YK3>23
Srekkkkkkk!
Suara gorden dibuka terdengar antara jelas dan tidak bagi Prilly. Saat membuka mata, yang ia lihat mamanya sedang membuka gorden, dimana cahaya matahari belum masuk karna diluar masih gelap.
"Ekhh... ekhh... ekhh... "
Prilly melempar selimutnya mendengar suara Caca dari dalam box.
"Sttt... kamu disitu aja, istirahat i, kamu kan sakit!"
Prilly mengerutkan keningnya. Sakit? Prilly menyentuh hidungnya. Ia baru teringat tadi malam ia minum obat flu karna bersin-bersin. Tapi dari mana mamanya tahu kalau ia sakit? Ali? Prilly jadi teringat pada Ali. Kemana dia? Katanya mau jaga Caca, kenapa tidak ada? Prilly bergerak turun dari ranjang.
"Papa Caca masih ada," tante Ulfi berkata sambil mengintip Caca yang ternyata hanya bergerak sebentar tapi tak bangun.
Prilly tertahan ditepi tempat tidur dengan kaki menjuntai dilantai mendengar ucapan mamanya yang seakan mengerti apa isi pikirannya. Prilly jadi salah tingkah saat mama menoleh dan tersenyum penuh arti.
"Apa sih, ma?"
"Kenapa?"
"Lihatnya begitu banget."
"Kangen-kangenan ya tadi malam?" Mama memainkan matanya membuat Prilly menggigit bibirnya.
"mama ini...."
"Katanya sakit? Sakit apa sih sampai menahan dia disini? Sakit rindu?" Pertanyaan mamanya membuat mata Prilly melebar.
"Maa, aku itu tadi malam tiba-tiba bersin-bersin maa, sama aa diambilin obat, habis itu disuruh istirahat aja," Prilly menberi penjelasan dengan nada protes karna pertanyaan mamanya begitu menggoda.
"Ohhh..." mamanya mengangguk-angguk dengan mata mengerling.
"katanya dia yang jaga Caca, tapi kenapa ditinggal?" Sungut Prilly.
"Dia ada kok dikamar Ui!"
"Dikamar Ui?" Prilly mengeryit.
"Nggak enak barangkali kalau tetap didalam sini, sebenarnya tadinya dia tidur di Sofa, lalu mama suruh aja ke kamarnya, Ui!"
"Ohhh...."
Terdengar helaan napas. Kenapa dadanya berdenyut nyeri mendengar Ali berada dikamar Prully? Memangnya kenapa kalau dia disana? Prilly seakan menyadari sesuatu. Ali merindukan Caca. Tentu merindukan juga mama Caca yang asli. Bukan dia yang hanya mama-mama-an bagi Caca. Mama 'fake' bukan mama 'real'.
'Dia cuma terbawa perasaan karna merindukanmu, a!' Hatinya berkata tentang Ali seakan pada Prully. Kekuatannya serasa meluruh seketika mengingat ia salah mengartikan sesuatu.
Prilly menyentuh pelipisnya. Teringat bagaimana ia terasa dininabobokan dengan kecupan perhatian Ali. Suami kakaknya sendiri, yang sekarang sudah menjadi mantan kalau ucapan talaknya dianggap sah.
'Maafin aku, a, aku adik yang durhaka, keceplosanku memisahkan kalian, lalu aku seakan-akan mau merebut anakmu darimu, bahkan suamimu ju... ' Prilly menggeleng tak ingin melanjutkan pikirannya. Matanya yang memandang kosong terasa berkaca, 'aku salah, maafin aku, a!' Prilly menghempas napasnya.
"Ii?"
Tante Ulfi menyentuh bahu Prilly lembut dengan pandangan bertanya-tanya, ada apakah sampai anak keduanya itu terlihat melamun dengan wajah yang tak biasa.
Prilly menoleh pada mamanya dan mencoba tersenyum sambil menggeleng seakan mengatakan tidak apa. Ia begitu karna tubuhnya terasa tak nyaman.
"Hatttsyyy!!"
Prilly bersin seketika. Dan bersinpun berulang sampai hidungnya terlihat kembali merah.
"Habis sarapan minum obat lagi i, sekarang sholat subuh dulu!"
Prilly mengangguk, siap berdiri dari tempat tidurnya.
Terdengar suara Caca didalam box yang tertutup tirai putih.
"Mama yang akan handle Caca, bersihkan saja dulu diri kamu," tante Ulfi berkata saat Prilly mendekati Caca dan mengintip anak itu didalam box yang ditutup tirai putih itu.
♡♡♡
Prilly keluar dari ruangan diantara kamarnya dan kamar Prully. Ruangan berukuran 4x4 itu khusus untuk sholat. Selesai menunaikan subuhnya Prilly ingin segera ke dapur untuk membuat sarapan.
Melewati kamar Prully tak sengaja Prilly mendorong pintunya dan pintupun sedikit terbuka. Lalu Prilly mengintip kedalamnya. Prilly mengeryitkan alis saat melihat tempat tidur kosong. Kemana Ali? Sudah bangunkah? Prilly mendorong pintu agak lebar. Lalu matanya menangkap tubuh Ali dalam keadaan menelungkup dimeja yang ada didalam kamar Prully tersebut.
"Aa?"
Maksud Prilly membangunkan Ali hanya untuk memintanya beristirahat ditempat tidur. Tetapi ia urung melanjutkan ucapannya karna melihat diujung tangan Ali tergeletak sebuah photo. Prilly memandang dinding didepan meja itu. Kosong. Dan Prilly menarik sebingkai photo dan tersenyum pahit ketika melihat photonya bersama Prully.
'Betulkan? dia pasti kangen sama mamanya Caca yang asli ...' Prilly meletakkan kembali photo bersama kakaknya itu, didinding tempatnya semula bertengger. Helaan napasnya sepertinya terlalu keras hingga membuat Ali bergerak.
"Eh, ii ... maaf akuu..." Ali mengusap-usap wajahnya sambil berkata yang tak selesai karna dipotong Prilly.
"Aa pindah ke tempat tidur, a!" Prilly langsung meminta Ali untuk pindah meskipun hatinya bertanya-tanya, kenapa sampai tertidur dimeja tempat belajar Prully saat kuliah? Karna ia sudah memiliki jawaban sendiri. Ali pasti merindukan Prully dan memandang photonya sampai tertidur.
Jadi kesimpulannya, Ali tak bisa tidur dan datang kerumah tengah malam dini hari karna merindukan anak dan istrinya. Seketika Prilly merasa bodoh kenapa dadanya ngilu dibuatnya?
"Ini sudah subuhkan?" Ali bertanya sambil menatap Prilly yang terlihat segar karna rambutnya setengah basah.
"Iya, masih ada waktu kalau mau sholat subuh...."
"Kamu kok mandi? Bukannya kamu sakit? Harusnya kamu gak boleh keramas dulu!" Nada suara Ali terdengar khawatir dan itu membuat Prilly merasa benci pada dirinya sendiri karna terbawa perasaan oleh perhatiannya.
"Jangan berlebihan a, aku cuma flu!"
Prilly berlalu setelah mengucapkan kalimat yang tak enak didengar dengan menekan perasaannya diiringi tolehan Ali sampai punggungnya menghilang dari balik pintu.
Mendadak ada nyeri dalam dada Ali menerima sikap tak mengenakkan Prilly barusan.
"Maafin aku kalau kamu nggak suka aku perhatiin kamu, i, aku memang nggak tau diri, aku suami kakakmu yang koma tapi sok perhatian sama adiknya ..." Ali meremas kepalanya dengan siku yang menyangga meja. Menatap kedepan dinding, matanya menangkap bingkai photo Prilly dan Prully yang sudah tergantung lagi disana.
Teringat saat ia mengusap wajah Prilly diphoto itu lalu menurunkannya untuk dapat memandang lebih dekat. Pikirannya melayang kehari-hari dimana ia dan Caca sangat bergantung padanya. Ali tak tahu jika tak ada Prilly bagaimana mereka berdua bisa menjalani hari. Bahkan mungkin waktu mereka berdua bersama Prilly lebih bernilai daripada saat Caca berada dalam kandungan ibunya yang tanpa kehangatan.
Teringat bagaimana Prully ingin membuang Caca, justru Ali sama sekali tak ingin melihat wajahnya meski dalam sebuah photo. Tangan kirinya menutup wajah Prully, dan jari-jari kanannya justru menyentuh wajah Prilly hingga ia tertidur.
"Pasti kamu nganggap aku laki-laki yang gak punya hati ya, i, karna sudah meninggalkan kakakmu dalam keadaan koma, lalu berusaha mengambil hati yang ketiga, dan jahatnya itu kamu, adiknya sendiri!"
Ali menutup wajah dan mengusapnya berulang kali dengan kedua tangannya. Memandang kearah wajah Prilly yang sama-sama memakai baju merah bersama Prully, Ali berdiri dan bersiap membersihkan diri lalu menunaikan kewajiban subuhnya.
♡♡♡
Bunyi sendok dan garpu beradu dengan piring terdengar mengisi sepi dimeja makan. Sarapan hanya berdua, karna tante Ulfi memilih mengalah mengurus Caca yang baru bangun dan Laila yang belum datang untuk membantu mengasuhnya membuat kaku tak berujung diantara Ali dan Prilly berlanjut.
"Mama, papa, lihat ni Caca sudah mandi..."
Kedatangan tante Ulfi bersama Caca sedikit membuat Prilly dan Ali lega karna hampir saja kebisuan diantara mereka tak berakhir.
"Hai Caca sayang, sini!"
"Mama minum obat dulu biar cepat sembuh ..."
Maksud Ali hanya mengingatkan dan itu spontan. Tapi yang ada dalam pikiran Prilly berbeda. Kenapa hanya karna ia flu Ali takut sekali ia memegang Caca? Takut Caca tertular?
Sedari tadi galau melanda diantara keduanya. Prilly merasa telah salah menilai. Alipun seperti itu. Ali merasa bersalah telah begitu perhatian pada Prilly, bahkan sudah lancang mengecupnya saat dia tertidur, hingga membuat Prilly terlihat menjaga jarak sekarang.
Sementara Prilly merasa telah salah menilai perhatian Ali. Perhatian Ali hanya sekedar perhatian sebagai kakak dan sebagai ucapan terima kasih karna ia sudah menjaga anaknya dan Prully. Tidak lebih. Bukan seperti yang ia rasakan. Ia menyalahkan jantungnya yang selalu berdebar diperlakukan manis.
"Nanti mama belikan masker diapotik, i," mama menyahut sambil tersenyum meski merasa bingung kenapa mereka berdua jadi terlihat tidak seperti biasa?
"Masker?"
"Buat nutup mulut dan hidung ii kalau gendong Caca!"
"Ohhh, biar Caca gak tertular ya ma," Prilly berkata mengerti tapi entah kenapa ada sedih menjalar dalam hatinya.
'Nasib mama-mama-an, harus ikhlas dibatasi....' Prilly terlihat menarik tisu dan membersihkan mulutnya. Wajahnya terlihat tak bersemangat.
"Kok gak dihabiskan i makannya?" Tante Ulfi bertanya dengan nada heran.
"Kurang selera, ma!" Prilly berdiri dari duduknya diiringi pandangan Ali sampai dagunya terangkat lalu pandangannya jatuh pada obat dan air putih hangat yang masih tergeletak disamping piring Prilly yang tak kosong karna makanannya masih tersisa.
Ting Tong.
"Mungkin itu Laila, aku buka pintu dulu!"
Prilly merasa beruntung begitu berdiri terdengar bel berbunyi tanda ada yang datang hingga dia punya alasan berlalu.
Laila datang tepat waktu. Tugas Laila hanya dari pagi sampai sore sekarang, karna Prilly masih merasa punya cukup waktu menjaga Caca sampai ia menidurkannya tiap malam setelah Laila pulang jam 5 atau jam 6 sore atau seseuai dengan kebutuhan.
"Kamu minum obat saja dulu, i, biar mama yang bukakan pintu buat Laila!"
Langkahnya tertahan oleh ucapan mama yang segera berlalu membuatnya mati langkah.
Prilly terpaksa duduk kembali dan meraih obat lalu membuka pembungkusnya.
'Aduhh, kenapa lagi sih pake acara susah dibuka?'
Prilly kesulitan merobek bungkus obat itu karna kukunya baru ia potong agak pendek lantaran merasa sebaiknya begitu saat mengurus anak kecil.
"Sini aku bantu!" Ali meminta obat ditangan Prilly saat melihatnya kesulitan. Dengan mudahnya ia merobek kemasan obat itu padahal kukunya bahkan tak ada ujungnya.
"Kalau perlu kamu kedokter, nanti aku anterin!"
Ali menyerahkan obat pada Prilly yang sesaat terbayang saat obatnya langsung melayang kemulutnya dari tangan pria disebrangnya itu tadi malam.
"Makasih!" Prilly menerima obat itu dan meminumnya.
"Minum yang banyak!" Ali mengingatkan karna lagi-lagi Prilly hanya minum air sekali teguk saja. Dorongan tangan Ali ketangannya yang memegang gelas seakan memaksanya meminum lebih banyak lagi.
"I, ada yang cari kamu!"
Mama kembali lagi dengan wajah yang terlihat aneh membuat Prilly mengeryitkan dahi.
"Laila?"
Prilly bertanya begitu karna digendongan mamanya Caca sudah tidak ada. Tapi kenapa wajah mamanya menjadi seperti tegang?
"Laila udah datang juga, tadi pas mama bukain pintu buat Laila, dia baru sampai!"
"Dia?"
"Cal..."
"Cal?"
Jantung Prilly rasanya mau copot tapi berusaha terlihat tenang. Justru ia sekarang punya alasan untuk berlalu meninggalkan meja makan.
Meninggalkan kekakuan karna kesalahpahaman yang tidak ia dan Ali sadari. Meski ia bertanya-tanya untuk apakah Cal datang? Memberikan undangan? Bukankah harusnya sudah menikah? Karna terakhir kali ia mendengar cerita Warni, Cal sudah menikah setelah ia keluar dari rumah sakit. Lalu merencanakan resepsi setelah mengurus surat-surat di KUA.
"Ada urusan apa dia datang?" Ali tak dapat menahan mulutnya untuk bertanya. Karna mendengar nama Cal seketika saja ia merasa tak senang.
"Nggak tahu," geleng Prilly, "sebentar ya, a!" Sebenarnya Prilly tak enak melihat Ali menatapnya tanpa kedip lalu membuang pandangannya kearah lain.
'Jangan lama-lama bertemu dengannya!' Pesan Ali hanya dalam hati setelah melepas pandangannya.
Sementara Prilly keluar masih dengan pertanyaan yang sama. Untuk apa Cal datang? Kalau hanya memberi undangan bisa saja dititipkan pada Warni, teman sekantornya dulu yang kadang masih kerumah untuk minta bantu menyelesaikan tugas kantor.
"Pril!"
Prilly melihat Cal berdiri menjulang diruang tamu dengan wajah kusut.
"Cal?"
"Aku..."
"Silahkan duduk!"
Cal duduk dengan mata masih tak lepas memandang Prilly yang ikut duduk disebrangnya.
"Maaf aku mengganggumu, aku..." Cal menatapnya ragu.
Prilly menarik napasnya. Melihat Cal sudah tak terasa apa-apa. Bahkan bencipun tidak. Justru ia merasa tak nyaman ketika Ali melepaskan menemuinya.
"Ya, Cal?" Prilly memandang Cal dengan pandangan bertanya-tanya. Sebenarnya ada apa? Apa yang ingin Cal katakan? Penting sekalikah sampai berani datang dan menunjukkan wajah didepannya?
"Ciaa, Cia keguguran lalu ... lalu ..." Cal berkata tak lancar. Sepertinya dia gugup apalagi Prilly memandangnya tanpa kedip.
"Lalu?"
Prilly mengerutkan keningnya. Entah kenapa sejak awal dia duduk, tubuhnya terasa tak bertenaga. Semakin tak bertenaga dengan kalimat yang keluar dari bibir Cal. Tak paham kenapa Patricia keguguran harus lapor padanya.
"Kami berpisah, tidak sempat ke KUA jadi status kami hanya nikah dibawah tangan, nikah siri ... "
Prilly makin tak mengerti arah bicara Cal. Tapi cukup terkejut mendengar kata berpisah. Berapa lama pernikahan mereka? Adakah sebulan dua bulan? Ah, Prilly tak punya waktu untuk menghitungnya. Yang ia tahu usia Caca sekarang hampir 4bulan. Itu saja.
"Lalu?"
"Menurut kamu gimana?"
Prilly makin gagal paham. Gagal paham karna Cal terlalu percaya diri untuk menemuinya. Kalau tak salah mengartikan, Cal menemuinya bukan sekedar mau tahu apa pendapatnya tentang perpisahannya dengan patricia. Tetapi...
"Aku... sudah tidak bersama Cia lagi, dan kamu pun tidak bersama siapa-siapa saat ini... "
"Siapa bilang?"
"Warni yang bilang, dia banyak cerita kalau kamu kesepian apalagi ditinggal Caca...."
"Caca ada, Warni gak update sama kamu?"
"Ya, aku tadi lihat Caca, nanti kita ajak dia jalan bertiga ya..."
Dada Prilly terasa sesak mendengarnya. Kenapa pria didepannya ini? Tidak tahu diri atau tidak sadar diri? Sama saja. Prilly tak habis pikir.
"Catat pernikahan kamu dan Cia dikantor agama Cal, berikan hak dia sebagai istri kamu, sebaiknya kamu hibur dia karna kalian sedang berduka, aku turut sedih karna kalian kehilangan bayi kalian," suara Prilly bergetar.
"Pril...."
Cal ikut berdiri begitu Prilly bergerak menegakkan tubuhnya dari Sofa.
"Pulanglah, dia lebih butuh kamu dari pada aku!"
"Tapi aku mau tebus dosaku sama kamu, Pril!"
"Kalau kamu mau tobat, tobatlah sama Tuhan, bukan sama manusia!"
"Tapi harusnya aku punya kesempatan membahagiakan kamu, aku mau bayar sakit hatimu!"
"Bayar dengan berbuat yang terbaik untuk istrimu, Cal!"
"Prilly..."
"Please, pulanglah!"
Prilly sudah tak tahan lagi berada didepan pria yang pernah menjadi orang yang sangat special baginya itu. Itu dulu. Sama sekali ia tak berharap Cal datang padanya untuk kembali. Apa katanya membahagiakan? Menebus dosa? Tapi menyakiti oranglain? Tidak.
Sosok Ali yang berdiri memandang kearahnya membuat Prilly makin merasa sesak didada. Prilly masuk kedalam kamarnya dan menangis disana.
Kenapa justru sekarang ia berubah menjadi yang ketiga diantara hubungan oranglain?
♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 10 Mei 2018
Selamat tanggal merah. ❤
Sengaja banget lebih ngutamain ngetik dan mengesampingkan jawab komentar biar part ini segera selesai. Maunya sih double update kemarin tapi sayang gak sempat hehe...
Makin penasaran atau makin gondok?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top