empat
Cyrus mengamati wajah-wajah tersebut satu persatu, dia kenal beberapa dari mereka sebagai tetua kampung yang menyambut kedatangannya dan besok akan melepas kepergiannya.
Tapi wajah itu terlihat sangat mengerikan sekarang, Cyrus yakin mereka semua tidak akan ragu menebasnya dengan parang berkilauan itu.
Si tetua berbicara pada Hasika dengan bahasa daerahnya yang tidak Cyrus mengerti, terlihat ada perdebatan kecil dimana si tetua bicara dan Hasika menggeleng seperti sedang membantah dan membela diri.
Tidak lama baik Cyrus dan Hasika sudah dikelilingi oleh para lelaki itu, mereka digiring keluar dari semak belukar menuju pemukiman yang baru pertama kalinya Cyrus lihat.
Cyrus dan Hasika berdiri di tengah lapangan, di kelilingi oleh obor yang ditanam ditanah, pentungan dibunyikan, satu persatu orang datang dan memenuhi tanah lapang yang becek berlumpur tersebut.
Tapi yang paling membuat Cyrus kaget adalah kedatangan kedua asistennya yang dikawal oleh sekelompok laki-laki memegang obor dan bersenjata parang.
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi.?"
Cyrus kebingungan, cemas dengan situasi ini.
Hasika menatap kedua teman Cyrus dengan raut wajah dan sorot mata bersalah.
"Aku membuat mereka salah paham."
Gumamnya.
"Mereka pikir kau dan aku sudah melakukan perbuatan terlarang."
"Seperti apa.?"
Geram Cyrus memerhatikan sekeliling dimana dirinya jadi tontonan dengan tatapab penuh penghakiman.
"Berzina.!" Jawab Hasika tepat ke mata Cyrus.
"Apa.?" Geram Cyrus.
"Aku menyelamatkanmu.!"
"Mereka tidak mendengarkanku."
Bisik Hasika menuduk.
"Kalau begitu biar aku yang bicara. Aku tau tetua itu bisa dan mengerti apa yang aku katakan.!"
Dia melihat sekeliling, menemukan si tetua duduk diantara segerombolan laki memegang parang.
Saat kakinya melangkah, Hasika menahan lengannya.
"Tidak." Cegah Hasika.
"Mereka tidak akan percaya."
Tatapan cemasnya berhasil menahan langkah Cyrus.
"Tolong dengarkan saja, lakukan apa yang mereka suruh."
"Kalau tidak apa. Apa mereka akan membunuhku. Apa mereka akan melempar kami ke jurang.!"
Cyrus mulai sulit mengendalikan amarahnya yang sudah sampai ke ubun-ubunnya.
"Ya.!" Desis Hasika.
"Mereka tidak akan ragu melakukannya. Bagi mereka kehormatan adalah nomor satu."
Cyrus terdiam, menoleh dan menunggu saat sang tetua Berdiri dari duduknya dan nendekatinya.
Tetua itu berhenti di depannya dan Hasika.
"Jadi bagaimana, kau sudah siap.?"
Tanyanya, lalu meludahkan cairan merah dari sirih yang sedang dikunyah oleh giginya yang berwana oren.
"Siap apa.?" Tanya Cyrus yang tidak sanggup membayangkan kesedihan dan luka yang akan bunda rasakan jika mendengar kabar Kematiannya.
Lagipula orang gila mana yang bakal siap dibunuh.
"Tentu saja menikahi Hasika.!
Kau harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian.
Kami tidak mau karena kalian, kampung ini jadi dilaknat sama yang diatas.!"
Cyrus hanya sempat melongo sebentar tapi dengan sigap dia memotong ucapan si tetua yang bisa didengar semua orang.
"Sepertinya kalian salah paham. Aku dan Mooi, tidak maksudku aku dan Hasika tidak punya hubungan apapun. Kami hanya teman.!
Dan yang barusan, aku mencoba menyelamatkannya.!"
Cyrus ceroboh, dia tidak melihat golok besar yang digenggam si tetua dibalik punggung rentan tersebut, dia hanya bisa terperanjat mengerang lemah saat sisi tajam golok ditempelkan ke lehernya.
Napasnya menderu, dadanya berdetak seperti bom yang akan meledak, matanya membelalak melihat kilau golok itu yang pasti dengan mudah menebas lehernya.
"Kami menyambutmu dengan baik, dengan tangan terbuka lebar tapi kau malah mengambil kesempatan, memanfaatkan keluguan Wanita kami.
Aku sebagai tetua mewakili seluruh penduduk dusun ini akan memberimu kesempatan untuk memperbaiki kesalahanmu."
Tetua itu makin menekan goloknya ke leher Cyrus yang bisa merasakan ada cairan hangat yang mengalir disana akibat goresan kecil ujung golok.
"Kau bisa menikahi Hasika sekarang juga, membawanya pergi keluar dari dusun ini karena kami tidak akan menerima sesuatu yang kotor atau kau bisa memilih mati, tapi bukan hanya kau.
Kedua temanmu, semua yang kau kerjakan akan dimusnahkan.
Jadi kau bisa memilih sekarang juga apa yang akan kau lakukan."
Parang tetua terangkat dari leher Cyrus.
"Kau masih muda, orantuamu pasti menunggumu jadi jangan mati di sini."
Dia melihat pada Hasika.
"Jika dia tidak menikahimu, kau akan dikubur bersamanya.!"
Cyrus menatap Hasika yang tak bicara, hanya wajahnya yang pucat pasi dan sekujur tubuhnya yang bergetar yang memberitahu Cyrus kalau ancaman tetua adalah nyata dan Hasika sangat paham.
Perlahan Hasika menoleh, menatap Cyrus, satu bulir airmata mengalir di pipinya.
"Maafkan aku.!" Bisiknya.
"Kami tidak akan menunggu, tentukan pilihanmu karena besok kalian tidak boleh berada di sini, baik hidup atau mati kalian harus meninggalkan dusun nan suci ini."
Suara tetua menggelegar.
"Jika aku mati, keluargaku tidak akan tinggal diam. Kalian tidak akan lolos"
Cyrus mencoba melawan.
Tetua meludahkan air sirih dari mulutnya, bibirnya merah seperti drakula keriput.
"Kami semua tidak takut. Kau bukan yang pertama tapi kami harap kau akan jadi yang terakhir.
Dia mengedarkan ujung goloknya ke seluruh penjuru.
"Kami tidak akan lari, kami bukan pengecut.
Kami tidak akan lari dari apa yang sudah kami lakukan.
Tapi tidak apa, semua demi kehormatan dan harga diri.
Kalian orang kota, datang ke dusun ini, berpikir bisa bersikap dan berbuat semau kalian.
Padahal peraturannya sudah tegas, kalian tidak boleh melewati batas yang sudah ditetapkan tapi kalian masih saja bisa mencari kesempatan, membuat kami kecolongan.
Orang luar tidak boleh masuk ke bagian dalam, dari para penduduk dusun, terutama yang wanita dilarang bicara dengan orang asing bahkan sesama perenang sekalipun."
Cyrus menoleh pada Hasika.
Dia melihat wajah Hasika yang pucat, jarinya yang saling mengait bergetar hebat.
Dia menoleh kembali pada tetua.
"Tanyakan padanya kenapa dia bisa bertemu dan dekat denganku."
Jempol Cyrus terarah pada Hasika.
"Aku bahkan tidak pernah melewati batas yang sudah ditetapkan."
Wajah tetua merah padam.
Hasika yang sadar Cyrus dalam bahaya langsung maju menghalangi cyrus.
"Dia akan menikahiku. Besok pagi Kami akan pergi dari sini"
Dia membungkuk dalam.
"Mohon ampuni kami. Mohob lepaskan kami."
Hasika merasakan Cyrus memegang bahunya, lehernya berputar matanya menatap cyrus.
"Tolong katakan ya. Lakukan apa yang mereka minta jika kau ingin bisa selamat."
Hasika melihat dua orang teman Cyrus.
"Kasihan mereka, mereka tidak tau apa-apa."
Mata Cyrus mendelik.
"Aku juga tidak tau apa-apa." Desisnya.
"Jangan main-main denganku. Kami terkenal sebagai suku yang ramah tapi kami juga terkenal sebagai suka yang sangat menjunjung tinggi kehormatan.
Jika kau masih berbelit, aku akan meminta mereka."
Golok tetua itu terarah pada kelompok laki-laki yang memegang parang.
"Salah satunya akan membantai kalian semua, lalu dia akan dihukum karena sudah membunuh tapi tidak masalah karena dia sudah menjadi sangat mulia.
Mereka semua berebut untuk itu."
Cyrus tau percuma dia mengatakan apapun.
Dia tidak punya pilihan lain.
Kalau memang dia harus menikahi Mooi meski sebenarnya dia tidak mau dia akan melakukannya.
Toh yang terpenting dia bisa keluar dari sini.
Setelah itu dia meninggalkab Hasika, berpisah dan kembali menjadi bujang impian.
"Baiklah."
Hasika menoleh, matanya membesar mendengar suara Cyrus.
Ada sinar harapan terang yang bersinar di matanya.
Dadanya berdebar senang.
Akhirnya..
Dalam hatinya tidak berhenti mengucapakan terimakasih pada yang diatas sana.
"Benarkah.?" Bisiknya.
"Apa kau mau menikahiku.?"
Cyrus mengangkat bahunya.
"Hanya itukan pilihankukan.?"
Ucapnya pasrah.
"Lakukan saja, tidak masalah. Yang terpenting kita semua masih hidup besok pagi dan bisa meninggalkan tempat ini."
Mata Hasika berkaca-kaca.
"Terimakasih." Lirihnya.
Kening Cyrus berkerut.
"Tadi kau berusaha untuk mati sekarang kau terlihat sangat lega karena tidak jadi mati."
Hasika menjaga nada dan suaranya agar hanya mereka berdua yang bisa mendengarnya.
"Bukan untuk hidupku, aku lega karena aku tidak membuatmu dan temanmu mati karena kebodohanku."
Cyrus menatap Hasika sejenak, lalu mengangkat tatapannya menuju sang tetua yang mulai kehabisan kesabarannya.
"Baiklah. Aku minta maaf jika aku berbuat salah.
Aku setuju, aku akan menikahi Hasika membawanya pergi bersamaku.!"
Suara bergumam terdengar lalu tanpa menjawab Tetua membawa Cyrus menjauhi Hasika yang dengan cepat dikerumuni kau wanita desa tersebut.
***************************
(26102023) PYK
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top