YK3>11

"Biarkan dia tenang dulu, tolong lebih dewasa menghadapi dia, buang egois anda kalau anda mau dia percaya lagi pada anda!"

Dan Cal harus menyerah pada sikap Prilly yang tak ingin ditahan berlalu, meskipun tanpa berucap setelah tenggelam dalam pelukan pria lain, yang membuatnya tak peduli apa yang diucapkan pria itu. Terlebih ucapan Ali sebenarnya mengusik meski Cal sudah mencoba tak acuh ketika seakan diingatkan bagaimana cara menghadapi seseorang yang telah hilang respect karna ulahnya sendiri.

Satu katapun tak terucap dari Prilly dan satu tatapanpun tak berhasil Cal peroleh ketika Prilly benar-benar dibawa pergi dari hadapannya. Hanya punggung yang berlalu ringan digiring pasrah. Bahkan tangannya melingkar erat tanda rasa aman sudah melingkupinya membuat Cal merasa kalah telak. Ia meremas rambutnya dan menghempas kedua tangan yang tergenggam didepan dada dengan wajah prustrasi.

"Gue jadi tau kenapa Prilly begini, Cal!"

Terdengar suara Beni yang berdiri dibelakangnya mengusik.

"Karna pria itu sudah menggodanya?" Cal balik bertanya dengan nada sinis.

"Pikiran lo yang kayak gini yang bikin lo jadi negatif bro!" Beni justru menggeleng dan Cal mengeryitkan alis.

"Kenapa lo malah nyalahin gue?"

"Jangan bikin cewek lo nangis, kelar hidup lo kalau ada yang mampu menghapus airmatanya!"

"CK!" Cal berdecak keras seakan-akan ia tak setuju dengan ucapan Beni, "itu karna dianya aja yang nggak bisa jaga jarak dengan yang lain!" Cal menaruh kedua tangannya dipinggang dengan dada yang kelihatan turun naik karna merasa kembali emosi mengingat Prilly yang tak menghiraukannya setelah dipeluk pria lain.

"Tadinya gue terpengaruh karna cerita lo, gue anggap cewek lo egois gak mentingin lo sesuai dengan gambaran lo, ternyata setelah gue lihat sendiri, sepertinya lo juga harus instrospeksi diri!"

Beni berkata dengan nada mengingatkan dan sedikit kesal pada Cal.

"Gimana cewek lo nggak lebih nyaman sama yang lain, kalau lo nya aja susah ngertiin dia, udah jelas lo bikin kesalahan lo malah tetap maksa buat nyuruh dia tetap tinggal demi keinginan lo, bukannya lo dengerin pria itu, biarkan dia tenang dulu, baru lo hubungi lagi!"

Cal akhirnya diam saat Beni meninggalkannya berlalu. Menghela napasnya dalam-dalam dan mencerna kembali ucapan demi ucapan Beni. Bahkan ucapan-ucapan Ali yang sebelumnya ia abaikan karna ia sangat mendendam padanya kini terngiang-ngiang ditelinganya.

"Biarkan dia tenang dulu, setelah tenang baru hubungi lagi..."

Ucapan Ali menurutnya hanya memberi waktu pada Prilly untuk dimasuki banyak pendapat yang akan membuat gadis itu berpikir tak memaafkannya. Dia tak ingin Prilly justru terpengaruh dengan pendapat yang lain, apalagi pendapat Ali. Cal tak akan memberinya kesempatan untuk membuat hubungan mereka tak lagi baik.

"Tolong biarkan saya membawanya pergi, jangan khawatir, jika sama-sama saling membutuhkan pasti akan kembali!"

Cal sebenarnya semakin merasa terancam dengan maksud Ali membawanya pergi. Ia merasa tak rela Prilly dibawa dan ditenangkan olehnya. Harusnya dirinya lah yang menenangkan kekasihnya bukan yang lain. Tapi Prilly malah tak beranjak dari pelukannya. Tak juga menyahut seakan ia tak perlu berkata apa-apa selain sikap yang pasrah untuk dibawa pergi.

"Call, buruan, gue antar lo balik!!"

Teriakan Beni memecahkan isi pikiran Cal dan pada akhirnya ia melangkah menuju arah yang sama dengan sahabatnya itu dengan lunglai.

♡♡♡

Memasuki halaman rumah, Ali tak langsung mematikan mesin mobil ketika berhenti. Ia menoleh pada Prilly yang sedari tadi hanya diam dengan mata yang ber-air terus menerus. Sepanjang jalan dari rumah sakit menuju rumahnya Prilly selalu saja menghapus airmata dan menyusut hidungnya.

Diperjalanan Ali tak memulai pembicaraan. Tak juga ingin mengatakan apapun karna ia tahu takkan menyelesaikan masalah Prilly.
Sampai kini mereka sudah tiba didepan rumahnya, sepertinya Ali harus mengatakan sesuatu.

"Ii..."

Prilly menoleh pada Ali. Dan lagi ia menghapus airmatanya.

"Apa kamu merasa butuh buat didengerin?"

"Jengkel, a!"

"Iya, tapi karna dia sayang sama kamu!"

"Sayang tapi nggak harus gitu!"

"Kamu aja sampai nggak nyadar kalau dibohongi artinya kamu juga sayang sama dia!"

"Aku cuma berusaha seimbang seperti yang aa bilang!"

Ali tersenyum. Ia mengakui tadinya Prilly sama keras kepalanya seperti Cal. Tetapi nyatanya Prilly tak alergi dengan masukan. Buktinya sarannya dipikirkan bahkan menjadi pertimbangan sampai ia gagal fokus.

"Aku bego banget sih a jadi orang!"

Prilly memukul kepalanya berulang kali.

"Kamu emang nggak cocok jadi orang!"

"Apa aa bilang?" Prilly melotot mendengar ucapan Ali.

"Kamu cocoknya jadi bidadari, cantik!"

"Idihhh, nggak nyambung!"

Tangan Prilly melayang ke
lengan Ali. Ali mengaduh meski tak begitu sakit.

"Ya habisnya kamu dari tadi nangis melulu, menyesali diri melulu!"

Prilly menutup wajahnya. Ali benar. Sedari tadi sebentar-sebentar ia menangis. Menangis karna jengkel telah dibohongi. Merasa bodoh telah terkecoh.

"Hapus airmatanya, nanti dipikir ibu, aku yang bikin matamu sembab!" Setengah memerintah Ali menunjuk wajah Prilly. Prilly menatapnya sambil menggeleng.

Mana mungkin Ali yang membuat matanya sembab. Buktinya pria itu sudah membuat ia melebarkan senyumnya. Coba Cal seperti dia. Eh. Prilly menggigit bibirnya sebelum menyahut.

"Ya nggak lah, pasti ibu pikir Cal meninggal makanya aku nangis!"

"Husss!"

Prilly menutup mulutnya dengan sebelah tangan. Mungkin terdengar jahat tapi ia spontan. Tak sengaja.

"Udah tenang sekarang?"

"Makasih ya a!"

Prilly menjawab tanya Ali dengan ucapan terima kasih. Terutama telah muncul saat dia membutuhkan. Ia tak tahu apa akan bisa menghindari Cal kalau tak ada Ali. Pasti akan sulit karna Cal juga keras hati.

"Sama-samaa, yuk turun!" Ali mengusap kepala gadis disebelahnya itu lalu bergerak membuka pintu mobil dan turun dari belakang kemudi.

Ali menunggu Prilly sebelum melangkah menuju beranda rumahnya. Begitu Prilly sudah melangkah disampingnya, ia meraih bahu Prilly dan menepuk-nepuknya pelan. Prilly menoleh dan tersenyum dengan mata berbinar. Sepertinya sudah benar-benar tenang dan lega karna puas menangis dan sedikit menumpahkan curahan hatinya tentang Cal.

Beriringan menuju pintu, sebelum sampai keberanda rumah, pintu depan sudah terbuka.

"Cal baik-baik saja?"

"Mama?"

Ternyata mama Prilly juga sudah berada dirumah Ali. Menyibak tirai ruang tamu saat mendengar mobil memasuki halaman rumah, sebenarnya membuat beliau heran karna sekian waktu penumpang dan pengemudi mobil tak juga turun.

'Ada apa?' Pikiran beliau bertanya dan merasa pasti ada yang tak beres sampai ia melihat Ali dan Prilly keluar dari dalam mobil dan Ali menepuk bahu putrinya.

Ali menoleh pada Prilly yang memandang mamanya dengan tatapan kembali sedih.

"Cal berbohong ma, kecelakaannya hanya pura-pura, jadi mama jangan khawatirin dia!"

"Ohh..." mama Prilly terlihat mengeryit meraih bahu Prilly dan menggandengnya masuk kedalam rumah.

"Caca juga baik-baik saja, jadi ii juga jangan khawatir!" Mamanya berkata sambil mengusap bahu anaknya.

"Syukurlah, ma!"

"Tapi kamu dan Cal baik-baik saja kan?"

"Menurut mama bagaimana? Apa mama nggak ngerasa dia keterlaluan ma? Nggak lucu banget berlaku kekanakan karna anak kecil yang nggak ngerti apa-apa!" tukas Prilly dengan nada ditekan. Sepertinya kalau membicarakan Cal dadanya kembali sesak. Bawaannya rongga dadanya selalu butuh udara untuk menghembuskannya agar lega.

"Sebaiknya kamu tenangin diri kamu dulu saja!" Komentar mamanya.

Prilly bahkan tak mengerti apakah harus bersyukur karna memiliki orang-orang yang selalu mendamaikan dan menenangkannya lalu tak pernah membuat panas hatinya bertambah parah ketika ia harusnya begitu marah seperti saat ini.

"Ii udah tenang kok ma, ya kan a? Aku udah tenang!" Prilly berkata pada mamanya sekaligus menoleh pada Ali yang mengangguk cepat.

"Haii Caca masih bangun?"

"Baru bangun mendengar suaramu, i!" Ibu Ali nampak didepan kamar Caca sambil menggendong cucunya yang nampak membuka mata sambil menyedot susu didalam botol.

Prilly mendekati mereka dan mengambil Caca dari gendongan ibu Ali.

"Uhhh sayang mama, udah ketemu om dokter ya tadi?" Prilly mendekap dan mencium Caca yang sudah berpindah kedalam dekapannya.

"Enggghhhhh..." Caca menggeliat dan bersuara sambil terus menyedot susunya. Matanya yang berair dan sesekali berkedip menatap Prilly. Prilly menghapus sudut matanya yang tersisa airmata, lalu menyentuh dahi mungilnya dengan punggung tangan.

"Udah mendingan ya anak papa, nggak panas lagi, besok sembuh ya, sayang!"

Ali yang berada disamping Prilly ikut menyentuh dahi dan pipi anaknya. Merasakan suhu tubuh Caca yang memang sudah tak terlalu panas lagi.

"Eeeennnnghhh!" Caca masih saja terdengar mengeluarkan rengekan khas anak kecil.

"Aamiin, pasti sembuh papa, kan sekarang mama sama papa udah ada dekat Caca, ya kan Caa!" Prilly mengaminkan ketika Ali menunduk mencium pipi anaknya.

"Aamiin, maa..." mengangkat wajah dari pipi Caca, Ali berkata dan tersenyum pada Prilly.

Mereka sepertinya tak sadar, kedua ibu yang berada didekat mereka sedang fokus melihat adegan yang membuat keduanya saling melirik. Mereka seperti sedang melihat keluarga kecil yang bahagia. Entah kenapa mereka saling tersenyum, ikut senang karna Ali dan Prilly kompak untuk merawat Caca. Caca tak kehilangan kasih mamanya yang sedang terbaring tidur tak bangun-bangun dengan adanya Prilly, sementara Ali menjadi papa siaga, yang selalu peka dengan apapun yang dibutuhkan Caca.

Sesaat mereka teringat pada Pruly yang sampai saat ini terbaring koma di rumah sakit. Kabar terakhir, keadaannya masih sama. Belum ada respon positif dari kondisi tubuhnya. Dari mata yang tak juga merespon cahaya. Tangan yang masih saja kaku ketika digenggam, tak ada gerakan. Alipun akhir-akhir ini tidak bisa setiap hari menengoknya karna kesibukan pada pekerjaan, dan juga fokus pada Caca yang baru saja tinggal bersamanya.

Kedua ibu itu menghela napas dan menghembuskannya perlahan.

"Bagaimana keadaan pac..."

"Bu..." Ali menggeleng memotong ucapan ibunya yang sepertinya ingin bertanya tentang keadaan Cal. Ali tak ingin melihat warna wajah Prilly yang sudah berbinar, kembali sedih karna ditanya soal pria itu.

"Jangan khawatirin dia bu, dia sehat wal afiat!" Prilly menjawab tanya ibu Ali yang tak selesai tapi ia pahami dengan senyum yang tak berubah.

Ali merasa lega, karna ternyata suasana hati Prilly tak berubah ketika membicarakan Cal. Rupanya bertemu dan memeluk Caca membuatnya merasa lebih nyaman.

"Kalian sudah makan?" Mama Prilly bertanya. Bukan sekedar untuk mengalihkan topik tetapi ia khawatir masalah dengan Cal membuat mereka lupa mengisi perut.

"Aa ma belum makan, kalau ii nggak laper ma!"

"I, kamu tu harus makan, nanti kamu sakit..." Ali langsung protes mendengar Prilly menolak makan karna merasa tidak lapar.

"Aa aja yang makan, nanti aa yang sakit, aku kuat kok!" tukas Prilly.

"Ya udah aku juga nggak makan!" Ali berkata sambil berbalik siap berlalu.

"Aa, jangan gitu dong a, aa kan punya penyakit lambung," Prilly berkata dengan nada khawatir, terlebih teringat penyakit yang pernah membuat Ali harus dirawat dan tak masuk kerja beberapa hari.

"Kamu juga akan punya penyakit lambung kalau nggak mau makan!" Ali menoleh tak mau kalah dan memutar tubuhnya lagi dan benar-benar beranjak membuat Prilly terlihat panik.

"Aa, a, ihh, mau kemana?"

Prilly menyerahkan Caca kepada ibunya dan mengejar Ali yang melangkah pergi sambil membuka kemejanya diiringi keryitan dikening dua orang ibu yang saling berpandangan lalu mengalihkan pandangan kearah Prilly yang berhasil mencegat Ali.

"Makan dong, a..." Prilly setengah merengek membujuk Ali.

"Kamu juga makan tapi!" Syarat Ali.

"Aku temenin aja ya!" Tawar Prilly. Ia benar-benar merasa tak napsu makan.

"Aku yang nemenin kamu!" balik Ali.

"Nanti kalau aa sakit siapa yang nyari duit buat Caca?"

"Kalau kamu sakit, siapa yang akan rawat Caca?" balas Ali.

"Iya, iya aku juga makan!" Akhirnya Prilly mengalah juga. Dan Ali tersenyum menang.

Mama Prilly menghempas napasnya lalu menoleh pada ibu Ali yang sama menoleh pada beliau.

"Mama dan papa emang sering berdebat apalagi kalau soal Caca!" Cerita Mama Prilly ke ibu Ali yang menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mereka.

"Hmmn, sepertinya mama dan papa harus diresmikan!"

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 09 April 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top