Yang Ketiga >1

Prilly melangkah cepat setelah turun dari mobilnya.

"Buruan maa... "

Prilly membukakan pintu untuk mamanya. Lalu mereka sama tergesa memasuki rumah sakit bersalin dimana kakaknya saat ini sedang diberi tindakan karna terjatuh pingsan.

"Gimana Prully, Li?"

Tante Ulfi, Mama Prilly dan Prully, bertanya dengan tatapan cemas pada Ali menantunya yang terlihat menatap sama cemas kepintu ruang operasi yang masih tertutup.

Tadi menurutnya, dari Bik Sarah, Pruly,  istrinya yang sedang hamil  menginjak 41 minggu tersebut mendadak pingsan. Ia pun kemudian langsung dibawa ke rumah sakit. Dan Ali menyusulnya kerumah sakit dimana dia langsung bertemu dokter yang mengatakan kalau Prully mengalami pendarahan diotak.

Untuk menyelamatkan nyawa bayi mereka, saat ini dokter sedang  melakukan tindakan operasi caesar. Dan sekarang ia menunggu keduanya dengan harap-harap cemas setelah sebelumnya sempat menelpon Prilly untuk mengabarkan kejadian yang menimpa Prully, kakaknya itu.

Pintu ruang operasi terbuka dan seorang wanita yang mereka ketahui dokter yang menangani Prully keluar sambil melepas maskernya.

"Bayi perempuan anda sudah lahir dengan selamat pak Ali..."

"Alhamdulilah, apakah tidak kurang suatu apapun bu dokter?" Ali bertanya dengan antusias, terlebih mendengar bayinya telah lahir dengan selamat.

"Alhamdulilah, sempurna, dia sehat dan cantik, beratnya 2,5kg, panjangnya 48cm, suara tangisnya sangat keras ketika dimandikan!" Jelas dokter membuat mereka bertiga lega meski belum sepenuhnya.

"Alhamdulilah!" Ali bersyukur dengan mata yang berbinar. Ia sekarang menjadi seorang papa.

"Tapi, mohon maaf, pak Ali..."

Jantung Ali langsung berdebar tak menentu mendengar kata 'tapi' dan 'maaf' yang dilontarkan Dokter Nirina dengan wajah yang tegang.

"Istri anda saat ini dalam kondisi koma!"

"Koma?" Ali melebarkan mata dan menggelengkan kepalanya.

"Kemungkinan besar istri anda mengalami kerusakan otak. Kondisi ini dapat mempengaruhi proses bicaranya atau pergerakan tubuh bagian kanannya jika dia sadar," Dokter mencoba menjelaskan.

"Apa?"

Tak ada yang bisa mencerna lagi apa penjelasan Dokter Nirina. Yang mereka tahu, Prully koma karena pendarahan yang terjadi di otaknya yang berpotensi mematikan. Dan jika tidak menyebabkan kematianpun, kerusakan yang terjadi di otaknya cukup parah. Menurut dokter lagi kemungkinan terburuk seandainya dia sadarpun, dokter khawatir Pruly justru amnesia dan lupa pernah melahirkan seorang bayi perempuan.

Ali mengusap wajahnya yang nampak lelah disela cemas yang tak juga kunjung reda.

"Anda boleh melihat bayi anda, saya permisi dulu, Pak Ali!"

Sampai dokter pamit dan berlalu, Ali masih saja terlihat syok.

"A... "

Lirih suara Prilly memanggilnya dengan sebutan A'a atau kakak yang biasa juga ia sebut ketika memanggil Prully, dimana waktu kecil untuk memanggil kakak, Prilly kecil hanya bisa mengucapkan A'a.

"A'a..."

Ali tersentak saat suara Prilly sekali lagi memanggil disertai sentuhan ditangannya yang menyebabkan Ali terkejut.

"Ii... iya?"

"Mau melihat bayimu?"

"Ii... iya!"

Sepertinya Ali benar-benar syok hingga sedari tadi hanya tergagap ketika menjawab. Bagaimana tidak? Sangat mengejutkan baginya ketika mendengar Pruly pingsan padahal tadi pagi ia sama sekali tak melihat dan tak mendengar adanya keluhan. Ali merasa bukan suami yang baik saat ini. Padahal dia tadi sedang bersenang-senang karna bertemu teman-teman lamanya, hingga ia susah dihubungi karna ponselnya dibiarkan mati. Ia mengisi bateray dan mengaktifkan handphonenya dimobil saat akan beranjak pulang. Untung saja, ia tak terlambat, ketika ia aktifkan, panggilan telpon terdengar dan itu dari Mbak Sarah, asiten rumah tangga mereka.

Prully memang hanya duduk saja saat ia pamit berangkat bekerja tadi pagi. Meski nampak kelelahan karna perutnya yang membesar tapi ketika ditanya ia hanya menggeleng sambil berkata tak apa-apa.

Sebelum mereka melangkah sebuah brankar keluar dari ruang operasi. Terlihat sesosok tubuh terbujur dengan oksigen yang menutup sebagian wajahnya.

"A'aa..." Prilly menatap wajah kakaknya yang memucat. Airmatanya seketika menetes setelah ia menutup mulutnya tak tega.

"Prully! " Ali memandang brankar yang berisi istrinya tersebut dengan mata memerah.

"Maaf Pak, kita harus segera membawanya keruang ICU!" Salah satu petugas medis yang mendorong brankar tersebut memberitahu dengan sopan hingga Ali hanya bisa memandang brankar yang didorong tergesa itu setelah sempat menyentuh kepalanya.

"Oeeeee...."

Bersamaan dengan itu terdengar suara tangis bayi. Ali melangkah cepat mengikuti langkah Prilly dan menemukan ibu mertuanya sudah menggendong bayi yang sedang berusaha beliau redakan tangisnya.

"Kasian, sayangg cucu omaa, tidak apa-apa sayang, sssshhh!" Tante Ulfhi berusaha untuk menenangkan cucunya  dengan memeluk tubuh mungil yang dilapisi kain yang melilit tubuhnya tersebut dalam dekapannya. Dan berhasil. Anak itu diam pada akhirnya.

"Anak papa ngerasa ya kalau mama dalam kondisi kurang baik?"

"Oeekkkkkkkkk....."

Suara tangisan terdengar lagi. Kali ini lebih keras. Tante Ulfhi berusaha menenangkannya lagi.

"Shhhtt... sayang, gak apa-apa, ada papaaa!" Prilly mengusap pipi mungil itu dan akhirnya seperti sedikit menenangkan. Entah karna suaranya atau karna ia menyebut papa.

"Maafin papa ya, mama pasti gak apa-apa..." Ali berucap lagi. Niatnya untuk ikut menenangkan.

"Oekkkkkkkk....!"

Sekali lagi bayi tersebut malah menangis. Dan lagi, tante Ulfhi berusaha menenangkannya. Kali ini tidak berhasil.

"Udah sayang mama gak apa-apa, kan kata tante ii tadi ada papaaa..." Ali mencoba mengusap pipi anaknya seperti yang dilakukan Prilly sebelumnya tapi tak berhasil.
Tangisannya semakin keras. Sepertinya ucapan Ali selalu membuatnya menangis.

"Shhhtt... udah jangan dengerin papa, ada mama disini yaaa..." Prilly mengusap kening keponakan yang masih ada dalam gendongan mamanya itu. Dan tangis bayi itupun mulai mereda saat tangan Prilly masih mengusap pipi mungil itu dengan dua jarinya.

"Pinter ih anak mama, mau dengar suara mama ya, sini gendong sama mamaa!" Prilly meminta bayi dalam gendongan mamanya itu, meskipun ia bari pertama kali menyentuh bayi yang baru lahir. Kalau bukan karna keponakannya. Kalau bukan karna sepertinya sentuhan tangan dan suaranya mampu menenangkan. Kalau bukan karna anak itu dibungkus kain hingga ia bisa menyambut dalam gendongannya. Mungkin dia takkan bermaksud untuk menggendongnya, karna pada dasarnya ia tak berani menggendong bayi yang kata dokter tadi berberat 2,5kg itu. Terlihat mungil sekali.

"Namanya siapa, A?"

Ali tersentak kaget mendengar pertanyaan yang terlontar dari Prilly sambil mendongak menatapnya. Baru saja ia memperhatikan cara Prilly menggendong putrinya. Mendekapnya meski awalnya canggung. Menunduk mencium hidungnya lalu mengusap pipinya hingga bayi tersebut memejamkan matanya kembali.

"Alexa..."

"Aliezandro dan Prully Exandria!"

Mendengar ucapan Prilly menyebut nama papa dan mamanya, bayi yang berada digendongan Prilly seperti merengek meski bukan menangis.

"Stttt... bagus kok sayang, ada nama mama ii disitu!" Prilly seakan membujuk.

"Memangnya nama lengkap kamu siapa?"

"Prilly Alexandra!"

"Ohh..."

Entah kenapa tadi terbersit nama itu. Pas dengan namanya dan nama panjang Prully. Tapi ternyata nama Prilly paling pas.

"Iihh menguap, ngantuk ya Alekca mau bobo yaaa?" Prilly menepuk pantat bayi dalam dekapannya itu dan sesekali menciumnya.

"Sini minum susu dulu mbak..." seorang suster menghampiri mereka dan ingin mengambil bayi itu dari gendongan Prilly tapi bayi itu menangis.

"Biar saya yang gendong suster, mana susunya!" Prilly meminta susu yang akan diberikan pada keponakannya. Suster menyerahkan sebotol dot kecil pada Prilly.

"Nih susunya, mau sama mama ii aja yaa... "

"Manja banget ci cucu oma, baru lahir udah pinter pilih-pilih!"

"Yang penting tenang ya, gak apa-apa sama mama ii!"

"Besok bayinya boleh dibawa pulang duluan, Pak!" Dokter Nirina berkata saat menghampiri mereka.

"Nanti pulangnya sama mama ii ya!"

"Tapi kerumah akukan i?"

"Enggak dong A, kerumah mama, biar nanti saat aku kerja mama yang bantu jaga!"

"Mmhh.. " Ali mengeluh pelan. Rasanya tak rela berpisah dengan anaknya sementara ia juga tak bersama ibunya.

"Kamu nginap saja sama mama dirumah!" Saran Ali.

"Tapikan kamu juga harus disini saja, gak akan kerumah, kamu harus menjaga dan melihat perkembangan istrimu!" Prilly mengingatkan.

"Lagi juga aku lebih mudah kalau dirumah A, aku setiap hari akan kerja!" Lanjut Prilly lagi.

Perdebatan mereka harus berhenti karna mendadak bayi dalam gendongan Prilly melepas dot yang sedang dikenyotnya dan menangis.

"Shhhutttt... cayang Alekcaa, maaff yaa, terganggu yaa, iyaa nanti sama mama terus yaa," Prilly seakan membujuk tapi bayi dalam gendongannya itu tetap saja sedikit rewel. Bahkan ia sendiri tak yakin apa ia akan sanggup menjaganya. Dia tak pernah merawat bayi. Rencana pernikahanpun sangat jauh. Memiliki kekasih seseorang yang sibukpun tak membuatnya terganggu karna ia juga sibuk.

"Bukan nggak mau sama mama ii terus, tapi papa harus lihat Alexa tiap hari yaa!"

Ali tersenyum melihat anaknya terdiam mendengar suaranya. Mungkin sikecil sedang merasakan apa yang dirasakan semua orang yang memandangnya saat ini. Harus tak bersama mamanya karna mamanya harus terbaring koma.

"Kita akan atur dan pikirkan bersama bagaimana baiknya nanti ya, kalian tidak usah berdebat, lebih baik sekarang tenang, cucu mama sepertinya tak suka kalian berbeda pendapat!"

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Banjarmasin, 13 Maret 2018

Akhirnya kita bisa memulai cerita baru. Versi baru 'Saat Dia Tertidur' yang meskipun temanya mirip tetapi akan sangat berbeda. Simak perbedaannya yaa...

Ohya, membuat fanfiction Ali Prilly hanya karna aku suka saja memakai nama mereka. Mengingatkanku pada mereka karna beginilah caraku menyayangi mereka. Bukan krn aku tak menghargai kondisi yang terlihat saat ini. Tapi aku memang menempatkan mereka disatu hati, dimana tak ada yang lain didalamnya tapi tetap menghargai apapun itu kenyataannya. Dan ini urusannya adalah drama, imajinasi, khayalan bukan sekedar halusinasi atau tak bisa terima kenyataan.
Terima Kasih masih mau membaca. Saran saya, lebih fokuslah pada isi cerita 😊
Happy Reading! ❤





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top