YK3>18
"Uhggg cayank, dede anak mamaaa, kenapaaa?" Prilly menggoyang bayi dalam pelukannya. Menenangkan karna bayi itu menangis.
"Kenapa, ma?"
"Nggak tau pa, nangis minta digendong kali!" Prilly menunduk menatap bayinya
"Haii dede, ini papaa.."
"Haii papaa, aku nangis kangen cama papaaa..."
"Masa?"
"Iya papa..."
"Yang kangen mama apa dede?"
Prilly nyengir mendengar pertanyaan pria itu.
"Papa baru ninggalin mama sama dede 4 jam lho," pria itu mengangkat wajah menatap jam dinding yang menunjukkan jarum panjang 12.30.
"4 jam sama dengan 4 tahunn!"
"Sama sih sebenernya!"
"Masa?" Prilly menatapnya sambil memiringkan kepala.
Pria itu tak menjawab, justru pergi berlalu.
"Eh, mau kemana?"
Prilly nampak terkejut karna pria itu melangkah tergesa tanpa menoleh lagi padanya.
"Paa, papaa?"
Berulang-ulang Prilly memanggilnya tetap saja pria itu tak menoleh lagi sampai punggungnya menghilang.
"A'a!"
Prilly terduduk kaget dengan tubuh bersimbah keringat.
Mimpi. Mimpi melahirkan bayi lelaki dan hidup bersama Ali. Prilly mengusap keningnya. Tak paham kenapa bisa memimpikannya? Benarkah rindu? Ada yang ngilu dalam batinnya. Tak mungkin rindu, sementara mereka sudah sepakat. Sepakat menolak dinikahkan.
"Posisi mereka itu dilarang untuk menikah, kak!"
"Kenapa?"
"Hukumnya haram bila menikahi dua saudara kandung sekaligus!"
"Kakak pernah dengar, tapi kondisi Prully kan sedang tak bisa apa-apa..."
"Yang aku tahu, kecuali istrinya meninggal atau mereka sudah bercerai, maka diperbolehkan menikahi saudarinya!"
"Tapi kalau kasus Prully ini beda Riz, dikatakan hidup, dia tak bangun-bangun dari tidurnya, dikatakan meninggal, dia masih bernapas."
"Nanti aku tanyakan pada yang lebih tahu hukum agama, kak.."
"Ya, tolong dibantu ya Riz!"
"Iya kak, Insya Allah, pasti dibantu!"
"Padahal Caca tu butuh dua-duanya, kakak kepikiran kalau mereka tanpa ikatan tapi kelihatan sangat dekat!"
"Paling tidak, sejelek-jeleknya, Ali harus menceraikan Prully terlebih dahulu baru menikahi Prilly!"
Mama Prilly dan adik iparnya saling melemparkan kalimat yang membuat Ali dan Prilly berdiri kaku didepan pintu kamar dan mengurungkan niat menghampiri, justru kembali kekamar membawa Caca.
Sebelumnya mereka mendengar tangisan Caca didalam kamar. Mama bilang Caca sebenernya baru teridur lagi setelah tidur saat Ali dan Prilly pergi.
Dan Prilly segera mendatangi anak itu diiringi Ali.
Rupanya setelahnya Om Rizwar mengomentari mereka setelah tak ada jawaban siapa calon yang akan ia nikahkan dengan keponakannya itu.
Saling berpandangan Mama Prilly memanggutkan dagu seakan menunjuk kearah mereka melangkah berdua menuju kamar menghampiri Caca.
"Papanya Caca?" Om Rizwar bertanya setengah berbisik.
"Iya, kapan lalu aku sama mamanya Ali sempat membicarakan mereka, Riz, Caca tergantung sekali sama ii, bahkan ii harus menginap kalau Caca sakit. Iya kalau ibunya Ali dan aku bisa nemenin disana, kalau mereka cuma berdua saja agak mengkhawatirkan!" Curhat Mama Prilly sambil menghela napasnya.
Om Rizwar nampak berpikir dengan alis dan kening yang berkerut. Ikut menghela napas sebelum mengomentari apa yang beliau ketahui tentang status mereka.
"Tunggu dulu, sepertinya aku pernah dengar kasus seperti ini, kak!"
"Kasus gimana maksudnya?" Mama Prilly mengeryit mendengar ucapan Om Rizwar.
"Kasus menikahi adik dari istrinya sendiri, turun ranjang!" Ucap Om Rizwar lagi.
"Memangnya kenapa? Kan ada kejadian seperti itu ya, Riz?"
"Memang ada, tapi mereka tak memperhatikan hukum-hukum yang telah ditetapkan akan hal itu!"
"Hukum yang bagaimana?"
"Hukum menikahi dua bersaudara, banyak yang melanggar ketentuan hukum karna tak tahu."
"Bukannya lelaki dalam Islam boleh berpoligami?"
"Tapi kalau bersaudara ada syaratnya, kak!"
Kemudian Om Rizwar mengemukakan tentang sebuah Firman Allah Swt yang menyebutkan bahwa pada intinya ada beberapa wanita yang diharamkan untuk dinikahi seorang pria.
Firman Allah swt, ”Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisaa : 23)
"Posisi mereka itu dilarang untuk menikah, kak!"
Saat berkata seperti itulah, Prilly yang sudah mengambil Caca dari box tempatnya tidur melangkah keluar masih diiringi Ali dan mendengar pembicaraan mereka.
Prilly duduk ditepi tempat tidur sambil masih memangku Caca dan berusaha fokus pada anak itu bukan pada Ali yang ikut kembali kedalam kamar. Perasaannya tak menentu seketika.
Bagaimana mungkin? Menikahi Prilly harus menceraikan Prully? Alangkah jahatnya dia. Pikiran Ali sejalan dengan pikiran Prilly. Tak mungkin rela melihat kakaknya sendiri diceraikan hanya agar mereka bisa menikah dan merawat Caca bersama-sama.
Seandainya tanpa menceraikanpun bisa menikahi dengan alasan Prully tak berdaya. Antara hidup dan mati. Tak diketahui kapan bisa sadar dan menjadi istri yang normal seperti istri lainnya. Prilly pun tak sampai hati melakukan itu.
"Jangan dipikirkan pembicaraan mereka...."
Ali berkata membuat Prilly menahan napasnya. Menunduk menatap Caca yang kini membuka mata menatapnya sambil bergumam khas bayi.
"Anggap gak mendengar saja ya, kita fokus Caca saja!"
Prilly mengangkat wajahnya menatap Ali. Ia menghela napasnya dan mengangguk.
Dan pada akhirnya Ali pulang dengan membawa Caca yang seketika menangis menarik baju Prilly.
"Heii anak cantik, jangan nangis ya, nanti kita ketemu lagi sayang ya, pulang sama papa dulu sekarang!"
Prilly berusaha menenangkan Caca dengan mendekapnya sebelum diambil Laila, menggesek pipinya lalu menciumi dahinya yang hangat.
"Anterin, ma!"
Prilly memandang Ali dan tak ada yang Ali ucapkan saat mendengar saran dari mama mertuanya agar Prilly mengantarkan Caca sampai dirumah.
"Mbak Laila bisa kok ya," Prilly berkata sambil menyerahkan Caca pada Laila.
Bukan tidak mau. Tapi mereka sudah sepakat untuk tidak memberi harapan pada keluarga mereka. Entahlah. Meskipun sebenarnya Prilly ingin sekali mengantarnya sampai dirumah sampai Caca tertidur dan dia pulang dengan tenang. Ada perasaan berat berpisah saat itu. Rasanya ingin tetap memeluknya. Berat berpisah dengannya. Sampai mobil Ali menghilang dari pandanganpun serasa hatinya ikut terbawa.
Benar saja. Hari itu hari terakhir ia melihat Caca. Sudah hampir dua minggu Caca diajak ibu Ali menginap ditempat kakak Ali yang berada diluar kota. Kata ibu ada acara aqiqahan putrinya Ayla.
"Ii mau ikut?"
"Maaf bu, ii nggak bisa, sepupunya ii mau nikahan, ii udah janji hadir kesana bu!"
Dan Cacapun dibawa. Tak disangka begitu lama. Hingga dua minggu tak pulang-pulang. Kalau rindu yang ia bisa hanya menelpon. Itupun kalau sinyal lagi bagus. Ibu jadi susah dihubungi. Video call pun terputus-putus.
Pada saat acara Sari yang berbarengan dengan aqiqahan keponakan Ali, ia sempat video call melalui telpon Ali karna Ali juga berada disana.
"Mama, Caca habis nangis, nggak mau minum susu," Ali seakan mengadu.
Ali menunjukkan Caca padanya. Prilly tersenyum. Rasanya sedih? Kenapa jadi berjauhan?
"Kenapa nangiss sayang? Nanti Caca pulang langsung ke tempat mama ya," ucap Prilly penuh harap.
"Caca masih lama ma, soalnya ibu mau nemenin kak Ayla sekalian karna habis ini suaminya tugas di pedalaman seminggu!"
Seminggu lagi? Prilly terduduk lesu setelahnya.
"Kenapa? Itu dicari Sari katanya mau photo bareng!" Mama mendekati dengan wajah heran melihat Prilly resah setelah memandang layar ponselnya.
"Nggak apa-apa, ma, cuma Caca aja jadi lebih lama ditempat tantenya karna suaminya tugas seminggu dipedalaman!" Prilly berdiri dari tempat duduknya.
"Hmm, karna Caca yang lama atauu ..."
"Ma, please!"
Prilly berlalu dari hadapan mamanya menuju pelaminan dimana Sari menunggunya untuk berphoto bersama. Ia tak ingin ada kelanjutan pembicaraan yang ia hindari akhir-akhir ini.
"Buruan i, siniiii.... biar cepet nyusul, photo dulu sama gue, nih kembang dikepala gue ambil aja sedikit biar cepet juga!" Sari menarik tangan Prilly agar segera mengambil tempat disampingnya untuk diphoto. Sementara mama Prilly berada disebelah suaminya.
"Idihh, mitosss..." sahut Prilly membuat Sari tertawa.
"Siapa tahu benerannn, kan katanyaa emh..." Sari tak melanjutkan kalimatnya tapo matanya berkedip-kedip lucu.
"Sotoyy!!"
Hampir saja Prilly menjitak kepala Sari yang penuh dengan bunga meskipun dihijab. Pasti Om Rizwar sudah menceritakan padanya tentang rencana orang tua mereka yang susah sekali buat dipenuhi. Lagi pula memang ia sadari, resiko kalau pergi keacara pernikahan saudara-saudara yang umurnya tak jauh berbeda darinya ya seperti itulah. Yang belum menikah pasti pertanyaannya tak jauh-jauh dari kapan menikah dan dijodoh-jodohkan. Apalagi tak ada yang digandeng, makin rumit saja pertanyaannya.
Prilly mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Ingatannya pada Ali dan kerinduannya pada tangis Caca membawa mimpi teraneh. Justru yang menangis dalam mimpinya bayi lain yang ditenangkannya bersama Ali. Bukan Caca. Padahal sama sekali tak terpikir mau dinikahinya. Kenapa alam bawah sadarnya justru berkelana?
♡♡♡
Ali keluar dari kamar dengan penampilan sudah siap bekerja. Melangkah pasti, harum masakan dari dapur tercium hidungnya.
"Selamat pagi, den, tidak sarapan dulu?"
Teguran mbak Sarah tak membuat Ali menghentikan langkah menuju pintu depan. Ia hanya menoleh pada mbak Sarah dan menggeleng.
"Saya masak ayam goreng yang ..."
"Mbak Sarah, tolongg...!" Ali mengingatkan mbak Sarah agar jangan dengan sengaja membuat dia ingin sarapan karna masakannya hari ini seperti yang sering Prilly buatkan untuknya saat menginap.
"Tapi den, pesan mbak Prilly..."
"Kenapa pesannya harus mbak Sarah dengar?" Ali memotong lagi.
"Maaf, mbak Sarah cuma berharap den Ali mau sarapan, pesan mbak Prilly juga baik buat den Ali, karna den Ali punya penyakit yang ..."
Ali semakin berlalu. Tak fokus lagi dengan apa yang Mbak Sarah bicarakan. Pembicaraan yang hanya mengingatkannya pada sosok yang membuatnya gelisah akhir-akhir ini.
Awalnya tanpa Caca, ia merasa kesepian hanya karna anaknya itu dibawa ibunya. Tapi lama-lama, ternyata bukan cuma Caca yang menyebabkan ia merasa ada yang hilang. Sarapannya tak semangat, setiap hari berjalan jadi terasa lama. Saat ini Caca tidak ada bersamanya, otomatis saling berkabarpun tidak ada alasan lagi. Prilly lebih sering menelpon ibunya karna Caca sedang bersama ibunya. Tidak ada alasan untuk berkomunikasi dengannya. Cuma sekali ia mendapat kesempatan, saat menyusul Caca untuk menghadiri acara ditempat Ayla. Setelah itu pulang karna besoknya ia harus bekerja.
"Makanya Li, kalau kamu nyuruh ibu bawa Caca biar Prilly nggak nginap dirumah karna takut ada yang berpikir macam-macam ya begini akibatnya..."
"Ya kan gak enak bu kalau sampai ada yang berpikir untuk menikahkan Ali dan Prilly hanya karna kami bekerjasama dengan baik merawat Caca!"
"Ibu yang pertama kali punya ide dan berandai-andai kamu menikahi Prilly, Li!"
Sekarang semuanya jadi jauh. Memisahkan Caca dan Prilly dengan caranya. Artinya memisahkan dirinya juga dari kedua orang yang tak disadari menjadi semangatnya setelah Prully koma.
"Maafkan aku Prilly, mungkin aku egois, tapi paling tak mungkin lagi kalau kita disatukan!"
♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 22 April 2018
Tadi baru 284kata kepencet. Maaf ya. Pulang kondangan baru bisa lanjutin tadi.
Kisah ini bukan dibuat rumit. Tapi memang pada kenyataannya kita harus melihat sisi lain dari hukum agama. Memang terkadang ada yang melakukannya tanpa memandang hukum agama, entah karna selingkuh atau hal lain. Meski ini sebuah cerita fiktif, tapi sebisa mungkin dibuat agar tak bertentangan dan memberi pelajaran bagi kita semua.
Terima Kasih yang masih mau membaca. Fokus pada prosesnya saja, jangan hal lainnya ya hehehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top