YK3>27
"Prully, maafkan aku, demi anak kita, kami harus menikah, agar kami bisa merawatnya bersama-sama......"
Prilly sudah tahu Caca adalah alasan utama mereka menikah. Tetapi tetap saja ada perasaan ngilu mendengar hal itu diucapkan Ali dihadapannya dan Prully yang terbaring. Terlebih lagi ketika ia menggenggam tangan Prully, tangan itu seakan menggenggamnya. Prully bereaksi.
"Aa, kalau aa tak rela bangun saja, aku ikhlas saja demi Caca, a!" Airmata Prilly menetes saat itu. Genggaman tangan Prully bisa saja menyiratkan reaksi berbeda. Antara mengikhlaskan atau tidak.
Ali menghela napasnya. Ada nyeri mendengar ucapan Prilly. Keraguan Prilly memang sejak awal karna kakaknya. Hanya Caca yang menjadi alasannya untuk mau dinikahi.
"Aa, panggil dokter cepat, mungkin ini pertanda baik!"
Dan Alipun menurut saja ketika Prilly memintanya untuk memanggil dokter atau perawat yang bertugas.
Ali masih ingat, menurut dokter, dalam keadaan tidak sadar, sebetulnya pasien tidak akan merespons suara atau berbagai jenis kegiatan yang terjadi di dekatnya. Ia tidak bisa merespons dari mata, telinga, respons terhadap rasa sakit, kesadaran dan membuat gerakan karena otak dalam posisi terendah. Begitu juga dengan rangsangan bahasa atau kemampuan komunikasi tidak berfungsi. Sekarang kenapa Prully justru bereaksi?
"Pasien dalam kondisi koma memang sebetulnya bisa membuat gerakan, mengeluarkan suara dan punya pengalaman spiritual. Pasien koma juga terkadang memiliki gerakan refleks yang meniru kegiatan orang sadar. Untuk mbak Prully, selama ini kita jaga dan kendalikan agar tidak memegang-megang infus yang bisa jadi terlepas," dokter muda bernama Rinda menguraikan kalimat awal saat Prilly meminta kejelasan mengenai respon Prully saat menggenggam tangannya.
"Kalau mbak Prully sempat menggenggam tangan mbak Prilly, hal ini tentu saja sangat baik bagi kemungkinan ini respon positif, karna pasien koma yang berangsur sadar akan mulai merasakan sakit, mulai menyadari keadaan di sekitar, dan akhirnya mampu berkomunikasi..."
Saat itu Prilly berpikir, apakah itu suatu pertanda kalau Prully akan segera sadar? Dan bagaimana rencana pernikahan mereka? Apakah masih tetap akan dilanjutkan? Ataukah...
"Meski ada reaksi saat ini, dokter tidak bisa memastikan apakah Aa-mu segera sadar, lagipula Ui sudah dikembalikan sama mama, i!" Tante Ulfi berkomentar saat mereka kembali kerumah dan Prilly menceritakan pada mamanya tentang respon Prully saat ia dan Ali mengatakan niat mereka menikah.
"Ii terserah papa Caca saja, ma!" Prilly terlihat pasrah. Menyenderkan punggungnya disandaran Sofa. Ia benar-benar menyerahkan sepenuhnya keputusan ditangan Ali. Kakaknya dan Caca bagi Prilly sama penting. Ia tak dapat memilih.
"Ali lebih memilih kebahagiaan Caca, ma!"
Dan pada akhirnya, saat itu tiba. Dimana mereka dipertemukan didepan penghulu dan didepan para saksi saksi pernikahan. Berwalikan Om Rizwar, adik dari almarhum papanya, akhirnya Prilly resmi dipersunting Ali. Meski ia merasa menjadi yang ketiga, tapi ini juga merupakan sebuah takdir. Karna rezeki, jodoh dan semua termasuk umur, sudah menjadi ketentuan Allah.
"Barakallahh....."
Gumaman saksi-saksi yang berada disamping kedua mempelai membuat bukan hanya Ali Prilly yang lega tapi juga semua yang menyaksikan pernikahan mereka.
"Alhamdulilah, kalian sudah resmi menjadi suami dan istri, semoga pernikahan ini diberkahi Allah, tentu saja harapan kita bersama, kalian menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah!"
"Aamiinnnn......."
Mencium punggung tangannya untuk pertama kali sebagai suami, Prilly merasakan ada sesak didadanya. Selalu saja sesak mengingat bahagia dan sedih bercampur menjadi satu. Terlebih teringat sebelum ia resmi dinikahi Ali, mereka mengunjungi Prully yang terlihat semakin kurus saja diruang ICU.
'Aa, sekali lagi aku minta maaf, aku sudah menjadi yang ketiga diantara kalian... tapi aku berbeda a, aku menyayanginya dan Caca...'
Prilly memejamkan matanya sambil membatin, saat Ali mengecup keningnya untuk pertama kali setelah ia resmi dinikahinya. Dan itu adalah 5detik yang membuat dadanya berdebar hangat. Apalagi saat ia membuka mata setelah kecupan itu ditarik lalu napas Ali terembus diwajahnya, ia menemukan tatap hangat dimata lentik itu.
"Terima Kasih mau menjadi istriku, good night mama!"
Kalimat itu membungkam kelu ucapnya diranjang pengantin. Prilly bahkan tak sempat berterima kasih karna matanya terpejam merasa tak berdaya oleh tatapnya. Yang ia rasakan hanya kecupan kedua sebelum akhirnya melayang ke alam mimpi membawa lelah diantara bahagia setelah bersanding seharian. Meski tak semewah pernikahan dengan Prully, tapi sakralnya tetap mereka rasakan sampai kerelung hati terdalam.
Prilly yang ingin mereka menikah secara sederhana saja. Karna ia tak ingin terkesan bahagia diatas penderitaan kakaknya yang terbaring koma dan butuh banyak biaya. Yang pasti ketulusannya untuk menggantikan tugas kakaknya bagi Ali dan Caca menjadikan dasar pernikahan mereka kuat, terlebih mereka sepakat dan saling mencintai.
Diam-diam saat terjaga Prilly membalas kecupan Ali yang tertidur dengan wajah damai. Menyisih rambut yang jatuh dikeningnya lalu mengecupnya.
"Good Night, papa!"
♡♡♡♡♡
"Prully, maafkan aku, gara-gara aku kamu harus melahirkan anaknya, sekarang kamu koma juga gara-gara anaknya....."
Pria itu menggenggam tangan Prully. Jantung Prilly rasanya mau copot. Wajah Prilly mendadak cemas saat menoleh pada Ali yang sedang menatap pada pria itu. Pria yang sedang duduk disamping ranjang dimana Prully terbaring. Jodi. Mantan pacar Prully.
"Bang Jodi?"
Pria itu tersentak dan berdiri dari duduknya ketika Prilly memanggil namanya. Sungguh ia tak menyangka. Kalau Prilly dan Ali akan datang siang ini mengunjungi Prully.
"Prilly..."
"Kenapa anda bicara seolah-olah anak saya yang bersalah? Apa dia bisa memilih dari rahim mana dia dilahirkan?" Ali bertanya geram setelah beberapa saat syok.
Saat memasuki ruang ICU, pikirannya sudah bertanya-tanya, karna salah satu perawat mengatakan, Prully sedang dikunjungi seseorang yang sudah sering mengunjunginya. Sering mengunjungi? Tanpa setahunya?
"Kami mengira, beliau benar keluarga bapak, dia bilang sepupu, bahkan awalnya beliau sering datang berdua dengan seorang wanita, mereka meyakinkan kalau mereka adalah keluarga, kami selalu mendampingi apabila beliau datang!"
Penjelasan dari perawat yang saat itu bertugas di ruang ICU tak lagi begitu didengarnya. Ali hanya ingin tahu siapakah pria itu? Yang diam-diam datang keruang ICU, tempat Prully dirawat.
Sekarang, Ali tahu siapa pria itu ketika Prilly mengucap namanya. Jodi. Ali langsung bisa menyimpulkan pria bernama Jodi itu merupakan pria yang special bagi Prully. Buktinya Prilly mengenalinya. Dan dari ucapannya bukan sekedar special karna sudah menyalahkan dirinya sendiri, bahkan anak yang dilahirkan Prully sebagai penyebab Prully menderita saat ini.
"Karna dia tidak menginginkan anak darimu!" Ucapan pria itu saat menjawab tanyanya membuat Ali geram.
"Heiii, jangan salahkan anak saya kalau harus dilahirkan olehnya, kalau dia bisa memilih, dia pasti memilih dilahirkan orang yang menginginkan dan mencoba mempertahankannya!"
Ali mencekal lengan pria itu saat ingin segera berlalu tanpa permisi.
"Jelaskan pada saya maksud anda diam-diam menjenguknya!"
"Anda hanya akan sakit hati jika mendengarnya!"
Pongah. Dan tangan Ali langsung mengepal karnanya.
"Apa maksud anda?"
"Istri anda tidak pernah mencintai anda, dia hanya mencintai saya, puas!"
"Bohonggg, kakakku tidak pernah mencintai abang lagi setelah abang ninggalin dia!"
Prilly berteriak marah mendengar ucapan Jodi. Rasanya ingin sekali mencakar muka pongah didepannya ini. Seenaknya saja menjelekkan seseorang yang sedang tidak bisa membela dirinya.
"Kalau tidak pernah mencintai aku lagi, kenapa dia menemuiku dan masih bergairah bersamaku, Pril?"
"Ap...apa??" Prilly melebarkan matanya tak percaya pendengarannya. Separah itukah?
"Bahkan saat perutnya membesar dia selalu bergairah!!"
BUGG!
Kepalan tangan Ali melayang kewajah angkuh itu. Emosi menggumpal didadanya. Ucapan pria yang ia simpulkan mantan pacar Prully itu menohok sampai kejantung. Bagaimana tidak? Pria itu membicarakan gairah yang sesungguhnya memang tak pernah ia dapatkan dari Prully sejak menikahinya. Bahkan karna alasan hamil muda sampai hamil tuapun, Prully tak pernah menunjukkan padanya keinginan itu. Ternyata, hasratnya telah berlabuh pada yang lain. Rasanya selama setahun ini perkawinannya tak berarti.
"Aa... aa... sudah... "
Ali menggenggam tangannya. Ingin menghabiskan wajah pria itu sekali lagi sebelum rasa sakit setelah pukulan pertamanya hilang tapi Prilly menahannya.
"Bang, pergi, pergi bang, please!" Prilly mengusir Jodi dengan harapan Jodi segera berlalu dari hadapan mereka.
Jodi bergegas pergi, tak sedikitpun ia terlihat meringis. Dan Prilly masih menahan gerakan Ali yang seakan tetap ingin menyerangnya.
"Ini ruang ICU a, jangan buat keributan!"
Ali menyentak tangan Prilly dan ikut berlalu dari hadapannya sambil melepas dan melempar jubah steril berwarna hijau yang dikenakannya. Prilly juga melepas jubah steril hijau yang dikenakannya sambil meraih jubah yang dilemparkan Ali sebelum mengejar Ali dan mengikuti arah langkahnya. Ia cukup lega karna Jodi sudah tak nampak hingga ia tak perlu khawatir akan terjadi keributan dilorong yang nampak lengang itu.
"Aa.... "
Ali terlihat bergegas dan Prilly berusaha mensejajarkan langkahnya. Keadaan ini sungguh berbeda dari pertama mereka memasuki area rumah sakit. Tangan yang tadinya terayun saling menyelipkan jari kini terayun masing-masing. Prilly tahu Ali marah. Dan tak menutup kemungkinan Ali juga marah padanya. Mungkin Ali menganggapnya tahu segalanya. Tapi sebenarnya Prilly tak tahu kakaknya berbuat sejauh itu sampai dalam keadaan hamil. Yang ia tahu sebatas bagaimana perasaan Prully pada Ali saja.
'Astagfirullah hal adzim a Ui, kenapa jadi begini?' Prilly membatin. Ia bergidik ngeri membayangkan apa yang telah dilakukan Prully.
Mungkin ini adalah jawaban atas kejadian yang menimpanya. Sudah menjadi istri dari seseorang, masih saja berhubungan dengan pria lain bahkan sampai berhubungan intim dalam keadaan hamil. Dada Prilly berdenyut ngeri.
"Aa..."
"Sudah, kamu gak usah ngomong apa-apa!"
Prilly sebenarnya hanya ingin menenangkan saja saat dalam mobil terasa hening. Ia juga tak ingin bilang kalau tak tahu apa-apa tentang yang diucapkan Jodi. Ia takkan membela dirinya karna jika membela dirinya sama saja menjelekkan kakaknya sendiri. Meskipun Ia tahu Ali pasti salah paham dan berpikiran bahwa ia menutupi hal itu.
'Atau kamu cemburu a, sama bang Jodi?'
Prilly tak dapat menepis batinnya. Dan membatin seperti itu membuat dadanya menyesak.
Ali cemburu pada Jodi karna sudah menyentuh Prully disaat masih menjadi istrinya. Kalau bukan cemburu buat apa marah? Pikiran Prilly sudah tak bisa dikontrol. Dan sebagai yang ketiga, Prilly makin merasa hanya dibutuhkan sebagai pengganti karna Prully tak sadar saja.
Sebenarnya saat ini yang ada dipikiran Ali hanyalah merasa bodoh. Selama ini ia bertanggung jawab pada kesalahannya ternyata tak dianggap. Ada perasaan marah. Tentu saja jauh sekali dengan api cemburu yang dipikirkan Prilly. Siapa yang tak marah mendengar kenyataan pahit itu? Jadi fungsinya dia sebagai suami selama ini hanyalah tanggung jawab. Kenyataan Prully tak menginginkan bayinya hidup saja sudah sangat pahit, apalagi mendengar saat masih menjadi istrinya bahkan mengandung anaknya, Prully digauli pria lain. Pria mana yang tak emosi mendengarnya? Pria mana yang takkan merasa bodoh?
"Shiittttttt...!!!"
Ali memukul stir yang sedari tadi dicengkramnya.
Dan Prilly menunduk semakin dalam setelah menoleh padanya. Wajahnya yang keras membuat Prilly takut dan semakin merasa cemburu. Cemburu pada Prully yang sedang membuat Ali marah karna cemburu pada Jodi. Bahkan yang membuatnya merasa tak berarti apa-apa karna ini tentang gairah Prully yang ternyata dilabuhkan pada yang lain. Sementara hasrat Ali sejak menikah tak pernah berlabuh padanya. Prilly semakin yakin sebenarnya Ali merindukan gairah kakaknya dan ia hanya sebagai alasan untuk memenuhi kebutuhan Caca.
"Aku menikahimu bukan semata karna ingin melepaskan hasrat, aku mau hatimu, cintamu pada Caca sudah cukup, aku bisa menunggu sampai kau siap!"
Prilly menekan dadanya lalu mengangkat wajah dan membuang pandangannya kejendela mengingat ucapan Ali sebelum tidur dimalam ketiga. Sekarang, bagi Prilly, terjawab sudah alasannya bukan hanya itu. Matanya yang berkaca tak bisa menahan air yang meleleh dari sudut matanya. Prilly menghapusnya diam-diam.
'Resiko menjadi yang ketiga, i!' Batinnya kembali berkata disela rasa nyeri yang menyiksa.
Sampai dirumah tetaplah hanya ada diam. Ali dengan kemarahannya. Prilly dengan kepasrahannya.
"Caca mana Lai?" Prilly bertanya saat Laila membukakan pintu.
"Tidur siang, bu, dibox kamar bermain!"
"Oh ya udah... " Prilly menuju kamar bermain dan menengok Caca sementara Ali terus saja memasuki kamarnya yang saat ini menjadi kamar mereka.
"Hanya demi Caca....." Prilly menatap wajah Caca yang polos dan menggesek pipi balonnya.
Setelah mencium Caca, Prilly keluar dan memasuki kamar dimana tak terlihat Ali tapi terdengar siraman air dari kamar mandi yang ada didalam kamar mereka itu.
Prilly menuju ketempat tidur dengan baju yang masih melekat ditubuhnya tanpa mengganti. Rasanya lelah. Dan ia memejamkan matanya diatas rasa empuk yang tetap saja sakit rasanya ketika ia menghempaskan tubuhnya dan menelungkup disana.
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 18 Mei 2018
2 Ramadhan 1439H
02.33 Wita
Haiii...
Selamat sahur yaa.
Hbs tarawih aku ketiduran. Rencananya mau selesain part ini gak sampe tanggal 2, maunya hari pertama Ramadhan.
Gak papa ya, semoga lancar saja puasanyaa bagi yang berpuasa. Mengingatkan saya ketika Saat Dia Tertidur juga dibuat pas bulan puasa.
Terima Kasih semua ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top