YK3>16

"Ya udah carikan yang mau nikahin aku segera, mah!"

"Yakin mau dicariin?"

"Yakin!"

"Jadi mama Caca aja ya!"

"Lho? Apa hubungannya, bukannya ii udah jadi mamanya Caca?"

"Lebih afdol lagi kalau mama resmi dinikahin papa!"

Prilly memegang dadanya. Jika mengingat Cal dan sejarah tentangnya ada nyeri didadanya ia rasa wajar saja. Tapi kenapa sekarang ketika mengingat ucapan mamanya tentang dinikahi papa Caca juga terasa nyeri? Prilly menggeleng sambil meratakan bedak dengan sponge yang sedang menepuk wajahnya.

Mana mungkin, menikah dengan suami kakaknya sendiri? Kalau kakaknya suatu saat sadar, apa yang akan ia katakan? Tak mungkin justru ia jadi yang ketiga dalam rumah tangga kakaknya sendiri. Alangkah ngerinya jika ia dicap sebagai pelakor. Prilly bergidik. Seperti tak ada pria lain saja yang bisa menikahinya untuk membuktikan pada Cal ia gampang move on darinya. Kalau hanya sekedar untuk itu, Prilly tak ingin mengkhianti kakaknya sendiri. Apakah pantas, membalas pengkhianatan dengan berkhianat? Apalagi berkhianat pada kakaknya sendiri. Prilly menggeleng.

"Mama ada-ada saja!"

Sementara Ali menunggu Prilly bersiap dengan pikiran yang sama. Kalimat mama mertuanya sebenarnya mirip dengan ibunya saat ia kembali kerumah tanpa Prilly bersamanya kapan lalu.

"Mana Prilly?"

"Minta diantar pulang, bu..."

"Oh, ibu kira diminta menginap dirumah sakit menunggu pacarnya," kata ibu lagi.

"Enggak bu."

"Apa mereka sudah baikan?"

Ali menggeleng. Sulit ingin memulai menceritakan pada ibu apa yang terjadi  pada Prilly dan Cal. Karna mendadak ia seperti merasa kembali kemasa dimana ia dan Prully mengalami hal serupa dengan Cal dan Cia. Ia memahami perasaan Prilly yang terpukul mengetahui Cal ternyata telah mengkhianati komitmen mereka. Tetapi ia juga pernah merasakan ada diposisi Cal. Tak sengaja melakukannya.  Bedanya, Cal menyakiti yang lain jika mempertanggung jawabkan perbuatannya. Sementara Ali, tak masalah mempertanggung jawabkan apa yang sudah terjadi. Dia sendiripun tak beralasan harus bertanggung jawab jika harus menikahi Pruly pada keluarganya saat mendadak meminta orangtuanya melamar Prully. Pada saat itu dia beralasan tidak mau berpacaran lama-lama. Inginnya segera menikah saja.

"Li?"

"Prilly lagi down bu!"

"Kenapa?"

"Intinya Prilly harus lepasin dia!"

"Putus?"

"Gimana nggak putus, Calnya harus menikahi yang lain!"

"Kok gitu?"

"Yang lain itu hamil, bu!"

"Astagfirullah hal adzimm!"

"Caca udah tenang, mamanya yang lagi nggak tenang!"

"Ya ditenangin mamanya!"

"Kan gak bisa setiap saat sama dia bu, sekarang aja dia nggak pulang kesini!"

"Nikahi, biar setiap saat bisa dibawa pulang kesini!"

Nikahi? Ali menganggap ucapan ibunya hanya gurauan. Bagaimana mungkin menikahi Prilly, sedangkan Prully istrinya masih ada dan dalam keadaan yang seharusnya dijaga dan dirawat? Tentu ia akan menjadi pria yang tidak lebih baik dari seorang yang berkhianat pada perkawinannya jika justru malah menikahi adiknya saat kakaknya terbaring tak berdaya.

"Aa..."

"Eh!"

Ali terkejut karna Prilly sudah berdiri dengan penampilan yang sudah rapi. Terlebih rambutnya diikat kebelakang seperti ekor kuda membuat ia terlihat segar.

"Udah?"

"Iya, kelamaan ya?"

"Enggak!"

"Maa, pergi duluuu..." Prilly pamit pada mamanya yang sudah menaruh Caca didalam baby swing dan menggoyang benda tersebut dimana Caca sedang mengisap dot diatasnya.

"Caa, mama sama papa pergi dulu ya!" Kali ini Prilly pamit pada Caca yang mulai meredupkan matanya.

"Silahkan berkencan ma, pa!" Sahut mama Prilly setengah meledek.

"Mamaaa..." Prilly dengan nada tak enak melirik Ali yang hanya tersenyum dan tak sadar jadi salah tingkah. 

"Titip Caca ya ma!" Ali mengalihkan fokus mereka pada urusan kencan karna jantungnya seketika berdebar.

"Dua minggu ini gak ada masalahkan?"

"Alhamdulilah berangsur pulih, ma!"

Ali memandang Caca yang semakin terlihat meredupkan matanya.

Terbayang saat Caca masih dalam kondisi yang tak diketahui kenapa terjadi demam naik turun berhari-hari yang tidak kunjung reda. Badannya menggigil dan gemetar selama terjadinya demam. Terkadang berupa demam naik turun disertai batuk pilek. Mual dan muntah. Kata dokter kalau orang dewasa pasti dapat mengatakan badan dan otot terasa nyeri. Jantung dan denyut nadi terdeteksi dokter berdetak lebih kencang. Badannya terlihat lemah lesu dan nafsu makan menurun. Wajah Caca memucat dan bibir berubah warna menjadi biru. Ternyata setelah di periksa secara intensif Caca terkena gejala demam menggigil.

"Kita bekerja sama dengan baik kok ma, meskipun dia sedang galau tingkat kecamatan!" Celetuk Ali.

"Aa..." Prilly protes karna dikatakan galau tingkat kecamatan. Harusnya galaunya sudah tingkat dewa. Tapi kata Ali kalau tingkat dewa, Prilly takkan bisa membagi antara galau karna Cal dan galau karna Caca sakit.
Buktinya Prilly tetap bisa bertindak cepat ketika mendapat informasi cara menanggulangi sakit Caca.

Setelah mengetahui penyebab dan gejalanya, beberapa langkah segera dilakukan Prily untuk mengatasi demam menggigil pada Caca. Selain memberikan kompres berupa handuk dingin didahinya setiap dua jam sekali hingga suhu tubuhnya menurun Prilly juga rajin melakukan pengobatan secara alami. Prilly rajin mengoleskan campuran minyak kayu putih dan bawang merah dipunggung dan perut Caca agar tubuhnya berkeringat dan membantu pelepasan demam juga  menurunkan suhu tubuh secara bertahap.

"Dia telaten ma, apa yang disaranin dokter dilakukan makanya Caca cepat pulihnya!" Ali setengah memuji.

Prilly tersenyum. Rasanya salah tingkah, meski bagi Prilly apa yang ia lakukan suatu keharusan demi kesehatan Caca. Terlebih ia mengkhawatirkan ucapan dokter Himawan tentang kemungkinan penyakit lain penyebab demam naik turun bahkan paracetamol saja tidak cukup untuk mengatasinya.

"Ditambah kasih sayang dan perhatian papanya juga, ma, makanya Caca cepet sembuh!" Prilly balik menunjuk Ali.

"Kayaknya perhatian dan kasih sayang dia ma, yang bikin Caca cepat pulih!" Ali menyanggah.

"Dua-duanya, Caca membutuhkan dan mendapatkan dua-duanya, sayang sekali kalau mama ii harus bolak-balik karna nggak mungkin disana terus," ucap mama Prilly lagi menengahi.

"Makanya mama nanti nginep lagi ya ma, jangan nginepnya cuma kalau Caca sakit!" tukas Ali.

"Nikahin dulu mamanyaa, baru ngajak-ngajak nginep, pa!" Mama Prilly berkata dengan nada bercanda.

Mereka tertawa mendengarnya.

"Ayo ah a, buruan!"

"Buruan?"

"Buruan perginya, kelamaan disini diledekin mulu sama mama!"

"Ohh, kirainnnn..."

"Kirain apa?"

"Kirain buruan nikahin!"

"Idihhh!"

Tangan Prilly melayang kebahu Ali. Dan Ali tertawa melihat raut Prilly yang lucu. Bagi mereka itu hanya gurauan. Sudah terlalu biasa mendengarnya. Meski setiap mendengarnya, ada perasaan lain yang menjalar tetapi selalu ditepis dengan ketidak mungkinan.

♡♡♡

"Takut?"

"Enggakk..."

"Masaa?"

"Kan udah dibilang, lebih horor pacar ngehamilin yang lain, a!"

"Kok ini nggak lepas-lepas sejak didalem?"

Prilly menepuk lengan Ali yang tanpa sadar ia gandeng sejak dari dalam studio. Setiap ada suara mengejutkan, Prilly merasa bergidik lalu mencengkram pegangan kursi. Ali yang merasakan gerakan terkejutnya tersenyum dan menepuk-nepuk punggung tangannya. Dan antara sadar juga, ia membiarkan Prilly memeluk lengannya sampai film berakhir.

"Ihh aa sih gitu, dia yang ngajak nonton film horor, nggak mau tanggung jawab!"

Ali tertawa dengan alasan Prilly memeluk lengannya. Tanggung jawab. Padahal katanya tidak lebih horor daripada yang menghamili.

"Mau makan nggak?"

"Beli mainan dulu ya a, buat Caca!"

"Ayoo, disana ada kids toys!"

Ali menyeret lengan Prilly menuju toko mainan yang ada di area Mall tersebut.

"Aduhh, cakepnyaaa...." Prilly salah fokus pada seorang bayi lelaki yang sedang berada didalam kereta dorongnya ketika memasuki toko mainan tersebut.

"Cowok ganteng ini pasti usianya tiga bulan yaaa, suka main-mainin tangann....?" Tebak Prilly karna melihat mainan yang dipegang bayi itu.

"Iya tante, kok tau tan?" Tanya mama bayi tersebut sambil tersenyum.

"Anak kami juga tiga bulan bu, sama suka mainin tangan!" Sahut Ali membuat ibu itu mengangguk-angguk masih dengan senyumnya.

Anak kami? Tapi nggak salah juga sih. Kan Caca sudah Prilly anggap anaknya. Jadi Ali benar saja mengatakan 'anak kami'. Jantung Prilly berdenyut nyeri.

"Anak pertama?"

"Iya bu putri pertama!"

"Wah, cewek ya, harus program punya baby cowok tuh biar lengkap!"

'Nahkan si ibu salah paham, program katanya?' Batin Prilly. Dan untuk beberapa saat yang menjawab komentar wanita tersebut bukan Prilly.

"Masih kecil bu..."

"Kalau sekarang sudah hamil lagi, nanti yang pertama udah setahun, dibesarin sama-sama, biar sekalian capeknya, tuh kayak anak saya..." wanita itu menunjuk seorang anak perempuan berusia kira-kira setahun yang sibuk berjalan kesana-kemari dijaga oleh ayahnya. Sepertinya baru saja pandai berjalan.

"Ihh lucuuunya a, lihat deh, baru pinter jalan...." Prilly menunjuk anak itu dan membayangkan jika Caca setahun pasti akan seperti anak itu.

"Mau?"

"Idih!" Prilly mencubit perut Ali.

Ali tertawa karna berhasil menggodanya.

"Ya udah deh kita cari mainan buat Caca, ohya bu, dimana tempat mainan kayak gini?" Prilly mengalihkan topik agar tak berlarut-larut dalam situasi serba kurang benar. Dikira suami istri, padahal bukan. Dikira punya anak hasil berdua. Padahal tidak.

"Disebelah sana dek, rak tengah, coba deh lihat banyak pilihan buat bayi tiga bulan!"

"Oh iya iya, makasih ya, bu, dahh gantenggg!"

Sebelum berlalu, Prilly sempat menowel pipi bayi yang langsung tertawa setelah jari Prilly menyentuh pipinya.

"Lucu banget sih, lain kali kita harus berhasil membawa Caca jalan ya, a!"

"Iya, nanti akan kita bawa, pasti Caca seneng diajak keliling mall!"

"Disini, a!"

Prilly menunjuk rak mainan khusus anak tiga bulan.

"Ihh, ini lucu, a!" Prilly mengambil  mainan berwarna-warni lalu berbunyi ketika Prilly menggoyangnya. Pasti Caca tertarik mendengar bunyi yang dihasilkan mainan tersebut dan akan berusaha menjangkaunya ketika digantung diatas tubuhnya.

"Iya lucu, ambil aja!"

"Yang ini juga, a!" Prilly memencet mainan berbentuk bebek bertektur lembut dan berbunyi seperti bebek ketika dipencet. Pasti Caca akan suka memencet benda ini dan tertarik mendengar bunyinya.

"Iya yang ini juga!"

"Ini, ini a, buat Caca gigit-gigit, merangsang pertumbuhan gigi Caca dan alat pengecapnya, a!"

"Ambil aja yang menurut kamu pas buat Caca!"

Ali mengiyakan dan menyetujui semua mainan yang ingin dibelikan Prilly untuk Caca. Ia percaya semua yang Prilly pilih cocok untuk kebutuhan anaknya.

"Ahhh, senengnya belanjaaa!"

Ali tersenyum mendengar Prilly kegirangan setelah keluar dari toko mainan tersebut. Seperti anak kecil yang girang ketika dibelikan mainan, begitulah raut Prilly saat ini. Memang obat stress wanita salah satunya mungkin adalah belanja. Meskipun sebenarnya ia belanja untuk Caca bukan untuk dirinya.

"Kamu nggak mau beli buat kamu sendiri?"

Prilly menggeleng. Mau beli apa? Yang lebih membutuhkan sekarangkan Caca.

"Tuh!"

Ali menunjuk manekin didepan etalase sebuah toko ibu hamil yang mereka lewati dengan dagunya sambil tersenyum menggoda.

"Ihhh, aa iniii!" Prilly mencubit lengan Ali. Karna yang ditunjuk Ali, patung memakai busana dengan perut membesar seperti orang hamil.

"Cuma bercandaaaa...." Ali meraih bahunya.

"Bercandanya nggak lucuu, ihh!" Prilly mencubit perut Ali yang sudah merengkuh dan mengusap bahunya.

"Prilly!"

Prilly menghentikan langkahnya menangkap sesosok tubuh yang berada tepat didepan mereka. Ali melepaskan rengkuhan pada bahu Prilly yang juga melepaskan jari diatas perutnya.

"Oh, ini pria yang kata Cal sudah berhasil merebut hati lo karna anaknya?" Pertanyaan Clarisa membuat Prilly melebarkan mata.

"Nggak salah, Pril? Kenapa lebih memilih suami orang daripada yang single seperti adik gue?"

"Kak..."

"Tapi bagus, adik gue lebih memilih cewek yang perhatiannya juara cuma ke dia saja, daripada harus memilih pelakor kayak lo!!"

"Heii mbak, bisa sedikit dijaga perkataan anda? Saya tahu anda membela adik anda, tapi anda jangan kaget, setelah tahu alasan sebenarnya, kenapa adik anda memilih yang lain!"

"Aa, udah a, gak perlu dijelasin, percuma!"

Prilly menarik lengan Ali dan memilih menjauh dari hadapan wanita itu.

"Kalau disuruh memilih, saya justru lebih memilih dia daripada...."

"A, please, aku nggak perlu dibela!"

"Daripada apa?" Cla justru menunggu lanjutan ucapan Ali.

'Daripada memilih wanita yang menggoda pacar orang sampai hamil,' Ali ingin sekali menjawab pertanyaan sombong Cla, kakak kandung Cal tersebut dengan kalimat itu untuk menjabarkan, bukan Prilly yang menyebabkan kehancuran hubungan keduanya tetapi hal lain.

Kembali sesak menggayut didada Prilly. Cal benar-benar tak tahu diri. Dimaafkan tapi justru menjelekkan.

"Cal memilih, sayapun memilih, saya lebih memilih dinikahi pria yang punya anak ini, suami orang ini, tapi dia menikahi saya sebelum haram, bukan setelah haram seperti Cal memilih wanita itu!"

♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 16 April 2018

Alhamdulilah, setelah mengetik 1670 kata dan ternyata wp error membuat tulisan saya kembali menjadi 970kata, lalu pd akhirnya saya mengetik ulang hingga jam segini. Perjuangan tetap berlanjut 😂

Mohon maaf, seperti yg sudah saya katakan dr awal, Yang Ketiga akan berbeda dengan Saat Dia Tertidur. Kalau sama cuma revisi dong namanya bukan new version. Memang disini lebih detail prosesnya, jadi harap sabar menanti, apakah es krim rasa ali akan hadir dicerita ini atau ada istilah lain?

Terima Kasih ❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top