🦊 9. Cemburu Bukan Ranahnya 🦊
Cemburu Bukan Ranahnya
🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊
"Kenapa lo cemberut gitu?" Raihan memberikan kantung kresek berlogo merah biru dengan tulisan Ulfamart berisi beberapa camilan pada Thrisa yang tengah duduk di sofa panjang rumahnya.
Pemuda itu duduk di samping Thrisa. Menghadap pada perempuan dengan hotpans biru tua sembari mengulurkan tangan di belakang bahu gadis itu. "Katakan. Kenapa muka lo ditekuk gitu?"
Thrisa mengembuskan napasnya kasar. Dia menarik kaki untuk bersila di atas sofa lalu mengubah posisi menghadap Raihan. "Gue lagi bingung sama Ali. Beberapa hari kalu di kafe dia bilang kalau gue ini pacar dia. Tapi, kemarin ada yang lihat dia makan berdua sama Shisi di perpus."
Pemuda dengan kaus merah itu menampilkan senyum miring. "Lo percaya kalau lo beneran dianggap pacar sama dia?"
"Why not? Dia yang bilang."
Senyum miring Raihan semakin lebar. Kini dia melipat tangan di belakang kepala sembari mendongak. "Gue tahu siapa Ali. Dia cinta banget sama Shisi. Dia nggak akan mudah lupain Shisi gitu aja."
"Jadi percuma dong meski mereka putus?" ucap Thrisa kesal.
Raihan terkekeh, dia kembali mengubah posisi menghadap Thrisa, mengulurkan tangan dan mengelus pipi gadis itu menggunakan ibu jarinya.
"Enggak juga," jawab Raihan. "Lo hanya perlu tetap berada di sekitar Ali agar dia nggak ada kesempatan buat deket-deket sama Shisi lagi. Dan gue, akan senantiasa bantu lo untuk itu."
Thrisa tersenyum. "Thanks, Ray."
Raihan mengangguk. Dia menatap dalam wajah gadis di hadapannya lamat-lamat. Detik berikutnya dia mulai mengikis jarak di antara mereka.
***
Katakan. Bagian mana yang tidak menyenangkan saat jam pelajaran kosong? Apalagi di waktu pelajaran olahraga?
Seperti saat ini. Di saat kelas Shisi yang harusnya menjalani pelatihan olah raga, sang guru tidak hadir. Beliau harus ke rumah orang tuanya karena ada salah satu keluarga yang menikah.
Semua murid diberi kebebasan asal tetap memakai pakaian olahraga mereka. Percayalah. Itu sangat menyenangkan karena beberapa dari mereka akan melipir ke kantin seperti Lusi dan Raisa.
Akan tetapi, tidak dengan Shisi dan kita tahu apa alasannya.
Sayangnya. Saat inilah gadis dengan pakai olahraga yang didominasi warna biru itu tengah menahan sakit dengan pemandangan yang ada di hadapannya.
"Kuatkan aku." Gadis itu berujar lirih dengan kepala mendongak menghalau air asin yang sudah menumpuk di pelupuk mata dan memaksa untuk jatuh.
"Ali! Geli!" Jika kalian berpikir itu adalah suara Shisi, maka kalian salah besar.
Tidak jauh dari keberadaan Shisi yang duduk seorang diri, Ali dan teman-temannya dan juga Thrisa tengah bermain bola basket di lapangan. Shisi yang duduk di bawah pohon pada sudut lapangan jelas melihatnya.
Bukan para pemuda itu yang menjadi atensinya. Akan tetapi bagaimana Ali dan Thrisa tengah memperebutkan bola, sesekali dilandasi candaan dengan gelitikan pemuda itu agar bisa merebut benda bulat dari tangan gadis yang memang dia akui sangat cantik itu.
"Curang." Shisi memalingkan wajah saat Ali merangkul Thrisa dari depan. Kedekatan wajah mereka membuat hatinya merasa sesak. Bagaimanapun, kenangan bersama Ali masih menyisakan perasaan di dalam sana.
Shisi memejamkan mata. "Sakit sekali," ucapnya lirih. Ingin sekali dia pergi dari sana agar tidak melihat hal itu, tetapi entah kenapa kaki rasanya seperti dipaku untuk membuat dirinya menyaksikan semua.
"Panggul aja, Li. Sangkutin di atas ring."
Bukannya menghindar, bodohnya Shisi malah mengalihkan pandangan ke arah mereka. Ali, tengah memeluk Thrisa dari belakang, mengangkat perempuan itu dan membawanya berputar.
Oh tidak. Secepat ini Ali melupakan dirinya. Apakah kenangan mereka bersama selama ini tidak ada artinya lagi bagi pemuda itu? Tidak butuh bagi Ali untuk mencari pengganti dirinya.
"Lagi ngapain?" Shisi segera menunduk dan menghapus cepat butiran air di pelupuk mata saat mendengar suara seseorang.
Gadis dengan rambut dikucir kuda itu mendongak ke sisi kanan. Terlihat Ethan yang tengah menyandar pada pohon dengan tangan yang masuk ke saku celana. Pemuda itu tidak memakai pakaian olahraganya melainkan seragam lengkap di mana baju keluar dari celana. Seperti biasa.
Satu kaki ditekuk untuk menyangga pada pohon.
"Gue tanya dijawab. Jangan ngelamun aja. Ngagumin gue lo?" Biasanya Shisi akan mencebikkan bibir atau kesal saat Ethan melontarkan kata-kata demikian.
Namun, kali ini dia merasa malas melakukan itu. Rasanya tidak mood sama sekali. Gadis itu hanya menatap Ethan sama seperti yang pemuda itu lakukan padanya. Keduanya dalam diam seolah mencari tahu apa yang ada di balik benak mereka.
Melihat itu Ethan berdecak kesal. Dia melangkah mendekati Shisi dan mengulurkan tangan.
Shisi memandang tangan dan wajah pemuda itu bergantian. Bingung lebih tepatnya sehingga menimbulkan kerutan di kening.
"Ayo ikut," ucap Ethan.
"Ke mana?"
"Ikut aja. Jangan banyak tanya." Pemuda yang masih memasukkan sisi kanan tangannya pada saku celana itu kembali memerihtah.
Berhasil. Tanpa banyak tanya Shisi meraih tangan itu dan bangkit. Gadis yang sedari tadi diam itu dibuat bingung saat Ethan membawanya ke arah lapangan di sisi lain ring basket.
"Kita mau ngapain?" Shisi mulai merasa tidak nyaman saat semua pandangan mengarah padanya. Terutama Ali dan teman-temannya sampai berhenti bermain dan kini menatap keberadaannya juga.
Ethan masih tidak menjawab. Saat sudah berada di bawah ring, dia melepaskan genggaman tangan Shisi. Berjalan sedikit mundur dan mulai melepaskan satu persatu kancing seragamnya.
Bola mata Shisi melotot. "Ethan lo ngapain?" tanya gadis itu dengan berbisik. wajahnya menunjukkan kepanikan dengan bola mata yang meneliti sekitar.
Masih. Ethan masih melanjutkan kegiatan dan mulai melepaskan seragam menyisakan kaus putih yang biasa dia gunakan sebagai dalaman.
"Ah. Ethan ganteng banget."
"Bikin meleleh nggak sih?"
Baiklah. Ethan dengan pesonanya. Bagaimanapun kabar itu berembus, tetap saja badboy akan terlihat tampan
Pemuda itu berjalan ke sisi lapangan, meletakkan seragam pada tanaman pucuk merah dan meraih bola yang sedari tadi menganggur di sana.
Ethan kembali ke tempat semula dengan bola di tangan. pemuda yang hanya memakai kaus tipis sehingga memperlihatkan kesempurnaan betuk tubuhnya mulai memantulkan bola pada lantai.
"Jangan pedulikan mereka. Ayo lawan gue," ucap Ethan di sela dia mendrible bola.
Shisi memutar bola matanya malas. "Mana bisa menang gue lawan lo. Lo, kan kap—"
"Kalau lo menang, gue traktir makan di kantin selama sebulan," ucap Ethan memotong ucapan Shisi.
Percayalah. Shisi tidak berminat akan hal itu. Namun, melihat sebuah smirk pada bibir lawannya, menularkan senyum di bibirnya.
"Oke." Shisi mengangguk. Gadis itu mendekati Ethan dan mulai mencoba untuk merebut bola yg dipantulkan oleh pemuda yang mulai berkeringat itu.
Permainan keduanya tentu saja menjadi bahan tontotan oleh warga SMA Atmadaya 1. Bagaimanapun, mereka sempat menggemparkan sekolah dengan kabar perselingkuhan Shisi dan Ethan yang membuat gadis itu putus dari Ali.
Dan sekarang, keduanya seolah memperlihatkan kebersamaan mereka tanpa peduli orang lain.
Shisi berhasil mengambil bola. Giliran gadis itu menghalangi Ethan yang mencoba merebut bola kembali dengan posisi Ethan berada di belakang tubuhnya. Bisa kalian bayangkan bagaimana posisi mereka saat ini?
"Seperti yang lo bilang. Gue nggak peduli apa tanggapan mereka." Baru kali ini Ethan melihat gadis di hadapannya tersenyum miring.
"Buktikan," ucap Ethan tepat di telinga Shisi. Siapa pun yang melihat akan berpikir pemuda itu baru saja mencium Shisi.
Tanpa menunggu lagi, Shisi melompat untuk memasukkan bola pada ring. Namun, sayang dia harus gagal. "Sial."
"Lo gagal." Ethan mengambil alih bola. Dia berputar sebentar mempertemukan punggungnya dan Shisi. Lekas melempar bola ke arah ring.
Tidak perlu bertanya apa hasil dari lemparannya mengingat siapa Ethan. "Satu kosong." Pemuda itu mengangkat satu jari memperlihatkan nilainya sembari berjalan mundur.
Bola di tangan Shisi. Gadis itu mulai mendribel dan tentu saja Ethan akan menghalangi. "Kali ini giliran gue." Seperti tadi, gadis itu akan mencoba melempar kembali.
Namun, baru saja dia menekuk kakinya dengan bola di tangan. Seseorang memegang pinggulnya dan mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi.
"Masukkan!" seru Ethan.
Shisi tersenyum, gegas dia memasukkan bola pada ring yang sudah ada di hadapannya. Tentu saja bola itu masuk dengan mudah. Tawa pecah dari dua orang yang baru saja asyik bermain bola bersama, seolah tidak ada yang lain di sekitar mereka.
Ethan menurunkan Shisi masih dengan tangan berada di pinggul gadis itu. Posisi ini sama seperti Ali dan Thrisa beberapa waktu lalu.
"Masuk, kan?" tanya Shisi.
"Lo berhasil." Pemuda dengan keringat yang menambah kadar ketampanan itu terkekeh.
"Iyalah. Siapa yang nggak bisa masukin kalau diangkat kaya gitu." Gadis itu menepuk pundak Ethan dan melabuhkan tangannya di sana.
Di saat keduanya masih larut dalam tawa, tiba-tiba saja tubuh Ethan limbung dan jatuh akibat sebuah pukulan yang mendarat tidak terduga di pipinya.
"Ethan!"
🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊
Selamat pagi.
Apa kabar kawan?
Masih sehat? Semoga, ya?
Aamiin
Para pecinta Abang. Gimana dengan Argantara?
😉😉😉😉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top