7

"Selamat pagi semua." Sebuah suara memecahkan kesibukan di dapur. Mereka menoleh dan mendapati seorang gadis tengah tersenyum kaku.

"Woah... (name) chan sudah sembuh!" Ucap Finny seraya berjalan mendekat, begitupun dengan Mey-rin dan Brad sang kepala koki.

Sebastian hanya menoleh sejenak sebelum akhirnya kembali fokus pada sup yang mendidih.

"Ah...iya aku sudah sembuh. Memang agak lemas tapi aku merasa baik--baik saja."

"Kalau begitu kau lakukan pekerjaan yang ringan saja (name) san." Sebastian mengusul, menarik perhatian semua orang.

"Misalnya kau siapkan teh bõcchan dan membangunkan nya."

"Eh? Tidak tidak. Aku masih belum stabil, bõcchan bisa tertular nanti."

Semua mengangguk setuju dengan memasang ekspresi serius. Sebastian kembali berfikir.

"Kalau begitu siapkan saja meja makan untuk sarapan. Yang lain akan membantu."

"Baiklah." Ia bersiap pergi namun panggilan Sebastian menahan nya.

"Bersiaplah. Akan ada pekerjaan tambahan untuk mu hari ini."

《♡●●♡●●♡●●》

Gadis manis dari kalangan bangsawan memasang ekspresi senang sekaligus haru ketika melihat (name) yang menyambutnya di depan pintu. Ia tak mempercayai apa yang dilihatnya saat ini, ia lalu berlari cepat ingin menerjang tubuh (name) dengan sebuah pelukan.

"Tunggu sebentar my lady." Tahan (name) cepat.

"Saya masih belum stabil jadi saya sarankan anda untuk tidak terlalu dekat dengan saya."

Gadis bangsawan memasang ekspresi khawatir. "Sungguh? Apa kau baik-baik saja?"

"Ah...dia akan baik-baik saja Lizzy."

Suara Ciel menarik perhatian mereka. (Name) membungkuk hormat lalu menyambut Lizzy untuk segera masuk. Ia tersenyum ketika Paula-pelayan pribadi Lizzy- menatap ke arahnya.

Sebastian muncul dengan teko cantik di genggaman. Ia menuangkan isinya pada cangkir Ciel dan Lizzy. Menyajikan makanan dengan gesit seraya menjelaskan nya.

Kedua bangsawan cilik itu makan dengan tenang. Sesekali Lizzy mengajak Ciel berbincang, gadis itu sangatlah ceria hingga (name) menyukai sifatnya. Cocok sekali dengan tuan nya.

"Setelah lady pulang kau harus berbincang dengan bõcchan." Bisik Sebastian di sebelahnya. (Name) mengangguk tanda faham.

《♤●●♤●●♤●●》

"Ada tugas yang harus kau lakukan." Ciel melipat tangan diatas meja.

"Apa itu tuan ku?"

"Kau akan menjadi seorang mata-mata untuk beberapa minggu. Ada kelompok mengerikan di kota ini. Setelah kelompok itu datang ke sini selalu saja ada kasus anak-anak menghilang di malam hari. Sebastian sudah memeriksanya namun ia tidak berhasil menemukan dimana anak-anak itu disembunyikan." Jelas Ciel seraya menatap Sebastian dengan tajam.

"Maafkan saya bõcchan, mereka pintar dalam menyembunyikan aura manusia."

Ciel menghela nafas, "lupakan. Aku ingin kau berpura pura menjadi penjual roti di tengah kota, mematai mereka dan awasi hingga malam. Berat memang tapi tenang saja Sebastian akan membantu mu dengan senang hati."

"Maaf tuan. Akan tetapi bagaimana ciri-ciri rupa mereka?"

"Mereka mengenakan syal kuning dengan topi fedora biru. Kau bisa menemukan mereka dengan mudah. Aku juga sudah menyewa rumah untuk tinggal dan tidur. Kemarilah jika situasi mulai tidak terkendali."

(Name) mengepal kuat. Ia menarik nafas sekali kemudian menghembuskan nya secara perlahan. Ia tatap Ciel dengan tatapan yakin.

"Kau takut?"

"Tidak tuan ku."

"Aku tidak yakin. Untuk hari pertama kau akan tinggal bersama Sebastian."

(Name) tersentak mendengarnya.

"Ta-tapi tuan ku bagaimana dengan tanggapan orang orang jika melihat kami tinggal berdua?"

"Itu urusan Sebastian." Ciel menatap pelayan nya dengan tatapan meremehkan.

"Ba-bagaimana jika ada tetangga atau bangsawan yang mengenali Sebastian?"

"Itu urusan nya." Kembali Ciel menatap Sebastian.

"Kau hanya tenang dan jalankan tugas mu. Akan ku berikan senjata laras panjang, seingat ku kau juga penembak jitu bukan?" Lanjut Ciel.

"Baiklah, kemas barang mu dan pergi sekarang."

"Baik bõcchan."

《♡●●♡●●♡●●》

Tak terlalu besar namun juga tidak kecil. Terdapat satu kamar, dapur serta kamar mandi. Masalahnya hanya satu, di kamar hanya tersedia satu ranjang yang cukup untuk di tiduri dua orang. Tidak ada sofa atau semacamnya.

(Name) mengeratkan genggaman pada tali tas. Ia berdiri mematung, bingung bagaimana mereka akan tidur nanti. Sebaliknya dengan Sebastian, pria itu dengan santai memasukkan pakaian kedalam lemari kayu yang telah disediakan.

"Ada apa (name)? Kemas pakaian mu."

Suara berat Sebas menyadarkan lamunan nya.

"Ah i-iya...aku akan memeriksa dapurnya."

Nada suaranya terdengar bergetar dan hal itu justru membuat wajahnya memerah. Semoga...semoga Sebastian tidak menyadari caranya berbicara tadi.

Memasuki dapur ia melihat peralatan yang cukup lengkap. Ada tempat untuk mencuci piring, lemari peralatan makan, kompor serta jendela sedang yang langsung menghadap ke jalanan kota London. Agak terlihat mengerikan memang saat malam namun hal itu bisa ia tutupi dengan sebuah tirai atau sejenisnya.

(Name) melihat jam sakunya. Sudah hampir makan malam. Kali ini ia yang ingin membuatkan sesuatu untuk pelayan sempurna seperti Sebastian. Ia penasaran bagaimana respon pria itu terhadap masakan nya.

《♡●●♡●●♡●●》

Sebastian mengintip area dapur setelah tercium wangi harum. Senyumnya terkembang tatkala melihat (name) memasak seraya bersenandung kecil. Ia melangkah pelan memasuki dapur, berniat ingin mengusilinya sejenak.

"Apa yang kau masak?"

Panci pada kompor hampir saja terjatuh jika (name) tidak sigap menahan nya. Ia mengelus dada akibat kejutan kecil yang Sebastian berikan.

"Jangan seperti itu." Omelnya membuat Sebastian terkekeh gemas.

"Kau memasak sambil bersenandung tentu saja aku penasaran. Jadi apa yang kau buat?" Sebastian mengintip dari balik bahu (name).

"Hanya masakan sederhana. Kau pernah makan salad goreng?"

"Tidak. Bagaimana rasanya? Semua sayuran pada salad kau goreng begitu?"

(Name) mengangguk, "aku yakin rasanya luar biasa. Jika kau suka kau bisa sajikan ini pada bõcchan."

"Kita nantikan hasilnya terlebih dahulu. Apa masih lama?"

"Sebentar lagi."

《♡●●♡●●♡●●》

Acara makan malam itu berlangsung tenang. Hanya ada suara dentingan dari peralatan makan yang terdengar.

"Bagaimana dengan bõcchan? Maksud ku makan malam nya?" Tanya (name) di sela sela makan nya.

"Aku sudah mengajari mereka untuk menggantikan tugas ku."

"Apa mereka bisa melakukan nya?"

"Seharusnya sih bisa." Sebastian menggigit wortel dengan tenang. Ia mengangguk karena puas dengan rasanya.

"Aku bisa sajikan ini pada bõcchan."

"Benarkah? Syukurlah."

Rasa bahagianya sirna dengan cepat ketika ia teringat soal masalah kasur di kamar. Ia buru-buru menenggak air hendak membicarakan masalah ini pada Sebastian.

Setelah habis air itu di tenggak entah bagaimana niat (name) hilang begitu saja. Ia jadi gugup tidak jelas.

"Ada apa? Apa kau sudah kenyang?"

"Ah? Tidak...iya sih sebenarnya hanya saja sayang kalau tidak dihabiskan."

"Jangan paksakan diri mu. Makan terlalu banyak saat malam itu tidak baik."

(Name) mengangguk pelan. Ia kembali terdiam. Memainkan ujung jari-jarinya diatas paha. Menunggu Sebastian menyadarinya, atau menunggu keberanian itu kembali.

Hingga makanan Sebastian habis (name) belum membuka suaranya. Membuat pria dihadapan nya berkerut bingung.

"Ada yang ingin kau bicarakan?"

Yang ditanya tersentak kaget. Ia salah tingkah, berpura pura merapihkan rambutnya yang menjuntai.

"Ah itu...i-iya. Ada yang ingin ku bicarakan dengan mu Sebastian."

Niat Sebastian yang hendak meletakkan piring kotor pada tempatnya tertunda. Ia kembali memasang posisi ternyaman pada kursinya.

"Apa itu?"

"So-soal kasur dikamar." Jelas (name) yang terdengar seperti bisikan.

"Kasur dikamar? Ada masalah dengan kasur nya? Kau tidak suka?"

"Bu-bukan itu. Begini lho..." ia kembali menautkan ujung ujung jarinya.

"...ha-hanya ada satu kasur kan disana. Jadi bagaimana caranya kita tidur?"

Kebingungan Sebastian untuk memahami gadis dihadapan nya sirna. Kerutan nya hilang, digantikan dengan senyum menyeringai yng terlihat mencurigakan.

"Jadi itu masalah mu? Mudah saja. Kita hanya tinggal menaikinya."

"Maksud mu kita berbagi kasur?"

Anggukan Sebastian membuat gadis muda itu mencekat nafasnya. Rona merah terlihat tipis di wajah cantiknya. Membuat Sebastian gemas ingin terus menggodanya.

"I-itu tidak mungin."

"Kenapa tidak mungkin?"

"Aku tidak akan pernah bisa tidur dengan nyenyak. Lagipula kau kan iblis, apa iblis memerlukan tidur?"

Sebastian meletakkan jari telunjuk pada dagunya. "Biarpun aku iblis aku masih bisa menikmati yang namanya tidur kau tau?"

(Name) terdiam sejenak. Dirinya pasrah.

"Kau benar benar akan berbagi kasur dengan ku? Aku bisa tidur disini saja."

"Membiarkan seorang wanita tidur di dapur? Sungguh perbuatan yang tidak pantas sebagai pria." Sebastian beranjak dari kursi, meletakkan piring kotor pada tempatnya. Kemudian berjalan mendekati (name).

Secara tiba-tiba pria itu mengangkat tubuhnya dan membawanya ke kamar.

"Mau apa kau mesum?!"

"Jahat sekali padahal aku belum melakukan apapun."

"Inikah keinginan mu saat bõcchan menyuruh mu menemani ku?" Sebastian meletakkan (name) diatas kasur dengan lembut.

"Yang ingin itu bõcchan bukan aku."

(Name) segera mendorong Sebastian kuat untuk menjauh. Ia kemudian mengambil bantal sebagai senjata. Mengancam pria itu untuk tidak mendekat.

"Hanya bantal bisa apa?"

"Ku mohon jangan lakukan ini."

Sebastian mendekat membuat (name) terus meringsut ke pojok kasur. Perbuatan pria itu terhenti ketika melihat wajah takut pada (name). Ia seakan tersadar begitu saja.

"Maaf. Aku tidak akan melakukan nya lagi, jangan menangis." Bujuknya seraya menghapus air mata dari wajah (name).

"Tidur lah. Aku akan tidur setelah kau terlelap. Ini sudah malam, besok kita ada pekerjaan penting. Ganti pakaian mu dengan pakaian yang lebih nyaman. Panggil aku jika sudah selesai." Setelah membungkuk hormat Sebastian pergi meninggalkan ruangan. Menyisakan (name) yang masih bergetar ketakutan.

"Dasar iblis."





-Halimah2501-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top