2
Aku menangis. Hatiku menjerit, memanggil-manggil Keyrant. Ia mungkin sedang bertarung habis-habisan dengan pasukan bayaran. Mungkinkah ia akan datang menyelamatkanku sekarang?
"Kau sedang memikirkan si pecundang itu?" Ethan menatapku. "Dia pasti sedang kesulitan membasmi monster hasil sihir hitam. Mungkin tubuhnya sebentar lagi akan tercabik-cabik." Ia tertawa.
"Tidak. Key pasti menang," teriakku.
"Apa kau seyakin itu? Kekuatannya ada batasnya. Bertarung siang malam pasti sudah membuatnya kelelahan." Ethan menyeretnya masuk ke dalam lingkaran teleport yang ia buat. "Kau tidak akan bisa pergi dari dunia ini. Kau harus jadi ratuku."
Aku meronta. Aku harus keluar dari lingkaran ini. Ethan akan membawaku ke suatu tempat. Dan kemungkinan itu adalah tempat yang sangat buruk bagiku. Lagipula, sebentar lagi portalnya akan terbuka.
"Kau sangat gigih. Aku makin suka denganmu." Ethan mencengkram kedua tanganku. Tubuhku seperti kapas terkena air. Lemas. Ia segera menangkap tubuhku sebelum ambruk.
"Lebih baik kau lupakan Keyrant. Aku berjanji akan memperlakukanmu lebih baik darinya. Asal kau menurutiku." Ethan berbisik di telingaku. "Lahirkan penerus untukku."
Setelah itu, Ethan mulai melafalkan mantra. Lingkaran ini pun bercahaya. Aku sudah pasrah. Mungkin ini memang takdir hidupku yang harus berakhir bersama orang mengerikan sepertinya. Mataku pun terpejam.
Kemudian tubuhku seperti terlempar. Aku membuka mata. Dan saat itu juga aku berteriak. Tubuhku melayang, lalu menukik. Di bawah sana ada pohon besar. Sudah dipastikan jika aku menabraknya pasti tulang-tulangku remuk.
"Nona, kau tidak apa-apa?"
Kejadiannya terlalu cepat. Aku hanya tahu jika Ascan sudah menyelamatkanku. Wajahnya tampak cemas. Justru aku yang kini mencemaskan dirinya. Tubuhnya penuh luka, bahkan ada goresan di dekat pelipisnya.
"Kau terluka. Lalu, Key?"
Ascan tidak menjawab. Ia menurunkanku. Tubuhku limbung. Hampir jatuh tersungkur. Untuk kedua kalinya ia menyelamatkanku. Kalau tidak, wajahku sudah menghantam tanah.
"Anda duduk di sini, Yang Mulia baik-baik saja," ujar Ascan. Ia mendudukkanku di atas batu yang berada di bawah pohon.
"Key selamat. Syukurlah," ucapku.
Namun sepertinya, aku terlalu cepat untuk mengucapkan syukur. Pertarungan sengit sedang terjadi di depanku. Keyrant melawan Ethan.
Pedang beradu, cahaya dari Mana menyilaukan. Saling serang. Ada satu yang berbeda. Jika Keyrant tampak lebih banyak bertahan. Tidak ada hasrat membunuh darinya.
Sementara Ethan sudah tidak diragukan lagi. Ia ingin segera memenangkan pertarungan ini. Menyerang habis-habisan. Hubungan darah bukanlah penghalang baginya. Ia berniat melenyapkan saudara kandungnya.
"Nona. Sebentar lagi waktunya akan tiba. Anda harus bergegas," ucap Ascan. "Ini milik Anda." Ia mengulurkan tangannya.
Aku mengambil cincin kristal hati dari telapak tangan Ascan. Kugenggam erat. Inikah waktunya untuk pergi? Namun, aku ingin berpamitan dengan Keyrant. Setidaknya, memberikannya satu pelukan terakhir.
"Tapi Eldy sudah ...."
"Eldy baik-baik saja. Dia berhasil mengelabui Putra Mahkota dengan sihirnya."
Ternyata Eldy selamat. Untunglah.
"Aku ingin berpamitan dengan Keyrant," ucapku.
Ascan menarik napas. Dari wajahnya sudah bisa aku duga, kalau permintaanku sulit untuk dilakukan. Kecuali Keyrant memenangkan pertarungan ini.
"Saya tahu Anda tidak bisa pergi seperti ini. Tapi jika terlambat, pintu portal akan tertutup. Dan kita tidak tahu, kapan akan terbuka lagi," ucap Ascan. "Saya diperintahkan untuk mengantarkan Anda ke pintu portal dengan selamat."
Mana mungkin aku bisa pergi seperti ini? Tidak mau.
"Tidak. Aku tidak bisa pergi seperti ini," tolakku. "Apa kau tidak bisa membantu Key?" tanyaku penuh harap.
Ascan menggeleng. "Ini pertarungan mereka berdua. Saya tidak diperbolehkan ikut campur."
Aku menghela. "Harusnya aku tidak memintamu seperti itu. Maafkan aku."
Baru saja mulutku tertutup, Keyrant jatuh. Pedang di tangannya terlempar jauh. Refleks aku berteriak.
"Key ...."
Keyrant menatapku kaget. "Kenapa kau masih di sini? Cepat pergi, Acye!"
"Tidak. Aku tidak mau pergi," teriakku berurai airmata. Aku mencoba berdiri. Tubuhku lemas. "Bisakah kau melepaskan sihir ini?"
Ascan mengangguk. Ia menyalurkan Mana ke dalam tubuhku. Guna memutus rantai tak terlihat yang dibuat Ethan tadi.
Rasa hangat menjalar. Aku pun bisa menggerakkan tubuhku kembali. "Terima kasih, Ascan."
Ascan tidak menjawab. Ia terbatuk-batuk. Dan tanpa terduga, muntah darah. Ia tumbang. Di dadanya tertancap sebuah belati.
Aku terpekik, "Ascan."
Belum sempat aku memeriksa keadaan Ascan, tanganku ditarik seseorang.
"Kau mau berpamitan dengannya?" Ethan mendorongku ke hadapan Keyrant. "Lakukanlah sekarang."
"Key. Kau baik-baik saja?" tanyaku. "Aku tidak mau pergi. Aku tidak akan meninggalkanmu seperti ini." Aku memeluk Keyrant. Air mataku turun sederas air terjun.
Keyrant mengurai pelukanku pelan. "Kenapa kau keras kepala? Seharusnya kau abaikan saja diriku. Jangan sia-siakan kesempatan ini."
Tubuh Keyrant penuh luka. Darah keluar dari mulutnya. Ia sudah sampai pada batasnya. Sialnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa.
"Sangat mengharukan. Sudah cukup." Ethan menarik tanganku lagi. Aku berusaha melawan, tapi tidak berguna. Tubuhku membentur pohon saat Ethan mendorongku. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh.
"Jangan salahkan aku jika kau mati di tanganku." Ethan mengacungkan pedangnya tepat di depan wajah Keyrant. "Aku muak dengan dirimu. Kau yang selalu diagung-agungkan. Kau yang paling berbakat dan baik hati. Kenapa kau harus lahir sebagai kembaranku?"
Keyrant tertawa kecil. Kemudian batuk. "Jadi, kau iri padaku? Apa kau tau, justru aku sangat ingin menjadi dirimu yang bisa bersikap semaumu. Kau yang berani mengambil keputusan berdasarkan keinginan sendiri. Kau juga mampu menundukkan para bangsawan."
"Cukup! Tidak ada gunanya semua yang kau katakan itu. Aku membencimu. Dunia ini terlalu sempit untuk kita berdua. Hanya boleh ada satu pangeran di Calestra." Ethan mengayunkan pedangnya.
"Acye! Cepat pergi. Kau belahan jiwaku. Aku pasti akan menemui dan menjemputmu di mana pun kau berada." Keyrant berteriak padaku. Ia menahan pedang Ethan dengan kedua tangannya.
Aku tidak sanggup berdiri ataupun berlari. Keyrant sedang bertarung antara hidup dan mati. Bagaimana mungkin aku bisa pergi?
"Acye. Kita pergi sekarang. Sudah waktunya." Tiba-tiba Eldy sudah berada di sampingku. "Portalnya akan segera terbuka."
Eldy memapahku menuju pintu keluar. Namun, sesuatu kembali terjadi. Tubuh Eldy terpental. Lalu, aku melihatnya dicabik-cabik bayangan hitam yang entah datang dari mana.
"Kau tidak bisa pergi, Syeill!" seru Ethan. Ia menendang Keyrant, lalu menusuk perutnya. "Semuanya sudah berakhir."
"Key ...."
The End
YAMS (You Are My Soulmate), pureagiest ©2024
All right reserve | 31 Desember 2024 | 19.30 WIB
Terima kasih sudah mampir.
Semoga ceritanya bisa menghibur.
Sampai jumpa di cerita lainnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top