sepuluh.
Rasa lemas yang mendera seakan menguap begitu saja. Ku usap peluh diwajah cantik istriku. Dia tersenyum simpul. Nafasnya masih tersengal - sengal. Kukecup keningnya dengan lembut, kemudian turun ke hidung mancungnya hingga bibir tipisnya. Kembali aku melumat bibirnya yang seperti candu. Hingga beberapa menit kemudian aku melepas pagutanku, saat kurasakan oksigen mulai menipis diruangan kamar kami.
Aku beranjak dari posisiku yang sedikit menindih tubuh mungil istriku. Seperti biasa, dia dengan segera menutupi tubuh polosnya dengan bedcover. Aku terkekeh. Dia selalu terlihat malu saat kami selesai bermain. Ku telusupkan tubuhku kedalam bedcover. Aku tarik tubuh mungilnya kedalam dekapanku. Aku kecup pucuk kepalanya sebagai aktifitas penutup kami.
"I love you much more my Keiza."
"I love you much much more my Abyan." Balasnya lirih. Aku tersenyum. Kukecup pucuk kepalanya kembali sambil mengusap - usap rambutnya.
"Night baby."
"Night too Bi." Suaranya makin lirih terdengar. Istri cantikku ini pasti kelelahan. Matanya yang lentik sudah terpejam. Beberapa menit kemudian, nafasnya mulai teratur. Menandakan dirinya sudah terlelap ke alam bawah sadarnya.
Aku tersenyum. Ku kecup kembali pucuk kepalanya yang beraroma fruity. Aroma yang sudah menjadi favoriteku. Aku eratkan dekapanku ditubuh mungilnya. Ku pejamkan mataku dan tak lupa berdoa sebelum aku terlelap menyusul istriku ke alam mimpi bersamanya.
---
Mataku sungguh terasa berat untuk kubuka saat kurasakan tangan kananku sedikit terangkat. Aku kerjapkan mataku perlahan. Samar - samar aku melihat istriku Keiza sedang mengenakan kemena hitamku. Saat tangannya mulai mengancingkan kemejaku, tiba - tiba dia menutup mulutnya dan segera beranjak dari tempat tidur kingsize kami. Mataku terbuka lebar saat kudengar suaranya yang sedang memuntahkan sesuatu. Dengan segera aku beranjak dari tempat tidurku. Kukenakan celana jeansku dan segera berlari ke kamar mandi.
Tubuhku melemas saat melihat istriku Keiza membungkukkan kepalanya di kloset. Aku satukan rambut panjangnya yang tergerai berantakan. Ku pijat tengkuknya perlahan. Setelah dirasa semua yang ada dalam perutnya sudah keluar, dia terduduk lemas dilantai. Wajahnya pucat pasi. Sungguh aku tak tega melihatnya. Aku berjongkok didepannya.
"Better??" Dia menggeleng. Oh Gosh! Jangan sampai istriku sakit lagi kali ini.
"It's the worst." Aku menghela nafasku dengan kasar saat mendengar ucapannya. Tiba - tiba Keiza kembali mengeluarkan isi perutnya. Tak ada apapun yang keluar, hanya sedikit air. Aku acak - acak rambutku dengan frustasi. Kembali aku memijat tengkuknya.
Setelah itu, dia duduk diatas kloset. Aku berikan tisue untuk membersihkan mulutnya. Matanya terpejam, nafasnya sedikit tak teratur. Sebulir air bening menetes dikedua sudut matanya. Aku berjongkok didepannya. Kuseka air matanya. Otakku rasanya berhenti bekerja saat ini. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku kancingkan sisa kancing kemejaku yang belum sempat dia kaitkan.
"Kita pulang ya sayang hari ini?" Dia menggeleng.
"It's better Bi." Aku menggeleng. Wajahnya sudah sepucat mayat. Tubuhnya sudah terlihat lemas. Dia tersenyum. Kemudian dia beranjak dari tempat duduknya. Aku rengkuh pinggangnya saat dia berjalan. Dia menolak untuk aku gendong.
Saat hampir mendekati pintu, dia tiba - tiba menutup mulutnya kembali. Dan memuntahkan isi perutnya diwastafel. Aku menghela nafasku. Aku harus segera membawanya pulang. Aku usap - usap punggungnya. Setelah selesai dia bersihkan mulutnya dan dia basuh wajahnya dengan air yang mengalir dari kran wastafel.
"Aku gendong ya sayang." Pintaku memohon. Dia mengangguk pasrah.
Aku menggendongnya ala bridal style. Istriku memejamkan matanya saat aku gendong. Rasanya pasti sudah tak karuan didalam sana. Aku rebahkan tubuh mungilnya diatas ranjang. Setelah itu aku ambil minyak aromatherapy yang biasa dia pakai.
"Sayang, minyaknya habis." Kulihat dia sedang memijat pelipisnya. Sakit kepalanya pasti sudah mulai menderanya kembali.
"Tolong ambilin kotak obatnya kesini Bi." Aku mengangguk. Aku ambil sebuah tas kotak kecil bergambar Eiffel. Aku berikan kotak itu padanya. Dan duduk disampingnya.
Istriku Keiza membuka retsletingnya perlahan. Entah apa yang dia cari. Saat tangannya mengambil sekotak pembalut, dia terdiam memandangnya. Aku mengerutkan dahiku.
"Sekarang tanggal berapa Bi?" Aku menatapnya bingung. Mata kami saling beradu pandang. Aku raih smartphone ku diatas nakas.
"Tanggal 23 sayang. Emangnya kenapa?" Bola matanya memutar. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
"Ya Allah. Telat." Aku semakin bingung saat mendengar kata - kata yang keluar dari mulutnya.
"Telat?? Emang kamu telat ngapain?" Keiza menghela nafasnya kasar. Dia terlihat sangat bingung dan gusar. Dipijatnya pelipis kepalanya.
Kemudian dia beranjak dari ranjang tempat dimana dia duduk bersandar. Diambilnya smartphone ku. Mataku mengikuti kemana dia melangkahkan. Jemarinya sibuk menggeser benda persegi berlayar flat milikku. Sesaat kemudian dia letakkan benda persegi itu ditelinganya. Dia berjalan bolak balik sambil menggigit ibu jari tangan kanannya yang bebas. Aku beranjak menyusulnya, dan berdiri disampingnya. Entah siapa yang sedang dia telpon. Tapi aku yakin, aku mengenal orang itu. Karena istriku menggunakan smartphone ku.
"Hallo tante... ini Keiza tant." Tante?? Tante siapa??
"..."
"Keiza mau tanya sesuatu sama tante. Keiza udah telat 15 hari tante. Apa mungkin Keiza hamil?" Mataku terbelalak sempurna. Aku terkejut. Telat? Hamil? Kulihat Keiza mengelus perutnya yang masih rata, dan melihat refleksi dirinya dicermin. Aku tersenyum. Oh God! Semoga ini benar.
"..."
"Iya tant. Keiza beberapa hari ini sering mual. Kadang juga tiba - tiba pusing nggak jelas. Dan tadi mualnya semakin parah tante." Ah iya, istriku memang sering terlihat pusing akhir - akhir ini. Dan kejadian tadi memang sudah beberapa kali aku mengetahuinya.
"..."
"Tante tau kan sekarang Keiza lagi honeymoon? Beberapa kali Keiza berhubungan, seandainya Keiza beneran hamil, apa itu nggak jadi masalah?" Keiza berbalik, kemudian menatapku. Aku merengkuh pinggangnya dan memeluknya. Kemudian mencium pucuk kepalanya.
"..."
"Iya tante. Makasih ya tant." Kemudian Keiza memberikan smartphoneku. Aku meraihnya. Kulihat sebuah nama yang sangat familiar terpampang dilayar flat benda persegi milikku.
"Hallo tante... ini Byan tant."
"Yan, kami pasti sudah dengar kan tadi apa yang istri kamu sampein sama tante?" Aku tersenyum. Sambil memeluk istriku dengan tangan kiriku.
"Iya tante."
"Tante yakin seandainya istri kamu memang hamil, usia kandungannya pasti masih beberapa minggu. Jadi tante minta, stop berhubungan sama istri kamu dulu sebelum kondisi istri kamu jelas. Dan inget, jaga istri kamu baik - baik. Usahain perutnya jangan sampai kosong. Kalo nanti pas dia makan terus keluar lagi, cari alternatif makanan lain. Pokoknya jangan sampai perut istri kamu kosong, apalagi dia punya riwayat maagh. Kamu ngerti kan Yan?" Aku mengangguk.
"Abyan ngerti tante."
"Ya udah. Tante tunggu kalian dirumah. Tante udah penasaran banget. Kalo perlu, bawa istri kamu pulang sekarang." Aku tersenyum.
"Siap tante. Makasih tante Itte."
"Sama - sama Abyan. Ingat pesen tante."
"Yoi tant."
Setelah menutup sambungan teleponku, aku tersenyum menatap istriku yang sepertinya masih resah dan juga gelisah. Aku kecup keningnya dengan lembut.
"Kamu kenapa sayang?" Dia menatapku, kemudian memelukku kembali.
"Apa dia nggak papa mas? Aku takut dia kenapa - kenapa." Aku tersenyum. Aku pun juga merasa takut dan khawatir jika istriku Keiza benar - benar hamil. Apa yang kami lakukan semalam bisa saja membahayakan calon anak kami.
"InsyAllah nggak papa sayang. Kamu nggak ngerasain sakit atau kenapa - kenapa kan?" Dia menggeleng. Aku kecup pucuk kepalanya kembali.
"Bentar sayang. Ada yang nganter sarapan. Kamu disini dulu ya." Aku menyuruhnya untuk duduk. Dan tetap berada dalam kamar. Gila aja, istriku masih memakai kemejaku dan dia sedang terlihat sexy sekali saat ini. Aku sungguh tak rela jika orang lain melihatnya.
Sesaat setelah meletakkan makanan dimeja ruang tamu, aku kembali kekamar. Kulihat istriku sedang memainkan jari jemarinya dilayar iphonenya.
"Mau mandi dulu atau sarapan dulu?" Tanyaku padanya.
"Mandi dulu aja Bi." Aku tersenyum.
"Mau aku mandiin?" Dia terkekeh.
"Ih modus." Aku tertawa.
"Aku nggak akan ngapa - ngapain kamu ko sayang sampai kita bener - bener tahu kondisi kamu yang sebenarnya. Yuk kita mandi." Dia tersenyum.
"Gendong Bi. Lemes." Aku terkekeh sambil mengacak - acak rambutnya. Ini yang selalu aku rindukan dari wanitaku. Sikap manjanya padaku. Dia sangat jarang bersikap manja padaku.
Dengan segera aku menggendongnya. Membawanya masuk kekamar mandi untuk mandi bersama.
Selesai mandi, kami pun sarapan bersama. Kami memilih makan sambil menonton TV diruang depan yang menghadap kolam renang, duduk santai di sofabed. Dan seperti yang tante Itte prediksikan sebelumnya, perut Keiza menolak apapun yang dia makan. Oh God!
Ini sudah yang kesekian kalinya istriku Keiza memuntahkan makanan yang dia makan. Perutnya seakan - akan menolak apa yang dia makan. Saat aku bertanya apa yang dia ingin kan, dia hanya menggeleng. Katanya dia hanya ingin tidur. Tubuhnya sudah mulai lemas.
"Mas ambilin biskuit gandum kamu ya sayang?" Tawarku. Dia menggeleng. Ya Allah! Aku harus bagaimana, apa yang harus aku berikan pada istriku untuk bisa dia makan?? Aku menghela nafasku.
"Sayang... jangan gini dong! Mas kan jadi bingung. Perut kamu nggak boleh kosong. Kamu nggak mau kan maagh kamu kambuh?? Dicoba lagi ya makannya." Dia mengangguk. Matanya mulai berkaca - kaca.
Aku ambilkan biskuit gandum yang biasa dia makan sebagai cemilan dan juga minuman sari kacang hijau kesukaaannya. Istriku selalu membawa makanan kecil dan juga minuman kemanapun dia pergi. Kuberikan sebungkus biskuit gandum kesukaannya dan juga minuman sari kacang hijau favoritenya. Istriku Keiza menatapku, dia seakan enggan mengambil makanan kesukaannya dari tanganku. Aku segera duduk disampingnya di sofabed sambil menonton TV. Aku buka bungkus biskuitnya.
"Aaa..." Kusuapkan biskuit itu padanya. Dia hanya menatapnya enggan.
"Ayolah sayang. Coba dulu ya!" Bujukku lagi. Dia mulai membuka mulutnya dengan ragu.
Aku menatapnya dengan intens. Istriku mulai mengunyahnya perlahan. Dalam hatiku, aku terus berdoa, semoga kali ini perutnya tak menolak lagi. Satu biskuit gandum telah habis dia makan. Hingga biskuit ketiga, dia mulai terlihat menikmatinya. Aku tersenyum. Aku usap - usap pucuk kepalanya.
"Nggak eneg kan sayang?" Dia menggeleng. Aku tersenyum.
"Kamu nggak makan Bi?" Aku tersenyum. Rasanya nafsu makanku sudah menghilang entah kemana. Melihat istriku bolak - balik kekamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya setiap kali dia makan, membuatku ikut merasa lemas dan tak nafsu makan.
"Nanti mas makan. Kalo kamu udah habisin biskuit gandumnya." Dia mengerucutkan mulutnya.
"Mpe kapan habisnya. Ini juga udah mulai kenyang." Protesnya kesal.
"Ya udah kalo udah kenyang. Yang penting nggak dikeluarin lagi. Nanti sering - sering ngemil ya!" Istriku Keiza mengangguk dengan gembira. Ah, akhirnya dia tersenyum juga.
Kuhitung sudah enam buah biskuit yang dia makan. Minuman sari kacang hijaunya pun sudah dia minum hingga habis. Aku tersenyum.
"Anak ayah jangan nakal ya, kasihan kan bunda. Nanti bunda bisa sakit lagi, kalo kamu selalu nolak apa yang bunda makan." Ucapku sambil mengelus - elus perut Keiza yang masih rata. Hah, anggap lah aku sudah gila. Aku hanya berharap, kali ini perutnya tak menolak lagi apa yang istriku Keiza makan. Dia tersenyum.
"I love you sayang." Lanjutku masih mengelus - elus perut istriku dan menciumnya. Kurasakan istriku Keiza membelai rambutku.
"Ayah Bunda nih?" Tanyanya padaku. Aku tersenyum.
"Masa iya Abi Umi lagi. Samaan dong nanti." Tawa kami pun pecah. Akhirnya istriku bisa tertawa kembali. Walaupun wajahnya masih terlihat pucat pasi.
---
Aku bergeliat. Saat telingaku terusik mendengar dering lagu Happy - Pharrell Williams dari smartphone ku. Aku usap wajahku perlahan. Aku angkat tangan kiriku untuk melihat jam dipegelangan tanganku. Pukul empat lebih lima belas menit waktu Maldives. Dering telpon itu berhenti, saat aku terbangun dari posisi tidurku.
Aku melirik istriku yang masih tertidur. Ku tatap wajah istriku yang masih terlihat pucat. Sengaja aku tak membangunkannya walaupun sudah sore hari. Siang tadi dia hanya mengisi perutnya dengan sebuah apel dan segelas smoothies yang ku pesan. Perutnya masih menolak untuk terisi oleh makanan seperti biasanya. Rasanya aku benar - benar tak tega melihatnya lemah seperti ini. Seharian ini kami hanya berada dalam resort. Aku sudah membatalkan semua jadwal tour honeymoon kami hari ini. Walaupun tadi istriku Keiza sempat kesal padaku, karena aku membatalkan jadwal hari ini secara sepihak. Aku tak percaya, jika dia mengatakan bahwa dia sudah baik - baik saja. Aku kecup keningnya sebelum aku beranjak dari ranjang king size kami.
Aku ambil smartphone ku diatas nakas. Aku geser gambar gembok dilayar smartphone ku. Mengecek kembali siapa yang sudah menghubungiku. Aku sentuh sebuah kontak yang tadi sempat menghubungiku.
"Assalamualaikum Abi."
"Walaikumsalam Yan."
"Maaf Bi, Abyan tidur tadi."
"Iya Abi tahu. Istri kamu gimana? Sudah mendingan?" Aku kembali melirik istriku yang masih lelap dalam tidurnya. Ku langkahkan kakiku keluar kamar. Aku sandarkan tubuhku dipintu ruang depan, sambil menikmati hamparan air yang jernih disekitar resortku.
"Masih sama Bi. Tadi siang cuma makan apel sama minum smoothies. Sekarang dia masih tidur."
"Sabar bang. Beberapa bulan kedepan kamu akan sering ngelihat istri kamu kayak gitu." Aku mengerutkan keningku.
"Apa?? Keiza bakal sering kaya gitu?" Kudengar suara kekehan dari Abi. Apanya yang lucu coba.
"Kamu belum tanya mbah google kamu? Gimana wanita yang sedang hamil itu? Mereka akan berubah drastis Yan. Ada yang semakin imut, ada juga yang bikin sebel akut." Aku terdiam.
"Umi juga gitu dulu Bi? Sampai kapan dia mual - mual gitu? Abyan nggak tega lihatnya." Abi kembali terkekeh. Ah, sumpah yah. Abiku ini benar - benar dewa nya rese.
"Tiga bulanan mungkin. Atau lebih, Abi lupa. Tega nggak tega, emang wanita hamil kayak gitu Yan. Siap - siap aja nanti. Siap juga buat puasa lama." Kudengar Abi tertawa setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Tunggu! Abi bilang 'puasa'. Oh my God! Puasa sampai kapan???
"Nggak sampai sembilan bulan kan Bi?" Abi kembali terkekeh. "Nggak lucu Bi." Sungutku kesal. Abi semakin tertawa membahana.
"Itu tergantung kondisi Keiza nanti." Aku menghela nafasku.
"Udah tenang aja. Banyak jalan menuju Roma." Lanjut Abi diikuti suara tawanya yang membuatku semakin kesal. Aku terdiam. Sudah biasa Abi ku meledekku seperti ini.
"Kalian jadi pulang hari ini?" Tanya Abi.
"Jadi Bi. Nanti malam. Jam delapan waktu Maldives. Pake pesawat charter."
"What?? Emang udah nggak ada gitu tiket pesawat komersial biasa?" Eaaak, Abi mulai turun IQnya.
"Semua sudah full booked sampai dua hari kedepan. Kalaupun ada, harus transit dulu di Dubai. Kondisi Keiza nggak memungkinkan Bi. Abyan pengen cepet sampai Jakarta secepatnya."
"Gitu. Ya udah. Nanti Abi jemput. Sementara kalian tinggal dirumah Abi dulu aja. Jadi kalo kamu kerja ada Umi yang nemenin Keiza. Abi mau pulang dulu. Jangan lupa kabarin kalo kalian mau take off."
"Iya Bi. Makasih Abi. Assalamualaikum."
"Iya Bang. Walaikumsalam."
Aku menghela nafasku. Aku lepas kaos dan juga celana pendek yang aku kenakan. Dan hanya menyisakan celana boxerku saja. Kulangkahkan kakiku kearah kolam renang. Mungkin berenang sebentar bisa membuat otakku akan sedikit fresh. Dengan segera aku melompat kekolam renang diresortku.
Setelah beberapa menit, ku hentikan aktiftasku. Aku bersandar ditepi kolam renang sambil menikmati langit yang sudah berwarna orange keemasan. Aku terkejut saat sebuah kaki mencelup ditepi kolam renang disebelahku. Aku tersenyum menatap pemilik kaki mungil itu.
"Ko nggak bangunin aku sih Bi?" Aku tersenyum. Kemudian naik dan ikut duduk disampingnya. Kutarik kepalanya dan kukecup pucuk kepalanya.
"Kamu bobonya nyenyak banget. Mas nggak tega banguninnya. Kita berendam yuk di bath up sambil nikmatin sunset." Dia menggeleng.
"Renang aja Bi disini. Ya!" Ajaknya padaku. Aku menggeleng.
"Nggak! Airnya dingin sayang, udah sore juga. Mas nggak mau kamu kenapa - kenapa. Kita berendam didalam aja, pake air anget. Yuk!" Dia menatapku kemudian mengangguk.
Aku berdiri terlebih dahulu. Aku ulurkan tanganku untuk membantunya berdiri. Istriku Keiza tersenyum, dan segera meraih uluran tanganku. Tanpa meminta ijin terlebih dahulu, aku segera menggendongnya. Melihatnya lemah berjalan membuatku tak tega. Dia memekik, dan meronta - ronta meminta turun. Aku cium bibirnya untuk meredam ocehannya.
Hening. Kami saling terdiam saat kami sudah berendam bersama didalam bath up. Busa sabun dengan wangi bunga aromatherapy sudah menutupi tubuh polos kami. Aku memeluk Keiza dari belakang. Dan Keiza bersandar didadaku. Mata kami memandang lurus kedepan, kearah dimana Matahari mulai kembali keperaduannya. Dari sini, kami bisa melihat Matahari tenggelam dengan sempurna. Harum aromatherapy dari sabun yang kami pakai membuatku merasa sangat rileks. Tak ada percakapan diantara kami. Entah apa yang sedang istriku pikirkan. Diotakku hanya ingin segera membawanya pulang ke Jakarta. Dan semoga dia tak kesal denganku lagi atas keputusanku nanti.
"Sayang, nanti malam kita pulang ke Jakarta." Ucapku memecahkan keheningan kami. Istriku Keiza menoleh.
"Ko pulang sih Bi? Aku masih pengen disini Bi. Nanti aja ya pulangnya. Please." Aku menghela nafasku. Aku usap - usap pucuk kepalanya.
"Kapan - kapan kita kesini lagi. Mas janji, kita akan kesini lagi nanti, sama anak kita." Istriku Keiza menatapku. Wajahnya sudah mulai dia tekuk. "Malam ini kita pulang. Mas cuma nggak mau kamu jadi tambah sakit lagi nanti. Mas nggak bisa ngelihat kamu kayak gini terus sayang." Dia memandangku. Kemudian kembali keposisi semula. Dia pasti kecewa.
Suasana kembali hening. Aku kecup pucuk kepalanya. Aku tahu dia pasti marah dan kecewa. Ku hela nafasku perlahan.
"Bi..." Suara istriku kembali terdengar.
"Iya sayang. Kenapa?" Tanyaku. Posisi kami tak berubah sedikitpun.
"Maaf. Gara - gara aku sakit, jadi berantakan deh honeymoonnya." Aku tersenyum.
"Stop buat minta maaf. Mas nggak mau denger kamu minta maaf lagi." Balasku. Telingaku sudah bosan mendengar istriku sedari tadi meminta maaf padaku.
"Kamu salah, kalo kamu nganggap ini cuma sekedar honeymoon. Ini lebih dari itu sayang, ini rainbowmoon." Dia menoleh padaku. Tubuhnya sedikit bergeser dan berbalik.
"Rainbowmoon?" Aku mengangguk. Aku cium keningnya.
"Kamu tahu rainbow kan sayang? Banyak warna disana. Kalo cuma honeymoon, berarti cuma manis - manis aja dong. Padahal perasaan kita lebih dari itu. Seneng, sedih, takut, khawatir, semua jadi satu. And this's our rainbowmoon baby." Keiza tersenyum mendengarnya. Dia menatapku dengan intens. Mata kami saling beradu pandang. Matahari sudah setengah tenggelam. Warna orangenya memberi warna indah disekitar kamar mandi kami.
"Kamu, lelaki yang telah mengajariku arti cinta yang sesungguhnya." Aku tertegun mendengarnya. Istriku Keiza masih menatapku dengan intens.
"Kamu, lelaki yang bisa merubah sesuatu ketika keadaan disekitar menjadi buruk." Lanjutnya kembali sambil tersenyum.
"Kamu, lelaki yang aku pilih untuk menjadi imamku dan juga ayah dari anak - anakku." Ada rasa haru saat aku mendengar ucapannya. Aku tersenyum.
"Kamu, lelakiku yang telah aku pilih untuk mendampingiku menuju surgaku." Air bening mulai memenuhi kedua pelupuk matanya.
"Dan Kamu, kamu adalah kamu ku yang telah diciptakan Tuhan ku untukku." Ucapannya sukses membuat airmatanya menetes.
Aku seka air matanya. Aku belai wajah cantiknya yang masih terlihat pucat.
"Dan kamu, kamu adalah anugerah Tuhan yang paling indah yang datang untuk mendampingi hidupku." Balasku.
Istriku Keiza tersenyum. Aku kecup keningnya, kemudian aku cium hidungnya dan terakhir aku lumat bibirnya dengan lembut. Istriku langsung membalasnya dengan lembut. Matahari yang sudah tenggelam kembali ke peraduannya menjadi saksi awal perjalanan kehidupan baru kami bersama dengan buah hati kami. Aku harap istriku Keiza memang benar - benar hamil. Dan semoga aku dan juga istriku Keiza selalu bisa sabar menghadapi segala rintangan yang menghadang di masa depan.
---------- The End ----------
Yuhuu...
Akhirnya selesai sudah cerita abal - abalku ini. Maaf sebelumnya, jika endingnya tidak sesuai dengan yang kalian harapkan. Sengaja author tutup kisah cinta mereka sampai disini. Kalian pasti tahu, aku bukanlah author yang suka memperpanjang cerita seperti sinetron. Karena apa?? Karena nanti malah akan menjadi tak enak untuk dibaca.
Terima kasih untuk semua readers setiaku yang telah berkenan meninggalkan jejak disetiap chapter cerita anehku. Well, disini aku nggak bisa menyebutkan satu - satu siapa itu. Tapi kalian akan selalu aku ingat dan selalu ada dihatiku. Thank you so much more for you my beloved sistaah.
Terima kasih juga untuk readers yang tak ingin menampakkan dirinya selama ini. Aku sangat berterima kasih pada kalian semua. Tanpa kalian, cerita abal - abal bin aneh ini hanya akan menjadi seonggok sampah yang mengotori dunia oren ini. Thank you so much my beloved readers.
Love you all as always.
Kecup jauh nan basah,
Muaaaaach ^o^
Your error author,
Ukinurpratiwi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top