YK3>8
"Maaf Cal, Caca demam, akuu..."
"Kesana lagi?" Potong Cal tak menunggu Prilly menyelesaikan kalimatnya, "oke, nggak papa, semoga Caca cepat sembuh!"
"Aamiin, terima kasih Om Cal udah doain Caca ya," Prilly terlonjak senang karna nada suara Cal terdengar menenangkan baginya.
Prilly pikir, Cal sudah mulai bisa menerima sikapnya yang sebentar-sebentar Caca, sebentar-sebentar Caca.
"Tuh Ca, didoain sama Om Cal, semoga Caca cepat sembuh...." Prilly terdengar girang mengatakannya pada Caca.
Caca terdengar merengek dalam gendongannya.
"Shhhhttt.... ngantuk ya sayang?" Prilly menggoyangnya pelan. Memeluk tubuh mungil itu dengan penuh kasih sayang.
"Engghhhhh..." suara Caca masih terdengar merengek.
"Om Cal itu sayang sama Caca, nanti kalau Mama jadi sama Om Cal berarti Caca punya papa dua, Papa Cal sama... "
"Oekkkkkkkkkk!"
Prilly terjengit kaget saat bayi dalam gendongannya terasa melonjak dan menangis keras.
"Cup.. cup sayang kenapaa??" Prilly menepuk pantatnya pelan dengan gerakan yang agak panik karna terkejut.
"Kenapa, Ca?" Ali muncul memasuki kamar dengan pertanyaan khawatir.
"Nggak tahu a, mendadak histeris!"
"Caa, cup ya sayang, papa Caca cuma papa ya Ca, nggak ada papa yang lain!"
Ali mengambil Caca dari gendongan Prilly yang mengeryit heran. Memangnya Ali mendengar apa yang ia ucapkan sama Caca? Dia pikir tadi Ali datang segera karna mendengar tangis Caca.
Meskipun agak susah, Ali berhasil mengambil Caca dari gendongan Prilly dan berhasil juga menenangkannya. Memeluk Caca dengan menaruh kepala bayi itu dibahunya, Ali megusap punggung dan menyangga pantat Caca dengan sebelah tangannya yang terlipat. Dan ajaib, Caca langsung tenang dengan bibir yang terdengar merengek kecil.
Dalam posisi seperti itu Ali cuma diam tanpa suara. Seperti ada yang dipikirkan. Pandangannya terlihat fokus pada suatu tempat tapi pikirannya fokus pada hal lain.
Sebenarnya tadi Ali ingin masuk kekamar. Urung, karna melihat Prilly sedang menerima telpon didepan box bayi dan membelakangi pintu. Sempat mendengar pembicaraannya. Ikut lega karna Prilly berkata Cal mendoakan anaknya agar cepat sembuh. Artinya tidak ada masalah lagi dengan Cal. Ali pikir, kekasih Prilly itu sudah mengerti setelah yakin karna sudah mengajak Prilly menemui orangtuanya.
'Apa benar Caca bereaksi karna ucapannya menyebut papa Cal?'
"Kamu jangan batalin janji sama Cal kalau hari ini ada rencana pergi!" Ali berkata membuat Prilly menggeleng.
"Cal nggak apa-apa kok a, dia malah doain Caca semoga lekas sembuh!"
"Ya, tapi Caca bisa ditinggal kok, aku bisa jaga dia..." Ali berkata pelan sambil menoleh kepada Caca dimana kepala putrinya itu menempel dibahunya dan bergerak-gerak mendengar dia mengeluarkan suaranya.
"Badannya masih panas," Prilly tak tega meninggalkan.
"Nanti aku kompres," sahut Ali.
"Kalau dia rewel?"
"Aku bisa nenangin dia... nih buktinya!"
Ali menunjukkan Caca dibahunya.
"Tapi a..."
"Please dengarin aku sesekali!!!"
"Oekkkkkkk!"
Caca kembali menangis keras. Kemungkinan karna ia sedang terkejut mendengar suara Ali yang agak ditekan. Menurut Ali, Prilly terlalu keras kepala. Ia tahu Prilly mengutamakan anaknya, tapi ia tak mau setiap kali Prilly ada rencana dengan Cal selalu saja Caca menjadi alasannya untuk membatalkan.
"Sshhhhhttt, sayang, maafin papa ya, maaf yaa..." Ali menggoyang tubuh Caca tetapi tangisannya makin keras.
Ali mencoba menenangkannya dengan melangkah keluar kamar diiringi Prilly.
"Sini a..."
"Aku bisaa..."
Ali menolak saat Prilly ingin mengambil Caca dari gendongannya, sementara tangis Caca tidak juga berhenti.
"A, jangan gitu dong, kasian Caca, siniin aaa!" Prilly merengek meminta Caca.
Karna merasa Caca tak juga mau berhenti menangis, akhirnya Ali menyerahkan anaknya itu pada Prilly.
"Uhhh, cayangg mamaaa..." Prilly menarik punggung Caca dan membalik tubuh kecil itu kehadapannya lalu memeluknya.
"Kalau panasnya nggak turun-turun juga lebih baik nanti kita bawa kedokter, a," saran Prilly sambil mengusap punggung Caca setelah Caca terlihat tenang dalam dekapannya.
Ali hanya diam tak menjawab iya atau tidak. Ia menghela napasnya.
'Kenapa Caca tergantung sekali sama dia,' Ali membatin.
Prilly melangkah kedalam kamar setelah sesaat Caca nampak tenang diiringi Ali. Sesaat tak ada yang bicara disana karna keduanya lebih mementingkan ketenangan Caca. Dua kali anak itu berteriak keras tanpa sebab. Mungkin berisik karna suara obrolan. Atau isi obrolannya tak ia sukai.
Kamar yang hening, sedikit terusik karna terdengar suara panggilan dari handphone Prilly yang berada diatas nakas. Caca menggeliat digendongannya membuat Prilly hanya memandang ponselnya yang menyala dan bersuara.
"A, tolong angkat telponnya," Prilly meminta Ali menerima sekaligus agar ponsel itu tak lagi bersuara.
"Cal!" Ali mengambil lalu melihat layar ponsel dan membaca namanya.
My Cal
"Angkat aja, bilang lagi gendong Caca, Caca lagi nggak suka berisik!" Prilly meminta Ali tetap menerima panggilan dari ponselnya itu.
Sesaat Ali ragu hingga panggilan itu berakhir. Apa kata Cal kalau ia yang mengangkat telpon Prilly? Tanya Ali dalam hati.
"Berakhir ya panggilannya? Ya udah, tolong tunggu aja a, paling habis tu dia nelpon lagi!" Bisik Prilly.
Dan benar saja, layar ponsel menyala lagi dan terdengar nada dering lalu Ali dengan ragu menerimanya. Karna tak ingin Caca terganggu dengan suara panggilan itu.
"Halo...."
Tak ada suara disebrang sana ketika Ali menerima telpon. Mungkin terkejut karna bukan suara Prilly.
"Maaf, Prilly sedang nenangin Caca, nanti akan menelpon balik, maafkan sa..."
"O my god!"
Cittttttttttttttt!
Brakk! Brukkkk!
"Halloo..."
Ali terkejut mendengar suara seperti benda jatuh dan suara benda bertabrakan setelah teriakan menyebut nama Tuhan terdengar.
"Hallo?"
Tuttttt.......
Ali memandang layar telpon dengan wajah tegang. Sementara Prilly terlihat sedang menaruh Caca diboxnya.
"Ada apa, A?"
"Tadi..."
Drrrrttttt....Drrttt...
Getaran dan suara telpon terdengar sebelum Ali menjawab tanya Prilly.
Panggilan tanpa nama terlihat dilayar ponsel Prilly. Ali menyerahkan ponselnya pada pemiliknya. Prilly menerima telponnya dengan kening berkerut.
"Halo?"
"Prilly ya?"
"Siapa?"
"Beni," sahut suara disebrang sana.
"Oh iya, ada apa ben?"
"Cal kecelakaan!"
Seketika Prilly merasakan jantungnya mau copot. Kecelakaan?
"Aa..aapa? Kecelakaan? Kenapa bisa?"
"Ada anak kecil tiba-tiba menyebrang jalan, dia membanting stir menghindari, tapi menabrak trotoar!" Jelas Beni.
"Te...terus sekarang dimana? Dibawa kerumah sakit mana?"
Prilly memutuskan hubungan telpon dengan tangan gemetar setelah mendapat informasi Cal dibawa kemana dan mengatakan, "aku akan kesana!"
Prilly meremas kepalanya.
Beranjak dari tempatnya berdiri, perhatian Prilly jatuh pada box Caca.
"Aa, aku harus gimana ini?"
"Kenapa?"
"Cal kecelakaan, aku harus ke rumah sakit, Caca gimana?"
"Jangan mikirin Caca, aku akan nganterin kamu ya!"
"Caca?"
"Caca sama Laila!"
"Aku gak percaya kalau cuma Laila!"
"Ada mbak Sarah!"
Prilly menggeleng tak juga bisa mempercayakan Caca pada oranglain.
"Aku akan menelpon ibu agar segera kembali kesini!"
Prilly terlihat sangat gelisah hingga Ali harus memaksanya untuk segera bersiap pergi.
"Caca..."
Prilly merasa saat ini otaknya tak dapat berpikir. Rasanya ia tak tahu apa yang harus dilakukan.
"Udahlah i, please ya!"
Ali menyeret Prilly keluar dari dalam kamar. Memaksa Prilly untuk tak lagi berpikir lama. Atau bahkan membantu Prilly agar ia segera dapat mengambil keputusan.
"Laila, jaga Caca, tunggu ibu sebentar lagi, jangan berisik, siapkan saja Susu, ingat bila panas kompres, dan segera hubungi saya segera jika perlu!"
Akhirnya Alipun menyeret Prilly menuju mobilnya dan mendorongnya masuk kedalam mobil setelah membukakannya. Prilly benar-benar blank. Perasaannya bercampur aduk. Cemas dengan dua orang sekaligus. Cal dan Caca. Bagaimana keadaan Cal? Apalagi Beni tak mau mengatakan bagaimana Cal, ia hanya mengatakan lebih baik Prilly segera saja datang. Seandainya Ali tak berinisiatif mengantar, ia takkan mungkin dapat berpikir apa yang harus ia lakukan. Karna ia juga sangat memikirkan Caca. Jika panasnya tak turun-turun, mereka sudah sepakat untuk membawanya kedokter. Ia khawatir panasnya justru mendadak tinggi.
"Jangan pikirkan Caca ya, dia akan baik baik saja!"
Ali berkata begitu mobilnya sudah meluncur mulus membelah jalan. Ia berusaha tenang meskipun ada perasaan bersalah. Apa tadi reaksi Cal terhadap telpon yang diterimanya? Apa begitu mendengar suaranya Cal menjadi tak fokus menyetir lalu menabrak? Sebenarnya ia juga merasa panik mendengarnya. Tapi ia mencoba lebih tenang daripada Prilly. Kecemasannya pada Caca ia serahkan pada ibunya. Untung saja ibunya berkata akan segera datang.
"Ali dijalan menuju rumah sakit bu, Cal kecelakaan, Ali harus mengantarkannya, Prilly syok, Ali tak yakin bila dia pergi sendiri!"
"Iya Li, ibu segera datang!"
"Terima Kasih, bu!"
Ali meletakkan kembali handphonenya lalu menoleh pada Prilly.
"Dengarkan, ibu segera datang, jadi jangan khawatirin Caca, kamu harus perhatikan dia..."
"Awas a!!!"
Ciitttttttttt....
Brakk!!
Fokusnya yang terbagi, antara jalan dan menenangkan Prilly membuat Ali tak melihat tiba-tiba sebuah sepeda motor menyelip dan akhirnya tersenggol lalu jatuh didepan mobilnya.
"Astagfirullah...."
♡♡♡♡♡
Jakarta, 31 Maret 2018
Harusnya tanggal segitu tapi ternyata nggak bisa terpublish, bermasalah pada saat menyimpan.
Akhirnya baru bisa nih setelah sudah ada di Banjarmasin, 1 April 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top