24. Us 2

Keiza's POV.

Jantungku berdegup dengan kencang. Hatiku berdebar tak karuan. Rasa ini masih tetap sama. Sama saat pertama kali Abyan menciumku. Rasa ini seperti sebuah zat penenang untukku. Jujur saja, zat penenang ini membuatku selalu kecanduan setiap saat. Semua yang ada didiri Abyan adalah candu untukku.

Abyan mencium keningku kemudian memelukku. Nafas kami saling memburu. Aku bisa merasakan degup jantung Abyan yang sama tak normalnya dengan degup jantungku. Kupejamkan mataku ketika Abyan memelukku dengan erat di saat matahari sudah kembali ke peraduannya. Aroma wangi dari tubuh Abyan membuatku semakin merasakan nyaman berada dipelukannya. Entah sejak kapan bau khas ini menjadi favoriteku. Seberapa banyak aktivitasnya tak membuat aroma khasnya menghilang dari tubuhnya.

"Yuk kita istirahat!" Kata Abyan saat melepas pelukannya.

"Kita nginep disini Bi?" Tanyaku penasaran. Abyan tersenyum kemudian mengangguk.

"Tapi Bi..." Selaku saat Abyan menarik tanganku.

"Tapi kenapa sayang? Aku udah ijin ko sama Dadong dan Bli Esa juga. Lagian kita nggak mungkin pulang malam - malam gini. Bahaya. Nggak mau kan dimakan hiu??" Ledeknya padaku sambil menggandenggku. Aku mendengus kesal.

"Kan nggak bawa ganti juga Bi..." Ucapku kesal. Abyan terkekeh.

"Yawdah nggak usah pake baju." Kata Abyan konyol. Aku gigit lengan tangannya yang menggandengku.

"Awwww..." Teriaknya saat aku gigit. Aku menatapnya tajam. Abyan menatapku dan beberapa detik kemudian Abyan tertawa.

"Canda sayang. Kamu pake baju kurang bahan aja aku ngomel - ngomel, apalagi nggak pake baju, aku lambaikan tangan deh." Sambung Abyan. Abyan menahan kaki kananku yang mulai mengayun saat aku akan menendangnya.

"Eits... nggak sopan ya sama calon suami." Katanya padaku. Aku semakin kesal dibuatnya. Sepertinya otak Abyan sudah mulai error. Beberapa menit yang lalu dia sangat so sweet dan sekarang, oh ya Allah!

Aku hentakkan kakiku dengan kesal. Aku ingin pulang sekarang. Walaupun aku masih penasaran dengan isi dari bungalow kayu itu. Tapi rasanya aku enggan jika aku harus menginap dan berada sendirian dikamar itu. Terlebih suasana sekitar bungalow remang - remang. Hanya obor kecil didepan bungalow yang meneranginya. Suasananya memang sengaja dibuat seperti dipedesaan. Bulu kudukku merinding, saat aku akan melewati  bungalow - bungalow kayu yang sedikit sepi. Aku terkejut saat lenganku ditarik oleh seseorang. Kuhela nafasku saat aku melihat Abyan yang menarik lenganku.

"Kamu mau kemana sayang?? Emang tahu gitu kita mau nginep dimana?" Tanyanya padaku. Aku terdiam. Aku masih kesal dengan ulah konyolnya tadi. Tak ada yang lucu. Abyan menangkup wajahku.

"Udah dong Kei. Jangan ngambek gitu. Maaf. Aku cuma becanda sayang. Lagian kamu ini serius banget sih. Kalo soal baju gampang ko." Jelas Abyan. Aku masih terdiam. Abyan menghela nafasnya. Kemudian dia berjalan meninggalkanku. Gosh! Ini gawat, aku sama sekali tak tahu tempat ini.

Aku berlari mengejar Abyan. Ku raih lengannya. Abyan terus berjalan tanpa mempedulikanku. Aku terseok - seok saat mengikuti langkah besar Abyan. Mataku mulai memanas. Ya Allah! Aku melepas genggaman tanganku pada lengan Abyan. Aku berhenti. Aku lelah. Sungguh lelah. Abyan terus berjalan. Aku berjongkok kemudian duduk diatas hamparan rumput jepang yang hijau. Kupeluk kedua kakiku yang tertekuk itu. Aku sungguh takut saat ini. Aku sungguh ingin pulang kerumah Dadong. Air mataku menetes. Kubiarkan air mataku mengalir. Tanganku mulai dingin karena takut.

Kurasakan tangan seseorang menyeka air mataku. Air mataku semakin deras saat melihatnya.

"Maaf." Ucapnya lirih. Aku terisak.

"Aku kesel aja tadi. Aku kan udah minta maaf. Aku juga bilang tadi bercanda. Kamu malah nyuekin aku." Jelasnya padaku.

"Pulang Bi." Pintaku memohon. Abyan menghela nafasnya.

"Kei, kita nggak bisa pulang malam - malam gini. Aku nggak mungkin ngendarai speed boat malam - malam. Lagian air laut sedang pasang sekarang." Jelas Abyan. Dia menyeka air mataku kembali.

"Kita pulang besok. Ya sayang! Kita nginep dulu disini." Kata Abyan. Dia mengulurkan tangannya saat memintaku berdiri. Dengan terpaksa aku menurut. Abyan menggandengku dengan erat. Sesekali dia merangkulku.

Entah kenapa suasana resorts saat malam hari terlihat menyeramkan untukku. Sangat berbeda dengan suasana saat siang hari tadi. Deru ombak yang bergemuruh pun membuatku takut. Abyan tak membawaku ke bungalow itu. Abyan membawaku ke sebuah tempat yang berbeda. Rumah - rumah itu berada diatas bukit kecil. Kami berjalan menyusuri tangga yang terbuat dari tumpukan batu yang tertata rapi. Hanya ada lima buah rumah disini.

Rumah itu seperti rumah traditional Bali. Ukurannya lebih besar dari pada bungalow yang berada dibawah. Jika bungalow itu berbentuk seperti jamur, maka rumah traditional ini berbentuk seperti rumah joglo minimalis khas jawa tengah.

Abyan membawaku ke salah satu rumah itu. Abyan mengambil sesuatu dari dompetnya. Dia mengambil sebuah kartu, yang bisa aku pastikan itu bukan kartu debit dan yang lainnya. Kulihat Abyan mengesekkan kartu itu di sebuah alat yang berada disamping pintu. Kemudian dia tekan beberapa tombol angka disana, dan terbukalah pintu itu. Keamanannya sama seperti di apartemenku. Abyan membawaku masuk kedalam.

Mulutku menganga saat aku masuk kedalam rumah itu. Lantainya terbuat dari kaca. Dibawah lantai itu terdapat ikan - ikan kecil yang sedang berenang kesana - kemari. Aku seperti berada diatas akuarium sekarang. Aku semakin terkesima saat melihat interior didalamnya. Sebuah ranjang kingsize dari kayu. Televisi LED berukuran 40" tertempel rapi didinding kayu didepan ranjang kingsize. Disebelah kiri ada nakas kecil dengan sebuah lampu tidur. Disebelah kanannya ada sofa panjang untuk bersantai dan bagian bawahnya ada sebuah karpet kecil yang lembut. Serta Lemari kayu yang menyatu dengan dinding kayu kamar ini.

Kurebahkan tubuhku diatas ranjang kingsize yang super duper empuk ini. Mataku terpejam. Kurasakan sesuatu merengkuh pinggangku.

"Tetep mau pulang?" Ucapnya padaku tepat didepan wajahku.

Aku terkejut. Kubuka mataku. Darahku berdesir. Jantungku kembali berdegup kencang. Abyan sudah mengunci tubuhku sekarang. Mata kami saling beradu pandang. Tak ada jarak lagi diantara kami. Tangan kanannya memeluk pinggangku dengan erat, tangan kirinya menopang dagu didepan wajahku. Gosh!

"Emm... kita satu kamar?" Tanyaku ragu. Abyan mengangguk. Damn! Abyan menarik hidungku.

"Nggak usah mikir yang macem - macem. Aku nanti tidur disofa sayang. Malam ini resorts lagi full. Jadi ya terpaksa deh kita satu kamar. Ini memang kamarku. Kamar yang buat kamu, lagi dipakai sama boy." Jelas Abyan. Aih. Dia bisa baca otakku lagi. Argh! Double shit!

"Ini kamar kamu? Ko Boy ada disini?" Tanyaku kembali.

"Ini kamar aku. Tiap aku nginep disini ya dikamar ini. Kamu lupa yang punya resorts ini siapa aja? Hmm?" Tanyanya kembali. Aku tersenyum. Abyan mengecup bibirku singkat. Hatiku mencelos seketika. Kemudian Abyan menelentangkan tubuhnya disampingku.

"Gih sana mandi. Handuk sama pakaian gantinya ada dilemari. Di paper bag." Titah Abyan sambil memejamkan matanya.

Aku segera beranjak dari tempat tidur. Kubuka lemari kayu itu. Ada beberapa kemeja, t - shirt dan beberapa celana kain dan jeans milik Abyan. Dan semua masih baru. Sesuai intruksi kekasihku, aku mengambil tiga buah paper bag.

Aku mengambil sebuah T - shirt joger dengan ukuran M small dari paper bag joger. Dan sebuah joger pants flower dari paper bag berwarna biru. Mataku melotot saat aku membuka paper bag terakhir yang berwarna coklat. Bagaimana cara Abyan membeli pakaian dalam wanita ini?? Oh Damn!

Aku menatap Abyan yang sepertinya sedang tertidur. Dengan segera aku bergegas kekamar mandi untuk membersihkan diriku dan juga mendinginkan otakku yang sedikit panas ini. Semoga percikan air dari shower bisa menghilangkan letih dan juga penatku.

"Bi... bangun." Ucapku membangunkan Abyan. Aku usap - usap pipinya dengan lembut.

"Sayaang banguun... " Pekikku lagi. Dia sama sekali tak bergeming. Ku guncangkan tubuhnya perlahan.

"Sayaaang... ayo bangun!" Ucapku lagi. Abyan sedikit bergeliat.

"Ngantuk Kei." Ucapnya lirih. Aku menghela nafasku.

"Bangun sayang! Kamu belum shalat loh. Bentar lagi udah isya. Gih bangun!" Pekikku lagi.

Abyan mulai mengerjapkan matanya. Dia mengusap wajahnya. Kemudian dia terbangun dan duduk. Dia acak - acak rambutnya. Ya Allah! Demi Neptunus, Abyan terlihat semakin tampan saat bangun tidur seperti ini. Kuberikan dia sebotol air mineral. Diraihnya botol itu dan langsung menengguknya. Aku menelan salivaku saat melihat pemandangan terindah dari Semesta dihadapanku ini.

Ku ulurkan tanganku untuk membantunya turun dari tempat tidur. Jangan sampai dia hempaskan tubuhnya lagi diranjang kingsize yang menggoda ini. Abyan meraih tanganku, dia beranjak dari tempat tidurnya. Kuberikan handuk padanya. Dia berjalan ke arah kamar mandi.

"Sayang... Ambilin aku baju ganti dong, lupa tadi." Teriak Abyan dari kamar mandi.

"Iya bentar." Pekikku.

Kuberikan satu setel kaos joger dan juga celana jeans berwarna hitam serta temannya yang lain. Sesaat kemudian Abyan keluar. Dia tersenyum. Rambutnya yang masih sedikit basah membuatnya terlihat sexy. Jujur saja aku tak pernah melihat Abyan dengan pakaian sesimple ini. Biasanya dia selalu rapi ya walau terkadang sedikit dibuat berantakan. Aku menatapnya tanpa berkedip saat dia shalat. Hatiku tersentuh saat melihatnya sangat khusyuk saat beribadah. Ketampanannya bertambah maksimal sekarang.

"Mau makan apa sayang? Kita pesen aja ya." Tanyanya padaku setelah dia selesai shalat. Aku mengangguk. Abyan duduk disofa disampingku.

Kami memilih makanan jepang untuk makan malam kami. Sushi, shabu - shabu, tempura dan tofu teriyaki. Aku menyuapi Abyan yang sedang sibuk mengetik sesuatu dilaptopnya. Setelah mendapat sebuah telepon penting, Abyan menjadi sibuk kembali. Ya aku tahu, bukan hanya resorts ini saja yang menjadi tanggung jawabnya. Alliy Inc juga. Walaupun dia pernah memilih resign dari Alliy Inc. namun Abi nya tak menerima pengunduran dirinya.

"Bi..." Panggilku padanya.

"Hemm..." Jawabnya singkat. Mata dan tangannya masih sibuk dilaptop. Mulutnya masih sibuk mengunyah shabu - shabu yang aku suapkan.

"Aku mau tanya, apa kamu yang beli pakaian dalamku tadi?" Tanyaku penasaran. Abyan tersedak. Aku terkejut. Kuberikan sebotol air mineral padanya. Abyan langsung menenggaknya hampir habis. Aku meringis.

"Maaf Bi." Ucapku lirih. Abyan menghela nafasnya. Dia berhenti dari aktivitasnya. Kemudian menatapku. Dan mengacak acak rambutku.

"Hah, kamu ini tanyanya nggak penting banget sih sayang." Ucapnya padaku. Aku terkekeh.

"Penasaran aja. Kamu yang beli kan? Ko bisa pas sih?" Tanyaku kembali. Wajah Abyan sedikit memerah. Aku tertawa melihatnya. Aku terkejut saat Abyan mencium bibirku untuk membungkam mulutku yang menertawakannya.

"Biasa aja ketawanya!" Kata Abyan singkat. Aku terdiam. Aksi Abyan tadi benar - benar mengagetkanku.

"Aku bilang aja sama pelayannya, aku cari buat istriku. Ukurannya sama kaya pelayan itu. Kayaknya badannya sama kayak kamu sayang. Aneh ya?!" Tanyanya kembali. Aku tersenyum.

"Aku jadi aneh juga gara - gara kamu tahu." Ucapnya padaku sambil mencubit pipiku.

Aku melanjutkan makanku dan menyuapi Abyan kembali. Malam ini, kami hanya menghabiskan waktu didalam kamar. Selesai makan, kami menonton film. Abyan sementara menghentikan pekerjaannya untuk menemaniku menonton film.

"Dah selesai filmnya. Sekarang bobo gih! Aku mau nglanjutin kerjaanku lagi." Titahnya padaku. Aku mengangguk.

Setelah selesai melakukan ritualku sebelum tidur, aku hempaskan tubuhku di ranjang kingsize yang sedari tadi menggodaku. Abyan  menghampiriku dan tersenyum melihatku. Dia mengelus elus pucuk kepalaku. Kemudian mengecup keningku.

"Night sayang. Sleep tight baby." Ucapnya padaku. Aku tersenyum. Aku menarik lengannya kemudian aku cium bibirnya singkat. Abyan terkejut. Aku tersenyum melihat reaksinya itu.

"Night my Abyan." Balasku.

"Jangan malam - malam bobonya. Besok dilanjutin lagi kalo belum selesai." Omelku. Abyan tersenyum. Kemudian menyatukan ibu jari dan jari telunjuknya membentuk huruf O.

Abyan kemudian beranjak dari tempat tidur, dan kembali duduk di sofa. Aku menatapnya yang sedang serius memandang laptop didepannya. Mataku mulai terpejam. Abyan mulai samar - samar terlihat. Dan terlelaplah diriku.

---

Aku terbangun dari tidurku. Gelap. Semuanya gelap. Aku tak bisa melihat apapun. Rasa panik mulai menderaku. Nafasku mulai tak teratur. Oksigen sepertinya sudah habis tak bersisa. Nafasku sedikit sesak. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Tangan dan kakiku pun dingin seketika. Aku turun dari tempat tidur. Aku raba sofa yang berada disebelah kananku.

"Bi... Bi... bangun." Aku pukul - pukul dada Abyan. Aku raba wajahnya. Tubuhku semakin lemas. Nafasku sudah semakin sesak.

"Bi... ba - ngun. Bi..." Ucapku terbata - bata. Abyan bergeliat.

"Ba - ngun Bi..." Ucapku lirih. Tubuhku sudah luruh disamping sofa. Lemas. Seluruh syarafku seakan beku. Aku sudah kesulitan bernafas.

"Sayang... kamu kenapa?" Teriak Abyan padaku. Tangannya menepuk nepuk pipiku.

"Astaghfirullahaladzim sayang,  tangan kamu dingin banget." Ucap Abyan panik. Aku tak bisa melihat wajahnya sekarang. Hanya kegelapan yang bisa aku lihat.

"Ke - luar Bi... ke - luar." Ucapku sambil terbatuk - batuk. Karena nafasku sudah tersengal - sengal.

Abyan terdiam, kemudian dia menggendongku untuk keluar kamar. Aku menghela nafasku saat aku melihat seberkas cahaya dari bungalow di bawah. Abyan menurunkanku. Menyandarkanku didada bidangnya. Kupejamkan mataku. Aku hirup udara sepuas - puasnya. Abyan mengusap usap tanganku yang masih dingin. Tubuhku masih lemas tak berdaya.

"Kamu kenapa sayang? Ko jadi kayak gini sih?" Tanya Abyan panik. Aku mencoba duduk. Aku mengatur nafasku agar normal kembali. Abyan memelukku dan mengecup pucuk kepalaku.

"Kita kedokter ya? Muka kamu pucet banget." Tanyanya kembali. Aku menggeleng.

"Nggak - u - sah Bi." Ucapku lemah. Ku atur nafasku kembali.

"Terus kamu kenapa jadi kaya gini hah??" Tanyanya kembali.

"A-ku-pho-bia-ge-lap- Ach - lou -pho-bia." Ucapku. Abyan menatap ku khawatir.

"A-ku-nggak-bi-sa-a-da-di-rua-ngan-ge-lap-tan-pa-ca-ha-ya-se-di-kit-pun. A-ku-bi-sa-ma-ti.di-sa-na." Ceritaku terputus putus. Abyan menatapku tak percaya. Dia menghela nafasnya. Kemudian mencium pucuk kepalaku lagi. Dan dia memelukku dengan erat.

"Ya Allah sayang... ko kamu nggak pernah cerita sih sama aku." Kata Abyan. Aku terdiam.

"Ini juga. Listrik pake acara mati. Genset nya kemana lagi." Ucap Abyan kesal.

"Aku turun dulu ya sayang. Kamu disini dulu nggak papa kan?" Tanyanya padaku. Aku mengangguk.

Rasanya tubuhku benar - benar lemas. Kusandarkan tubuhku di dinding kayu. Ingin rasanya aku berteriak pada kekasihku itu, namun aku tak mampu. Tenagaku seakan hilang. Dia berlari turun dengan tubuh shirtlessnya. Abyan hanya memakai celana jeansnya saja. Mataku terus memandang kearah cahaya yang berada dibungalow bagian bawah. Beberapa menit kemudian Abyan datang, dia membawa dua buah lilin besar ditangannya. Raut wajahnya benar - benar panik saat ini.

"Genset diatas ada yang konslet. Dan besok baru ada yang memperbaiki. Pake lilin dulu nggak papa kan sayang?" Tanyanya padaku. Aku mengangguk.

Abyan kemudian menyalakan lilinnya, dan dia masuk terlebih dahulu. Aku mencoba bangun. Oh Tidak! Tubuhku masih lemas. Abyan menangkapku saat aku akan terjatuh.

"Lemes??" Tanyanya kembali. Aku mengangguk. Kemudian Abyan menggendongku ala bridal style.

Abyan mendudukanku diranjang kingsize. Dia memberikanku minum. Kemudian Abyan memintaku untuk tidur kembali. Aku menggenggam lengannya yang entah sejak kapan terlihat kekar.

"Bi... kamu. tidur. sini. aja ya. Aku. takut." Ucapku lirih. Aku memang sangat ketakutan jika suasananya menjadi gelap gulita. Dan perasaan ketakutan berlebihan ini tak mudah hilang walaupun sudah ada seberkas cahaya yang meneranginya.

Abyan menatapku, dia tampak berfikir. Kemudian dia mengangguk. Abyan naik keranjang kemudian dia merebahkan tubuhnya disampingku. Kami terbaring bersisian. Saling memiringkan tubuh kami agar berhadapan. Abyan menatapku dengan intens. Mata kami saling beradu. Kemudian dia menarik tubuhku. Membawaku kedalam dekapannya, didada bidangnya. Kurasakan Abyan mengecup pucuk kepalaku. Air mataku menetes. Hampir saja aku kehilangan nafasku. Kupeluk Abyan dengan erat. Kudengar detak jantung Abyan yang tak beraturan. Abyan terlihat sangat cemas dan panik tadi. 

"Bobo ya sayang!" Perintahnya padaku. Aku mengangguk dalam pelukannya.

Kupejamkan mataku. Abyan mengelus elus rambutku. Sesekali dia mengusap usap punggungku. Kuhirup aroma khas tubuh Abyan yang membuatku tenang. Aku tak menghiraukan tubuh Abyan yang shirtless sekarang. Aku hanya berharap semoga matahari segera terbit secepatnya. Tak lupa aku berdoa sebelum aku terlelap kembali.

***

Abyan's POV.

Kurasakan sebuah tangan lembut sedang membelai wajahku. Samar - samar kudengar seseorang memanggil namaku. Suara itu sudah tak asing bagiku. Mataku mulai terganggu dengan sinar matahari yang menyilaukan itu. Entah dari celah mana cahaya itu masuk.

"Sayang... bangun..." Suara itu mencoba membangunkanku. Tangan lembutnya mengusap - usap pipiku.

"Bangun sayang..." Pekiknya lagi sambil memijat mijat tengkuk ku. Aku kerjapkan mataku perlahan. Kemudian kubalikkan tubuhku kesamping kiri.

"Bi... ayo bangun!" Teriaknya padaku. Ah, sumpah ya rasa kantukku ini masih tak tertahankan. Baru beberapa jam aku tertidur. Dia membalikkan tubuhku. Oh shit!

"Sayaang banguuun..." Pekiknya lagi. Ku buka mataku perlahan. Dia tersenyum kesal padaku.

Kutatap wajah cantiknya. Dia selalu terlihat cantik dengan apapun yang melekat ditubuhnya. Dengan kaos Polo Joger berwarna hijau pupus dan celana jeans hitam yang aku beli kemarin, dia terlihat cantik natural. Dan aroma wangi dari tubuhnya, membuat naluri lelakiku bangkit. Gosh!

"Wake up Bi." Ucapnya kembali. Aku usap wajahku. Kemudian aku bangun.

Happy birthday Byan,
Happy birthday Byan,
Happy birthday... Happy birthday...
Happy birthday my fiance...

Aku terkejut saat mendengar Keiza menyanyikan lagu itu. Aku menatapnya. Kemudian beralih pada sebuah piring datar berbentuk segitiga dengan sebuah cake coklat kecil berdiameter 10cm, diatasnya terdapat lilin kecil dengan angka 26, dan ditaburi dengan gula halus yang terlihat seperti salju. Piring datar itu bertuliskan 'Happy birthday my fiance' dengan lelehan coklat.

"Happy birthday sayang... Wish you all the best. May Allah always blesses you." Ucapnya padaku. Aku tersenyum.

Kulirik jam tanganku. 16 Oktober. Aku menggeleng pelan kemudian tersenyum. Aku sama sekali tak ingat tanggal berapa sekarang. Aku menatap wanita tercintaku yang berada dihadapanku sekarang. Aku kecup keningnya dengan lembut.

"Makasih sayang..." Ucapku padanya sambil mengelus elus pucuk kepalanya.

"Tiup dong lilinnya!" Titahnya padaku. Aku tersenyum. "Make a wish dulu." Peringatnya padaku. Aku terkekeh. Aku acak - acak rambutnya yang tergerai bebas itu. Ku pejamkan mataku.

"Terima kasih ya Allah, atas semua yang telah Engkau berikan padaku. Semoga Engkau selalu melindungiku dan juga orang - orang tersayangku dimanapun kami berada. Amin."

Rasanya aku sudah terlalu banyak meminta pada sang Penciptaku. Dan Dia selalu mengabulkan permintaanku, entah cepat atau lambat. Sekarang hanya tinggal diriku yang harus memantaskan diri ini agar bisa menjadi hamba Nya yang baik.

Kubuka mataku kembali. Kemudian meniup lilin itu. Aku ambil kedua lilin itu, ku letakkan dinakas. Kemudian aku ambil cake coklat itu dan aku suapkan kepada wanita tercintaku yang sebentar lagi akan menjadi istriku. Ah, aku sudah tak sabar menanti hari itu tiba.

"Aaa... " Perintahku pada Keiza untuk membuka mulutnya. Keiza tersenyum, dan menggigit cake itu sedikit. Kuletakkan cake itu dipiring kembali. Aku jilat jariku yang sedikit kotor karena cake.

"Thank you so much sayang... " Ucapku kembali. Kemudian aku peluk dia dan kukecup pucuk kepalanya kembali. The best day I ever had.

Lagu Grenade - Bruno mars dari smartphone ku berbunyi. Kulepas pelukanku. Aku mencari - cari dimana sumber suara itu. Ku acak - acak rambutku karena frustasi tak menemukan benda flat kecil itu. Aku lupa dimana aku meletakkan smartphone ku. Keiza beranjak dari samping ranjang, dia letakkan piring itu dimeja kemudian dia berjongkok dan mengambil sesuatu dari bawah sofa. Aku tersenyum.

"Abi." Ucap Keiza sambil memberikan smartphoneku. Aku tersenyum saat meraih smartphone ku. Keiza duduk disampingku, di tepi ranjang.

"Assalamualaikum Bi."

"Walaikumsalam... baru bangun kamu heh? Lama banget angkat telponnya. Jadi pulang kan hari ini?" Tanya Abi padaku. Aku terkekeh.

"Iya Bi. Maaf. Tadi malam kan lembur gara - gara Abi. InsyaAllah jadi ko. Abyan pake flight jam 1 siang nanti." Ceritaku. Keiza menatapku dengan intens. Raut wajahnya berubah. Dia sedikit terkejut. Aku mengelus elus pucuk kepalanya.

"Okey. Abi tunggu kamu dikantor eyang nanti, kita langsung meeting. Kamu pulang sama Keiza kan?" Tanya Abi kembali.

"Siap Bi. Iya, Abyan pulang bareng Keiza nanti." Keiza terkejut. Dia semakin menatapku tajam. Aku lupa memberitahunya soal ini, kembali ke Jakarta.

"Oia, happy birthday abang. Wish you all the best." Ucap Abi disana. Aku tersenyum. Abi selalu punya cara sendiri untuk mengucapkan ulang tahun padaku. Biasanya para Ayah akan lupa hari kelahiran anaknya, tapi tidak dengan Abi. Jelas saja, aku lahir setelah hari ulang tahun Umi.

"Makasih. Jangan lupa kadonya!" Ledekku yang diikuti tawaku yang keras. Abi terkekeh.

"Itu urusan Umi. Lagian kamu pasti udah dapet dari calon mantu Abi kan? Kamu ngapain aja tadi malam heh? Pake nginep sekamar lagi." Oceh Abi.diseberang sana. What??  Double shit! Aku mengacak acak rambutku.

"Astaghfirullahaladzim. Abi... please! Jangan ikutin Abyan dan Keiza lagi. Hah, Abyan nggak bakalan kabur Bi." Pekikku kesal. Abi tertawa membahana disana. Keiza mengerutkan dahinya.

"Siapa yang ngikutin kamu. Ada yang lapor sama Abi. Semalaman kalian nggak keluar kamar. Awas aja kamu macem - macem sama Keiza!" Ancam Abi. Aku mendengus kesal.

"Sama aja!!" Pekikku geram. "Kalo Abyan mau macem - macem sama Keiza, udah Abyan lakuin dari dulu." Ucapku semakin kesal. Keiza melotot padaku. Aku rangkul dia.

"Nih, Umi mau ngomong sama Keiza. Keiza ada disitukan?" Amsyooong. Super duper damn! Argh!! Kuberikan smartphone ku pada wanita tercintaku. Keiza bingung saat meraih smartphone ku.

"Assalamualaikum... " Salam Keiza.

"..."

Keiza tersenyum simpul. Dia menatapku.

"Alhamdulillah baik Umi. Abyan...  Abyan nggak ngapa2in Keiza ko Umi. Byan tidur di sofa tadi malam. Resorts lagi ramai tadi malam, jadi ya terpaksa Umi." Cerita Keiza sambil menatapku. Aku gigit kedua pipiku dari dalam. Sial!

"..."

Raut wajah Keiza berubah. Datar. Aku tak tahu apa yang sedang Umi bicarakan. Keiza tak me - load speaker smartphone ku.

"Iya Umi. Walaikumsalam." Salam Keiza sebelum menutup percakapannya. Tak ada senyum lagi diwajah Keiza.

Aku menatapnya dengan intens. Keiza tersenyum simpul. Bukan, ini senyum yang sedang menutupi sesuatu. Aku hafal senyuman ini. Keiza kemudian beranjak dari sisi. Aku menarik lengannya.

"Ada apa sayang? Umi bilang apa tadi?" Tanyaku penasaran. Keiza menatapku. Dia terdiam. Hadeh, apalagi ini ya Allah!

"Ada apa sayang? Cerita dong! Aku bukan cenayang Kei, aku nggak tahu isi otak kamu dan hati kamu. Please, talk to me!" Cicitku. Ah tidak! Mata Keiza sedikit berkaca - kaca sekarang.

"Aku nggak bisa ikut kamu pulang ke Jakarta Bi." Ucapnya yang mampu membuat mulutku sedikit menganga karena terkejut. Aku menggeleng pelan.

"Kenapa? Kenapa Kei?" Desakku. Keiza menggeleng gelengkan kepalanya.

"Kei, aku datang kesini buat jemput kamu sayang. Kamu kira aku ngapain kesini? Kamu harus ikut pulang bareng aku hari ini." Kataku kesal. Apa Keiza lupa, bagaimana perjuanganku untuk bisa sampai kesini menemuinya. Jangan harap aku akan melepaskan nya lagi. Tidak akan! Air Mata Keiza menetes. Oh Shit!

"Aku nggak bisa Bi. Aku nggak bisa!" Ucap Keiza. Dia terisak.

"Kenapa? Kenapa kamu nggak bisa ikut aku pulang?" Tanyaku. Keiza menggeleng. Aku acak - acak rambutku karena kesal. Keiza masih terisak. Dia terdiam. Aku sungguh tak sabar kali ini. Aku tangkup kedua wajahnya.

"Kei, aku butuh kamu sayang. Aku butuh kamu. Aku mohon, ikut aku pulang ke Jakarta. Aku bisa nggak bisa jauh dari kamu. Lagi pula kita juga harus siapin pernikahan kita nanti. Kalo kamu disini, dan kita pisah, gimana caranya kita siapin semua?" Omelku. Keiza menatapku. Air matanya masih terus mengalir.

"Aku udah buka lembaran baru aku disini. Aku pengen lupain semua kejadian yang lalu Bi. Ijinin aku buat tinggal disini." Isaknya padaku. Jantungku serasa berhenti berdetak mendengarnya. Hatiku serasa teriris sekarang.

"Sesakit itukah Kei?" Tanyaku. Keiza mengangguk. Tangisnya pecah. Oh ya Allah! Aku tak tahu jika luka itu masih meninggalkan bekas untuknya. Aku kira semua sudah usai. Kuseka air matanya.

"Bukankah kamu udah maafin Umi? Kamu juga sudah menerima tante sabrina jadi mama kamu kan?" Tanyaku kembali. Dia mengangguk.

"Semua ini begitu mendadak buat aku. Aku takut, kalo ini akan jadi bumerang buat kita Bi. Aku takut, kalo keadaan ini akan berbalik lagi kayak dulu. Dan aku nggak mau itu. Kamu tahu kan, gimana bencinya Umi sama aku waktu itu? Apa bisa dalam waktu singkat dia berubah?" Tanyanya kembali. Aku rasa Keiza mulai berlebihan kali ini. Traumakah dia? Atau ini efek phobia nya tadi malam?? Kuseka air matanya kembali. Kugenggam tangannya.

"Sayang denger, aku tahu aku nggak bisa janjiin kalo aku akan bahagiain kamu setiap saat. Cuma ini yang bisa aku berikan buat kamu. Dan sekarang yang kita inginkan sudah didepan mata Kei. Aku tahu apa yang udah Umi lakukan sama kamu waktu itu, tapi aku tahu saat Umi dateng ke rumah sakit waktu itu, Umi bener - bener tulus minta maaf. Dan Umi sama sekali belum tahu kalo kamu sudah jadi mualaf waktu itu. Itu tandanya, umi sudah bisa terima kamu apa adanya. Dan sedari awal, umi sudah sayang sama kamu. Cara dia memperlakukan kamu tidak jauh berbeda denganku dan Mika. Saat itu Umi cuma khawatir sama Aku." Jelasku.

"Kita serahin semuanya sama Allah sayang. Apapun yang terjadi nanti, itu lah yang terbaik buat kita. Tugas kita hanya berusaha dan berdoa." Sambungku lagi.

"Kamu ikut aku pulang ya sayang. Aku juga udah janji sama Ayah kamu dan mama kamu buat bawa kamu pulang ke Jakarta. Setelah kita nikah nanti, terserah kamu mau tinggal dimana. Aku ijinin kamu, asal kamu bahagia. Tapi sekarang, aku mohon pulanglah Kei. Aku butuh kamu disana. Ya sayang!" Jelasku. Keiza terisak. Sesaat kemudian dia mengangguk. Aku tersenyum. Kupeluk Keiza dengan erat. Ku kecup pucuk kepalanya.

Rasanya aku harus membeli ekstra sabar saat ini. Entah kenapa aku menjadi semakin sensitif jika ada sesuatu yang sudah berhubungan dengan wanita tercintaku ini. Tapi inilah buah kesabaranku yang unlimited selama ini. Impianku bisa hidup bersama dengan wanita tercintaku akan segera terwujud.

Tbc.

Wohoo...
Semoga chapter ini bisa menggantikan kekecewaan my beloved readers dichapter kemarin. Aku sadar ko, chapter kemarin kurang greget karena memang mereka sedang senang menceritakan kebersamaan mereka di Pulau Dewa, Bali.

Well, semoga kalian semua masih bersedua memberikanku vote and comment kalian disini. #Ngarep.

Oia, bolehkan aku bertanya sesuatu pada kalian semua?? Menurut kalian cerita ini bagaimana? Adakah yang perlu aku perbaiki?? Semoga kalian bersedia memberi jawaban dan menulis kritik dan sarannnya untukku. I need it so much.

Cerita ini memang berbeda dari ceritaku sebelumnya. Alurnya agak.berat buat diangkat. Ada rasa khawatir saat aku menulis ini. Jadi wajar aja yaya kalo feel nya naik turun. Maklum author abal2. Hahaha.

Buat yang nggak bisa voment nih ya, coba kalian lihat info di watty nya kakak maya ku widy4HS disana kalian juga bisa baca cerita seru ala abg jaman sekarang, sekaligus kalian bisa tahu kenapa kalian ada yang nggak bisa vote and comment saat kalian ingin melakukan itu. Padahal kalian udah klik bintang dan udah nulis comment tapi ternyata gagal terus. Silahkan dicoba ya girls!

Well, kayaknya cuap - cuap nya cukup sekian dulu. Thanks buat yang udah vote and comment dichapter sebelumnya. Lope you all girls...

Cipok jauh dulu, muaaach ^^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top