YK3>29
"Cacaaa... ciniii... udah minum susu?" Prilly menjerit mengulurkan tangannya melihat Caca.
"Udah tiga kali minum susunya, bu!" Sahut Laila.
"Mama lagi makan Ca, Caca sama mbak Laila dulu yaa... " Ali berkata pada Caca agar membiarkan Prilly menyelesaikan makannya.
"Eh, gak papa sini sama mama, peluk dulu mama kangennn!"
Prilly tetap mengulurkan tangan pada Caca yang sedang digendong Laila. Memeluk Caca yang melonjak sepertinya kesenangan karna baru melihat mama dan papa.
"Mmm...mmm...mmm..." Caca sepertinya benar-benar kesenangan karna sekarang kedua telapak tangannya menyentuh pipi dan menepuk-nepuknya lalu mulut mungilnya itu mengecap hidung runcing Prilly.
"Kangen mama yaa?"
Prilly menggesekkan hidungnya ke hidung Caca yang bergumam khas bayi itu lalu Caca mengacak-acak wajahnya lagi dengan tangan mungilnya yang sudah mahir menggenggam itu.
Kenapa mengatakan Caca kangen? Karna pagi ini mereka baru bertemu dimeja makan setelah Caca dibawa Laila keluar dari kamar, dimandikan dan diberi susu lalu diajak bermain oleh baby sitternya itu.
Biasanya, Prilly membantu memandikan ataupun menemani minum susu dan bermain bersama Caca disela menyiapkan sarapan. Tetapi khusus pagi ini, tubuh Prilly perlu tenggelam lebih lama didalam selimut akibat sentuhan batin Ali. Nafkah batin sekaligus pelayanan yang tertunda baginya.
Niatnya mengambil ponsel disela menyiapkan sarapan untuk menghubungi mamanya berakhir pada keributan dengan Ali yang berujung sentuhan batin yang pertama bagi mereka.
Sempurna. Sekarang Prilly merasa menjadi sempurna karna sudah memberikan pelayanan lahir dan batin lalu melupakan perasaan menjadi yang ketiga sesaat. Terlupa karna rasa sentuhannya yang seakan meluruhkan urat ditubuh saat terhempas diranjang yang hangat. Sentuhan memuja Ali yang membuat tubuhnya bergetar hebat dipuncaknya setelah melalui kesengsaraan sesaat sebelum merasakan kenikmatan.
"Caca sini dulu sama mbak Laila, mama nyelesain makan ya... " Laila berkata sambil mengambil Caca dari Prilly.
"Daaa Cacaa..."
Meskipun Caca menarik baju yang dikenakan Prilly, tapi Laila berhasil mengambil anak itu dari gendongan Prilly.
"Sini Caca cium papa dulu!" Ali berkata sambil mengulurkan tangannya.
Ali berdiri tanpa menunggu Laila menghampirinya lalu menggigit pipi balon anaknya itu. Prilly memegang pipinya sendiri saat melihat bibir Ali mendarat dipipi Caca dan menggigitnya. Ada desiran ngilu melalui dadanya saat terbayang rasa ciuman dan gigitan itu dipipi bahkan merambat kelehernya. Tubuhnya melengkung menahan hasrat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Terlebih saat bibir itu mulai merembet kemana-mana. Menciptakan jejak kepemilikan dibagian-bagian tertentu tubuhnya yang mendadak sensitif. Tak bersuara berlebihan, hanya ekspresi wajahnya yang mampu menggambarkan rasa indah sentuhan suaminya itu.
"Daaa mamaa, daaaa papaa," Laila melambaikan tangan Caca pada mama papanya yang dibalas dengan lambaian tangan juga oleh keduanya.
Prilly kembali memutar badannya menghadap ke piring yang berisi nasi dan lauknya yang sedari tadi menunggu ia habiskan. Beradu pandang dengan Ali yang kembali duduk membuat Prilly berdebar. Senyum penuh arti mereka yang langsung saja bertabrakan menyiratkan bahwa yang baru saja mereka lalui sangatlah indah.
"Yuk pa, di habisin sarapannya!" Prilly berkata mencoba menetralkan debaran didadanya.
"Jadi kenyang, ma..." Ali menyahut sambil menatapnya dengan tatapan penuh makna.
"Karna telat sarapannya ya?" tanya Prilly sambil mengangkat sendok berisi nasi kedepan mulutnya.
"Bukan, karna sarapan yang lain tadiii ..."
"Mmhhh, kamu tuuu..." Prilly tersipu malu dan cepat-cepat fokus pada makanan didepannya mendengar ucapan Ali.
Ali tertawa dan jika saja tangannya dapat menggapai, tentu ia akan mencubit pipi istrinya yang terlihat memerah. Semerah saat ia mengangkat tubuh dan menghempasnya ke ranjang dan mengurung tubuh dibawahnya lalu berkata, "aku ingin menafkahi batinmu, apa kamu siap melayaniku secara batin?"
Selalu tidak menjawab, baik mengangguk ataupun berkata iya, tetapi saat ia menunduk menyentuh bibirnya lalu mendapatkan balasan, sudah cukup bagi Ali jawabannya. Apalagi kalungan dilehernya semakin erat saja saat mereka berbagi rasa disertai napas yang memburu karna kekurangan oksigen.
Meski ia seharusnya tak perlu bertanya karna mereka sudah resmi dan merupakan suatu kewajiban, tetapi Ali tak ingin Prilly merasa terpaksa untuk itu. Karna ia menyadari mereka menikah dilatar belakangi banyak hal yang tidak biasa. Jika pasangan lain menikah hanya karna saling mencintai dan ingin hidup bersama, mereka memiliki bonus tujuan yaitu dapat merawat Caca bersama-sama.
"Mmmhhhhh......" suara lenguhan dan ekspresi wajahnya yang bergairah membuat Ali semakin terkurung hasratnya. Sungguh, meskipun ini yang kedua tetapi ia merasa ini yang pertama baginya. Kenapa? Karna yang dilakukannya terhadap Prully tanpa sadar. Dan ia lupa apa yang ia rasakan saat itu.
"Maafkan aku sayang...." Ali berkata setelah mencium kening dan menggulingkan tubuhnya disamping Prilly yang sama mengatur napasnya sambil memejamkan mata saat itu.
"Kenapaa?" Prilly menoleh lalu membuka matanya dan menemukan mata lentik itu sama menoleh dan menatapnya.
"Aku sudah berpikir buruk tentangmu dan dia...."
"Cal?"
"Bisa nggak usah sebut namanya?"
"Iya, maaf, pasti aa berpikir kalau aku dan Cal sudah pernah seperti Prully dan Jodi?"
"Mengingatmu pernah dicium saja aku merasa cemburu!"
"Tapi sekarang aku punya aa kan, nyatanya aa yang bikin kaos ini jadi giniii," Prilly menunjukkan sebuah kaos singlet yang bernoda darah.
Kaos singlet putih itu digunakan Ali untuk membersihkan noda ditempat dimana ia berhasil menembusnya. Jeritan kecil yang terdengar saat itu membuatnya memandang kasian, terlebih melihat airmata dari sudut mata Prilly yang menggigit bibirnya.
"Papaaaa.....?"
Ali tersentak saat Prilly terlihat mengibaskan tangan dihadapannya. Sedari tadi ia memandang Prilly dengan ingatan pada sentuhan batin mereka yang hangat. Bahkan wangi tubuh yang ia jelajahi saat meninggalkan jejak disana masih saja seperti melekat dihidungnya.
"Dihabisin pa makannya," ulang Prilly meminta Ali menghabiskan makanannya. Apalagi mereka sudah telat makan dan bahkan energi mereka sudah terkuras terlebih dahulu dibawah selimut.
"Iyaaa, sayang!"
Prilly tersipu dan menggigit bibirnya. Ini sayang yang kesekian kalinya yang Ali ucapkan, tapi tetap saja rasanya perutnya seperti digelitiki. Seperti kupu-kupu yang berterbangan diperutnya. Lalu wajahnya menghangat. Prilly tak dapat menyembunyikan semburat merah yang begitu saja terpancar dari wajahnya. Semburat rasa hangat yang tercipta bercampur dengan aura bahagia.
"Sayang juga harus habis makannya, biar bertenagaa...." Ali mengerling.
"A'aaa.... jangan gitu-gituuu ihhh!" Prilly berteriak dengan manjanya mendengar dan melihat ekspresi Ali.
Prilly jadi salah tingkah. Antara dipanggil sayang dan disuruh banyak tenaga menimbulkan dua rasa. Berbunga dan bergairah. Berbunga karna sayang, bergairah karna disuruh banyak tenaga membuatnya teringat betapa ia dipuja dengan banyaknya tanda cinta.
Ali tertawa. Sebenarnya ia hanya suka melihat Prilly manja. Menggemaskan, dan membuatnya ingin menggapai pipi balon yang mirip Caca itu lalu memencetnya. Pandangannya yang selalu pada bibir tipis itu tak lepas hingga terbayang rasa manisnya.
"Yang seneng banget udah buat aku nangisss.... "
Sebetulnya menangis yang dikatakan Prilly ini bisa tentang dua hal. Awalnya menangis karna marah dan cemburu. Tapi akhirnya menangis karna napas mereka yang sama memburu.
"Tapi habis nangis lalu menjeritkann...."
Maksud Ali sudah jelas menangis yang mana dan itu membuat mata Prilly melebar.
"Papaaa, nakall... uhhgg!" Prilly melempar serbet pada Ali. Ali semakin tertawa setelah berhasil menangkap serbet yang dilemparkannya, membuat Prilly kesal.
"Ck!"
Prilly berdiri tiba-tiba. Lalu menghentakkan kakinya manja.
"Aww, sshh!"
Prilly meringis tertahan merasakan ngilu menjalar dari inti tubuhnya. Ia lupa, ngilu disana masih terasa setelah pertama kali tersentuh hasrat pria yang terlihat kaget setelah tergelak melihatnya merajuk.
"Kenapa? Hati-hati, maaa... "
Prilly duduk kembali lalu memandang cemberut pada Ali. Ali berdiri menghampirinya. Lalu mengulurkan tangan pada Prilly.
"Sakit?"
Prilly menggeleng menjawab pertanyaan Ali setelah menyambut uluran tangannya. Malu kalau bilang sakit. Yang ada nanti ditertawakan. Dasar suami nakal.
"Gak apa-apa, papa habisin dulu makannya, aku mau ke toilet yang dikamar... " Prilly berdiri dibantu genggaman tangan Ali.
"Beneran?" Ali mengusap kepala Prilly dengan sebelah tangan yang lain dengan wajah khawatir.
"Iyaaa, sayangg....." Prilly berkata meyakinkan Ali yang tersenyum berbinar dipanggil sayang. Dan itu membuat Ali semakin tak tega membiarkan Prilly melangkah sendirian. Prilly melangkah pelan-pelan. Tidak apa. Hanya ngilu sedikit saja sebenarnya. Mau manja masih malu.
"Arghhh papaaa, kenapa aku digendong sih?" Prilly menjerit kecil karna Ali tiba-tiba menggendongnya ala bridal style seperti sesaat sebelum ia membawanya ke ranjang.
"Mau gendong aja, manjain istri aku iniii....." Ali menggesek hidung Prilly dengan hidungnya.
Prilly mengeratkan lingkaran tangannya dileher Ali. Lalu mengerucutkan hidungnya sambil tertawa. Dan Ali membungkam bibirnya sesaat sebelum melangkah menuju kamar mereka. Rumah serasa milik mereka berdua. Iya, memang rumah mereka, tapi mereka seperti lupa ada orang disana selain mereka berdua. Mbak Sarah, yang sedari tadi menyibukkan diri membereskan dapur.
"Penganten baru yang sehat begini nih, mesra, pandangan penuh cinta, dunia serasa milik berdua, jadi melting deh sayaa!"
Mbak Sarah mengibas serbet sambil senyum-senyum sendiri. Ikut senang karna ia tak pernah melihat pemandangan seperti itu sejak pertama tinggal bersama Ali dan Prully. Ia menyadari ada yang tak beres, tapi sebagai asisten rumah tangga, bukan ranahnya untuk masuk keurusan pribadi mereka. Urusannya beres-beres rumah saja, menyiapkan makanan, membereskan cucian dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Namanya juga asisten rumah tangga yang the best. Semua urusan rumah, beres.
♡♡♡♡♡
"Kenapa, yang?" Prilly duduk ditepi tempat tidur dan menyentuh punggung tangan Ali yang berada diatas perutnya.
Keluar dari kamar mandi, Prilly melihat Ali berbaring diatas tempat tidur dengan memejamkan matanya. Sebelah tangannya didahi dan sebelahnya lagi menekan perutnya.
"Perut aku..." Ali menepuk perutnya.
"Tuhkan papaa, nggak dengerin mama sih, sakitkan perutnyaaa....."
Prilly mengomel karna merasa sudah memperingatkan Ali kalau ia harus mengisi perutnya karna mereka sudah terlambat sarapan.
"Jangan diomelin sih maaa, disayangin kekkkk!" Tukas Ali.
"Iyaa sayanggg, ngomelkan karna aku sayang kamuuu....."
Mendengar ucapan istrinya itu, mau tak mau Ali nyengir sambil meringis.
Sementara Prilly berdiri dari tepi ranjang. Beranjak menuju perkakas Caca mencari minyak kayu putih.
"Sini aku kasih minyak kayu putih dulu perutnyaa....."
Prilly duduk lagi ditepi ranjang lalu menarik ujung kaos yang dipakai Ali keatas. Ia menumpahkan sedikit minyak kayu putih ketelapak tangannya lalu mengusap perut suaminya itu dan menurunkan sedikit celana yang dipakainya. Dan Prilly jadi dejavu seketika. Teringat saat Ali kesakitan perut sehabis makan dirumahnya waktu itu. Ia juga membalurkan minyak kayu putih bertutup ungu itu diperutnya.
"Auwhhh..." jeritan Ali membuat Prilly kaget .
"Kenapa? Aku terlalu tekan ya?"
Prilly merasakan perut Ali mengempes dibawah telapak tangannya. Kepalanya menggeleng seperti menjawab pertanyaan Prilly.
"Eng... enggakk..." Ali tergagap setelah menggeleng.
"Terus?" Prilly bertanya lagi dengan heran. Tangannya mencoba mengusap lagi perut Ali pelan-pelan. Jarinya mengusap sampai keperut bagian bawah yang sedikit tertutup karet celananya itu.
"Shhhh... "
"Kenapa sih sayang? Kamu jangan bikin aku khawatir deh...." Prilly menekan tutup ungu minyak kayu putih itu untuk merapatkannya lalu menempatkan di atas nakas setelah menumpahkan sedikit isi dari botol itu ke telapak tangannya lagi.
"Engg... enggakk, cuma shhh... "
Prilly mengeryit heran. Dari tadi Ali meringis melulu. Ditanya apa tangannya terlalu menekan? Enggak. Perutnya tambah sakit? Enggak. Lalu kenapa dong? Prilly mulai mengusap perut Ali lagi dan pandangannya jatuh pada gundukan celana Ali yang sedikit ia turunkan tadi. Seketika Prilly sadar apa yang terjadi.
"Apa dulu 'sosis' papa juga kayak gini waktu mama usapin minyak kayu putih?"
♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 21 Mei 2018
5Ramadhan 1439H
01.25 wita
Habis ini mau tidur dulu, bangun lagi nanti jam 3 buat nyiapin sahur kita nyam nyam nyam 😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top