YK3>5

"A, ini buburnya..."

"Kenapa dibawakan kekamar lagi? Aku bisa keluar..."

"Nanti kelamaan keburu dingin, aa juga gak boleh telat makan..."

Ini adalah hari yang ketiga Ali dirumahnya. Mama melarang Ali pulang sebelum pulih benar. Jika hari ini sakit terus berlanjut, mereka sudah berencana akan pergi kedokter. Semakin membaik membuat Ali  melarang mereka memanggil dokter. Katanya ia tak apa meskipun Prilly dan Mamanya menganjurkan kedokter. Prilly sudah bersedia mengantarkan. Tapi kata Ali dia sudah baikan.

Prilly tahu Ali hanya tak ingin merepotkan. Semalam ia sudah memanggil dokter umum yang kebetulan ada didekat komplek. Menurut dokter, obat yang diberikan mama Prilly sudah benar. Ali juga tidak ditambahkan obat lain selain itu. Hanya diberikan saran berapa kali sehari menggunakannya. Sebab kata dokter itu, pemberian antasida bersama-sama dengan obat lain sebaiknya dihindari karena mungkin dapat mengganggu absorpsi obat lain. Selain itu, antasida mungkin dapat merusak salut enterik yang dirancang untuk mencegah pelarutan obat dalam lambung.

"Dimakan a, setelah itu minum obat dan istirahat lagi!"

"Aku capek istirahat trus, i!"

"Kalau sudah pulih kan dapat beraktivitas kembali a, kalau nggak istirahat benar-benar, nanti malah nggak sembuh-sembuh!"

"Aku akan sembuh, karna didoakan Caca tiap hari!"

Ali menatap Prilly sambil mencoba tersenyum. Prilly pun tersenyum mendengar ucapannya. Doa Caca ya doa darinya, karna setiap hari saat sebelum dan sesudah tidur Caca akan datang pada Ali dalam gendongannya untuk mengucapkan selamat pagi, semoga cepat sembuh dan kalau malam hari Caca akan datang lagi untuk mengucapkan selamat tidur, selamat malam dan semoga cepat sembuh, selama ia ada dirumah Prilly.

"Good morning papa, apa papa sudah baikan?"ucapan dan pertanyaan Prilly seakan-akan Caca yang mengucapkannya setiap pagi.

"Good night, papa, selamat bobo pa, semoga cepat sembuh!" ucapan bernada sama selalu ia dapatkan dari Caca melalui bibir Prilly juga setiap malam. Dan hal itu membuat Ali menjawabnya dengan nada senang dan Caca akan menerima ciuman darinya.

"Goodnight sayang, bobo yang nyenyak ya..." dan Ali akan berkata seperti itu saat mencium pipi anaknya.

"Bye papa..."

Prilly akan beranjak berdiri mengucapkan itu setelah Ali mendaratkan kecupan dipipi anaknya. Hingga jarak yang dekat membuat Prilly tercium aroma tubuh dan rambutnya yang khas apalagi sepertinya dia tak mandi selama sakit. Hanya membersihkan tubuh sekedarnya dan mengganti pakaian dalam yang dibawakan mbak Sarah dari rumahnya. Kalau tiba-tiba Ali mengangkat wajahnya tanpa sempat Prilly mengangkat wajah, pasti kepala Ali akan menabrak wajahnya.

"Ii..."

Prilly berbalik memandang Ali saat tubuhnya hampir hilang dari balik pintu membawa Caca tadi malam.

"Ya, A?"

"Terima Kasih!"

Akhirnya ia tak lupa mengucapkan terima kasih meskipun agak terlambat. Prilly tersenyum. Merasa sudah keharusan apabila dia membantu kakak iparnya tersebut terlebih kakaknya tidak bisa melayaninya seperti sekarang. Entahlah, rasanya hatinya ringan saja melayaninya. Bahkan ia lebih memilih mendahulukan kepentingan Ali daripada Cal, pacarnya.

Tadi malam saja Cal menelpon ingin mengajak makan malam bersama keluarganya. Dia bilang ibunya baru datang dari Kuala Lumpur dan punya oleh-oleh untuknya. Tapi Prilly sangat berat meninggalkan Caca dan Ali karna kebetulan juga mamanya belum pulang dari pergi keacara aqiqahan cucu keponakannya.

"Sampein salam aku sama Sandra ya mah, semoga dedeknya pinter jadi anak sholeh!"

Bahkan Prilly pun hanya titip salam pada Sandra sepupunya itu.

"Kamu gak ngehargain mom aku?"

"Bukan begitu, aku beneran nggak bisaa, mama nggak ada dirumah, papa Caca sakit, Caca juga gak mungkin aku bawa-bawa keluar!"

"Kan ada papanya, cuma ditungguin gitu doang cuma bayi kan?"

"Callll, kamu jangan begitu deh!" Prilly menukas tak senang. Terlalu tak habis pikir dengan kata cuma. Cuma ditungguin. Cuma bayi. Menyepelekan sekali.

"Ya udah, kalau gitu besok ya..."

"Mmhh..."

"Mau alasan apalagi? Mom pingin ketemu kamu lho, aku mau ngenalin kamu sama mom, aku sudah janji!"

Prilly terdiam sejenak. Posisi yang sangat sulit.

"Iya!" Akhirnya ia mengiyakan. Yang penting saat itu dia terbebas dari paksaan.

"Nah gitu dong, besok aku jemput, dandan yang cantik ya, biar mom aku suka!"

Prilly hanya memandangi layar handphonenya setelah sambungan terputus. Akan dikenalkan dengan orangtua Cal? Calon mertua? Eh, sejak kapan hubungan mereka seserius itu?

"Ngelamunin apa?" Pertanyaan Ali mau tidak mau membuat Prilly kaget. Kenapa jadi melamun sih?

"Enggak!" Geleng Prilly, "Dimakan buburnya a, habis itu minum obat, biar cepat sembuh!" Prilly berusaha ketopik awal. Meminta Ali memakan bubur buatannya dan minum obat untuk yang kesekian kalinya.

"Hari ini aku mau pulang!"

"Lho kenapa? Kan aa belum sembuh!"

"Justru itu, semakin belum sembuh, semakin ngerepotin kalian!"

"Aa kok gitu sih? Kapan ada yang repot, a?"

"Gak ada yang bilang, tapi aku harus tahu diri, aku bisa beristirahat dirumah aku sendiri, ada mbak Sarah yang akan membantu aku!"

Prilly memandang Ali dengan wajah yang sepertinya tak berharap Ali benar-benar berpikiran untuk pulang. Sama sekali ia tak merasa repot. Justru kalau membiarkan Ali begitu saja, ia lebih merasa bersalah.

"Memangnya aku kurang perhatian, a?"

Pertanyaan Prilly meluncur begitu saja. Padahal ia sudah berusaha lebih perhatian agar Ali merasa nyaman dan cepat sembuh. Ali justru memilih dirawat mbak Sarah.

'Kamu justru sangat perhatian, padahal bukan tugasmu, cukup Caca saja, jangan ditambah-tambah dengan adanya aku!' Ali membatin.

"Oekkkkk....."

"Caca?"

Prilly menaruh menaruh mangkok bubur diatas nakas lalu segera berlalu karna mendengar suara tangis Caca.

"Sebentar a!"

Prilly keluar dari kamar itu dan kekamar sebelah dimana terdengar tangis Caca. Mamanya sedang tak ada, pergi kepasar dan Caca memang sedang tidur setelah bangun pagi, mandi dan minum susu.

"Cup sayangg, tumben nangis kenapa?" Prilly mengangkat tubuh mungil itu dan meraba pantatnya. Tidak basah. Berarti bukan karna buang air kecil terlalu banyak atau kebasahan. Prilly menaruh Caca di ranjang dimana ia tidur disana tiap malam untuk jaga-jaga kalau-kalau Caca menangis seperti itu karna popoknya terlalu basah Atau karna buang air besar. Ia membuka kain yang melilit tubuh Caca lalu mencoba mengintip popoknya. Tidak buang air besar juga. Karna biasanya meskipun pakai popok anti bocor kalau sedang buang air besar pasti akan terasa tak nyaman.

"Ssssshhhhttt, kenapa sayang mama?" Prilly menutup kembali tubuh Caca dan membalutnya dengan lampin bayi lalu menggendong Caca lagi. Mendekap dan memeluk bayi itu agar merasa tenang. Kenapa tiba-tiba menangis padahal tidak ada apa-apa?

Bunyi panggilan telpon diatas nakasnya terdengar. Prilly mengeryit. Dan mendekati handphonenya.

Cal.

Dan dilayarnya terdapat tanda berapa kali panggilannya berlangsung. 5 kali? Pantas saja. Mungkin Caca terganggu. Bayikan sangat sensitif.
Setelahnya Prilly melihat layarnya menyala. Segera saja ia terima panggilan telpon itu agar tak mengganggu Caca.

"Ya, Cal?"

"Kamu kerja kan hari ini, aku mau jemput kamu!"

"Aku nggak masuk lagi hari ini, Cal!"

"Nggak masuk lagi?"

"Iya, papa Caca masih sakit, akuu..."

"Sudah tiga hari gak masuk kerja demi dia dan anaknya?"

"Kamu ngomongnya dia dan anaknya sinis banget, mereka keluarga aku, kakak ipar dan keponakan yang sudah aku anggap anak!"

"Anaknya sudah dianggap anak, sekalian saja bapaknya dianggap suami."

"Eh, hati-hati kalau ngomong, aku tahu kamu kesal, tapi ucapan kamu jangan nyakitin!"

Prilly merasakan sesak dalam dadanya. Anaknya dianggap anak, bapaknya dianggap suami? Yang benar saja? Akhirnya si cuek cemburu juga. Dulu saja katanya nggak akan cemburu ketika dicemburui.

"Aku percaya sama kamu, tapi kenapa kamu percayanya sama orang yang katanya melihat aku jalan sama yang lain? Aku sama yang lain tu cuma teman!"

"Teman tapi mesra?"

"Ck. Teman ya teman, kalau kamu bilang kamu jalan sama temanmu, pernah gak aku curiga?"

Awalnya bicaranya begitu. Kenapa sekarang jadi berubah? Kenapa sekarang curiga?

Klik.
Prilly memutuskan sambungan telpon. Percakapan unfaedah. Buat apa didengarkan kalau hanya untuk menyakitkan telinga mendengarnya. Susah payah ia menjelaskan sebisanya tapi tak juga mau mengerti. Kalau harus disuruh tidak peduli pada Caca mana mungkin?

Prilly mendekap Caca dan mengayun tubuhnya agar anak itu bisa tidur lagi dengan tenang. Caca sama sekali tak merepotkan. Dia bayi pada umumnya. Menangis jika haus, ngantuk ataupun buang air besar. Tak lebih daripada itu. Sama sekali Caca tak merepotkannya. Ia sangat ikhlas memberi kasih sayangnya.

Drrrrttttt....
Terlihat ponselnya menyala lagi. Cal lagi.

"Aku diluar!"

Klik.
Telpon ditutup setelah mengatakan ia ada diluar. Hati-Hati Prilly menaruh Caca ditempatnya.

"Kenapa kesini? Apa kamu nggak kerja?"

Melangkah keluar kamar dan membuka pintu, ia melihat Cal berdiri didepannya dengan tatapan dingin. Tatapannya semakin dingin mendengar pertanyaannya.

"Kerja, tapi kabur, karna perasaanku tak enak!"

"Tak enak?"

"Iya, kamu sekarang suka menutup telpon seenaknya!"

"Aku udah jelasin kekamu tapi kamu nyolot-nyolot, apalagi yang harus aku katakan?"

"Kamu juga selalu lama membalas chatt aku!"

"Akukan sudah bilang, aku nggak sempat buka-buka hape, kerjaan aku banyak kalau dikantor, kalau dirumah aku sama-sama Caca, Cal!"

"Kamu lebih mementingkan mereka?"

"Mereka keluargaku, kan sering aku bilang," Prilly mencoba menjelaskan pada Cal agar ia bisa sedikit memahami posisinya.

"Tapi kamu memiliki kehidupan sendiri, Prilly, harusnya kamu memikirkan dirimu, kamu harus memikirkan kita, sudah resiko anak dan suaminya jika kakakmu koma, jadi kenapa harus tergantung padamu?"

"Cal, jangan begitu, aku cuma butuh support!"

"Apa aku harus mendukung sesuatu yang menyakitkan batinku!"

"Menyakitkan bagaimana?"

"Bagaimana tidak menyakitkan kalau kau lebih memilih memperhatikan yang lain daripada memperhatikan masa depan kita!"

"Ayolah Cal, jangan berlebihan...."

"Berlebihan katamu? Sudah hampir sebulan Prilly, dan kau terlalu sibuk hingga lupa padaku!"

"Maafkan aku Cal, aku tak bermaksud..."

"Aku cuma mengingatkan, jangan sampai kau menyesal!"

"Cal!"

Prilly menarik tangan Cal yang ingin segera berlalu tapi ditepis kasar.

"Aku sudah tak peduli, terserah kamu saja mau apa!"

"Cal, please, jangan childish!"

"Ya aku Childish, terserah apa katamu!"

"Cal!"

Prilly tak bisa lagi menahan langkahnya. Rasanya percuma ditahan tapi mendapatkan ucapan keras dan tindakan yang kasar pula. Telinganya sakit sampai kehati.

Menghempaskan diri disofa lalu menutup wajahnya dengan menyangga siku dipaha, Prilly menangis. Sesak. Rongga dadanya mendadak dipenuhi gumpalan beku yang menyesakkan dan tak juga lega setelah melepaskannya dengan menangis.

Tentu ia menyayangi Cal, kalau tidak, kenapa mereka berhubungan hingga setahun lebih lamanya.

Sementara dibalik pintu kamar Ali bersandar sambil menghela napasnya berat. Merasa bersalah karna semua yang terjadi pada Prilly adalah karnanya. Karna istrinya koma. Karna anaknya yang butuh dirawat sebagai pengganti ibunya.

"Maafkan aku dan Caca..." Ali mengusap wajahnya.

Diam-diam Ali keluar dari kamarnya dan mendapati Caca dikamar sebelah. Ali memandangi wajah balon anaknya dan menggesek balon itu dengan jarinya.

"Kasian mama ii Ca, gara-gara kita jadi menangis!"

Entah karna mendengar suara atau karna gesekan jari Ali, Caca mendadak menangis keras.

"Oooekkkkkkkk!"

"Shhhttttt.... sayang, anaknya papa, cup ya sayangg, tenang ya, ini ada papa!" Ali mencoba menenangkan Caca dengan menepuk tubuh yang sedang terlilit lampinnya itu pelan. Ia mencoba mengangkat tubuh mungil itu dan mendekapnya.

"Cacaaa?"

Suara Prilly yang mendekat membuat Ali berbalik. Sisa airmata disudut matanya tidak ada. Tetapi sisa habis menangis masih terlihat dari raut wajahnya.

"Caca nggak apa-apa, ada aku..." Ali berkata saat Prilly tiba didepannya.

Prilly mengambil Caca dari gendongan Ali. Memeluknya dan menepuk pantatnya pelan lalu duduk ditepi tempat tidur. Memandang wajah Caca, Prilly berkaca. Tak mungkin ia mengabaikan bayi itu. Menggesek pipinya dengan jari Prilly lalu mengusap kepala dan menciumnya.

"Sayang Caca...."

"Maafkan aku dan Caca..."

Prilly menoleh dan menemukan mata yang terpancar merasa bersalah lalu ia menggeleng pada Ali yang sudah duduk disampingnya.

"Aa sudah selesai makannya?" Prilly justru teringat kalau ia tadi meninggalkan Ali dengan buburnya.

"Jangan pedulikan aku..." Ali berkata membuat Prilly menggeleng.

"Apa aku salah memilih merawat Caca daripada kepentingan dia, a?"

"Maafkan aku dan Caca!" Lagi-lagi Ali meminta maaf. Sungguh tak tega melihat mata didepannya kelihatan sedih. Apalagi kepentingan anaknya saat ini menjadi salah satu pilihan. Dan itu yang dipilih oleh Prilly.

Prilly menggeleng menjawab permintaan maafnya.

"Aa nggak salah, apalagi Caca, dia yang nggak mau memahami aku, dia nggak mau mengerti kalau saat ini aku harus merawat Caca, harusnya dia support aku bukan malah melemahkan, aku tuh capek kalau harus jelasinnn melulu, kapan dia ngertinya sama aku, a?" Suara Prilly bergetar menahan tangis. Sesak didadanya kembali membeku hingga membuat air yang ditahannya tumpah seketika. Tangannya semakin erat memeluk Caca.

Ali refleks menghapus airmatanya dengan punggung tangan lalu meraih bahu dan menariknya kedalam pelukannya. Mengusap kepala yang begitu saja terjatuh dalam dekapnya.

"Dulu saja dia lebih mentingin teman-temannya daripada aku, aku masih bisa memahami dia, karna aku nggak mau ngekang dia buat bergaul, sekarang aku butuh dia paham sedikit saja dia nggak mau ngertiiii, kan egois namanyaaa...!" Prilly menarik air yang hampir meleleh dari hidungnya diantara curahan hatinya yang begitu saja mengalir dengan suara yang bergetar.

"Aku tu lelah a, lelahhh..."

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 20 Maret 2018

Tiga hari yang lalu, sabtu, 17 Maret 2018
Ayah mertua saya berpulang tak terduga setelah 7hari kembali dari tanah suci.
Mohon doanya buat beliau yang sudah seperti bukan mertua tapi ayah bagi saya. Semoga beliau Husnul Khatimah. Aamiin.
Terima Kasih teman-teman!

Saya tak tahu apakah part ini ada feelnya. Karna tadi juga ada sedikit eror. Sudah 2012kata ternyata hang nggak bisa diapa apain. Begitu normal sebagian hilang tinggal 1200kata. Kalau bukan karna saya ingin bertemu kalian dipart ini, pasti saya akan tunda mengetik sampai mood saya kembali.

Terima Kasih yang sudah tidak memberi saya pertanyaan yang tidak harus dipertanyakan, karna saya sudah sedemikian detail bercerita part demi part. Please, masa masih bertanya apakah Prully koma atau sudah meninggal? Jujur saja, Pertanyaan itu  menyakitkan bagi saya. Seakan-akan tidak membaca tapi mencoba berkomentar dan bertanya. Sakitnya tu dimana-mana. Hmmm.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top