6a. Selepas Pertemuan




I must not have known, must not have known you
When you're so close to me, it seems that things are truly special.
Can you come back to me one more time?

= Kim Hyun Joong =

Selepas pertemuan dengan Kukuh, Yasmina bertemu timnya untuk membahas langkah selanjutnya. Tim khusus itu terdiri atas lima orang, termasuk Irawan. Tugas mereka adalah menyukseskan misi Yasmina atas Kukuh. Betapa pentingnya orang itu hingga mereka harus membentuk tim khusus segala.

"Saya minta maaf. Saat kita mendapat kesempatan emas, saya justru mengacau," ucapnya dengan tulus. "Peluang apa yang masih tersisa?"

"Bagaimana kalau Ibu nekat datang lagi. Satpamnya diterobos saja," usul Didu. Ia segera dipelototi oleh anggota tim lain.

"Coba kita pendekatan dengan anggota band-nya," usul Irawan.

"Apa mereka masih saling kontak?" tanya Marcel.

"Menurut Bu Yeni sudah setahun tidak seorang pun diizinkan bertemu selain saya," timpal Yasmina. "Paling banter mereka hanya ditemui Bu Yeni di ruang tamu."

Serempak tim itu manggut-manggut.

"Tapi gara-gara kesalahan saya kemarin, dia tidak mau bertemu lagi. Masuk ke halaman pun tidak diizinkan."

"Band-nya masih aktif nggak, sih?" tanya Dian

"Masih. Mereka tampil off air dengan vokalis tamu," jawab Bima.

"Siapa dari mereka yang paling dekat dengan Kukuh?"

"Semua dekat. Tapi kayaknya drumernya itu seperti dianggap adik oleh Kukuh. Anak itu nakal banget sewaktu SMA hingga kuliah. Anak tunggal, salah asuh pula. Sewaktu kenal Kukuh, bakatnya tersalurkan dengan baik hingga akhirnya menjadi drumer andalan. Dia pernah dapat penghargaan, lho. Namanya David." tutur Dian

"Single?" tanya mereka bersamaan.

"Jones!"

"Kalau begitu kita harus menginvestigasi si David ini."

Beberapa jam kemudian, data-data terkumpul.

"Data dari Deni dan Beno, keempat anggota band itu semua masih kontak dengan Kukuh lewat media sosial. Bahkan dengan David dia sering video call."

"Kita perlu memecah tim. Sebagian di sini, sebagian kembali ke Jakarta untuk pendekatan dengan personel Next!."

"Perlu menggunakan pendekatan kuno lagi nggak?" tanya Didu.

Mereka berdiskusi sejenak. Akhirnya Yasmina menyalakan telepon. "Kek, aku perlu Rosa."

Tiga orang ditugaskan ke Jakarta. Irawan dan Dian tetap tinggal di Jogja.

☆☆☆

"Yas, kamu gila!" Rosa mencak-mencak begitu mendapat perintah dari sang kakek. "Aku disuruh ngapaiiiiin?"

"Bikin pameran lukisan di Jakarta, terus undang mereka mengisi acara."

"Apa hubungan lukisanku dengan pertunjukkan mereka? Lagi pula waktunya mepet banget! Kamu mau mempermalukan aku? Aku nggak pernah bikin pameran pakai koneksi gitu, ya! Pelecehan seni itu!"

"Ck! Dengar dulu, Ros. Kamu nanti bikin pameran di gedung kita sendiri, dengan uangmu sendiri, untuk merayakan 15 tahun kamu berkarya. Bagian mana, sih, pelecehannya?"

"Ya ampun!"

"Ayolah, kamu tinggal angkat koper, angkat lukisan, lalu naik pesawat. Semua sudah disiapkan, tinggal duduk manis saja."

"Apa nggak ada cara yang lebih simpel seperti langsung mendatangi mereka di markasnya, begitu?"

"Kamu mau?"

"Daripada disuruh bikin pameran lukisan dadakan mah, aku lebih baik menahan malu dengan mendatangi markas mereka."

Ya,ya,ya. Rosa memang tidak punya malu sejak kecil. Cuek banget. "Deal!" sahut Yasmina tanpa menunda.

"Dia ganteng, Yas?"

"Ooo, dia drumer ngetop. Penampilannya macho banget. Kayaknya seleramu, deh!"

"Ya ampun, maksudku anak Om Gunawan, Yas!"

Yasmina terdiam. Ganteng? Oh! Sesuatu berdesir dalam hati Yasmina. "Banget," jawabnya lirih.


☆☆☆

Kesan pertemuan dengan Yasmina terus mengusik Kukuh. Terekam dengan jelas wajah dan perilaku gadis yang menurutnya aneh itu. Ia baru sekali ini menemukan orang yang mengajak beradu aksi diam sambil lirik-melirik. Apa yang ada di otak gadis itu? Sungguh menjengkelkan. Kukuh berkali-kali menggerutu dalam hati.

Berkemih dengan kateter ... ah!

Jangan-jangan perempuan itu sudah melakukan riset tentang kondisinya. Apakah dia juga tahu bahwa organ kebanggaannya sekarang hanya bisa digunakan untuk berkemih?

"Sudah pusing, Mas?" tanya Beno.

Kukuh menggeleng. Ia juga heran, beberapa hari ini ia lebih suka bergerak dengan kursi roda dibanding diam di pembaringan. Semakin sering ia mencoba, semakin lama ia bisa bertahan duduk.

"Mau saya dorong?" tanya Beno.

"Tidak, terima kasih."

Dengan tangannya yang lemah, ia mengayuh kursi roda perlahan menuju ruang tengah di mana grand piano-nya terletak. Napasnya memburu saat mencapai benda itu. Ia mendesah. Tubuhnya kini sungguh bukan tubuh yang ia kenal. Hanya bergerak beberapa meter saja sudah ngos-ngosan.

Ia mulai menyentuh benda itu. Betapa lama ia meninggalkannya tergeletak. Jemarinya masih mengenali tuts itu dengan baik. Tak lama kemudian ia mendapati kesepuluh jarinya telah menari lincah di sana, mengumandangkan rangkaian nada. Suara piano itu terasa berbeda. Kakinya tidak bisa menginjak pedal piano itu lagi. Sedih. Itulah mengapa selama ini ia tidak mau menyentuhnya. Setelah suara biola Yasmina berkumandang di ruangan ini, ia rindu memainkannya. Beberapa hari kemudian, ia selalu menyempatkan diri memainkan piano kenangan itu untuk sekadar melemaskan jemari dan menghabiskan waktu.

Melihat perubahan positif itu, Yeni tidak dapat menahan diri untuk menghubungi Yasmina. "Mbak Yasmina, Mas Kukuh mulai bermain piano lagi," lapor asisten setia itu dengan terisak.

"Oh, ya? Syukurlah!" seru Yasmina turut bahagia. "Kira-kira kapan dia bersedia saya temui lagi, Bu?"

"Kalau itu masih belum. Mbak Yas bersabar, ya."

Yasmina mengiyakan. Ia harus menunggu untuk memulai dari nol lagi. Cara mendesak seperti kemarin terbukti tidak berguna. Namun, sekacau apa pun usahanya tempo hari, ia kini tahu bahwa musik adalah jalan menuju pintu hati Kukuh. Ah, seharusnya ia fokus dengan cara itu, alih-alih berdebat tentang bisnis yang ia sendiri kurang paham.

Dengan lembut, tangannnya meraih biola, lalu memejamkan mata. Bersama dengan tarikan napas, ia mengangkatnya. Suasana ruang tengah Kukuh mewujud dalam angan seiring lantunan lagu yang berkumandang. Lelaki itu ada di sana, memadu nada dengan pianonya.

Saat malam menyelimuti, Yasmina memberanikan diri menggandeng tangan Kukuh dan menariknya untuk menjelajah hutan pinus di belakang rumah. Mereka terus bergandengan hingga kesadaran sepenuhnya tenggelam. Yasmina terbangun di pagi hari dengan senyum tersungging di bibir.





Note:

Hidupkan subtitel saat menonton video clip di atas. Soalnya bahasa koriyah, Sob wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top