YK3>22

"Caca, nggak bisa bobo, pa!"

"Yang nggak bisa bobo, Caca atau kamu?"

"Kamu!"

Prilly menggigit kukunya. Kenapa obrolan mereka jadi antara nyambung dan nggak nyambung begini?
Kenapa juga pertanyaan Ali seperti itu?
Untung saja setelahnya Caca menggeliat dalam pelukan Ali sehingga Ali tidak lagi fokus padanya.

Akhirnya Prilly ikut menenangkan Caca dengan memasukkan jari telunjuk nya dalam genggaman mungil dibelakang Ali. Dan ia merasa aman karna tak harus bertatapan dengannya. Sesekali Prilly mencium genggaman Caca, dan Caca semakin erat menggenggam jarinya sampai ia tertidur setengah jam kemudian.

Setengah jam yang sepi. Hanya suara hujan diluar sana. Bahkan sesekali petir terdengar. Meski tak sekeras sebelumnya tapi mampu tak membuat Prilly beranjak dari samping Ali. Sesekali juga Ali menoleh kesamping kirinya dimana kepala Caca bertengger dibahunya lalu sudut matanya menangkap bayangan Prilly menunduk mencium genggaman tangan Caca di dibelakangnya.

"Udah tidur a," Prilly mengingatkan pada Ali setelah melihat dan mendengar dengkuran halus Caca.

"Syukurlah sudah tidur sayangnya papa..." Ali mengusap kepala anaknya yang minim rambut itu.

"Kesini, a!"

Melepaskan jarinya, Prilly mengarahkan Ali kekamar agar Ali bisa menaruh bayinya itu. Ternyata benar saja kedatangan Ali mampu membuat Caca mendengkur halus dipundaknya.
Rupanya benar, Caca rindu pada ayahnya, sama seperti Ali yang merindukan dan tak dapat tidur karnanya. Hanya karnanya? Ali menatap Prilly lalu mengalihkan pandangannya ketika Prilly membalik badan menatapnya sambil terus melangkah.

"Sini, a!"

"Tidur dikamar kamu?" Ali bertanya begitu arah langkah Prilly sampai didepan pintu kamarnya.

"Iya, box Caca aku pindahin kekamar aku," Prilly berkata sambil mendorong pintu kamarnya yang setengah terbuka.

"Selamat bobo, sayangnya papa!" Dengan hati-hati Ali membaringkan Caca kedalam box tidurnya.

"Pulang?"

Prilly menatap Ali penuh tanda tanya ketika pria itu pamit pulang setelah menaruh Caca didalam boxnya.

"Iya, udah malam!" Sahut Ali bersiap melangkah keluar dari kamar.

"Udah dini hari a, bukan malam lagi!" Prilly mengingatkan kalau saat ini sudah dini hari. Hampir jam 3 pagi.

"Ya, justru..."

"Hattsyyyyy!"

Prilly menutup mulutnya. Setelahnya ia bersin berkali-kali. Seketika Prilly menahan cairan yang keluar dari hidungnya dengan sesekali mengangkat dagu dan memencet hidungnya.

"Jadi pilekkan kamu, pasti karna kena angin tadi!" Ali berkata dengan nada mengkhawatirkan.

"Daya tahan tubuh aku nih kayaknya yang bermasalah, padahal kena angin cuma sebentar!" Prilly menggapai dan ingin menarik tissu dari box tissu yang ada diatas meja. Kosong.

"Hatsyyy!!"

Prilly menutup mulutnya lagi sambil menggumamkan 'hamdalah' setelah bersin. Ia celingukan mencari media untuk menahan cairan yang mengalir dari hidungnya itu.

"Aa, mending gak us... hatsyyyy!"

Akhirnya bajunya sendiri jadi media pembersih cairan yang keluar dari hidungnya yang semakin memerah. Prilly sampai tak mengerti, kenapa mendadak bersin-bersin dan cairan sepertinya nonstop mengalir kearah bibirnya. Prilly menyusutnya dengan baju sekali lagi.

"Kemana?" Ali bertanya saat Prilly beranjak dari tempat mereka berdiri. Didepan kamar.

"Bentar, aku mau bikinin aa teh panas!"

Ali mengeryit. Bukannya mencari tisu buat menyisil hidungnya, Prilly malah ingin membuatkannya teh panas.

"Nggak usah repot, kamu aja yang banyak-banyak minum air hangat, kalau punya persediaan obat flu minum sekarang!" tukas Ali melarang.

"Aku nggak apa-ap ... hattsyyy!"

"Nggak apa-apa gimana? Hidungnya udah meler begini..." Ali menyisil air yang masih mengalir saja dari hidung Prilly lalu membersihkan tangannya dikaos bagian belakangnya.

"Minum air putih hangat, cari obat flu, sekarang!"

"Tapi..."

Ali meninggalkan Prilly dan tak mendengarkan lanjutan 'tapi' yang dikatakannya menuju dapur diiringi Prilly. Sepertinya ia pernah melihat kotak obat disekitar ruang makan. Ali sangat senang ketika menemukan kotak obat dan mencari obat flu disana.

"Minum obat dulu ya!"

Prilly terlihat bingung sejenak melihat Ali dengan cekatan mengambil gelas dan menuju dispenser yang berada disudut ruang makan.

"Duduk sini, minum obatnya!"

Prilly duduk tepat dihadapan Ali yang terhalang meja makan. Didepannya sudah tersedia segelas air putih yang hangat. Kenapa ia tahu hangat sebelum meminumnya? Karna saat ini ia menyentuh gelas itu dan terasa hangat. Mungkin karna hawanya sedang dingin hingga ketika ia menggenggam gelas itu ada hangat menjalar dari telapak tangannya. Lebih hangat lagi ketika obat yang harus diminumnya bukan diserahkan ketangannya tapi langsung kedepan bibirnya.

"Minum yang banyak, i!"

Ali berkata saat Prilly menaruh gelas yang hanya ia minum tak sampai seperempat gelas setelah ia menelan obat yang Ali berikan.

"Udah, a!"

"Itu masih kurang, banyak minum itu membantu menipiskan lendir akibat lendir berlebihan yang menumpuk pada bagian belakang tenggorokan!"

Prilly memandang Ali diiringi anggukan memaksanya untuk menghabiskan air putih didalam gelas yang dipegangnya.

"Aa sudah kayak dokter aja!"

Ali tertawa kecil. Sempat dulunya mau jadi dokter. Tapi akhirnya larinya ke Managemen bisnis karna ayahnya berharap Ali lah yang mewarisi bisnisnya.

Lagipula pengetahuan ini ia dapat dari suami Aisya kakaknya. Saat berada disana kebetulan ia sempat batuk pilek.
Menurut iparnya itu, batuk dan pilek menyebabkan postnasal drip, yaitu kondisi yang terjadi ketika lendir atau ingus yang berlebihan menumpuk pada bagian belakang tenggorokan. Memastikan diri terhidrasi dengan baik akan membantu menipiskan lendir akibat postnasal drip. Selain itu, banyak minum juga akan membantu menjaga selaput lendir tetap lembap. Beberapa bukti klinis mengatakan bahwa minum teh hangat dengan madu juga bisa menenangkan tenggorokan.

"Terima kasih, a!"

"Kamu istirahat saja sekarang!"

"Aa gak pulangkan?"

Ali tak menjawab tapi berdiri diikuti Prilly, lalu melangkah menjauhi ruang makan.

"A, diluar masih gerimis," Prilly mengingatkan. Ia tak lupa Ali datang dengan mobilnya. Tapi menuju mobilnya tentu akan membuatnya basah sementara ia tak punya payung.

Ali kembali ke kamar, dimana ia menaruh Caca di boxnya tadi. Saat mereka mengintip kelambunya, Caca terlihat bergerak.

"Udah kamu istirahat aja, i, biar aku yang jaga Caca!"

Ali menarik tangan Prilly dan memaksanya untuk naik ke ranjang, memintanya berbaring dan menyelimuti tubuhnya karna beberapa kali ia masih terdengar bersin.

"Istirahat saja, aku yang jaga Caca!"

"Tapi..."

"Jangan tapi-tapi terus, ikuti apa kataku, ya!" Ali mengusap kepala Prilly dan membetulkan letak selimutnya.

Ali mencoba meyakinkan Prilly agar segera beristirahat saja. Ia mencemaskan gadis itu dan tak ingin sakit Prilly tambah parah. Bukan semata karna Prilly harus menjaga anaknya, tapi rasanya lebih daripada itu.

"Tidur ya!" Ali menggesek pipi Prilly dengan punggung tangannya.

Prilly menutup matanya. Bukan karna menjadi ngantuk karna kepalanya diusap dan pipinya digesek lembut. Tetapi jantungnya sedari tadi berlompatan karna banyak hal. Perhatian Ali membuat ada hangat menyusup kedalam dadanya. Sentuhan tangannya sejak menyisil hidung sampai menggesek pipinya membuat darahnya terasa mengalir lebih cepat ke satu arah. Prilly merasa tak kuat beradu pandang dengan mata selentik bulu matanya itu. Entahlah.

Prilly semakin merapatkan matanya saat tangan Ali menyentuh bawah hidungnya yang terasa basah. Cairan dihidungnya tak bisa diajak kompromi hingga menimbulkan bunyi tarikan disana.

"Tidur ma, supaya besok bisa kembali segar!"

Ali berkata tapi tak beranjak dari tepi tempat tidur. Memandangi wajah yang kini semakin merapatkan matanya. Sementara masih terdengar hujan diluar sana yang tak membuat suasana menjadi sepi.

Tak lama terdengar dengkuran kecil tanda Prilly sudah melayang bersama mimpinya. Ali tersenyum kecil karna telah berhasil membuat dua orang yang dirindukannya tertidur karnanya. Dua orang? Ya mungkin saja, karna sekarang ia sudah merasa tenang karna bertemu dengan mereka.

"Good Night, mama!"

Diam-diam, Ali menunduk mencium pelipisnya setelah mengucapkan selamat malam meskipun sudah dini hari. Lalu beranjak dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

Sepeninggal Ali, mata Prilly terbuka dan sesaat bayangan Ali menutup pintu tertangkap matanya. Prilly menyentuh pelipis dan menghela napasnya.

Bukan pura-pura tidur. Kecupan dipelipis diiringi ngilu didadanya yang membuat ia terjaga dan membuka mata. Prilly duduk dan bersandar dikepala ranjang lalu mengangkat kepala, menyangganya dengan bantal yang dinaikkan kepunggung dan melipat tangan diatas perutnya. Sementara selimut menutupi setengah tubuh Prilly yang lantas memejamkan matanya dengan perasaan tak jelas.

Prilly menoleh kearah pintu lalu kembali menyangga kepalanya diatas bantal hingga dagunya mendongak dan terdengar cairan yang tertarik dari hidungnya setelah ia memejamkan mata.

"Good Night, papa!"

♡♡♡♡♡

"Li, kenapa tidur disini? Masuk ke kamar Prully saja!"

Ali membuka matanya. Samar terlihat wajah mertuanya yang bisa disebut mantan mertua karna ia sudah mengembalikan Prully pada beliau.

"Maaf, ma!" Ali tergagap segera duduk dari berbaringnya di sofa depan tv diruang keluarga.

"Kapan datang? Kok mama tidak dengar?" Tante Ulfi mengeryitkan alisnya.

"Maaf, ma, sudah datang tanpa diundang," Ali meminta maaf karna merasa tak pantas berada disana hampir subuh seperti itu.

"Kenapa bilang begitu? Disini ada Caca anakmu kan?"

"Ali datang diwaktu yang tidak biasa ma, tengah malam!"

Tante Ulfi makin mengerutkan dahinya.

"Kenapa?"

"Mhhh, rindu sama Caca," sahut Ali sambil mengusap tengkuknya, "maaf tadi sebenarnya Ali mau pulang tapi Prilly... dia... dia sakit, ma, jadii..."

Tante Ulfi tersenyum lalu menggeleng melihat Ali merasa tak nyaman sendiri menjelaskan kenapa dia ada disana subuh dini hari begitu.

"Istirahat saja dulu dikamar Prully ya, besok saja ceritanya," tante Ulfi menunjuk kamar Prully. Ali menurut dan berlalu dari ruang keluarga menuju kamar Prully.

"Mama mau tahajud dulu!" Pamit mama Prilly itu pada Ali yang hanya mengangguk melepas punggung mertuanya.

Berpindah tempat, mata Ali justru tak lagi bisa terpejam. Memandang langit-langit kamar bernuansa abu-abu itu, pikiran Ali menerawang.

Tadinya ia sering masuk kamar Prully karna box Caca dikamar ini. Tapi saat ini justru box Caca sudah berpindah kekamar Prilly. Ali memiringkan tubuhnya gelisah. Memandang photo didinding kamar Prully. Photonya dan Prilly. Ali duduk dari berbaringnya. Menyeret kaki ke meja penuh dengan tempelan catatan disana. Lalu memandang photo kakak beradik yang tertempel didinding itu.

Ali mengangkat tangannya lalu mengusap permukaan photo. Ia tahu kenapa tangannya gemetar ketika ujung jarinya meraba salah satu wajah dipermukaan photo itu.

"Mama, imut banget sih, Ca!"

♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 9 Mei 2018

Hai hai...
Saya sudah kangen sama kalian yang baca story ini.
Maaf ya, nanti disambung lagi. Jangan penasaran 😘

Alhamdulilah acara beauty work shop saya berjalan lancar. Tak ada kata 'meskipun' ketika sudah menerima hasil. Itulah yang terbaik. Baik mencapai target ataupun tidak. Terima Kasih pada semua yang sudah mendoakan yang terbaik ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top