dua belas

Hasika menahan kuapnya, berjalan mengintip jendela melihat apakah Mobil Cyrus ada di bawah sana atau mungkin baru saja masuk area parkir.
Dia berjalan-jalan mondar-mandir, gelisah karena sudah lewat tengah malam dan Cyrus belum pulang juga tanpa memberi kabar padanya.
Cyrus sudah pernah bilang dia bisa pulang sampai pagi, tapi tetap saja Hasika merasa gelisah.
Dadanya berdebar, pikirannya tidak tenang.
Andai saja dia tau, dia akan mencari Cyrus, dia akan membawa pria itu pulang dan makan malam bersamanya.
Dan setelah itu bisa dipastikan Cyrus akan marah padanya.!

Hasika tau kehadirannya menganggu Cyrus, dia tidak berhenti merasa bersalah pada laki-laki itu yang sudah begitu baik dan termakan tipu dayanya.
Tapi bukankah dia sendiri juga termakan tipu dayanya sendiri, justru disini dirinya lah yang akan merugi sebab tubuh dab hatinya sudah diserahkan sepenuhnya pada Cyrus, dia tidak akan protes atas apa yang terjadi tapi jika dia sedih dan merasa sakit, itu tidak apa-apa kan.? Dia kan juga wanita, punya hati dan perasaan yang sensitif.!

Hasika menarik napas dalam, sadar akhir akhir Cyrus menjaga jarak darinya.
Awal dia datang ke tempat ini, Cyrus memperlakukan nya dengan sangat baik, selalu memgajaknya bicara dengan tujuan agar dirinya tidak teringat kampung dan merasa sedih.
Cyrus dengan sabar dan tekun mengajarinya cara mempergunakan dan memanfaatkan semua alat elektronik di rumah ini, bahkan berkat cara Cyrus dengan cepat dia bisa memakai laptop, menjadi Asisten sementara untuk Cyrus.
Cyrus selalu memujinya, membuatnya melambung dan percaya kalau pada akhirnya laki-laki itu mungkin akan menganggapnya penting, tapi sekarang Hasika merasa sedang ditampar oleh kenyataan.
Semakin hari Cyrus semakin menjaga jarak, menolak menatap wajahnya, tidak mau banyak bicara dan hanya mencicipi sedikit masakannya.!
Apa Cyrus mulau bosan menampungnya di sini.?
Lagipula dia sendiri juga aneh, bukannya fokus pada tujuannya malah keenakan di tempat ini.
Sudah dua bulan lebih, dia bahkan tidak punya sedikitpun petunjuk tentang Kiran.!
Dia sudah menyelidiki data yang tertulis di kartu itu, tapi tidak ada hal berarti yang didapatnya selain apa yang sudah di ketahui.
Apa harusnya dia mendatang kampus itu.?
Tapi sudah berlalu lima tahun, apa dia masih disana.?
kalau tidak, apa mereka bisa memberinya petunjuk tentang Hamis yang akan membawanya pada Kiran.

Pada akhirnya Hasika nekad juga mengunjungi kampus itu hanya dengan berbekal nama dia mengambil dompetnya yang berisi kartu dan uang dari Cyrus.
Karena tidak tau rutenya, Hasika memutuskan naik taksi saja yang membuatnya melotot saat mendengar harga yang disebutkan sang sopir yang mau tak mau harus Hasika bayar karena dia sudah sampai ditujuan.

Inilah yang disebut kampus, batin Hasika merasa seronok melihat ramainya orang dengan bangunan dan lapangan luas yang rindang.
Dia iri melihat mereka yang terlihat begitu bebas, penuh gaya dan menikmati sosialisasi.
Gadis dari dusun terpencil sepertinya, tidak mengenyam pendidikan, tidak tau luas dan indahnya dunia ini, terus terang dia iri dan benci pada orang-orang di dusunnya, pada para tetua egois yang lebih mementingkan adat dibanding memanusiakan manusia.!

Hasika tidak tau harus memulai dari mana.
Yang dia tau hanya nama kampus, jurusan dan nama Hamis.
Orang yang ditanyainya langsung menggerutkan kening lalu menggeleng.
Dia dengan cepat berpindah dari satu orang ke orang lain tapi semuanya menggeleng.

Hasika memeriksa kertas kecil itu kembali memastikan semuanya sudah benar.
Akhirnya setelah nyaris putus asa dia diarahkan ke ruang informasi.
Dan di sanalah dia tau kalau Hamis sudah neninggal, beberapa bulan setelah kembali dari dusun, tabrak lari dan mati di tempat.
Hasika bertanya tentang teman-teman Hamis yang datang ke dusun bersamanya dulu, dengan mudah dia mendapatkan data dan alamat mereka saat kuliah dulu.
Tapi saat Hasika bertanya tentang gadis yang di bawa Hamis, tidak ada satupun yang mengerti apa yang di maksudnya.
Saat dia menyebut nama Kiran, kening mereka berkerut dan mereka menggeleng.

Ada beberapa alamat teman-temannya Hamis dulu yang lumayan dekat dari kampus, Hasika memutuskan untuk menemui mereka.
Sekarang dia sudah punya titik, dia bisa mulai dari sana.
Meski Hamis sudah tiada tapi dia yakin Kiran baik-baik saja.

Hasika tersenyum membayangkan Kiran yang hidup di kota besar, jadi wanita mandiri.
Lalu senyum itu hilang begitu dia ingat, Kiran menyukai Hamis.
Apa saat itu Kiran sedih dan terluka.?
Apa ada yang menemaninya saat sedih kehilangan Hamis.?
Bagaimana Kiran menjalani kehidupannya setelah kepergian Hamis.?
Hasika menghela napas.!
Kiran pasti bisa, meski cengeng tapi Kiran tidaj selemah yang orang lihat.
Hasika yakin Kiran tidak akan menyerah, pasti bisa bertahan.
Hasika tidak bisa membayangkan usahanya untuk sampai ke kota ini, apa yang sudah dikorbankannya.
Dan bagaimana yang diatas sana mempermudah jalannya.
Siapa sangka kota tempat tinggal Cyrus sama dengan Hamis dan kini dia hanya butuh kerja keras untuk menemukan Kiran.
Berapa lama pun waktunya, Hasika tidak peduli.
Satu-satunya yang dia peduli hanyalah Kiran.
.
.
.

Cyrus melihat jam dinding, memperhatikan jarum pendek yang menunjukkan angka Sebelas, Malam dan Hasika tidak ada di rumah tak kunjung kembali.
Kemana si bodoh itu.!?

Lalu jarum pendek menunjukkan angka dua belas dan rasa kesal Cyrus sudah berganti rasa cemas.
Hasika tidak berasal dari dunia yang sama dengannya, wanita itu berada dari dunia antah berantah dengan cara hidup yang berbeda.
Apa si bodoh itu tersesat.!
Cyrus sudah beberapa kali mencoba menghubungi Hasika tapi tidak tersambung.
Cyrus segera menyambar jaket, Hp, dompet dan kunci mobilnya.
Dia berlari menuju Lift, menekan tombol berkali-kali agar pintunya segera membuka tapi saat Lift tak kunjung membuka dia langsung menuju tangga, berlari kencang menuruninya hingga sampai di area parkir.
Cyrus masuk ke mobilnya dengan keringat yang bercucuran dan jantung yang berdetak kencang.
Kemana dia harus mencari Hasika.?
Kemana perempuan itu pergi.?

Cyrus menginjak rem, menatap tajam ke jalan di depan area apartemennya.
Keningnya berkerut melihat Hasika yang turun dari motor sport yang dibawa laki-laki yang tidak Cyrus kenali.

Cyrus mendengus, tersenyum sinis.
Begitu cepat.!
Mau itu dari kota metropolitan ataupun dari dunia antah berantah semua perempuan itu sama saja, kecuali yang punya nama Waffi.!

Alangkah bodohnya dia meninggal Sisi begitu cepat, mengabaikan rayuan sisi untuk naik ke tempat tidur hanya karena dia pikir Hasika menunggunya, menyiapkan makan malam yang tampilannya selalu aneh dan berantakan tapi rasanya mulai lumayan enak.

Cyrus duduk dian di sana, menyalakan AC sekencangnya saat suhu mobil terasa begitu panas membakar.
Dia memperhatikan wajah antusias Hasika saat bicara dengan bajingan Sok keren yang tak membuka Helm nya.
Apa hebatnya tampilan badboy, kenapa para wanita menyukai laki-laki yang terlihat kurang ajar.?
Apa mereka pikir bisa menaklukkan hewan liar itu adalah contoh hubungan romantis.?

Cyrus tidak turun dari mobilnya, dia tetap disana saat bajingan itu meninggalkan Hasika yang berbalik menuju apartemen mereka.
Bahkan Cyrus memilih tidur di dalam mobilnya daripada
Naik ke atas sana, harus melihat Hasika yang leher jenjangnya itu ingin sekali Cyrus patahkan.!

Sia-sia saja rasa Khawatirny, perhatian dan tanggungjawab yang diembannya.
Mungkin Ruli benar, Hasika tidak sepolos dan selugu yang Cyrus pikir.

***************************
(21022024) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top