sembilan

Seperti hutan yang dipenuhi kunang-kunang, bangunan tinggi yang bercahaya kelap kelip membuat Hasika takjub dengan jantung yang berdebar kencang.
Inilah kota besar, kota dimana semuanya begitu instan dan praktis.
Cyrus tinggal di salah satu bangunan tinggi itu.
Hasika pernah mendengar lift dan fungsinya.
Tapi kini dia merasakan dan berkeringat dingin karena takut, tanpa sadar meremas jemari Cyrus yang terbahak melihat tingkah udiknya.

"Kau seperti bayi, semuanya adalah pertama kalinya."
Kekeh Cyrus saat akhirnya mereka sampai di lantai 26  dimana apartemennya yang selama ini juga menjadi tempat kerjanya berada.
Dia dan Hasika keluar dari lift di susul Oleh Ruli yang membantu membawakan barang-barangnya sedangkan Yudi yang merajuk tidak mau ikut naik sampai ke atas dan memilih langsung pulang setelah menekan agar Cyrus membayar gajinya.

Cyrus tidak akan membawa Hasika ke rumah Waffi.
Dia tidak akan memperkenalkan Hasika pada keluarganya, mengatakan apa yang terjadi karena dia sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Lagipula dia belum mengabari keluarganya kalau dia sudah pulang, Hasika akan jadi rahasianya yang takkan dibiarkannya diketahui oleh keluarga tercintanya yang kepo.

"Yah semua hal menbuatku kagum, bingung, kaget dan takut."
Desah Hasika yang masih terus menggenggam jemari Cyrus.

"Ingat nomor lantainya, ingat nomor kamarnya dan ingat kata sandinya."
Ucap Cyrus saat mereka berada di depan pintu apartemennya.
"Karena mulai sekarang dan sampai kau bisa sendirian dan tak butuh bantuanku lagi, maka ini akan jadi tempat tinggalmu."

"Ini rumahmu, keluargamu ada di sini.?"
Tanya Hasika perlahan melepaskan jemari Cyrus saat laki-laki menariknya untuk menekan angka yang tersusun di sebelah pintu.

"Ini apartemenku, aku tinggal di sini sendirian, keluargaku di rumah kami, yang sudah menikah punya rumah masingmasing yang letaknya berdekatan."
Terang Cyrus melangkah masuk membawa semua peralatannya, lalu Ruli ikut menyelonong masuk melewati Hasika yang masih terpaku di depan pintu memikirkan kehidupan orang-orang kota yang aneh, rumah bangunan tinggi tanpa halaman tempat bermain dan tetangga yang tidak saling bertegur sapa atau kemungkinan tidak kenal satu sama lain.
Sungguh malang sekali orang kota, tidak bisa dibayangkan saat mereka bisa saling menolong dan beebaur bersama, mereka malah memilih jadi orang asing satu sama lain.

"Ada apa, kenapa tidak masuk.?"
Cyrus sudah berdiri di depan Hasika, alisnya menyatu melihat apa yang Hasika lihat.

Hasika menggeleng.
"Tidak. Aku hanya bingung melihat tempat tinggalmu, seperti gunung es yang dingin."

Cyrus tersenyum.
"Aku tidak tinggal di sini. Ini tempat kerjaku. Studio pribadiku."

Hasika kurang paham, tapi dia tetap memgangguk.
"Aku masuk." Ucapnya pelan.
Dia menjaga jarak dari Ruli yang memancarkan aura permusuhan padanya.
Dia berdiri di dekat jendela, melihat bangunan tinggi yang mengelilingi bangunan ini.
Tidak.!
Dia tidak rindu dengan dusunnya, dia tidak menyesal meninggalkan tempat itu.
Dia lebih merindukan Kiran.!

Setelah semuanya beres, Cyrus mengantar Ruli Yang bahkan tidak melirik Pada Hasika untuk sekedar memberi anggukan perpisahan, setelah Ruli keluar Cyrus menutup pintu dan kembali pada Hasika yang masih berada di tempat yang sama.
Cyrus menarik napas panjang, melihat wanita itu yang mungkin memang tidak tau di berdiri di sini atau mungkin sebenarnya dia tau tapi menunggu Cyrus menegurnya.
Cyrus memilih mendekati Hasika, menepuk bahu perempuan itu.
Kening Cyrus berkerut melihat reaksi kaget perempuan itu.

"Maafk." Bisik Malu Hasika tertunduk.
"Aku tidak sadar kalau sebenarnya aku takut dan sangat cemas."
Dia melihat keluar jendela kaca.
"Ini dunia asing bagiku, seperti negeri dongeng.
Entah yang muncul pangeran atau kah Monster jahat."

Entah bagaimana caranya, Cyrus akan melepaskan Hasika,terbebas dari wanita ini dan ikatan yang tidak diinginkannya.
Tapi dia juga bukan Monster' atau penyihir jahat.
Dia tidak akan melepas Hasika sampai dia yakin Hasika mampu bertahan di dunia asing yang kejam ini.
"Ada banyak yang harus kau dengar dan pelajari, selami semua hanya teori tapi sekarang harus praktek.
Kau harus ingat semua yang sudah kau pelajari, kau harus bisa."

"Aku tau." Desah Hasika.
"Aku tidak akan menyusahkanmu. Aku janji."

Cyrus menatap Hasika.
"Sebaiknya kau istirahat, aku tau kau lelah. Atau bersihkan tubuhmu, akan kutunjukkan kamarmu."
Cyrus berbalik melangkah, memberi kode agar Hasika mengikutinya.
Cyrus membukan pintu kamar untuk Hasika, mempersilahkan wanita itu masuk.
"Ada kamar mandi di balik pintu itu." Dia menunjuk lurus ke depan.
"Ada beberapa helai pakaian wanita di dalam lemari itu.
Aku rasa ukurannya cukup pas untukmu."
Cyrus menyimpan dengan baik baju-baju dari mantan-mantannya yang tertinggal di sini, siapa tau mereka datang dan memintanya kembali karena termasuk barang berharga.
"Sampai kita membeli pakaianmu."
Dia mundur, menarik pintu meninggalkan Hasika sendirian di dalam kamar.
Sekarang Sebaiknya dia memesan makanan lalu menghubungi rumah mengabari kepulangannya.
Kalau bunda tau dia sudah pulang tapi tidak menberi kabar, bisa bisa dia dirujak habis-habisan.

Sementara itu di dalam kamar, Hasika tidak langsung menuju pintu yang Cyrus tunjuk.
Dia dengan tidak peduli rasa malu, berkeliling memeriksa semua barang, membuka lemari, tau kalau ini adalah kamar Cyrus.
Dia sudah mengamati rumah Cyrus ini, hanya ada dua kamar dan ini adalah kamar Cyrus pastinya sedangkan kamar satunya dia tidak tau digunakan siapa.
Hasika memgigit bibirnya, menahan isakan yang tiba-tiba saja muncul.
Tidak ada jalan kembali, tidak ada tempat untuk kembali, sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah terus melangkah, bagaimana kedepannya dia tidak tau tapi dari lubuk hatinya Hasika meminta agar Cyrus baik-baik saja.

Dia mengeluarkan secarik kertas yang sudah kusut, membuka dan membacanya pelan.
"Hamis David."
Yang dipegangnya adalah kartu mahasiswa yang tertinggal setelah Kiran diusir dan meninggal dusun bersama rombongan peserta KKN.
Ini adalah kartu mahasiswa yang terus Hasika simpan, sembunyikan dari siapapun.
Dengan selembar kartu ini, Hasika berpegangan bahwa kelak dia pasti akan bertemu dengan Kiran lagi.
Bisakah dia mempercayai Cyrus dan mengatakan semuanya, bisakah dia jujur dan tidak membuat Cyrus marah dan membencinya.?

Hasika menghapus airmatanya, sudah bertahun-tahun berlalu.
Bahkan bisa saja Kiran berubah dan dia tidak mengenalinya lagi.
Tapi berubah seperti apapun, hubungan darah diantara mereka tidak akan pernah berubah.
Dia yakin seratus persen Kiran pasti akan terkejut luar biasa tapi dengan tangan terbuka dan senyum lebar perempuan paling cantik sedunia itu akan memeluknya, menciumi wajahnya dengan gemas lalu memintanya bercerita.

Ketukan pintu terdengar lalu Pintu terbuka dan Cyrus muncul dengan tatapan menyipit curiga memperhatikan Hasika dan seluruh kamarnya.
"Apa yang kau lakukan, kenapa kau belum mandi dan berganti pakaian.?"

Hasika menggeleng.
"Aku hanya takjub melihat kamar ini. Semua perabotannya besar dan terlihat cantik."
Dia menarik napas untuk keberapa kalinya.
"Aku tidak mencuri Apapun. Aku hanya melihat dan menyentuh barang-barang ini.!"
Tekannya, mengangkat tangan.
"Aku tidak mengambil apa yang bukan milik.. "

"Aku tau." Potong Cyrus.
"Aku tidak menuduhmu mencuri. Aku hanya heran kenapa kau lama sekali sementara aku juga butuh bersih-bersih sebelum makan dan istirahat."
Cyrus menunjuk dengan jempolnya ke belakang punggung.
"Aku memesan makan malam."

Hasika terlihat malu.
"Maaf aku akan mandi secepatnya." Dia kesal sendiri karena tidak sadar sudah melamun selama itu.
Tanpa menunggu dia berlari kecil ke arah pintu yang dari tadi diabaikannya.
Hasika membuka lalu masuk ke kamar mandi yang membuatnya harus hati-hati untuk mencobanya.

Akhirnya Setelah menunggu setengah jam, Cyrus melihat Hasika keluar dari kamar, memakai salah satu pakaian yang ada di lemari.
Sial, kenapa Hasika harus memilih yang paling terbuka dan yang paling ketat.?
Apa Hasika ingin menggodanya.?
Wajar sajakan, toh mereka masih pengantin baru.
Cyrus menggeleng samar, membuang pikiran gila itu dari benaknya.
Tanpa menoleh, dia. Berdiri dari kursi meninggalkan Hasika sendirian.
"Makanlah dulu, tidak usah menungguku nanti makannya keburu dingin."
Yah tidak seperti badan Cyrus yang saking panasnya sampai terasa mendidih.
Cyrus butuh berdiri di bawah shower untuk meredam nafsu yang membakar tubuhnya.

**************************
(09112023) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top