09. Kejutan Bahagia
| Bayangan bidadari terlukis di wajah manismu. Apalagi tarian balet yang anggun itu, kau harus tahu bahwa aku menyukaimu sejak kali pertama kita bertemu |
—Sabda Yio
Pertemuan kita bukan kesengajaan, tapi pertemuan kita mengantarkan kepada keabadian. —Sabda Yio
The art of eye contact.
—Belind
-😍HAPPY READING YA GUYS😍-
Di mana lagi Belind sekarang kalau tidak pulang dengan jalan kaki. Walau matahari sore sudah beralih arah menjadi sedikit tanpa sinar yang menyengat, Belind masih bisa merasakan sapuan angin yang di hasilkan oleh pepohonan di samping kanan kirinya.
Kekesalan terus bertambah bila harus mengingat kejadian di perpustakaan tadi. Harusnya Belind bisa fokus membaca dan menyimpan setiap kalimat dalam buku itu untuk ia ingat ketika latihan balet nanti. Setidaknya untuk latihan dasarnya. Namun, sebuah pengganggu datang tanpa permisi membuat suasana berubah yang tadinya adem menjadi penuh luapan emosi.
Kalau saja diibaratkan, aku adalah api yang sangat membara sedang Yio adalah air yang tak bisa membuatku padam. Begitulah gambaran aku dan Yio ketika bersatu. Air mungkin bisa melunakkan api, tapi dibutuhkan waktu dan lebih banyak takaran air untuk bisa berusaha padam. Mungkin, begitu yang sekarang terjadi dengan kedua anak remaja yang saling berbeda keinginan itu.
Yio menginginkan Belind, Belind malah sebaliknya tak menginginkan Yio.
Kaki Belind terus melangkah menuju rumah. Jalanan yang sepi sudah menjadi teman Belind ketika melewati jalan itu, ada, mungkin hanya Abang ojek online yang hanya satu atau dua yang lewat. Kadang, Belind memilih untuk bersenandung berusaha mencairkan suasana supaya tak terkesan sunyi.
Belind lupa, earphone, dia baru ingat. Earphone yang diberikan bunda kepadanya untuk menemani harinya jika merasa kesepian. Barulah Belind berhenti untuk mengambil benda itu yang sudah ada di dalam tasnya.
Menyambungkan dengan ponselnya, menaruh di telinganya. Membuka aplikasi yang katanya gudang lagu itu dan memilih playlist yang sudah pernah Belind buat sebelumnya. Playlist Lofi – Dreams & Chillout Beats yang sekarang di pilih Belind.
Dengan suasana hatinya sekarang, kumpulan lagu santai dengan intermezo atau selingan menenangkan jiwa adalah pilihan tepat tertuju pada musik Lo-Fi. Bahkan beberapa playlist yang Belind buat hampir semuanya adalah kumpulan lagu Lo-Fi yang bisa memenangkan dan memberi efek relaksasi akibat aktivitas yang berat dan penat yang sudah dilewati.
Kebiasaan mendengar musik bergenre Lo-Fi bahkan sudah Belind lakukan semenjak dia menduduki bangku SMP. Tugas sekolah kadang membuatnya pusing dan lelah, itulah alasannya ia menemukan dan begitu menyukai playlist lagu Lo-Fi bahkan juga sebagai pengantar tidurnya atau sekedar teman begadang malamnya.
Bahkan, belum banyak orang yang mengetahui chill adalah genre musik yang didalamnya terdapat Lo-Fi beats yang selalu sopan masuk ke telinga didengarkan ketika lelah selain musik jazz yang juga memiliki alunan lembut, tapi jazz selalu enak didengarkan ketika sedang berada di dalam ruangan sendirian jadi pengantar tidur pun juga cocok.
Genre musik Lo-Fi sudah akrab di telinga dan digandrungi kebanyakan kaum milenial seperti Belind sekarang. Uniknya, lirik yang disisipkan dalam musik Lo-Fi juga tidak banyak, bahkan ada pula yang hanya berupa instrumen. Itulah perbedaan dari musik lainnya yang lebih banyak lirik daripada instrumennya.
Dalam musik Lo-Fi, terselip beberapa efek suara seperti rintik hujan, kicauan burung, langkah kaki atau bahkan percakapan dua arah yang membuat kita yang mendengarkan seolah masuk ke dalam suasana tersebut. Hingga kesan fokus dan rileks tercipta dengan sendirinya.
Mendengarkan musik ini, memberikan pengaruh positif dan efektifnya bahkan bisa untuk menambah konsentrasi dalam belajar dan bekerja. Itu mengapa Belind memilih mendengarkan musik Lo-Fi ketika sedang dalam suasana hati yang kurang baik atau sekedar menemani perasaan kesepiannya.
Kaki Belind terus melangkah, hingga tanpa sadar sudah berada di depan komplek perumahannya. Belind menurunkan earphone ke bawah lehernya, walaupun suaranya masih bisa terdengar namun tak terlalu keras. Disapanya Pak Satpam komplek yang tengah bertugas menjaga di samping pos. Pas Satpam dengan senyum semangat membalas bak tentara gagah sehabis mendengar intruksi dari atasan, komplit dengan hormat ke arahku. Aku dan Pak Satpam sama-sama tertawa kecil, akhirnya aku pun melanjutkan langkah menuju rumah setelah mengucapkan salam kepada Pak Satpam.
Earphone ku tarik menutupi kupingku lagi.
Dari arah belakang, datang seorang yang mengendarai sepeda motor yang derunya tak bisa Belind dengar karena kedua kupinya ia tutup dengan earphone. Yio mengucap salam di atas motornya kepada Pak Satpam sebelum akhirnya dia masuk ke dalam komplek perumahan.
Masih setia mengikuti dari belakang dengan motor yang sengaja di kendarai lambat karena di depan ada bidadarinya yang berjalan ke arah rumah dengan sedikit menggerakkan tangan atau menari menikmati musik yang dia dengar.
Yio tersenyum melihat tingkah Belind ternyata di belakangnya begini.
"Lucu juga."
Sambarnya masih tersenyum dan geleng-geleng kepala melihatnya. Ingin tahu genre musik apa yang perempuan manis itu sukai dan lagu favorit nya. Mungkin nanti dia bisa menyanyikan atau mengiringi lagu kesukaan Belind dengan sepenuh hati Yio. Ah, terlalu jauh Yio berfikirnya. Belind aja masih marah, bagaimana bisa Yio akan bertanya seperti itu.
Tak terasa, Belind sudah sampai di depan rumahnya. Buru-buru dia membuka pagar, namun dari arah belakangnya Yio sedikit berlari kecil mencoba mencegah Belind lebih masuk ke dalam rumahnya.
Karena tiba-tiba, Belind berbalik karena ada tangan yang mencegahnya sehingga dia kaget dan seperti akan jatuh. Untung tangan Yio sigap memegangi lengan Belind sehingga tak jadi jatuh.
Belind mencoba biasa saja dengan perilaku Yio yang berusaha memeganginya. Beberapa detik bertatapan dengan Yio tak membuat amarahnya mereda. Yio malah menatap Belind dengan tatapan harap yang selalu saja sulit diartikan. Dia mencoba memberi perilaku kasih sayangnya dalam bentuk lain. Karena terkesan selalu Belind abaikan, namun gentar yang ada dalam diri Yio tak bisa dirobohkan begitu saja. Belind adalah alasan paling Yio inginkan di dunia ini.
Sejak pertama kali melihat wajah Belind, Yio seketika teringat oleh wajah seseorang yang begitu dia sayang. Namun, beliau sudah tiada dua tahun yang lalu. Mama Yio adalah alasan mengapa Yio terus mengejar Belind. Karena kelopak mata, hidung, bahkan bibirnya mirip sekali dengan mamanya. Yio merasa duplikat mamanya ada dalam tubuh Belind. Itu sebabnya, Yio seperti melihat mamanya hidup kembali namun dalam tubuh wanita yang berbeda, jauh lebih muda dan sama cantiknya dengan mama yang telah melahirkannya ke dunia.
Tatapan itu berakhir karena Belind melepas dengan kasar tangan Yio dari lengannya. "ihh Yi, ngapain sih?"
"Nggak, aku cuma mau minta maaf aja."
Mendengar kalimat permintaan maaf Yio, Belind rasa akan banyak kalimat semacam itu yang kedepannya akan sering dia dengar keluar dari mulut Yio. "Yi, kalau kamu masih sama bertingkah rese kayak tadi mending ucapan minta maaf itu kamu simpen dulu. Aku rasa bukan sekarang kamu bilang maaf ke aku kalau sikap kamu masih sama aja nggak berubah."
"Lind, aku beneran mau minta maaf dan janji akan berubah."
"Aku janji nggak akan datang tiba-tiba, aku janji nggak akan buat kamu bete, aku janji nggak akan narik tangan kamu asal kamu nurut, aku janji nggak akan paksa kamu aku juga mau dengerin apa kata kamu. Aku janji sayang, please maafin aku."
Belind menarik nafas panjang dengan melihat wajah Yio yang barusan mengatakan kalimat permintaan maaf itu di hadapannya.
"Nggak segampang itu sih, kamu harus buat kesepakatan sama aku biar aku bisa percaya sama kamu Yi."
"Oke, apa?"
Tak lagi menjawab, Belind memilih untuk membuka pagar rumahnya dan masuk ke dalam rumah meninggalkan Yio yang masih diselimuti kebingungan akan kesepakatan yang akan dibuat bersama.
-yio&anne-
Kak Diana :
Bel, nanti balik sekolah kumpul di sanggar seni jam 4 jangan telat ok😻😽
Belind mendapatkan pesan itu saat dia baru sarapan tadi pagi. Sambil menimang untuk apa anak-anak dikumpulkan padahal hari ini bukan hari latihan atau sekedar kumpul biasa. Ah, biar dia yang akan memastikan nantinya.
Bel tanda masuk masih kurang 10 menit lagi, namun yang lain masih ada yang belum datang atau sedang dalam perjalanan menuju kelas.
Seperti rutinitas pagi, Ulfa selalu berangkat awal tapi bukan yang paling pertama datang, hanya untuk menyalin pekerjaan rumah dari Bu Sekar—pelajaran kimia membuat otaknya ingin meledak. Itu sebabnya dia memilih untuk menyalin saja daripada pusing mikirin jawaban yang belum tentu dia akan tepat menemukannya.
"Fa, kok lo bisa ya dapat 10 besar tapi kimia payah gini??" Tanya Galuh yang harus dengan lapang dada memberikan hasil pemikiran semalamnya di contek oleh teman sebangku alias Ulfa.
"Ha? Bentar deh Luh kurang dua nomor lagi takut nggak keburu."
Galuh hanya selalu bisa menerima hal itu dan memakluminya. Toh keduanya punya kelebihan masing-masing. Ulfa jago biologi dan fisika sedang Galuh jago matematika dan kimia. Jadi, keduanya bisa saling melengkapi untuk bisa maju dan sukses bareng.
Aku samar-samar menoleh ke arah meja mereka berdua, hanya di hadapan Ulfa buku tulis dan buku teori terbuka hampir memenuhi meja. Galuh masih sabar-sabarnya menemani hingga nanti lulus apalagi mereka sebelumnya juga sudah kenal dekat.
"Luh, yang sabar yaaa." Ucapku ketika Galuh berpaling arah, dengan nada sangat kecil supaya hanya Galuh yang dapat mendengarnya.
Galuh membalas 'ok' melalui jempol dan jari telunjuknya sambil tersenyum sekilas. Aku membalas senyuman itu sebagai tanda bahwa itu tak akan membuat masalah besar atau membuat hubungan persahabatan yang sudah lama terbentuk jadi renggang.
Aku melanjutkan membuka ponselku yang tadi terhenti, membuka roomchat dengan bunda. Aku kangen sekali dengan bunda dan ayah. Padahal belum genap satu minggu aku pergi dari Jakarta, tapi rasanya seperti lama sekali aku meninggalkannya.
Saat sedang men-schroll ada notifikasi pesan baru masuk namun dari nomor tak dikenal. Karena penasaran, ku buka dan terlihat satu pesan yang bisa ku tebak siapa pengirimnya.
081276454*** :
Lind, nnt aku tunggu pulang sekolah di lorong dpn ya katanya mau bwt kesepakatan
Aku membalasnya sebelum bel masuk berbunyi dan aku harus menyimpan ponsel itu karena selama kelas berlangsung ponsel tidak boleh dioperasikan, kalau ketahuan bisa-bisa diambil dan pengembaliannya nanti kalau sudah dinyatakan lulus dari sekolah. Fatal sekali kan kalau sampai ketahuan. Apalagi sama Bu Sekar, jangan deh.
Nnt mlm aja yi, aku plg masi ada kumpul sm anak-anak di sanggar
Saat ku lihat tanda pesanku sudah dibaca oleh Yio, aku menutup ponselku dan ku masukkan kedalam tas. Mengambil buku pelajaran pertama, duduk manis sambil sesekali menggoda Galuh yang masih dengan suasana hati kurang baik. Ulfa bodo amat dengan itu, nanti juga keadaannya akan kembali normal seperti biasa. Karena Ulfa terlalu sering mendapatkan perilaku dari Galuh yang suka memarahinya apalagi sikap cueknya, saking hafalnya bahkan tak butuh waktu lama Galuh akan bertahan dengan diamnya. Mana bisa, Ulfa terkenal cerewet dan selalu menanyakan kepadanya ketika guru sedang menjelaskan di depan kelas oleh salah dua penuturan yang tak terlalu jelas ditangkap oleh Ulfa.
Jadi, sebagaimana Galuh diam akhirnya pun akan berusaha menjawab pertanyaan Ulfa dengan penjelasan yang mudah di pahami.
Itulah, yang membuat hubungan sehat walau sedang dilanda gemuruh amarah. Ulfa punya cara untuk meredakan, dan Galuh juga masih ada rasa setia kawan kepada sahabatnya itu.
Sebesar-besarnya rasa marah atau jengkel, keduanya akan terlihat akur dalam waktu dekat.
-yio&anne-
Belind berjalan dari arah tangga menuju gedung sanggar seni, gedung yang berada terpisah dari gedung lain tetapi masih satu lingkup sekolah. Perasaan sedikit campur aduk dalam hatinya, karena entah mengapa anak-anak kembali di kumpulkan lagi. Padahal hari latihan masih besok.
Tak mau sedikit melewatkan, bahkan sebelum jam tepat menunjuk arah angka 4 Belind sudah bergegas menuju instruksi yang tadi pagi Kak Diana suruh kepadanya. Saat melewati lorong IPS, Belind tak sengaja bertemu dengan Kiky yang berjalan keluar dari kelasnya.
Ku sapa Kiky yang sepertinya terlihat buru-buru, "Kiky..." Panggilku.
Lorong itu memang tak seramai saat anak-anak keluar kelas setelah mendengar bel pulang berbunyi, bukan seperti berhamburan. Tapi, ada beberapa anak yang berjalan atau hanya duduk di kursi depan kelas seperti menunggu seseorang atau jemputan.
Kiky yang ku panggil menoleh dan melihat ke arahku, "eh Belind, aku hari ini izin dulu nih udah ada janjian soalnya. Aku udah bilang sama kak Nisa tadi, maaf ya Lind. Nanti kalau ada kabar apa aku infoin ya! Bye." Ucapnya terburu hingga dia meninggalkan aku yang ingin mengajaknya berjalan bersama ke sanggar, karena barusan dia bilang kalau tak bisa ikut kumpul ya jadinya aku terpaksa sendirian kali ini.
Setelah melewati lorong IPS, aku masih harus melewati lorong praktikum yang selalu di gunakan anak-anak ambis IPA untuk melakukan penelitian. Di pojok lorong itu ada gedung terpisah yang dimana sanggar seni berada. Dari jauh terlihat beberapa senior yang sedang berdiri berkerumun di depan sanggar, terlihat juga ada yang masuk ke dalam. Namun aku tak melihat Kak Diana ada di antara kerumunan itu.
Saat aku datang, kerumunan itu sedikit melonggar dan kakak senior melihat ke arah datangnya aku yang sendirian.
"Kak ini kumpulnya di dalam ya?" Tanyaku sambil menunjuk arah pintu yang terbuka sebelah.
"Iya dek, masuk aja dulu." Jawab kakak senior berambut sepundak yang belum ku kenali, kakak yang lain juga memberi arahan mata menuju pintu menandakan 'masuk aja'.
"Makasih kak." Balasku kemudian berlalu masuk ke dalam sanggar.
Di dalam sepi, hanya ada empat anak yang sedang berbincang dan ku lihat ada Kak Nisa di sana.
"Belind ya?" Tanya Kak Nisa kepadaku dengan posisi melihat ke arahku saat sedang berdiri dengan tiga temannya yang lain yang selanjutnya ikut melihat ke arahku.
"Iya kak."
"Sini duduk." Ajaknya seperti ingin mengajakku berbincang.
Aku hanya mengikuti, sedang ketiga kakak yang lain tadi kini menjauh karena memang tahu akan ada hal serius yang akan Nisa sampaikan kepadaku, jadinya mereka berjalan menuju kaca besar sedang berusaha menggeser kardus besar sebanyak 3 buah secara berkala.
"Dengar-dengar kamu pas kecil dah pernah ikut kelas balet ya?" Tiba-tiba aku mendapat pertanyaan yang aku sendiri kaget ketika mendengarnya.
"Kok kakak tahu?" Raut mukaku jelas menandakan kebingungan.
Kak Nisa hanya tertawa mendengar balasanku seperti ajaib aja darimana bisa tahu padahal aku belum membocorkan hal itu kepada siapapun. Kak Nisa bergeser mendekatiku, "kamu kenal sama Bu Prita kan?"
Nama itu, aku mengenal nama itu 11 tahun yang lalu. Sekarang, aku pun tak mengetahui bahkan setelah kelas baletku selesai aku seperti kehilangan kabar dari Bu Prita lagi.
"Bu Prita?" Tegasku kalau saja Kak Nisa salah menyebutkan nama.
"Iya. Bu Prita guru balet di Marlupy Dance, kamu kenal beliau kan?" Penjelasan Kak Nisa memang tak sebanyak pembukaan UUD 1945, hanya seperti proklamasi kemerdekaan yang singkat dan jelas. Aku langsung paham dan memang kenal dengan Bu Prita—guru les baletku dulu.
"Kenal kak, kok kakak bisa tahu Bu Prita?"
"Dia yang mengajar ekstra balet di sini Lind."
Tidak tahu harus menunjukkan ekspresi seperti apa, sangat kaget tentunya. Tak menyangka akan kembali bertemu dengan Bu Prita lagi, padahal terhitung 9 tahun lamanya tak saling berkabar dan bertemu di kelas balet beliau.
"Kak beneran? Kakak nggak bohong kan?" Masih belum percaya dan belum yakin 100% atas penuturan Kak Nisa. Aku seperti mendapatkan hadiah yang bertahun-tahun tersembunyi dan muncul sebagai hadiah terbaik seumur hidupku.
"Enggak Lind, kamu liat aja besok ya." Ucap Kak Nisa diselingi senyum yang juga ikut merasakan betapa bahagia dan sekaligus terkejut atas kabar baik itu.
Aku hanya mengangguk sembari memegang tangan Kak Nisa ingin ku ajak merayakan kesenangan itu dengan berlonjak bersama. "Kak, aku bener-bener nggak nyangka."
"Kakak tahu ini pasti bakal mengejutkan kamu, biar besok kamu bisa mempersiapkan makanya kakak kasih tahu sekarang."
"Kak Nisa, makasih banget." Ucapku sekarang merangkul tubuh kak Nisa saking senang dan harunya mendapat kabar bahagia yang sebelumnya tak pernah bisa ku bayangkan akan terjadi lagi dalam hidupku bisa bertemu Bu Prita lagi.
Merasa perlahan anak-anak yang lainnya sudah datang, aku mengusap air mata bahagia sebelum kembali mengucap terima kasih kepada kak Nisa. Lalu ku katakan ingin mengikuti anak yang lain duduk di depan kaca besar tempat berlatih balet yang kali ini digunakan untuk kumpul bersama. Kak Nisa mengangguk dan akan menyusul nanti.
Tak bisa ku artikan lagi apakah diriku bisa disebut sebagai manusia paling bahagia sedunia, sungguh perasaan hatiku sekarang tak bisa terdeskripsikan. Aku berjalan menuju anak-anak yang sudah duduk manis bersila di sana, dan mengikuti mereka untuk ikut duduk tapi berada di urutan belakang karena bagian depan sudah penuh oleh anak-anak yang lain.
Saat semua anak-anak sudah terkumpul, mendadak pintu sanggar di tutup. Arah mata kami semua menuju ke dernyit suara engsel pintu yang ditutup. Sekian dekit kemudian, Kak Widya berdiri menghadap kami. Kak Widya merupakan ketua ekstrakulikuler balet yang sudah menjabat dua tahun. Atas kepimpinannya, kelas balet bisa hidup kembali karena sempat berhenti dua tahun karena kekurangan anggota dan atas perintah kepala sekolah untuk dihentikan dahulu. Dan tahun ini merupakan tahun ke dua setelah pemberhentian itu, Kak Nisa yang mengusulkan kembali untuk di buka dan antusias anak-anak kian bertambah.
Tahun kemarin pun dapat undangan sebagai penonton acara yang diadakan MDA pementasan 'princess and the shawn lake' yang berlangsung di gedung teater Jakarta.
Keadaan itu bermula, ketika salah satu siswi bernama Zaskia yang merupakan keponakan dari Bu Prita yang juga mengajar di MDA—Marlupy Dance Academy, kelas balet yang terkenal di Jakarta. Zaskia meminta tolong Tante Prita untuk mengajar dan memberi latihan kepada anak-anak ekstrakulikuler balet di Widya Bakti.
Setelah melalui drama panjang, dan Bu Prita harus bolak-balik Jakarta–Bandung karena harus melakukan konferensi penting bersama Kepala Sekolah untuk membahas lebih lanjut bagaimana pastinya ekstrakulikuler balet nantinya ke depan. Bahkan, Bapak Kepala Sekolah sempat menolak balet untuk hadir menggenapkan cabang dalam sanggar seni.
Alhasil, karena saran dan juga bujuk rayu Bu Prita balet kembali hadir menjadi wajah baru yang hampir saja punah. Bu Prita memang sosok guru yang telaten dan gigih dalam melatih anak didiknya agar bisa menguasai teknik balet dengan benar, karena beliau juga terkenal maka Pak Rusdi—Kepala sekolah Widya Bakti menugaskan dan menyerahkan semua sanggar seni atas kendali dan fokus dari Bu Prita sendiri terkhusus balet.
Sekolah hanya menjadi fasilitator yang akan memberi dana untuk membeli peralatan yang menunjang latihan. Sekarang, sudah menginjak generasi ke-3 untuk didikan dari Bu Prita. Sekolah juga mendapat apresiasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dibukanya ekstrakulikuler yang jarang sekali ada di sekolah pada umumnya, itu sebabnya harum Widya Bakti sudah tercium oleh sekolah lainnya mengenai hal itu.
Hal itu juga yang menjadikan Pak Rusdi terkenal sebagai kepala sekolah yang mampu memberikan fasilitator kepada anak didiknya yang ingin menekuni seni tari lain—balet, prespektif masyarakat mengenai balet yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi karena perlu bentukan dari kecil berhasil di patahkan oleh anak-anak sanggar seni Clarinta Balangga—memiliki arti tersembunyi yang hanya diketahui oleh anak-anak sanggar saja.
Clarinta—si kecil yang termasyur. Balangga—pasukan yang utama. Bisa diartikan pasukan pemain seni utama yang walau masih kecil belum dikenal banyak orang, lama-lama akan memberikan harum pada nama sanggarnya dan dikenal oleh orang luar.
Terbukti bukan? Nama sanggar seni 'Clarinta Balangga' bahkan sempat menjadi trending di sekolah lain bahkan sekarang dikenal sebagai penyumbang pemain apabila akan ada sebuah pementasan, anak-anak Clarinta Balangga yang dipanggil untuk mementaskan dan memberi hiburan bagi penonton.
Kilas balik peringkat yang membanggakan bagi Widya Bakti.
Kak Widya kembali memimpin acara kumpul bersama, dengan sifatnya yang suka main sembunyi-sembunyi akhirnya tujuan dari dikumpulkan anak-anak adalah untuk diberi leopard lengkap dengan pointe.
Kami sungguh tertegun, tak bisa mengucapkan apapun. Bahkan ketika kakak senior membagikan satu per satu lewat lanturan tangan, kami masih saja diam dan menerima baju balet itu untuk diberikan kepada anak yang lain.
Definisi bahagia tanpa perlu dideskripsikan secara gamblang.
"Adik-adik, jangan lupa besok pagi jam 10 latihannya dan bajunya bisa mulai dipakai untuk besok ya." Tutur Kak Widya ketika kami semua sudah mendapatkan baju balet dan memeluknya ibarat guling kesayangan.
"Siap kak." Jawab kami bersamaan.
Sore ini, bagiku adalah hari penuh kejutan yang membahagiakan didengar telinga. Tak sabar rasanya memakai kembali leopard dengan pasangan pointe yang lucu dan kembali melangkah anggun layaknya balerina profesional.
Aku begitu mendambakan menjadi tokoh utama dalam pertunjukan balet, setidaknya menjadi puteri dalam penampilan balet 'Puteri Tidur' atau sebagai penari latarnya pun aku sudah sangat senang.
Kapan ya? kira-kira aku bisa menjajahi panggung dan menari untuk para penonton yang setia tak mengalihkan pandangan dari sorot lampu yang mengarah kepadaku.
Dulu pernah sebagai penonton dan juga sebagai orang yang kagum dengan ayunan tari balet, sekarang giliran memberi tarian itu untuk bisa disaksikan banyak orang. Ada yang mau melihat Belind menari balet di atas panggung?
-yio&anne-
Aku berjalan menyusuri lorong dengan bahagia, kumpul sudah di akhiri dan aku ingin segera pulang untuk mencoba baju leopard lengkap dengan sepasang pointe.
Tak bisa ku sangka, Yio adalah laki-laki aneh yang sudah berdiri di dekat pos satpam sambil mengajak pak satpam mengobrol dalam bahasa sunda karena aku mendengarnya.
"Yi ngapain di sini?" Tanyaku ketika dia dan pak satpam masih asik terdengar dari bahan pembicaraan yang membuat keduanya cekikikan bersama.
"Nih, nemenin pak Kar kasihan sendirian jaga gerbang." Balas Yio yang menatapku, Pak Kar pun juga ikut memandang kepadaku seperti diajak untuk sama-sama melihat kearah orang yang bertanya tadi.
"ieu jalma?" Tanya Pak Kar kepada Yio.
Sebenarnya perbincangan apa yang sedang mereka fokuskan? Kenapa seolah itu mengarah kepadaku.
"Iya pak, gimana? cantik to?" Balas Yio yang membuat aku yakin kalau akulah yang menjadi bahan perbincangan tadi.
"Wah sapertos sadayana kuring, saé geulis." Balas Pak Kar memberi dua jempolnya ke arahku.
"Pak Kar, tadi bicarain saya ya?" Tanyaku kini mencoba menanyakan.
"Eh, kuring kakara nguping, mas yio anu ngamimitian." Jelas Pak Kar, aku mana tahu apa yang Pak Kar katakan.
"Yuk, pulang." Tarik Yio menuju motornya yang sudah terparkir di samping pos satpam tempat Pak Kar tugas.
"Pak Kar, pulang dulu. Kita sambung besok lagi yok." Pamit Yio kepada Pak Kar yang dibalas anggukan dan senyuman dari wajah semu tua dari Pak Kar.
Aku memukul bagian belakang tubuh Yio yang teganya menjadikan aku bahan perbincangan dengan Pak Kar lagi, malunya aku.
"Yi, jangan gitu dong. Aku nggak suka kamu bilang aneh-aneh tentang aku ke orang lain apalagi Pak Kar, aku malu Yi..." Ucapku mencoba memberi tahu Yio bahwa apa yang dia lakukan itu membuatku tak enak dan merasa seperti Dewi yang selalu dipuja oleh para Dewa. Aku kan hanya manusia biasa, yang memang sedikit diberi wajah manis tapi bukan untuk sombong apalagi jadi bahan pembicaraan.
"Lagian kamu cantik sih," balas Yio yang tak mau berhenti membicarakanku, seolah dunia harus mengetahui bahwa dia sudah bertemu dengan bidadari pujaan hatinya.
"Nggak tau, biasa aja."
"Jangan gitu, kamu merendah untuk meroket yaaa..." Yio memutar tubuhnya sedikit untuk bisa melihatku yang sudah duduk di jok belakang motornya, lebih rincinya melihatku dengan pipi merona karena tersipu dengan ucapan yang Yio berikan itu.
"YIOOO—"
"APA SAYANG?" balasnya yang juga ikut sedikit bernada tinggi, tapi bukan karena kesal.
Ah sial, Yio mulai menggodaku dan membuat pipiku merona oleh gombalan recehnya.
"FOKUS KE DEPAN, NANTI NABRAK."
"OK SAYANG."
Apa aku harus menerima takdir, kalau saja memang Yio lah manusia yang akan menjadi pelindungku dan memberikan kasih sayangnya untukku?
Bagaimana kalau hanya sesaat? Harus menerima sakit untuk kedua kalinya. Belind akan mengetes dan membuat perjanjian nanti ketika sudah sampai di rumah.
Yio, kamu akan bertahan atau akan melepaskan?
Yio, aku juga sama berharapnya.
Yio, sama seperti ketika bunga layu yang membutuhkan air untuk kembali mekar, aku juga bertahan hidup untuk terus mencari penghidupan.
Bahkan, aku tidak bisa berucap terima kasih kepada setiap orang baik atau buruk yang sudah aku temui. Bahkan pun dengan orang yang menolongku untuk kembali hidup lagi karena sempat layu tadi.
Haruskan aku kembali meminta pada Tuhan untuk mengunci dirimu untukku? Ataukah ku pasrahkan kehendak-Nya dan menjalani perjalanan yang belum bisa ku tebak endingnya.
Tidak harus sama-sama tidak apa, yang terpenting saling memberi dorongan dan memberi energi positif untuk terus tumbuh.
Terima kasih, semoga belum terlambat. Untuk semua orang yang mengenal diriku, aku senang bisa bertemu kalian.
"JANGAN JANJI YA..." Ucapku ketika akan sampai di rumah.
"Janji apa sayang?"
"Jangan janji untuk terus bersamaku,"
"Jangan bilang kamu akan selalu ada untukku,"
"Karena, janji pada akhirnya akan membawa kita pada tali yang memutuskan ikatan bahkan memberi jarak yang sebenarnya guna janji memang tak selalu untuk ditepati."
-TBC-
Gimana dengan part kejutan ini??
Ada yang nanti mau nonton Belind nari balet di atas panggung??
Absen dulu yukk...
Jangan lupa vote dan comment yaa
Aku bakalan update terus tapi bukan setiap hari,
Tungguin kelanjutannya yaa...
Kejutan lain menunggu di part selanjutnya
Kalian siap??
(Nih, aku kasih senyum manis Belind. Kurang baik apa kau ha? canda haha)
(Yio neeh, pada stan by siapa tahu ikutan ke foto tuhh)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top