tiga
Cyrus berlama-lama mengemasi peralatannya, terus melihat pada matahari hari yang rasanya begitu cepat tenggelam.
Kenapa di hari terakhirnya si Hasika itu tidak muncul.?
Apa ini hari pernikahan yang dimaksud si gila itu.?
Apa saat ini perempuan itu sedang mengucap janji setia dengan pasangannya.?
Cyrus menarik napas panjang.
Itu bukan urusannya.!
Besok dia akan pergi, semua yang ada disini tidak akan menjadi bagian dari hidupnya selanjutnya.
Setelah menarik resleting tas, dia mulai melangkah menjauh dari tebing dan sungai yang arusnya semakin deras setelah hujan semalaman.
Untuk terakhir kalinya Cyrus menoleh ke arah dimana pertama pertama kalinya dia melihat Mooi.. salah yang benar adalah Hasika.
Kening Cyrus berkerut matanya menyipit dia.
Tanpa sadar kakinya melangkah.
Matanya fokus pada sosok bayangan yang Berdiri di dekat pohon beringin besar.
"Mooi.!" Bisiknya ragu sebab matahari yang mulai terbenam membuatnya Sulit memastikan.
"Mooi.!" Panggil Cyrus keras.
Benar itu Mooi.!
Cyrus sangat yakin setelah melihat wanita itu menoleh meski rambutnya yang berkibar menutupi wajahnya.
Itu bukan hantu atau penunggu beringin seperti yang Mooi katakan untuk menakutinya.!
Apa yang dilakukannya, berdiri sedekat itu dengan pinggir lereng yang paling curam.?
Cyrus makin mendekat, menjatuhkan semua peralatan kerjanya diatas tanah becek.
"Mooi.!" Panggilnya lagi.
Hasika mendengarnya suara Cyrus, perlahan menoleh dan tersenyum.
"Hai tuan cyrus." Sapanya ceria.
"Sudah kukatakan namaku Hasika."
Cyrus mengabaikan kata-kata gadis itu.
Dia terus melangkah, melihat aliran sungai yang deras.
"Tidakkah kau berdiri terlalu dekat.
Salah-salah kau bisa jatuh dan terbawa Arus."
"Bagaimana kalau itu tujuanku.?"
Hasika tersenyum lagi.
"Apa kau tau, aku tidak bisa berenang." Bisiknya.
"Terdengar memalukan tapi ini benar. Aku tidak pandai berenang padahal rumahku hanya lima langkah dari batang air."
"Kenapa, apa kau ingin mati.?"
Cyrus berusaha tenang, tidak mau terpancing, wanita ini suka mempermainkannya.
"Bukankah kau akan menikah.
Apa calon suamimu tidak kau sukai."
Hasika menggeleng.
"Aku sangat suka calon suamiku. Aku sendiri yang memilihnya.
Meski aku yakin dia tidak menyukaiku sebagaimana aku menyukainya tapi aku tidak punya pilihan.
Aku harus menikahinya atau aku mati saja."
Sulit bagi Cyrus untuk mengerti apa sebenarnya yang Hasika Maksudkan.
"Kemarilah. Mari bicara. Aku akan mencoba menbantumu sebisaku."
Hasika tertawa melihat Cyrus yang terlihat berusaha keras mencoba pura-pura mengerti situasinya.
"Sudah berapa lama kau disini.?"
Tanyanya santai.
"Tapi kau masih belum mengerti adat dan kebiasaan penduduk dusun ini.
Aku bicara denganmu seperti ini saja sebenarnya sudah salah.
Kau tidak tau apa yang harus aku lakukan agar bisa bertemu denganmu setiap sore."
"Maaf aku benar-benar tidak tau semua itu.
Aku pikir semua itu tidak penting selama aku bisa melakukan pekerjaanku dengan baik.
Aku tidak diminta memotret kehidupan tapi hanya pemandangan alamnya saja."
Cyrus mengedarkan pandangan kesekitarnya.
"Tapi ini sungguh luar biasa, aku merasa puas dan tidak tertarik masuk ke bagian terlarang."
"Tidak perlu menjelaskan alasanmu. Aku tau. Aku mengerti. Tapi sayangnya sikap seperti itu tidak akan bisa menolongku."
Hasika maju selangkah lagi, badannya sudah congdong ke depan.
"Hei.!" Teriak cyrus marah saat mulai hilang akal karena dia tau wanita ini serius akan melompat.
"Jika kau ingin mati, tunggu sampai aku pergi.
Ini akan jadi mimpi buruk bagiku.
Kau akan merusak mentalku."
Hasika tertawa, membentangkan tangannya lebar.
"Kalau begitu pergilah."
Katanya melihat dengan mata yang sayu.
Cyrus terpaku, dia tidak mungkin pergi membiarkan wanita ini mati.
Dia melangkah maju.
"Kalau kau ingin loncat, aku akan menemanimu."
Ucapnya.
"Kau bisa berenang.?"
Tanya Hasika.
"Ya tentu saja." Jawab Cyrus mengangguk beberapa kali.
"Aku perenang handal."
"Jadi jika aku loncat dan kau ikut bersamaku, aku tidak akan mati.?"
Cyrus melihat air yang deras.
"Aku tidak tau. Aku bukan tim penyelamat.
Cara paling gampang jika sebenarnya kau takut mati adalah dengan cara Mundur menjauhi lereng itu lalu pulang ke rumahmu. Bertemu dengan ayah dan ibumu."
"Aku tidak punya." Jawab Hasika melihat aliran air yang bergemuruh.
"Aku bahkan tidak ingat dengan mereka.
Aku tumbuh sebagai gadis liar yatim piatu.
Dibesarkan oleh siapa saja yang mau memberiku makan dan pakaian.
Diajarkan oleh para mahasiswa yang datang, meninggalkan beberapa buku untuk kubaca."
Cyrus terdiam, mengamati Mooi yang ternyata sama sekali tidak dikenalinya.
Dia hanya bicara, suka mendengar suara dan sikap ceria perempuan ini.
"Aku tidur di sebelah kandang sapi. Aku membersihkan kandang, lalu makan hanya setelah cuci tangan.
Tapi Aku mandi mengosok tubuhku di pinggir sungai sampai kulitku jadi merah setiap kali akan bertemu denganmu agar kau tidak mencium bau kotoran sapi di badanku.
Aku minta maaf karena sudah menganggumu, aku minta maaf karena merepotkanmu."
Hasika menarik napas panjang.
"Kenapa kau tidak pergi."
Dia melihat Cyrus.
"Kalau kau tidak pergi, biar aku saja yang pergi."
"Tidak.!" Teriak Cyrus mencoba menggapai ujung baju Mooi yang sudah melompat tanpa ragu.
Cyrus hanya menangkap angin.
Terdiam melihat tubuh Hasika jatuh ke air.
Saat itu Cyrus melihat kedua asistennya yang berlari mendekatinya tapi Cyrus tidak bisa menunggu, dia tidak mau menunggu.!
Tanpa ragu Cyrus ikut melompat, terjun ke dalam air yang sedingin es.
Dia muncul kepermukaan, mengambang mencari keberadaan Hasika yang pasti sudah diseret oleh air.
Cyrus melihat tubuh Hasika yanh timbul tenggelam dibawa arus.
Dia mengayunkan lengan dan kaki, menarik napas panjang berusaha mengejar wanita gila dan nekad itu.
Cyrus tidak tau berapa jauh tubuhnya dan Hasika terbawa arus hingga akhirnya dia bsrhasil menarik tubuh wanita itu yang makin lama makin terkejar hingga Akhirnya dia bisa menangkap lengan Hasika.
Cyrus dengan sekuat tenaga membawa Hasika berenang kepinggir, menarik tubuh gadis itu keluar dari air, hanya diterangi cahaya bulan yang mulai muncul diatas sana.
"Sialan.!" Maki Cyrus saat menyadari Hasika tidak bernapas.
Dia memompa dada wanita itu, berulang kali nyaris Kehabisan tenaga, memberi napas buatan sampai akhirnya Hasika batuk, memuntahkan air yang tertelan olehnya.
Cyrus tidak peduli dengan suara gemerisik dedaunan, tidak peduli jika itu harimau yanb tengah mengincarnya.
Yang paling penting saat ini adalah wanita ini hidup.!
Cyrus terduduk lemas, disebelah Hasika, menghembuskan napas panjang sambil mengusap rambut basah yang menempel ke keningnya.
Hasika terengah-engah, berusaha duduk, dalam posisi merangkak dia mendekati Cyrus meraih baju pria itu dan menariknya.
"Kenapa kau menyelamatkanku.?!" Bisiknya serak.
"Kenapa kau tidak membiarkanku mati saja."
Dia menarik wajah cyrus dekat pada wajahnya.
"Jika aku hidup, kau harus bertanggungjawab padaku. Kau harus mengurusku seumur hidup."
Tangis Hasika pecah, menekan keningnya ke dada Cyrus.
"Ya tuhan, maafkan aku.!"
Cyrus menatap Hasika, makin bingung melihat tingkah absurd wanita ini.
"Kenapa minta maaf padaku, harusnya kau bilang terimakasih kan.?!"
Hasika menyibak rambut basah dari wajahnya.
"Pergilah.!" Bisiknya sambil melepas baju Cyrus.
Tanpa bicara lagi dia mencoba bangkit, beranjak meninggalkan Cyrus yang masih melongo.
Tiga langkah terseok-seok Hasika meninggalkan Cyrus, laki-laki segera bangkit nengejarnya menarik lengan Hasika hingga berbalik dan tubuh lemah itu terhempas ke dadanya.
Cyrus menahan Hasika.
"Ini sikapmu pada orang yang telah menyelamatkan hidupmu.!?"
Desisnya dengan wajah gelap karena marah.
"Tau begini aku biarkan kau mati saja."
Dia menahan Hasika saat perempuan itu mencoba berontak.
"Mau kemana kau, menghilang bersembunyi lalu datang dan mengangguku sesuka hatimu.!?
Syukurlah besok pagi aku pergi dari tempat terkutuk ini dan tak bertemu denganmu lagi."
Hasika mendengarnya, suara gemerisik daun, suara langkah yang mendekat.
Dia menatap Cyrus.
"Kau tidak akan pergi kemana-mana katanya.
Kalaupun kau pergi, kau harus membawaku bersamamu."
Diremasnya baju cyrus yang basah.
"Sekali lagi aku minta maaf, aku tidak punya pilihan lain.!"
Alis Cyrus menyatu, menunduk mengunci tatapan pada mata Mooi yang berkaca-kaca.
"Hal aneh apa lagi yang sedang kau bicarakan.?" Kesalnya yang selalu saja merasa diperlakukan seperti orang bodog oleh gadis dusun ini.
Hasika berpaling.
"Lihatlah." Katanya, makin merapatkan tubuh pada Cyrus.
Perlahan cyrus mengikuti arah tatapan Wanita itu.
Dia melihat seperti bola api yang melayang ditengah kegelapan.
Suara langkah yang makin jelas.
Mata Cyrus membesar saat melihat dengan jelas itu bukanlah bola-bola api yang berterbangan, tapi obor yang dipegang oleh sekelompok laki-laki dewasa yang terlihat marah dan memegang parang ditangan satunya lagi.!
***************************
(24102023) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top