tujuh
Chapter 6 nya berbayar ya.
Tunggu pdf, ebook atau cetaknya aja ya.
🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
Bunyi kaleng kosong yang memekakkan, membangunkan Cyrus dari tidur lelapnya yang baru dimulai menjelang subuh.
Dia membuka matanya, melihat Mooi yang masih tertidur berbantalkan lengannya.
Dia memperhatikan wajah pucat dan lelah wanita itu yang bahkan dalam tidurnya masih terlihat waspada.
"Kau sudah bangun.?"
Suara Cyrus yang parau membuka awal pagi Hasika yang perlahan membuka matanya, tercenung bingung.
Cyrus tertawa.
"Kau tidak lupakan dengan apa yang terjadi semalam.?!"
Mata Hasika membesar, perlahan kepalanya menunduk melihat tubuh telanjangnya yang menempel dengan tubuh Cyrus, Hasika langsung mendorong Cyrus melompat turun dari Dipan.
Lututnya menekuk dan dia langsung jatuh bersimpuh ke lantai, mengerang memegang kemaluannya yang sakit.
Cyrus dengan tenang turun dari atas dipan, mendekati Hasika yang cepat-cepat meraih salah satu kain pelapis, menutupi tubuh telanjangnya.
"Bunyi apa itu berisik sekali.?"
Tanyanya berkerut kening.
"Panggilan agar kita turun dan segera meninggalkan dusun ini."
Jawab Hasika membelitkan kain ke tubuhnya.
"Jadi bulan madunya sudah usai." Cyrus mengusap tengkuknyanya, tidak peduli dengan ketelanjangannya.
Dia sangat pede dengan tubuhnya yang bak patung David di Roma.
Hasika berpaling tidak mau melihat Cyrus.
Ini membuatnya bingung, apa yang terjadi semalam diluar pikirannya.
Dia tidak pernah berpikir sejauh itu terlibat dengan Cyrus.
Tapi masalahnya sekarang yang bekerja bukan atas kehendaknya lagi.
Dia tidak tau bakal terikat sedalam ini dengan Cyrus.
"Setidaknya kau keluar dulu, buat mereka diam."
Pintanya parau, malu setengah mati memgingat apa saja yang sudah cyrus lakukan pada tubuhnya semalaman.
Dengan Enteng Cyrus berbalik, mengenakan pakaiannya lalu membuka pintu pondok secukup badannya, dia melihat ke bawah pada segerombolan orang yang menunggu.
"Tunggu sebentar. Hasika sedang berpakaian."
Dia tidak peduli mereka mengerti atau tidak dengan ucapannya.
Dia mengintip ke dalam terdiam memperhatikan tubuh belakang Hasika saat wanita itu tidak tau dia mengintip.
Hasika yang sudah selesai menutupi tubuhnya, berpakaian dengan rapi, segera berbalik dan menahan jeritan serta rasa marahnya saat sadar dari tadi Cyrus sudah melihatnya.
"Di mana sopan santunmu.?"
Ketusnya.
"Apa semua orang kota kurang ajar sepertimu.?"
Cyrus mengangkat bahu.
"Aku tidak tau itu tapi yang aku tau jarang ada yang setampan aku."
"Dasar narsis." Dengus Hasika mendekati Cyrus.
Cyrus tersenyum.
"Sebagai orang dari suku pedalaman, aku akui kau sangat pintar. Wawasanmu luas dan kau percaya diri."
Hasika menatap lurus ke mata Cyrus.
"Kau akan terkena serangan jantung jika tau sejauh apa kepintaranku."
Cyrus tersenyum seper meremehkan.
"Tidak akan. Aku sehat dan rajin olahraga. Lihat saja semalam."
Hasika mengabaikan cyrus yang sudah menjurus pada hal yang memalukan.
Dia yang sudah selesai berpakaian, melangkah melewati Cyrus, langsung naik ke atas keranda yang akan ditarik ke bawah oleh orang-orang di bawah sana.
Melihat apa yang Hasika lakukan, Cyrus ikut naik.
Mereka berdua meluncur turun tanpa bicara sepatah katapun.
Begitu sampai di bawah, terlihat tetua paling sepuh yang semalam menikahi mereka ada di sana, langsung maju mendekati keduanya.
"Pergilah dari sini. Sampan yang menjemput kalian sudah datang."
Dia menunjuk ke arah Ruli dan Yudi yang kini tidak lagi diikat satu sama lain.
"Kalian berempat dilarang datang ke dusun ini untuk selamanya.
Tidak ada alasan apapun untuk kembali mengunjungi tempat ini."
Hasika dan Cyrus tidak menjawab, mereka langsung digiring menuju ke bagian luar dusun dimana pondok yang Cyrus tempati berada.
Cyrus menoleh pada tetua.
"Kami diizinkan mengemasi barang-barang kami.?"
Tetua sepuh mengangguk.
"Silahkan. Tapi jangan lama-lama."
Cyrus dan Kedua asistennya langsung bergegas menaiki pondok, meninggalkan Hasika yang berbalik menghadap tetua.
"Kenapa kami para wanita tidak pernah diizinkan keluar dan kembali setelah diusir.?"
Tanyanya pada intinya.
Tetua menatap Hasika, dia yang membesarkan gadis muda ini setelah tinggal sebatang kara di dusun.
"Karena para wanita adalah pendidik dalam keluarganya, jika mereka sudah rusak maka rusak pula lah seluruhnya.
Tapi laki-laki adalah cahaya dan tonggak. jika mereka pergi pasti keluarga akan hancur."
"Tidak semuanya." Jawab Hasika.
"Tidakkah harusnya kalian berlaku adil pada kami perempuan ini.?"
"Kami akan adil dan baik jika kalian patuh dan mendengarkan.
Tidak ada tempat bagi pembangkang."
Tekan tetua.
"Aku merindukan Kiran.!"
Tiga orang tetua terdiam melihat Hasika, perlahan wajah mereka memerah dengan napas yang berat.
"Beraninya kau menyebut nama itu disini.!"
Geram salah satunya.
"Kenapa.?" Tantang Hasika.
"Kenapa tidak boleh menyebutkan nama Kiran.?
Dia bukan Monster.!"
"Kau tau, wanita yang kedapatan besetubuh layaknya binatang, tidak pantas lagi diagggap hidup.
Bagi kami semua dia sudah mati.
Begitu juga denganmu begitu kau pergi darj sini."
"Kalian tidak pernah mendengarkab Kiran. Dia sudah mengatakan kalau bajingan itu memperkosanya tapi kalian tetap memaksa menikahkannya.
Kalian memisahkan aku dan kakakku."
Wajah Hasika merah padam.
"Kau tau dia baik-baik saja. Arya sudah mengatakannya saat dia datang.
Apalagi.?
Sekarang setelah kau meninggalkan dusun ini, kau bisa mencarinya, memeluk dan melepaskan rindu, sedangkan kami disini akan sangat bersyukur karena perempuan seperti kalian tidak mencemari kesucian desa."
"Kalian sungguh egois.!" Kecamnya dalam bahasa daerah membuat sang tetua melotot marah.
"Mungkin karena itu kalian mengisolasi dusun ini, agar kalian terus bisa berbuat seuka hati, tanpa perlu tau mana benar dan salah."
"Jika kau masih bicara, kami akan menenggelamkanmu ke sungai, menghanyutkanmu ke lautan biar kau jadi suci kembali."
Ancam si tetua.
"Kalian tidak berhak membunuhku, aku bukan lagi bagian dari kalian."
Tekannya.
"Kelak kalian akan malu dengan keegoisan kalian.
Aku senang keluar dari lingkungan seperti ini."
Terjadi keheningan panjang sebab semuanya tau apa yang Hasika katakan benar adanya
Hasika tidak lagi bicara, tidak ada lagi yang ingin dikatakannya.
Apa yang dipendamnya selama bertahun-tahun akhirnya bisa terucapa di bubirnya.
dia hanya menunggu Cyrus dalam diam.
Dia melihat cyrus dan kedua asistennya keluar, menuruni tangga pondok dengan barang bawaan yang lumayan banyak, tanpa diminta Hasika mendekati mereka.
"Biar aku bantu." Tawarnya yang terdiam karena kedua Asiseten Cyrus bahkan tidak repot melihatnya saat melewatinya.
Hasika mengerti, mereka pasti menyalahkannya atas semua yang telah terjadi.
Dia tidak akan membela diri karena dia tau memang semua ini adalah salahnya.
"Ini semua tidak seringan yang kau kira. Jadi menjauh, beri kami laluan."
Cyrus menegur saat melihat Hasika melamun.
Dia tau kedua asistennya berhak marah tapi dia tidak mau Hasika merasa bersalah dan sedih.
Ketika semua barang-barang sudah dinaikan ke atas sampan, Cyrus kembali naik ke daratan sementara dua asistennya tetap duduk diam dengan tatapan kesal padanya yang berjalan mendekati Hasika.
"Mana barang yang akan kau bawa.?" Tanya Cyrus saat Hasika berada di depannya.
Hasika menggeleng, lalu menoleh pada tetua dan para lelaki yang melepas kepergian mereka.
"Aku hanya akan membawa apa yang ada di badanku saja."
Alis Cyrus menyatu.
"Apa kau punya barang berharga yang ditinggalkan.?"
Dia tidak suka melihat perlakuan mereka pada Hasika.
"Tidak ada. Kalaupun ada semua akan diambil jika kami meninggalkan dusun.
Kami wanita hanya alat, tidak punya hak atas apapun."
Hasika berlalu tidak ingin berbasa-basi dengan mereka semua.
Dia hanya ingin pergi, mencari Kiran, meninggalkan lingkungan berancun yang membunuh jiwanya perlahan.
Cyrus masih berdiri di sana memperhatikan Hasika yang duduk di ujung sampan dekat si pemandu, menjauh dari kedua Asistennya yang tak Sudi melihat wanita itu.
"Aku membawanya pergi, kalian tidak perlu khawatir aku akan memperlakukannya dengan baik."
"Terserah kau mau memperlakukannya bagaimana, kami tidak peduli. Dia bukan lagi bagian dari kami.
Baik buruk nasibnya bukan masalah kami.
Kami tidak akan mendekati atau didekati oleh wanita yang sudah tercemar.
Mulai saat ini dia sudah mati, bahkan namanya tidak akan pernah terucap dibibir penduduk dusun ini."
Mereka tidak perlu jawaban Cyrus, para tetua itu berbalik meninggalkan Cyrus yang masih dijaga para lelaki yang memastikan dia naik ke atas sampan dan tidak pernah kembali lagi.
***************************
(06112023) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top