1. Look at her
Author's POV.
Saat weekend seperti ini adalah saat - saat yang ditunggu oleh Ali dan Prilly. Karena anak lelaki kesayangan mereka pulang kerumah. Sejak Abyan bekerja, dia lebih memilih tinggal di apartment karena lebih dekat ke kantor. Mereka bisa berkumpul untuk menghabiskan quality time mereka bersama hanya saat hari sabtu dan minggu saja. Itupun jika anak bungsu mereka Mika, sedang tidak sibuk mengurusi kuliah S2nya.
Aily Mikaila Alexander, adik Abyan yang merupakan reinkarnasi dari Uminya. Gadis mungil berumur 21 tahun yang sedang melanjutkan kuliah S2nya disalah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Wajahnya yang seperti bule arab, putih dan berhidung mancung, ditambah rambutnya yang dicat berwarna coklat pirang membuat abangnya gemas bukan kepalang. Bukan hanya Abyan yang gemas, kedua orangtuanya pun dibuat geram olehnya.
Ali dan Prilly selalu memberikan kebebasan pada kedua anaknya untuk melakukan apapun yang mereka suka, namun mereka sama sekali tidak pernah melepaskan anaknya begitu saja. Mereka masih mengontrol anak - anak mereka dari jauh. Suara 8 oktaf Mika mulai terdengar pagi ini.
"Pagi Umi..." Serunya mendekati Uminya yang sedang memasak kemudian mencium pipi Uminya.
"Pagi mbak Ani..." Sapanya pada mbak Ani. Mbak Ani adalah anak mbok Surti, dan sekarang bekerja menggantikan ibunya. Dia juga istri dari mas Reza.
"Pagi sayang... tumben dah cantik, mau kemana?" Tanya Prilly.
"Pagi non..." Balas mbak Ani.
"Biasanya nggak cantik ya Umi?" Tanyanya kembali. Uminya pun tertawa.
"Cantik. Cuma biasanya kalo hari sabtu gini masih tutupan selimut dikamar. Mau kemana sayang?" Tanya Prilly.
"Aku mau kekampus Umi, dosennya ngeganti jadwal seenak jidatnya aja. Nggak tau apa waktunya bangun siang." Gerutu Mika. "Umi masak apa?" Tanyanya lagi.
"Nasi goreng mentega sama ayam katsu." Kata Umi.
"Enak nih!" Seru Mika.
Mika akhirnya membantu Uminya membuat Cappuccino untuk Abinya dan untuk abangnya.
"Belum selesai sayang?" Tanya Ali yang sudah memeluk istrinya dari belakang, sambil mencium leher istrinya.
"Bentar lagi Bi." Sahut Prilly.
"Ish... Ish... Ish. Pagi - pagi udah bikin bengek aja nih Abi. Berasa ngontrak nih sama mbak Ani." Cibir Mika. Mbak Ani tersenyum.
"Ish... Ish... Ish. Anak kecil nggak usah ngurusin urusan orang dewasa ya." Ledek Ali. Kemudian menggelitiki perut anaknya dari belakang.
"Abi geli... abi... ampun abi..." Teriak Mika.
" Umi tolooongin Mika umi..." Pekik Mika.
"Abiii... kebiasaan deh. Selalu bikin anaknya teriak-teriak. Lepasin Bi!" Perintah istrinya.
"Biar rame sayang..." Kata Ali. Kemudian menghentikan aktivitasnya. Dan tertawa membahana.
"Yuk sarapan. Mika, bangunin bang Byan gih sana!" Kata Prilly.
"Umi aja deh yang bangunin abang. Bikin naik darah tau kalo bangunin abang. Nanti cantiknya aku ilang Umi. Ya... ya... ya!" Ucap Mika memohon dengan mimik wajah seperti puppy yang lucu. Abinya langsung mencubit pipinya.
"Disuruh malah balik nyuruh. Nggak sopan. Gih sana!" Kata Ali. Prilly tersenyum.
Mika menghela nafasnya, dia tidak bisa membantah jika Abinya sudah mengeluarkan suaranya. Dengan kesal dia pun menaiki anak tangga kekamar abangnya. Abangnya adalah fotocopy dari Abinya, kebiasaan dan tingkah laku mereka sama. Dan mereka paling susah jika dibangunkan.
"Abaaaaang... banguuun..." Teriak Mika dengan suara 8 oktafnya.
Abangnya sama sekali tidak bergeming. Dia tak bergerak sedikitpun. Jelas saja, ditelinganya masih ada headset yang terpasang. Mika mendengus kesal. Dia langsung melepas headset itu.
"Bang byaaaaaan banguuun..." Teriaknya lagi sambil mengguncang guncangkan tubuh abangnya.
"Berisik lo!!" Teriak Abyan.
"Bangun bang! Udah ditunggu Umi sama Abi buat sarapan." Kata Mika
"Iye... iye... nanti gue turun." Balas Byan malas.
"Awas lo tidur lagi. Gue bangunin lo pake Toa!" Ancam Mika.
"Iye!" Pekik Byan kesal.
Mika akhirnya keluar dengan senyum nakalnya. Kemudian turun dan langsung duduk dimeja makan untuk sarapan pagi bersama. Byan turun menyusuri tangga dengan malas. Dia mengacak acak rambutnya.
"Pagi Umi... pagi Abi..." Sapanya pada kedua orang tuanya.
"Pagi sayang..." Kata Prilly.
"Pagi Toa..." Ucap Byan pada adiknya sambil mengacak acak rambut adiknya. Dan duduk disebelah Mika.
"Abang!! Sue lo ya! Gue mau kekampus tau. Malah ngacak - ngacak rambut gue." Pekik Mika kesal. Kemudian mencubit keras lengan abangnya.
"Aduuuuh..." teriak Abyan. Dengan cepat Abyan langsung menarik adiknya dan mengetekinya.
"Umiiii... tolooong..." Teriak Mika.
"Byan!" Kata Prilly sambil menggeleng - gelengkan kepalanya, tanda agar Byan melepaskan adiknya. Ali hanya terkekeh melihat tingkah laku anaknya.
"Bi." Pekik Prilly sambil memelototi suaminya. Ali tersenyum.
"Byan lepas!" Perintah Ali.
Akhirnya Byan melepaskan adiknya. Kemudian tawanya pun pecah. Mika dengan kesal merapikan rambutnya, mulutnya sudah mulai mengerucut cemberut.
"Udah ayo makan nanti keburu dingin." Kata Prilly.
Setelah makan, mereka mengobrol sambil menikmati buah yang sudah Prilly siapkan. Dan masih seperti biasa, Abyan dan Mika ribut.
"Bang... nanti malam Abi sama Umi nggak bisa datang ke pestanya Nial. Umi sama Abi nitip salam aja ya." Kata Prilly membuka obrolannya.
"Iya Umi... nanti Abyan sampein." Sahut Abyan sambil menikmati buah anggurnya.
"Kamu pergi sama siapa Yan nanti malam?" Tanya Ali pada Byan.
"Sendirianlah Bi, abangkan jones." Celetuk Mika sebelum Abyan menjawab.
"Jones??" Tanya Prilly dan Ali bersamaan. Mika tertawa keras.
"Ish... ish... ish. emang sehati ya Abi Umi. Hahaha." Ucap Mika.
"Jones itu jomblo ngenes Abi Umi." Jelas Mika.
"Enak aja lo, gue bukan jones tapi jojoba." Seloroh Abyan.
"Hah... bahasanya kalian bikin Umi pusing." Kata Prilly.
"Jojoba itu jomblo - jomblo bahagia umi." Jelas Ali. Mika terkejut.
"Ko Abi tahu?? tadi aja nggak tau." Tanya Mika penasaran.
"Abi kan gahol. Tadi itu bukannya nggak tahu, cuma kaget aja, abangmu ternyata masih jones." Kata Ali kemudian tertawa.
Abyan mendengus kesal. Mika tertawa puas. Dan Prilly hanya tersenyum melihat suami dan anak-anaknya yang selalu membuatnya bahagia.
***
Keiza's POV.
Setelah aku memarkirkan mobilku dengan rapi dipelataran cafe, aku langsung melangkahkan kakiku untuk segera memasuki cafe milikku dan juga sahabatku. Ours Cafe. Cafe yang aku dirikan bersama sahabatku sejak delapan tahun yang lalu saat kami masih duduk dibangku kuliah. Hobby kami yang suka memasak dan membuat kue, memberanikan kami untuk mencoba mencari receh dari hasil keringat kami sendiri. Tentunya bukan hal mudah buat aku dan sahabatku untuk bisa menjadikan cafe ini menjadi besar seperti sekarang. Kami hampir putus asa saat itu. Tapi bunda yang saat itu selalu memberiku semangat sehingga aku dan sahabatku bisa mewujudkan cita-cita kecil kami.
Putri Kanaya Ibrahim, sahabatku sejak aku duduk dibangku SMA. Dia satu-satunya sahabat yang aku miliki. Kami juga kuliah di kampus yang sama dengan jurusan yang berbeda sampai S2 kami selesai. Dia yang mengambil jurusan Psikologi dan aku yang mengambil jurusan Arsitek. Berbeda denganku yang sudah bekerja disebuah perusahaan yang terkenal, sahabatku lebih memilih bekerja mengurusi cafe ini. Dengan tangannya sendiri dia membuat menu - menu baru agar pelanggan tak bosan. Dia tidak pernah mempermasalahkan jika aku tidak menjenguknya dicafe, karena dia tahu kesibukanku. Jangan kira aku bekerja diperusahaan ayahku, karena aku sama sekali tidak berminat bekerja disana.
Aku melangkahkan kakiku didapur, aku tahu dia pasti berada disana. Karena didepan tadi dia tidak ada.
"Door..." Seruku mengagetkannya.
"Astaghfirullahhaladzim..." Pekiknya keras. Aku terkekeh.
"Kebiasaan deh kamu Kei..." Ucapnya padaku. Aku tersenyum melihatnya.
"Pashminanya baru nih..." Godaku padanya.
Putri, sahabatku adalah gadis berjilbab. Sedari dulu aku mengenalnya, dia sudah mengenakan jilbabnya. Putri cantik, amat cantik. Kulitnya Putih, wajahnya perpaduan Arab dan Perancis. Darah Arab dari ibunya, dan darah Perancis dari ayahnya. Pembawaannya yang kalem membuatku selalu nyaman berada didekatnya. Dia seperti kakak buatku. Dia yang selalu bisa menenangkanku setelah bunda meninggalkanku.
"Cie... perhatian banget sama aku." Balas Putri. Kamipun tertawa bersama.
Aku membantunya untuk membuat menu baru. Putri mencoba membuat burger sehat. Pattynya dia buat dari ikan dan sayur bayam. Rotinya pun dia buat berwarna hijau. Entah dapat ide darimana dia itu. Setelah selesai membuatnya, aku dan Putri mencicipinya sebelum kami menjadikan menu dicafe kami. Selain membuat menu sendiri, kami juga tester disini. Setelah kami mencicipi, kami juga akan meminta para pegawai cafe kami mencicipinya juga, apakah makanan itu layak atau tidak.
"Ada apa Kei? Ko kamu ngelihatinnya gitu banget. Ada yang aneh?" Tanya Putri padaku yang sedang memandangnya. Aku menggeleng. Kemudian tersenyum.
"Aku pengen deh kaya kamu Put. Kamu selalu terlihat tenang, hidup kamu seperti nggak punya beban. Rasanya kamu ini nggak pernah punya masalah." Kataku padanya. Dia menghentikan makan burgernya.
"Semua orang yang masih bernafas itu selalu punya masalah Kei. Tergantung kita, bagaimana menyikapi masalah itu." Jelasnya padaku.
"Caranya? Kamu jarang cerita masalah kamu sama aku." Kataku.
"Karena aku selalu cerita padaNya. Bukannya aku nggak mau cerita sama kamu. Terkadang ada hal yang nggak bisa aku ceritain sama kamu. Kamu juga gitu kan?" Jelas Putri lagi.
Putri memang jarang cerita masalahnya padaku. Setiap hari dia selalu ceria dan tersenyum. Aku tidak pernah melihatnya sedih atau menangis. Menurutku dia adalah wanita terkuat setelah bunda. Namun dia selalu tahu saat aku sedang sedih atau aku sedang ada masalah. Dia selalu bisa membuatku menceritakan apa yang aku alami. Aku rasa ini karena dia seorang Psikolog, walaupun dia belum membuka praktek sendiri. Dia lebih suka berada dicafe, menghabiskan waktunya dengan hobbynya.
"Padanya?? Dia siapa?" Tanyaku penasaran.
"Allah. Tuhan kamu Kei." Ucapnya padaku. Aku terdiam.
"Come on Kei. Sampai kapan kamu kayak gini? Bunda pasti sedih ngelihat kamu kayak gini." Katanya padaku.
"Allah kamu sama Tuhan aku beda Put." Jawabku.
"Berapa kali aku bilang sama kamu. Allah itu satu, Tuhan itu satu. Dia itu tunggal." Ucapnya lagi. "Kalau kamu dekat denganNya, Dia juga akan dekat dengan kamu. Tapi sebaliknya, kalau kamu jauh, maka Dia juga jauh. You know what I mean, Kei?" Jelasnya padaku.
Ya, sejak bunda meninggal aku seperti kehilangan separuh jiwaku. Rasanya kosong, tidak ada lagi yang mengajariku soal agama. Ayah, berbeda keyakinan dengan kami. Dia muslim. Aku memang dibesarkan dari keluarga yang berbeda keyakinan. Semua keluarga besarku seperti itu. Aku pun sudah jarang beribadah, entahlah. Aku limbung, saat bunda pergi meninggalkanku.
"Do you follow me, Kei?" Tanyanya kembali. Aku masih memandang wajahnya yang teduh. Aku mengangguk, bathinku bergejolak saat ini. Dadaku serasa sesak.
"Nanti malam kamu temenin aku ya Put, ke pestanya Rara." Kataku yang mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Rara yang dulu kamu ceritain itu??" Tanyanya padaku. Aku mengangguk.
"Iya. Dia sudah menikah bulan kemarin di London. Nanti malam pesta resepsinya. Akhirnya dia bisa berhenti juga dari pekerjaannya itu." Ceritaku padanya.
"Ko nikahnya jauh banget. Bukannya dia orang Bali? Kenapa nggak di Bali aja? Kan so sweet tuh di Bali." Ucapnya lagi.
"Mereka beda keyakinan. Jadi nggak bisa nikah di Indonesia. Tau kan keyakinan orang Bali, dan suaminya kaya aku." Jelasku padanya. Dan Putri membalasnya dengan ber-oh ria.
"Gimana Put? Mau ya? Tega kamu, aku kan jomblo Put." Ucapku memohon.
"Iya Keiza sayang, aku temenin." Balasnya padaku.
Setelah selesai makan, aku mengajaknya ke Boutique milik tante Indira, tanteku, saudara sepupu Ayah. Aku akan mengambil pesanan kebayaku dan juga kebaya untuk Putri. Putri tidak mengetahuinya, ini hadiah untuknya. Aku melajukan mobilku ketempat boutique tante Indira. Beruntung aku tidak terjebak macet. Karena aku tidak ingin mood ku yang cerah ini berubah seketika karena macet.
***
Abyan's POV.
Aku memandang bayangan diriku sendiri dari cermin, bayangan yang sangat mirip dengan Abiku. Dengan tuxedo berwarna abu - abu yang diberikan oleh Nial, aku tersenyum menatap diriku sendiri. Aku ingat saat Nial melamar Rara dengan caranya yang aneh itu. Aku pikir dia sedang bercanda, namun ternyata dia membuktikan ucapannya. Satu bulan kemudian, Nial melamar Rara secara resmi di Bali, ditempat tinggal asli Rara, tempat dimana ibu dan adik Rara tinggal. Dua bulan kemudian Dia menikahi Rara di London, karena mereka berbeda keyakinan. Dan di bulan ke empat ini, dia baru mengadakan resepsinya.
Aku senang karena akhirnya Nial bisa berhenti dari statusnya sebagai playboy. Dan ternyata Nial sudah lama menyukai Rara, hanya saja Rara selalu menganggapnya seperti laki - laki lain yang berketurunan zebra, sama seperti pelanggan Rara yang lain. Setelah merapikan rambut dengan jambul yang selalu on, sepatu pentofel hitam, aku langsung bergegas berangkat ketempat resepsi Nial dilaksanakan.
Aku melajukan mobil Sport Feraryku menyusuri jalanan ibu kota yang cukup semrawut ini dengan kecepatan sedang. Beruntung malam ini tidak macet seperti malam minggu biasanya. Lagu Janji Suci - Yovie Nuno menemaniku saat ini. Lagu yang romantis untuk melamar seorang perempuan yang menjadi pujaan. Aih, terkadang aku merutuki nasibku sendiri saat ini, yang belum memiliki pasangan. Dengan wajahku yang sangat tampan, aku yakin bisa dengan mudah mendapatkan seorang perempuan yang aku inginkan. Tapi hatiku berkata lain, entah kenapa dia seperti menutup pintunya rapat-rapat. Tapi sepertinya pintu itu mulai sedikit terbuka, saat aku terkesima melihat gadis itu. Tanpa sadar aku menyunggingkan senyumku saat mengingat gadis itu. Keiza.
Akhirnya aku sampai ditempat tujuanku. Setelah memarkirkan mobil Ferary ku, aku menghampiri sahabatku Boy yang baru keluar dari mobil mewahnya. Mobilnya selalu berganti-ganti, seperti dia mengganti-ganti pasangannya. Seperti biasa kami berjabat tangan ala lelaki. Aku berjalan dibelakang Boy yang menggandeng wanitanya dengan posesif, aku hanya menggeleng gelengkan kepalaku. Bisa-bisanya dia seperti itu pada setiap wanita.
"Hi Bro... congratulation." Ucap Boy pada Nial sambil menjabat tangannya.
"Selamat ya Mrs. Nial." Lanjut Boy pada Rara.
"Thank You. Kapan insyaf??" Tanya Nial.
"Gaya lo bro. Baru insyaf aja udah sombong. Ati-ati kalo belum bisa move on." Celoteh Boy. Aku hanya tersenyum. Rara langsung melotot tajam pada Boy. Tawa kamipun pecah.
"Selamat ya Ra. Selamat Bro." Ucapku pada Rara dan Nial sambil menjabat tangan mereka bergantian.
"Makasih bang Byan." Balas Rara.
"Thank You bro. Semoga disini lo bisa ketemu jodoh lo Yan." Kata Nial. Aku tersenyum dan mengangguk. Dan entah mengapa Aku teringat gadis itu kembali.
Resepsi pernikahan Nial seperti ajang reuni SMA. Aku bisa bertemu dengan teman-teman lamaku. Dan bertemu dengan beberapa fansku dulu, teman-teman perempuanku yang genitnya parah sampai membuat bulu kudukku merinding saat melihat mereka. Dandanan mereka tidak terlalu buruk, tapi attitude mereka yang buruk, tidak pernah berubah. Akhirnya aku menjauh dari kerumunan itu untuk bisa bernafas. Boy hanya tertawa padaku. Aku mendengus kesal.
Aku terpaku, saat aku melihat seorang wanita bertubuh mungil berjalan diatas panggung. Dia sangat cantik dengan kebaya hitam berlengan pendek, dipadu dengan bawahan batik selutut yang sangat matching dengan kebayanya. Sorot mata yang tajam, hidungnya yang runcing, dan bibirnya yang tipis, sungguh membuatnya semakin mempesona. Aku tidak yakin, apakah dia indo atau bukan. Kulitnya yang tak seputih Umi ataupun Mika menunjukkan bahwa dia perempuan asli Indonesia. Kulitnya yang kuning langsat membuatnya bersinar saat lampu menyorotnya. Rambutnya yang berwarna pirang seperti Mika, ditata dengan rapi dan dibiarkan tergerai, membuatnya semakin anggun. High heels nya yang lumayan tinggi membuatnya semakin terlihat sempurna. How beautiful she is! Aku menyunggingkan senyumku kembali.
"Selamat malam semua. Malam ini saya akan membawakan sebuah lagu untuk para hadirin semua, semoga bisa menghibur. This is special for you Rara, it's your favourite song." Kata perempuan cantik itu. Aku tersenyum.
Hearts beats fast
Colors and promises
How do be brave
How can I love when I'm afraid to fall But wacthing you stand alone
All of my doubt
Suddenly goes away somehow
One step closer...
I have died everyday
Waiting for you
Darling, don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thaousand more.
Time stands still
Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything
Take away
What's standing in front of me
Every breath,
Every hour has come to this
One step closer...
I have died everyday
Waiting for you
Darling, don't be afraid
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more
And all along I believed
I would find you
Time has brought
You heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more
Suara gemuruh tepuk tangan menggema diseluruh Ballroom. Aku kembali tersenyum. Tersenyum lebar karena bisa melihatnya kembali dengan suasana yang berbeda. Dia jauh terlihat lebih cantik dari sebelumnya. Senyumnya yang manis membuatnya semakin terlihat cantik.
"Cantik??" Suara seseorang dengan lirih.
"Cantik." Jawabku tanpa sadar. Kemudian suara tawapun terdengar. Aku terkejut.
"Kayaknya dia nih yang bakal bikin dunia lo jungkir balik." Kata Boy.
"Maybe." Ucapku singkat.
Aku kembali tersenyum. Kemudian berjalan meninggalkan sahabatku Boy yang masih terkekeh menertawakanku. Aku tidak tahu, perasaan apa yang aku rasakan saat ini. Melihatnya dari jauh membuatku gembira setengah mati. Bukan hanya itu, sampai detik ini jantungku masih berdegup tak beraturan. Dia seperti ingin lompat dari posisinya. Sungguh membuatku bingung. Keiza, kau membuatku gila Kei.
Tbc.
-----
Hi semua...
Makasih buat yang udah setia menunggu ceritaku. Makasih juga buat yg udah vote and comment kemarin. Voment kalian yang buat aku bangkit.
Maaf ya buat yang belum bisa move on dari cerita kemarin yang this is cinta. Aku cuma pengen bikin sesuatu yang beda. Aku cuma pengen tahu, seberapa jauh aku bisa menghayal dengan bebas. Aku minta maaf, karena view cast nya nggak kaya kemarin. Aku nggak mau jadi ribut atau malah jadi bully sana sini. Aku harap kalian semua bisa membaca ceritaku dari sisi yang positif.
Aku nggak maksa kalian buat suka sama ceritaku yang ini, karena ceritanya bakal jauh banget sama cerita sebelumnya. Buat yang suka terima kasih. Buat yang nggak suka, tolong jangan sembunyi-sembunyi buat baca. I don't like it.
Semoga kalian masih berkenan membacanya.
Please vote and comment if you like it.
Thanks ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top