40. Kebocoran


Seseorang dari departemen IT tergopoh mendatangi CEO Adam Holdings. Kabar tentang kebocoran data seketika membuat sang CEO pucat pasi. Iskandar ditelepon. Siang itu juga Iskandar murka di depan orang-orang kepercayaannya.

"Data satu grup bisa bocor?" Iskandar merah padam dan mendelik. Ia mengamuk hampir dua jam lamanya dan baru berhenti saat tenaganya terkuras habis.

"Panggil Gege!" perintahnya pada sekretaris pribadinya.

Sore itu juga mereka bertemu secara rahasia. Gege sudah lama bekerja untuk Iskandar. Lelaki itu cepat tanggap dan belum pernah gagal menjalankan misi. Lebih bagus lagi karena Gege adalah orang dalam Genta Bahana. Dengan perantaraan Gege, berita apa pun bisa ia beli dengan imbalan yang sesuai.

"Gimana masakan tetangga?" tanya Iskandar.

"Dia sedang masak terong sambal balado, Pak," jawab Gege.

Iskandar terbahak. Satu hal yang ia suka dari Gege adalah selera humornya yang bisa mencairkan suasana. Darah tingginya mereda seketika. "Level berapa pedasnya?"

"Masih level 5."

"Dorong dia bikin level 10 segera!"

"Level 10, Pak? Di-blow up semua?"

"Iyalah! Nunggu apa lagi?"

"Pram baru setuju sampai level 7. Kayaknya level 10-nya mau dia simpan untuk berjaga-jaga."

"Kamu kan pinter, bikin dia mem-blow up semua. Kalau tetap tidak mau, ya, kita jalan sendiri tanpa dia."

"Kayaknya jalan sendiri lebih masuk akal, Pak. Pram nggak akan tega memfitnah anaknya sendiri."

"Ya sudah, jalankan!"

☆☆☆

Sesudah pertemuan dengan Gege, Iskandar harus menghadapi salah satu kenalan lain yang memaksa untuk bertemu.

"Banyak yang menyayangkan kebocoran itu, Pak," kata orang itu.

"Sabar sedikitlah. Selama ini apa saya pernah gagal? Justru saya yang selalu menutupi kegagalan kalian. Kalau mau berhasil, jangan lagi saling menyalahkan. Ayo sama-sama kita hadapi serangan ini."

"Benar. Tapi kalau ada ada-apa, kami tidak mau dilibatkan."

Iskandar menggeram diam-diam. Selalu begitu, mau enaknya sendiri. Dalam hati ia bersumpah, Kalau sampai aku dijatuhkan, aku akan bawa kalian semua!

"Siapa yang mau susah, ya kan?" katanya untuk meredam suasana. "Bantu saya, dong, buat meringkus pelakunya. Saya serius mau mempidanakan kasus ini kalau bukti-bukti sudah kuat."

"Bagus itu, kelihatan elegan. Kalau saya sih lebih suka pakai jalan alamiah," kata orang itu diikuti tawa lepas.

Alamiah kepalamu! rutuk Iskandar dalam hati. "Cucu saya sedang dekat dengan anak itu. Tolong, jangan sampai kena imbas!"

"Tergantung seberapa dekat. Kalau dekaaaat banget, ya, gimana mau nggak kena imbas?"

Kurang ajar! Anak kemarin sore ini mau main-main sama aku? geram hati Iskandar. "Jangan begitulah. Bersatu kita selamat, ya kan?" Suara Iskandar tajam, bernada ancaman.

Lawan bicaranya tidak menanggapi, malah mengalihkan pembicaraan. "Kapan terong baladonya siap?"

"Kalian akan tahu sendiri kalau saatnya tiba," jawab Iskandar datar.

"Baik."

"Saya nggak main-main soal cucu saya tadi. Kali ini tolong lebih selektif. Jangan seperti dulu, semua kena."

"Beres! Jangan tegang begitu, Pak."

Beres, beres, tapi nggak beres juga, gerutu Iskandar dalam hati.

☆☆☆

Seminggu setelah pertemuan dengan Kukuh, Yasmina sibuk mencari data untuk disertasinya. Ia harus menemui beberapa orang untuk wawancara. Karena penelitiannya berjenis kualitatif, maka ia harus mengetik semua hasil wawancara tersebut. Alhasil, ia banyak menghabiskan waktu di depan komputer.

Entah kapan datang, tahu-tahu kakeknya sudah berada di depan meja tanpa bersuara. Pasti lelaki itu masuk lewat pintu penghubung kamar mereka. Neneknya menyusul tak lama kemudian.

"Kakek?" sapanya. Hatinya segera berdebar melihat wajah tegang sang kakek. Ia segera mengendus ada yang tidak beres.

"Yas, Kakek mau tahu sejauh mana hubunganmu dengan anak AG itu."

"AG?"

"Andoyo Gunawan," kata Meinar menjelaskan.

Yasmina teringat kedekatannya dengan Kukuh. Pipinya langsung berubah warna menjadi merah jambu. "Kenapa memangnya, Kek? Dia baik banget."

Meinar dan Iskandar bersamaan menatapnya dengan pandangan asing.

"Kakek tidak setuju?" tanya Yasmina. Sudah lama ia menduga hal itu. Bila memang begitu adanya, Yasmina ingin membahasnya sampai tuntas saat ini juga. "Karena dia memakai kursi roda, Kek?"

Iskandar mengambil napas panjang sebelum berbicara. "Ya, Kakek akui itu salah satu yang membuat Kakek ragu. Tapi ada hal lain yang harus kita urus terlebih dulu sebelum membahas percintaan."

Yasmina menunggu dengan kepala penuh pertanyaan.

"Seminggu yang lalu data-data Grup Adam dicuri dari Adam Holdings dicuri." Iskandar menekuk wajah saat mengucapkan itu. "Data aliran dana."

"Dicuri? Kok bisa? Seberapa parah itu?" Mata Yasmina membelalak.

"Kalau aliran dana, ya, parah banget. Ibarat isi perutmu dikeluarkan dan otakmu dibajak," kata Iskandar.

"Aku tahu itu, Kek. Lantas bisa untuk apa data itu di luar sana?" selidik Yasmina. "Bukannya perusahaan publik harus membuat laporan keuangan secara terbuka?" Senyum menggodanya terkembang.

Wajah Iskandar menegang. Meinar segera membuat langkah pencegahan.

"Data yang dicuri itu bisa mengarah ke aliran dana ilegal, Yas," kata Meinar.

Yasmina mengangguk. Dengan situasi negara seperti sekarang memang hal itu bisa terjadi. Mereka terdiam sejenak.

"Data itu bocor dari kamar ini, dari komputermu," ujar Iskandar.

Yasmina terkaget. Sontak ia melihat komputer desktop yang bertengger anggun di meja kerja. "Masa? Komputerku terhubung ke jaringan perusahaan?"

"Iya. Ada yang membobol jaringan VPN perusahaan dari sini." Iskandar memicing ke arah cucunya. "Kukuh pernah datang ke sini, kan?"

Yasmina terperangah. Ia teringat meninggalkan Kukuh di kamar ini sendirian. "Dari mana Kakek yakin dia pelakunya? Bisa saja salah satu asisten rumah ini."

"Bisa jadi. Yang jelas, bukan sekali ini saja dia melakukannya. Kamu pasti ingat Dian dan Irawan. Kamu nggak merasa aneh mereka berdua meninggal dengan cara begitu?" lanjut Iskandar.

"Maksudnya?"

"Kukuh memanfaatkan Dian untuk mencuri data. Irawan menemukan hal itu. Karena itulah mereka dihabisi untuk menghilangkan jejak. Waktu itu hanya data Madava saja yang dicuri. Ternyata sekarang data seluruh grup!"

Yasmina memucat. Ia teringat bagaimana Kukuh terperangah sejenak saat ditanya tentang pencuri di pemakaman dulu. Ingin rasanya tidak mempercayai perkataan sang kakek. Mana mungkin lelaki lembut itu melakukan hal yang amat keji?

"Sudah lama Kakek mengawasi dia. Makanya dulu Kakek minta kamu berhati-hati. Kakek juga nggak menyangka dia ternyata mengincar kepala Kakek!" Iskandar mendengkus beberapa kali. Meinar mengelus punggungnya untuk menenangkan.

"Untuk apa dia melakukan itu, Kek?" suara Yasmina bergetar. Ia belum bisa menerima kenyataan. Bisa saja kakeknya salah tuduh. Data inti seperti itu hanya bisa keluar dengan bantuan orang dalam, bukan?

Iskandar tidak menjawab. Justru Meinar yang membuka mulut.

"Kukuh masih menuduh Kakek menyebabkan kematian keluarganya. Dia mau membalas dendam."

"Kukuh bukan orang seperti itu!" sanggah Yasmina. Ia sekarang tidak yakin dengan kata-katanya. "Kalau memang Kakek tidak setuju dengan dia, bilang saja, jangan dengan cara seperti ini," bisiknya. Air mata telah menggantung di pelupuk, siap meluncur jatuh.

"Lagi pula, kenapa Kukuh sampai menuduh Kakek?" tuntut Yasmina kemudian.

Baik Iskandar maupun Meinar tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu. Yasmina mulai menebak dalam lingkaran apa kakeknya menjalankan bisnis selama ini. Barangkali itulah alasan mengapa ayahnya mati-matian menghindar. Barangkali ayahnya sudah muak dengan intrik-intrik seperti ini.

"Apa pun itu, Yas, Kakek minta kamu menjauhi Kukuh. Selama ini kamu hanya dimanfaatkan. Dia tidak benar-benar mencintai kamu," tandas Iskandar.

"Sebaiknya memang begitu, Yas," timpal Meinar. "Kalaupun Kukuh memang tulus mencintai kamu, anak itu bermasalah. Kamu akan menyesal nanti. Masih banyak lelaki yang sempurna fisiknya dan tidak mempunyai latar belakang kelam."

Iskandar mengangguk. "Terus terang, saat ini Kakek dan Nenek mengkhawatirkan keselamatanmu. Orang yang terlanjur dendam bisa melakukan apa saja."

Tangis Yasmina runtuh. "Aku ... aku nggak percaya ini!"

Segala yang ia lalui bersama Kukuh terasa nyata. Apa ia terlalu bodoh menilai orang sehingga tidak bisa mendeteksi kebohongan? Bila memang demikian, benarkah semua perasaan yang mereka rasakan selama ini hanya rekayasa belaka?

Meinar merengkuh cucunya dengan hati pilu. "Yas, tolong, ya? Menjauhlah dulu dari Kukuh sampai masalah ini jelas. Bila dia tidak bersalah, dan bila cinta kalian kuat, pasti kalian bisa bersama lagi."

Tak ada yang ingin dilakukan Yasmina saat ini kecuali menangis dalam pelukan sang nenek.

☆☆☆

Yasmina mengunjungi Kukuh di base camp sore itu. Dua orang kepercayaan Iskandar kini selalu menyertai ke mana pun ia pergi. Yasmina tidak melawan. Diam-diam ia mulai memercayai sang kakek.

"Aku nggak mencuri data, Yas!" sanggah Kukuh dengan mata melebar, tak percaya dengan sangkaan yang baru saja dilontarkan kekasihnya.

Yasmina tidak menanggapi. "Data apa yang kamu minta dari Dian?"

Kukuh mengerutkan kening seketika. Ia yakin Iskandar telah mencuci otak cucunya. "Data apa? Aku nggak ngerti!"

Yasmina mendesah. Kalau sudah begini ia tidak yakin lelaki ini berperilaku serendah itu.

"O, jadi itu alasan kenapa kamu dikawal sekarang? Kakekmu takut aku mencelakai kamu?"

Yasmina membuang muka dengan sedih. Kukuh melunak melihat itu. Ia sepenuhnya mengerti posisi Yasmina.

"Memangnya data apa yang dicuri?" tanyanya dengan nada lembut.

"Data aliran dana perusahaan."

"Perusahaanku saat ini cuma Netz dan Next! Apa coba kaitannya dengan Grup Adam? Kalau ada yang mencuri data, lebih mungkin itu dilakukan oleh saingan bisnis kalian."

Yasmina menatap dalam-dalam ke mata Kukuh. Mengapa ia selalu menemukan cinta dan kepedulian di sana? Apakah benar tuduhan kakeknya bahwa Kukuh itu aktor yang teramat lihai?

"Kamu nggak berniat membalas dendam atas kematian keluargamu?" tanya Yasmina lirih.

Kukuh kembali mengangkat alis dan tersenyum lebar. "Balas dendam ke kakekmu? Kamu masih mengira kakekmu terlibat pembunuhan itu?"

Yasmina terdiam. Ia merasa terjepit di antara dua gajah.

"Tapi data itu dicuri dari komputerku sewaktu kamu ada di sana, Kuh."

"Ya mana aku tahu, Yas. Aku cuma memegang album foto, bukan komputer."

Yasmina memandang Kukuh lama dengan hati masygul. Ia semakin tak mengerti lelaki ini. Bagaimana bisa Kukuh mengelak bila bukti mengarah padanya?

"Yas, tolong, bisakah kali ini kamu percaya saja sama aku? Aku benar-benar nggak mencuri data," pinta Kukuh.

Hati Yasmina terlanjur mulai mengeras. Ia mulai meragukan Kukuh. Di matanya kini Kukuh terlihat menakutkan. Sangat cerdik dan licik, bisa memanipulasi perasaan sedemikian rupa.

"Sekarang aku ... merasa asing dengan kamu," keluhnya lirih.

"Tolong percaya, ya. Aku sayang banget sama kamu." Kukuh meraih kedua tangan kekasihnya.

Kehangatan yang tersalur melalui genggaman meruntuhkan pertahanan Yasmina. Nalurinya masih mengenali rasa sayang itu, masih merindukannya dengan sangat. Saat Kukuh merengkuhnya ke dalam dekapan, sekali lagi ia merasakan kesungguhan lelaki itu.

"Aku kepingin banget percaya seutuhnya sama kamu, Kuh," rintihnya.

"Kalau begitu, lakukanlah, Yas," bisik Kukuh dengan nada pilu.


///////////////////

Mau hemat baca Yasmina sampai tamat nggak pake nungguin apdetan beberapa purnama? Cuus aja ke KBM atau Karya Karsa.

Buat pengguna Karya Karsa, ada 2 cara:

1. "PAKET YASMINA 30 HARI": cukup dengan Rp22.000,- Sobat bisa baca sampai tamat. Pastikan Sobat semua menggunakan voucher senilai Rp. 20.000,- KODE VOUCHER: yas032022

2. Mau menyimpan Yasmina buat dibaca selamanya? Gunakan "PAKET YASMINA SELAMANYA". Sementara nggak ada voucher untuk paket ini, ya, karena udah murah banget, cuma Rp49.900,- aja. Paket ini bisa di-scroll di Tab PAKET di Karya Karsa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top