YK3>12
Kamu dimana?
Aku mau ketemu
Tolong terima telponku
Setidaknya jawab chatt aku
Pril
Please
Prilly memandang layar ponselnya.
Kamu gak kerja lagi?
Caca masih sakit?
Semoga cepat sembuh
Bilang nanti kalau sembuh diajak jalan sama Om Cal
Prilly menghela napasnya.
Sepertinya sudah terlambat bagi Cal kalau ingin berbaik-baik saat ini. Setelah ia sudah hilang respect kenapa baru saja bersikap seperti yang seharusnya? Sulit mengembalikan perasaan yang sudah merasa tak nyaman.
Sudah seminggu ini ia berada dirumah Ali. Bukan hanya karna ingin merawat Caca tapi juga menghindar dari Cal. Pertama, karna Cal tak tahu dimana rumah Ali. Kalaupun tahu tak mungkin dia berani datang. Kalaupun berani tak juga pasti Prilly mau menemui. Yang ada nanti malah menjadi tamu Ali karna sudah pasti Ali yang akan menemuinya. Bisa jadi juga Ali malah bilang Prilly tidak disana karna Prilly yang minta. Tak mungkin Cal berani malu. Terlebih Prilly sudah berpesan agar jangan memberitahu dimana keberadaannya.
Prilly juga sengaja tidak masuk kerja karna merawat Caca, sekaligus sengaja menghindar dari Cal yang tentunya akan menyambanginya dikantor jika ia masuk kerja. Prilly pun sudah siap dipecat jika perusahaannya meng-cut pekerjaannya sepihak.
"Bilang nanti, kalau sembuh diajak jalan sama Om Cal, wah Caca ada yang mau ngajak jalan ya!"
Prilly terjengit kaget karna sebuah suara yang membaca chatt terakhir Cal lalu berkomentar didekat telinganya tiba-tiba saja mengusik. Prilly menoleh kesamping kanan, terlihat Ali memiringkan wajahnya sambil tersenyum dengan mata yang disipitkan. Kedua tangan Ali mencengkram sandaran kursi taman belakang rumah dimana ia bersandar sekarang.
"Jangan percaya sama pembohong, a, modus aja, biar aku mau ketemu sama dia!" Prilly berkata mengomentari chatt terakhir yang terbaca Ali. Mungkin seluruh isi chatt sudah terbaca olehnya. Karna Prilly tak tahu sejak kapan Ali pulang kerja dan berdiri dibelakangnya.
"Berbohongnya kan sebenarnya modus juga biar dia tahu seberapa besar rasa sayangmu sama dia..." Ali beranjak dari belakang bangku lalu berpindah duduk kesamping Prilly.
"Ck. Tapi kan kesel a, orang kayak gitu gak pantes dapat maaf!" Prilly mengerucutkan bibirnya setelah berdecak.
"Diakan tidak berkhianat, dia sayang sama kamu!" Ali terdengar tak setuju dengan ucapan Prilly.
"Apa itu cukup tanpa pengertian?" Prilly bertanya dengan nada yang sarkatis. Merasa tak cukup jika hanya sayang tapi tak pengertian.
"Yaa, jangan berharap dia yang mengerti, dimulai dari diri kamu, kamu harus mengerti dia," Ali mencoba mengungkapkan pandangannya.
"Kalau aku mencoba mengerti tapi dia malah ngelunjak gimana?"
"Berikan pengertian terus menerus!"
"Emang aa begitu sama a Ui?"
Prilly memandang Ali dengan perasaan ingin tahu. Pengertian pada pasangan. Saking pengertiannya sampai tidak diurus nggak merasa. Ingin sekali Prilly berkomentar melihat Ali diam saja. Hanya ada senyum disudut bibirnya. Dan kalau tak salah lihat, senyumnya terlihat pahit.
Bagi Ali, teorinya sebenarnya berlaku buat dirinya. Mencoba mengerti terus menerus pada Prully. Dia menganggap dirinyalah yang salah telah menyebabkan hidup Prully kacau. Hingga saat sikap istrinya itu dingin-dingin saja ia hanya tetap mencoba mengerti, terlebih pada masa kehamilan.
"Kakakmu telah mengandung Caca sembilan bulan lamanya, begitu melahirkan malah tak juga melihat wajah anak yang dilahirkannya..."
Ali berkata dengan mata yang menatap kedepan sementara Prilly menatap wajahnya dari samping.
"Terbayangkan dari trimester pertama, pernah browshing gak, bagaimana masa-masa kehamilan?"
Prilly mengangguk. Pernah browshing gara-gara Prully mengeluh terus. Pernah googling karna Prully ingin menggugurkannya. Prilly bahkan menakut-nakuti Prully bagaimana akibat menggugurkan janin agar Prully tak berniat membuang janinnya.
"Itulah sebabnya aku semakin menyadari gimana pengorbanan seorang ibu, terlebih seperti Prully yang berakibat dia koma!"
Ali masih menerawang menatap kedepan. Terbayang aktivitas Prully saat sedang mengandung anak mereka. Terlihat dari wajahnya ketidak nyamanan. Dan Ali tak menyadari, ketidak nyamanan Prully bukan hanya karna efek dari kehamilan tapi juga efek tak senang dengan kehamilannya. Bahkan ia lebih sering meninggalkan rumah, memginap ditempat orangtuanya selama hamil daripada berada dirumah bersama suaminya.
Prilly masih memandang wajah Ali dari samping. Iba melihat Ali yang saat ini menerawang karna memikirkan dan mengapresiasi istrinya yang terbaring koma karna melahirkan putri mereka.
'Andai Cal sepertimu a, pasti akan tenang dengan pikiran yang positif, saking positifnya, kamu sampai tak tahu bagaimana istrimu....'
"Eh..."
Suara Ali lagi-lagi membuat Prilly tersentak. Bukan hanya suaranya tapi tolehan Ali padanya yang tiba-tiba hingga ia tak sempat mengalihkan arah pandangnya.
"Apa, a?" Prilly mengalihkan rasa kagetnya dengan bertanya.
"Kok kaget? Ngelamunin Cal? Mendadak kangen?" Ali ternyata menangkap kekagetannya. Bahkan Ali juga sedang menepis keterkejutannya sendiri karna ternyata sedari tadi Prilly menatapnya. Pikir Ali, Prilly hanya sedang kasian melihatnya karna istrinya koma.
Prilly sendiri merasa kalau ditanya kaget, iya. Karna tadi ia sempat melamun. Ngelamunin Cal? Yah, karna tadi sempat membandingkan, kalau saja Cal seperti Ali. Mendadak kangen? Iya juga, tapi kangennya sama Prully kakaknya, yang sangat beruntung ditakdirkan berjodoh dengan pria pengertian.
"Heiii, ngelamun lagi?" Ali mengibaskan tangannya didepan wajah Prilly.
"Oh-eh enggak a, jadi inget sama aa ui!" Prilly tergagap sambil terkekeh malu.
"Kita udah lama nggak nengok dia, kita kerumah sakit yuk, kamu mood keluar gak?"
"Caca?"
"Kita ajak juga!"
"Yeayy, akhirnya Caca diajak papa keluar!" Prilly bersorak dan berdiri dari duduknya diiringi tawa Ali. Kenapa dia lebih senang kalau Ali yang mengajaknya keluar daripada Cal? Mengingat Cal rasanya hampir badmood. Untung saja Ali segera menarik tangannya.
"Ayoo..." Ali menarik tangan Prilly dan melangkah menuju pintu penghubung antara taman belakang dan jalan menuju dapur.
"Aa gak mandi dulu habis pulang kerja?"
"Mandi, tapi kamukan sama Caca juga harus siap-siap!"
"Oh iya...."
"Selesai mandi, kalian juga selesai dandan, kira-kira waktu dua cewek dandan lebih lama kali dari pada waktu aku mandi!"
Prilly tertawa mendengarnya. Cewek kalau dandan, sudahlah jangan ditanya. Minimal 30menit. Nyari-nyari baju yang cocok, trus dandanin wajah minimal pake pelembab, bedak, pencil alis, eye liner, mascara dan lipstik. Itu wajib banget. Belum lagi dandanin Caca.
"Girang amat kalian berdua, emang habis ngapain?"
Selipan jari mereka yang tadinya terayun sejak Ali menarik Prilly dari taman tiba-tiba terlepas.
"Eeng...enggak kok bu, kita cuma mau nengokin Ui makanya seneng!" Prilly menyahut sambil mengusap tengkuknya. Seketika terasa dingin. Tangannya jadi dingin?
"Nengokin Pruly?"
"Iya bu, kami juga akan bawa Caca kok!" sahut Ali.
"Jangan dulu deh kalau kerumah sakit bawa Caca, Caca kan baru enakan dua hari ini, daya tahan tubuhnya masih kurang jika harus dibawa ke sana, kalian berdua saja yang pergi, ibu belum akan pulang kok!"
Meski kecewa tak di perbolehkan membawa Caca oleh ibu Ali, tapi mereka membenarkan kalau rumah sakit tak baik bagi anak kecil yang sehat, apalagi baru sembuh dari sakit. Tetapi sebenarnya mereka tak enak pada ibu yang harus menjagakan Caca.
"Sekalian dinner ya?"
"Dinner?"
Ali dan Prilly menyahut bersamaan dengan nada pertanyaan juga mendengar pertanyaan ibu.
"Ya kan ibu kira, mama dan papa mau dinner sekalian..."
Prilly dan Ali sama-sama merasa tak enak dengan keadaan mereka. Kenapa pertanyaan ibu jadi seperti itu? Apalagi tatapan beliau penuh arti. Seakan-akan...
'Ah, aa kan sangat sayang sama kakakku!'
'Dia pasti sebenarnya sangat merindukan pria itu!'
Keduanya mendadak berada pada sebuah pemikiran yang sama. Pikiran mereka tak sampai pada sesuatu hal yang dipikirkan ibu. Mereka ada disatu tempat yang sama hanya karna Caca. Mereka saling berinteraksi karna anak itu. Berbuat untuknya yang terbaik. Bukan ingin menjadi yang ketiga dalam kehidupan masing-masing.
♡♡♡
"A Ui, gimana kabar aa?" Prilly menggemgam tangan dingin Pruly yang terbaring dalam keadaan yang sama seperti pertama kali dia terbaring ditempat serba putih itu.
"Pruly, anak kita sekarang sudah hampir tiga bulan, apa kau tak ingin melihatnya?" Ali berkata sambil mengusap kepalanya diseberang Prilly.
"Tadi kita mau ajak Caca a, tapi dia habis sembuh dari sakit, nanti kalau dia sudah pulih benar, akan kami ajak menengokmu ya..."
Prilly mengangkat wajahnya dan melihat Ali memandangi wajah kakaknya itu.
'Aa, berbahagialah karna dia menyayangi dan menghargaimu...' Prilly membatin sambil melepas pandangan dari Ali lalu menatap wajah kakaknya yang memucat karna Ali mengangkat wajah dan mereka beradu pandang sejenak.
'Pruly, kamu harus bersyukur memiliki adik seperti dia, dia menyayangimu dan menyayangi anak kita seperti seharusnya kamu menyayanginya...'
"Aa, semoga cepat sadar, supaya aa bisa lihat Caca, dia lucu banget, sekarang sudah 5Kg a, hobinya minum susu, tapi dia sering sakit, mungkin karna dia merindukanmu!"
Ali menoleh pada Prilly saat mendengar kalimatnya.
'Bukan. Bukan karna merindukan dia. Tapi merindukanmu. Caca selalu merindukanmu, mama!' Batin Ali.
"Kamu jangan khawatir, ada mama ii yang ngerawat Caca!" Ali menepuk punggung tangan Pruly yang berada diatas tubuhnya karna digenggam Prilly.
"Papa juga siaga kok a buat Caca, jadi kamu tenang saja ya!"
Bersahut-sahutan mengajak Pruly bicara, saling memberi semangat dan menguatkan yang tak disadari. Sementara Pruly tetap terbaring diranjang perawatannya tanpa bergerak. Hanya suara monitor EKG yang terdengar.
"Kami berdua akan menjaga Caca demi kamu, Pruly!"
♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 11 April 2018
Untung kepencetnya mempublikasi bukan menghapus. Maaf yaa...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top