5. Kelembutan

Lima belas menit kemudian.

"Orion," panggil Naruto, pada anaknya yang sudah ada di ruangan besar milik Sasuke.

Orion yang terisak dalam pelukan Sasuke. Menangis lagi saat mendengar suara orang yang ia tunggu sedari tadi. Ia meraung seolah protes pada Naruto yang telah meninggalkannya sejak pagi. 

Sasuke yang telah belajar cara menggendong Orion. Kini sedikit-sedikit akan mengambil anak itu ketika selesai di susui, dengan rela menyerahkan Orion pada ibunya yang baru datang. Naruto yang masih ngos-ngosan setelah berlari, langsung menyambut Orion dengan sebuah dekapan cemas.

"Kenapa menangis. Mama di sini. Cup-cup sayang. Mama nakal ya? Meninggalkan Orion sejak tadi. Kamu haus ya. Iya, Mama minta maaf ya. Sudah jangan nangis lagi. Sudah Sayang." Naruto menimang-nimang bayinya yang masih enggan untuk berhenti menangis.

"Kau jatuh?" tanya Sasuke. Melihat darah yang masih menetes dari lutut hingga pergelangan kaki yang bersepatu hak tinggi.

"Hanya sedikit lecet. Di mana ruangannya?"

Naruto tidak ingin menunda lagi untuk memberi bayinya ASI. Ia melihat Orion sangat merah karena terlalu banyak menagis dan suaranya habis karena kehausan. Ia pun ingin menangis saat mengetahui bahwa semua ini adalah kesalahannya.

"Sebelah sana. Kau bisa masuk lewat pintu itu."

Sasuke menunjuk pintu sebuah raungan yang ada di sebelah kursi tempatnya bekerja.

"Terima kasih."

Tampa berbasa-basi, Naruto segera melangkahkan kakinya menuju tempat yang ditunjuk Sasuke.

Naruto menutup ruangan, lalu menemukan sebuah ruangan luas dengan satu kamar ukuran king size yang sangat mewah dan rapi di tengah-tengah ruangan. Ia duduk di atasnya, lalu segera menyusui Orion yang sudah tenang karena berada di pelukannya.

Sang anak langsung mimum dengan rakus. Tidak melihat bahwa ibunya pun juga meringis sakit karena tindakannya.

"Orion, kenapa kau tidak mau minum susu formula? Itu susu paling mahal yang Mama belikan untukkmu. Kau lebih suka minum susu Mama?" Naruto mengusap kepala Orion yang berkeringat saat meminum susunya.

"Anak baik. Kau sayang Mama, kan? Kalau Rion sayang Mama, Rion harus mau minum susu formula. Suapaya Mama bisa tetap bekerja dan membiayaimu." Naruto hanya bercanda, tapi Orion sudah akan menangis lagi karena perkataan mamanya. Seolah-olah mengerti apa yang sedang dikatakan.

"Tidak-tidak sayang. Mama hanya bercanda. Mama tidak akan meninggalkamu lagi. Cup-cup."

"Sakura?" Sasuke lagi-lagi menyelonong masuk membawa kotak P3K.

"Kau tidak boleh masuk. Aku sedang menyusui Orion," protes Naruto, entah untuk ke berapa kalinya.

"Lantas? Aku sudah melihat dua balonmu sejak dulu. Dan itu sama sekali tidak menarik bagiku," olok Sasuke.

Sakura memakai syalnya untuk menutupi dada. Membiarkan Sasuke berlutut di depanya sambil membuka kotak P3K yang sudah ia bawa. Sasuke dengan cekatan membersihkan luka Naruto dengan kasa, mengocok botol diinfektan cair dan menyemprotnya pada lutut Naruto, lalu menutupnya dengan hati-hati menggunakan plester.

Tindakan Sasuke sungguh lues dan profesional, hingga Naruto menyangka mungkin Sasuke adalah dokter sesungguhnya.

Naruto bersemu merah karena malu. Ia melihat Sasuke cukup menarik dan perhatian padanya saat ini. Bila menghadapi laki-laki seperti ini, mana ada hati wanita yang tidak luluh karenanya.

"Kau harusnya lebih berhati-hati saat berjalan," nasihat Sasuke, menutup sesi perawatan luka, lalu berdiri untuk meletakan kotak obat di atas nakas.

"Itu hanya luka kecil. Dalam beberapa hari akan sembuh seperti semula," ujar Naruto yang malu karena sudah mulai berpikir bahwa mantan suaminya cukuplah menarik.

"Apa kau benar-benar Sakura? Sakura yang asli akan sangat khawatir apa bila kulitnya terluka. Ia pernah tersayat pisau di jari telunjuk saat memotong buah, dan hampir melakukan oprasi plastik karena takut goresan itu akan berbekas." Sasuke menyeringai, duduk di sebelah Naruto sambil mengelus kepala botak Orion yang menurutnya cukup imut.

"Itu diriku yang lama. Kau tidak usah membandingkan aku dengan aku yang dulu. Aku pun tak ingat sama sekali tetang masa laluku. Jadi lebih mudah kalau kita anggap kita baru saja bertemu," protes Naruto.

Sasuke berdecak remeh sebelum menanggapi dengan sinis, "Sayangnya tidak bisa. Karena wajahmu, masih menjengkelkan bagiku."

Naruto memutar matanya bosan. Seberapa kali pun Sasuke menyatakan kebenciannya, toh buktinya ia tidak pernah mengusirnya jauh. "Terserah kau saja. Atau kau lebih suka aku keluar dari kamarmu?" tantang Naruto.

"Tidak perlu. Tetap di sini dan susui Orion."

Tuh, kan!

"Boleh aku bertanya?" Naruto ingin sekali mencari tahu sebabnya.

"Apa?"

"Kau berkata aku menjengkelkan setiap kali kita bertemu. Tapi kau sama sekali tidak ada niat menyingkirkanku."

Akhirnya keluar juga. Sasuke terdiam sebentar, berpikir seraya menatap Naruto dengan tatapan kesombongannya.

"Kau menjengkelkan, tapi aku tidak membencimu," jawab Sasuke, singkat. Namun masih menimbulkan sejuta tanya di otak Naruto.

"Tetap saja ini aneh, ketika seorang mantan suami memperkerjakan mantan istrinya yang menjengkelkan di perusahaannya."

Orion telah tertidur, tiada mendengar perdebatan lirih yang sedang Ayah dan Ibunya lakukan. Naruto menutupi payudaranya, dan membenahi bajunya setelah selesai menyusui.

"Pertanyaan itu akan terjawab saat kau ingat masa lalumu. Semenara ini, anggap saja ini kopensasi karena telah merawat anak kita."

Sasuke berdiri membuka selimut tebal yang menutupi kasur. Agar memudahkan Naruto untuk dapat meletakan Orion yang sudah tertidur di atas kasur.

Orion telah nyenyak di atas kasur, ditutupi selimut tipis yang sedari tadi digunakan bayinya itu agar tidak kedinginan di dalam suhu kantor yang cukup dingin. Sasuke pun dengan sigap mengambil remot AC lalu menaikkan suhu ruangannya untuk sang bayi agar dapat tidur nyenyak tanpa takut kedinginan dan menjadi sakit.

Melihat tindakan sigap Sasuke, Naruto merasa mantan suaminya bukanlah tipe ayah yang buruk. Ia paham kebutuhan bayinya tanpa dia harus memberitahu. Naruto bersyukur karenanya.

Mereka berdua keluar dari kamar, menutup pintunya dengan sangat perlahan agar tidak membangunkan sang bayi Orion. Kemudian meneruskan perbincangan mereka tadi.

"Kau memberikan uang bulanan untuk Orion. Dan pekerjaan ini untuk hidupku. Tapi aku tidak mau kau memperkerjakanku dengan alasan balas budimu, karena aku merawat anak kita. Akan aku buktikan, aku bekerja susngguh-sungguh di sini, dan sama sekali tidak mengaharap belas kasihan darimu," deklarasi Naruto terhadap pemikiran Sasuke yang telah salah menilai dirinya.

Sasuke tersenyum oleh argumen Naruto yang sama sekali berubah 180 drajad dari sifatnya yang dahulu. Mungkin ini hanya kepura-puraan atau memang Sakura telah berubah. Ia tidak mau banyak berpikir. Selama anak mereka baik-baik saja, hubungan baik antara dirinya dan Sakura akan meciptakan kebaikan bagi Orion nanti saat dewasa. Jadi acting yang kini Sakura berikan, sangat tidak buruk menurutnya. Kalau bisa ia ingin Sakura mempertahankan kebohongannya hingga akhir.

Akhirnya, Sasuke hanya dapat mengelus puncak kepala Naruto dengan pelan untuk menyemangati.

"Lakukan sesukamu."

Sasuke pergi, meninggalkan Naruto yang masih terdiam di depan pintu.

Naruto berpikir. Bila Sasuke tidak benci pada istrinya, kenapa dia menceraikannya? Lalu sikap baiknya pada Sakura, juga ketulusannya dalam merawat Sakura sama sekali tidak mencerminkan sikap mantan suami pada mantan istrinya. Lebih ke arah kakak pada adiknya yang tengah berada dalam situsi rumit karena baru saja diceraikan suami.

"Sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu mereka?"

Kemudian Naruto mendengar tangisan Orion yang langsung membuyarkan lamunannya, segera masuk dalam kamar untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang Ibu.

Bersambung ...

Vote dan coment ya ... supaya cepet up ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top