YK3>10
"Cal, ini nggak lucu, ini sungguh keterlaluan, sumpah, aku nggak nyangka kamu bisa berbuat kayak gini demi egomu, kamu hampir mencelakakan banyak orang demi kepuasanmu sendiri, kamu tega Cal!!"
Prilly tak bisa membendung amarahnya. Kejutan yang benar-benar membuatnya syok. Ia merasa bodoh karna sesaat tadi sudah merasa bersalah dan menangis. Terbayang kabar kecelakaan Cal membuatnya sangat kalut dan panik. Kecelakaan yang berbarengan dengan kondisi Caca yang mengkhawatirkan.
"Maafkan aku sayang, aku hanya..."
Rasanya saat ini Prilly tak ingin mendengar alasan. Tubuhnya berbalik dengan dada yang semakin sesak. Alasan apapun saat ini bagi Prilly tak bisa membenarkan apa yang sudah dilakukan Cal.
Teramat sangat keterlaluan ketika sebuah kecelakaan palsu hampir saja mencelakai yang lain. Terbayang saat mobil Ali diselip dan tertabrak motor lain hanya karna Ali sibuk menenangkannya. Terbayang juga bagaimana mereka harus memikirkan Caca yang sedang demam bahkan panasnya semakin meninggi lalu harus ditinggalkan demi seseorang yang ternyata mengalami kecelakaan pura-pura.
"Prilly..... " Cal melempar selimut yang menutup setengah tubuhnya lalu melompat turun dari ranjang perawatan melihat Prilly akan segera beranjak.
"Please, dengarin aku dulu...." suara Cal terdengar memecah sunyi ruang ICU.
Prilly merasakan lengannya yang mengayun dicekal lalu berusaha melepaskan cekalan itu tapi tak berhasil. Justru tubuhnya terseret merapat pada pencekalnya. Sekali lagi Prilly menarik lengannya. Meski berhasil melepaskan tapi ia menahan diri untuk beranjak karna ia tahu, sudah pasti akan ditarik kembali.
Prilly tak juga bersuara. Hanya helaan napasnya yang terdengar. Sebisa mungkin airmata yang hampir jatuh karna sesak didada ia tahan. Susah sekali untuk saat ini berdamai. Dengan hatinya saja sulit, apalagi harus memaafkan apa yang telah dilakukan Cal saat ini. Kecelakaan pura-pura. Kalau saja tadi memakan korban, akan semakin lengkaplah amarahnya.
"Pril, maafin Cal, gue pastikan dia hanya ingin menguji dan tak bermaksud mempermainkan perasaanmu!" Beni yang masih berada disana merasa perlu untuk ikut menjelaskan.
Mendengar Beni, Prilly baru menyadari rumah sakit dimana ia berada saat ini adalah rumah sakit swasta milik keluarga sahabat Cal itu.
'Stupidnya guee...' batin Prilly berkata. Prilly pikir, pantas saja ia bisa memakai ruang ICU sebagai tempatnya bersandiwara. Pantas saja Beni tahu secara detail apa yang terjadi padanya dan Cal. Tentu Cal harus menceritakan dulu apa yang membuatnya ingin menguji Prilly dan meminjam ruang ICU. Dan bodohnya lagi ia tak menyadari monitor EKG tidak terpasang dan terhubung kemana-mana.
Prilly merasa sesak didadanya semakin menjadi tatkala teringat akibat dari perbuatan Cal, membuat Ali mencelakakan orang lain dan hampir diperas orang. Prilly merasa ujian kesabaran ini bukanlah ujian yang tepat baginya. Atau justru tepat bagi Cal karna disitulah akan teruji, siapa yang menjadi prioritas Prilly. Yaitu pada saat Caca juga membutuhkannya.
"Aku mencintaimu, Prilly!"
Prilly menarik cairan yang keluar dari hidungnya. Hampir saja ia luluh mendengar kata cinta Cal.
"Apa aku salah ingin kau juga memprioritaskan aku?" Pertanyaan Cal hanya membuat Prilly urung luluh.
Selama ini Prilly sudah berusaha membagi waktunya. Hanya kebetulan Caca sedang membutuhkannya. Ia saja sempat terpikir andai saja ia bisa dibagi dua, tentu semuanya akan selesai. Menurutnya Cal juga harusnya mau mengalah pada anak kecil. Anak kecil tak tahu apa-apa. Tahunya hanya merengek. Tak bisa bilang sakit. Tak bisa bilang rindu. Tak bisa mengatakan apapun yang ia mau. Jadi kenapa Cal harus merasa tersaingi dengan Caca? Harusnya Cal ikut mendekatkan diri pada anak itu bukan sebaliknya seakan-akan musuh dan saingannya.
"Tadinya aku sudah senang mendengarmu berkata, semoga Caca cepat sembuh...." Prilly akhirnya membuka suara meski terdengar bergetar.
"Tapi ternyata itu cuman buat ngelabuin aku!" Lanjutnya.
Cal terdiam teringat saat ia menelpon sebelum diterima Ali, mendengar Prilly lagi-lagi mengurus Caca, sengaja ia berkata seakan-akan memahami bahkan mendoakan Caca cepat sembuh. Padahal setelahnya remasan pada ponselnya seakan hampir meremukkan smart phone yang ada digenggamannya.
"Gue sudah bokingkan ruang ICU, tapi kalau ada yang urgen lo harus segera keluar, jadi jangan lama-lama dramanya!"
Cal urung melempar ponselnya begitu mendengar suara Beni berkata mengingatkannya akan drama yang segera ia buat. Ya, ia sudah merencanakan semua itu setelah berkonsultasi pada Beni. Dan Beni mau membantunya menyusun skenario.
"Aku nggak ngerti lagi gimana caranya agar kamu bisa ngertiin aku, Cal!" Prilly berkata dengan nada prustrasi memutuskan lamunan Cal.
"Kalau kamu merasa aku salah aku minta maaf!"
Kalau merasa salah? Berarti Cal tak merasa bersalah? Dan itu membuat Prilly tak bisa lagi menahan langkahnya.
"Prill, Prilly tunggu dulu!"
Cal kembali berhasil menahan langkah Prilly dengan mencekal lengannya lalu menarik tubuhnya ingin memeluk.
"Udah Cal, lepasin.....!"
Prilly berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Cal.
"Apa kita bisa bicara baik-baik, aku tahu aku mungkin menjengkelkan karna berbohong, tapi..."
"Tolong jangan paksa aku sekarang, Cal!"
Prilly berkata dengan nada memohon. Bicara baik-baik tak ada gunanya sekarang. Ia perlu menenangkan diri agar bisa menerima dipermainkan seperti saat ini.
Susah dilupakan ketika ingatan pada kebohongan Cal berakibat buruk pada banyak orang termasuk dirinya. Ia hampir saja celaka, mobil yang membawanya menyenggol motor lain dan mencelakakan pengendaranya, Alu hampir diperas karna itu dan keponakannya harus dikepinggirkan demi drama tak pada tempatnya menurutnya. Rasanya mengingat semua itu tak ada maaf.
"Prilly..."
Cal kembali mencekal lengannya dan kali ini lebih kuat dan pergelangan tangannya terasa sakit.
"Please, Cal!"
"Enggak. Aku nggak akan ngelepasin kamu sebelum kamu bilang kita akan baik-baik saja dan kamu melupakan kejadian ini!"
Prilly menggeleng mendengar ucapannya. Takkan semudah itu. Kenapa bisa-bisanya dengan mudah menginginkan ia melupakan kejadian yang menyesakkan seperti ini?
"Aku hanya butuh nenangin diri, jadi please, biarkan aku pergi!" Prilly berkata lirih didepan wajah Cal yang sudah menarik tubuhnya untuk merapat lagi dan sekarang menunduk menatapnya tajam.
"Enggak, kamu harus nenangin aku sekarang, bilang kalau kita akan baik-baik saja!" Cal menyentuh wajah Prilly dengan jemarinya yang gemetar karna kalut. Seketika Prilly merasa takut berada dalam situasi seperti itu.
"Cal, jangan egois, aku mohon, lepasin aku, please!" Prilly bergerak melonggarkan lengan Cal yang merengkuh pinggangnya. Sementara jemari Cal yang lain masih menggerayangi wajahnya.
"Maafin aku Cal!"
Kedua tangan Prilly yang berada didada Cal mendorong kuat-kuat setelah ia mengakhiri kalimat permintaan maafnya. Cal tak siap menerima dorongan kuat hingga rengkuhan pada pinggang Prilly melonggar lalu terlepas akibat gerakan tubuh Prilly yang mendorong kuat siap menjauh dengan terburu.
Setengah berlari dengan mata mengabur karna air yang menggantung dimatanya, Prilly mencapai pintu dan membuka pintu ruang ICU itu diiringi teriakan Cal memanggil namanya.
"Prilly....!"
Prilly tak peduli suara panggilan Cal yang mengejarnya setelah mampu menyeimbangkan diri karna terdorong kuat. Yang Prilly tahu ia harus pergi jauh-jauh dari Cal agar ia tak dipaksa untuk tetap tinggal disana dengan dada yang tercabik.
"Jangan pergi dulu Prilly, kamu harus memaafkan aku dulu, aku menyesal membuatmu marah!"
Prilly semakin mempercepat langkahnya berusaha membuat jarak yang jauh agar Cal tak bisa menjangkaunya.
"Prilly, please!!"
"Ii?"
Prilly mendengar suara lain diantara teriakan Cal. Dan retinanya yang berair menangkap sesosok tubuh yang membuat rongga dadanya menemukan setitik udara.
"Aa....."
Dan airmata yang sedari tadi hanya menggantung diantara sesak didadanya tumpah setelah disambut sebuah pelukan.
"Dia bohongggg......" Seakan mengadu, Prilly berkata dengan suara bercampur tangis.
Pelukannya semakin erat saat ia merasakan usapan dari kepala kepunggungnya. Sementara Ali menyangkutkan dagu diatas kepala Prilly sambil menatap Cal yang sudah menghentikan langkahnya saat Prilly terlihat menghambur dan disambut pelukannya.
Tak berkata apa-apa, tak bertanya kenapa. Karna Ali sudah tahu sejak ia melihat Cal yang terbaring, dibalik kaca ICU. Matanya langsung menangkap monitor EKG yang tak menyala karna kabelnya tak menyambung ketempat yang seharusnya. Seketika Ali teringat saat ia menerima telpon dari Cal. Dan tiba-tiba seakan ponsel Cal jatuh. Suara decit ban dan suara benturan terdengar. Dan yang lebih mengherankan lagi, kenapa Beni langsung menelpon padahal baru beberapa menit? Beni ada dimana saat itu? Kalau bersama Cal kenapa ia tidak apa-apa? Kalau tidak bersama Cal kenapa ia begitu cepat dapat kabar Cal kecelakaan dan menghubungi Prilly? Dan anehnya satupun keluarganya tidak ada. Apa karna perjalanan jauh yang menyebabkan orangtua atau saudaranya belum datang? Pikiran Ali langsung menerawang dan merangkai cerita dari awal. Dan kini pertanyaan-pertanyaan itu terjawab sudah. Kecelakaan itu hanya bohong.
Saat menyadari itu, Ali mengeryitkan dahi dan menoleh pada Prilly. Ia tak tahu harus mengatakan apa ketika Prilly bertanya. Yang pasti ia merasa tak ada yang perlu dicemaskan dari Cal, jadi ia merasa tenang meninggalkan Prilly untuk segera kembali kerumah mengurus Caca.
Tetapi dimobil pikiran Ali mendadak tak tenang. Mau sampai kapan Prilly dipermainkan? Seketika ia tak tega untuk meninggalkan Prilly yang terlihat sangat menyedihkan padahal yang tadinya ditangisi hanya berbohong.
"Ibu tadi menjemput dokter Himawan makanya ibu terlambat datang, Caca tidak apa-apa, rewel sebentar tapi sudah ibu atasi Li, kalau Prilly harus ditemani, temani saja, kasian sendirian dirumah sakit!"
Ali menarik napasnya lega ketika menelpon ibu, ternyata beliau sudah membawa dokter kerumahnya. Ia merasa lebih tenang karna ibunya bilang sudah mengatasi Caca. Pada akhirnya ia memilih kembali ke ruang ICU untuk menemani Prilly dan ingin tahu sampai kapan Cal berbohong?
Ternyata begitu mendekati ruang ICU, Ali melihat Prilly terburu keluar dari ruangan itu hingga ia menghentikan langkahnya. Dan ia sudah tahu, pasti sandiwara berakhir. Apalagi melihat Cal mengejarnya.
"Prilly....."
Suara Cal tak membuat Prilly melonggarkan pelukan pada Ali. Seakan-akan ia sudah mendapatkan tempat berlindung setelah tadi merasa terancam dengan sikap Cal.
"Biarkan dia tenang dulu, setelah tenang baru hubungi lagi..."
"Pril!"
"Tolong biarkan saya membawanya pergi, jangan khawatir, jika sama-sama saling membutuhkan pasti akan kembali!"
"Prilly!"
Cal tetap pada pendiriannya, seakan meminta Prilly tak meninggalkannya. Ia ingin banyak bicara pada Prilly. Ia takkan membiarkan Prilly pergi sebelum selesai.
Ali berbalik sambil tetap memeluk Prilly dan memulai langkah menjauh.
"Pril!!"
Cal semakin tak terima dengan sikap Ali membawa Prilly berlalu. Apalagi melihat Prilly dengan damainya tenggelam dan tak lepas-lepas dari pelukan yang disebut kakak iparnya itu. Cal merasa tersingkir tanpa Prilly harus berkata apa-apa.
"Biarkan dia tenang dulu, tolong lebih dewasa menghadapi dia, buang egois anda kalau anda mau dia percaya lagi pada anda!"
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Banjarmasin, 7 April 2018
Haihh ngantuk banget.
Makasih membaca yaa... ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top