🦊 5. Mengundurkan Diri 🦊

5. Mengundurkan Diri

🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊

Shisi membuka pintu di depannya pelan. Gadis itu mengangguk sopan ketika tatapannya bersibobrok dengan si pemilik ruangan. "Siang, Bu." Aura mencekam menyambutnya ketika semakin memasuki ruangan lebih dalam.

Shisi menutup kembali pintu di belakangnya, sayangnya itu tidak terlalu rapat. Niat hati menutup kembali urung karena rasa gugup yang terlanjur menggerayangi tubuhnya. Alhasil, dia biarkan kayu itu memberi jalan udara dari luar dan segera duduk pada kayu berkaki empat.

Tubuhnya terasa merinding saat dirinya duduk berseberangan dengan perempuan tambun di hadapannya. Padahal, sudah dibatasi dengan meja. Akan tetapi tetap saja dia merasakan itu.

Sebenarnya dulu tidak, tetapi hal ini menjadi momok baginya semenjak beberapa bulan terakhir. "Ada apa Bu Ambar memanggil saya?" Padahal, dia jelas tahu apa alasan dirinya dipanggil ke ruangan ini, tetapi tetap saja menanyakan alasannya.

Anggap saja sekedar basa-basi.

Perempuan dengan baju hijau lumut itu membenahi kacamatanya yang terasa turun, sedikit menunduk untuk menatap murid di hadapannya. Bu Ambar berdehem. "Ini mengenai uang spp kamu yang belum dibayar. Bulan ini kamu sudah memasuki bulan ketiga. Jadi, kapan kamu mau membayarnya?"

Shisi menunduk, dia menelan ludahnya kasar. Entah kenapa tatapan Bu Ambar seolah menusuk dirinya. Semilir angin yang tidak sengaja menerbangkan anak rambutnya terasa mencekam. Padahal, harusnya terasa segar.

Bola matanya bergerak ke segala arah, meneliti setiap barang yang ada di dalam ruangan. Tatapannya jatuh pada kalender yang terpasang di dinding. Dia mencoba mengingat hari apa ini. Kamis tanggal 14. Pertegahan bulan.

"Maaf, Bu. Shisi minta keluangan waktunya lagi. Shisi belum ada uang untuk membayarnya." Shisi berujar pelan. Dia berharap kalau petugas TU di hadapannya kembali memberinya waktu untuk dia mengumpulkan uang.

Sebenarnya, bulan lalu pun dia juga sudah pernah diperingati akan hal ini. Rencananya uang kematian ibunya yang akan digunakan, tetapi ayahnya sudah terlanjur mengambilnya.

Bu Ambar menghela napas dalam. Sejujurnya dia merasa kasihan dengan murid di hadapannya ini. Pun dia juga tahu mengenai Shisi yang baru kehilangan ibunya beberapa bulan lalu. "Baiklah. Ibu akan memberi kamu kesempatan sampai bulan depan. Ibu harap kamu bisa membayarnya."

Shisi mendongak seketika, mimik wajahnya berbinar dan senyumnya pun mengembang mendengar Bu Ambar memberinya kesempatan. Shisi mengangguk. "Baik, Bu. Terima kasih karena sudah memberikan Shisi kesempatan." Dia tidak dapat menjelaskan kebahagiaannya saat ini.

Bu Ambar menarik senyum tipis, perempuan berusia di atas tiga puluh itu mengangguk. "Sama-sama. Kamu boleh kembali."

Shisi bangkit, dia sedikit membungkukkan badan. "Permisi, Bu." Gadis itu keluar dari ruangan TU. Merasa sedikit tenang karena diberi wakktu lagi.

Meskipun begitu, masih ada kegelisahan dalam dirinya. Gadis dengan rambut digerai itu menyandarkan punggung pada dinding ruangan TU. "Sekarang aku harus bagaimana mendapatkan uang sebelum bulan depan?"

Untuk sesaat dia berpikir. "Sepertinya gue harus bekerja." Gadis itu menggigit jarinya.

Shisi menghela napas, dia mulai melangkah meninggalkan ruang TU. Tidak diketahui Shisi, seseorang mendengar semua yang gadis itu bicarakan dengan petugas TU. Pandangannya sendu menatap punggung itu yang berlalu. Tidak ingin ada yang melihat keberadaannya, dia pun segera pergi dari sana.

Shisi mendudukkan dirinya di bangku kelas, sontak saja Raisa dan Lusi menatap dirinya. "Ada apa lo dipanggil Bu Ambar?" Tanya Lusi yang sudah merasa penasaran semenjak teman sebangkunya ini meninggalkan kelas.

Shisi menatap dua temannya secara bergantian. Ada keraguan untuk memberitahukan perihal masalahnya pada mereka. Mungkin dia akan berbohong saja untuk menutupinya.

"Jangan coba-coba berbohong, Shi." Shisi meringis. Raisa memberikan tatapan dengan mimik jengah, Lusi pun mengangguk. Sepertinya kedua temannya ini sangat mengenal dirinya.

Merasa sedikit ragu, Shisi pun berujar, "Bu Ambar mengingatkan gue soal pembayaran spp yang menunggak."

Tatapan sendu dia dapat. Ini juga salah satu alasan mengapa dia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya pada meereka. Dia tidak terlalu suka dikasihani. Dia merasakan tangannya digenggam juga bahu yang diusap.

"Yang sabar, ya, Shi," ucap kedua temannya.

Shisi mengangguk. "Terima kasih." Dia menatap Lusi dan Raisa bergantian. "Gue dikasih waktu sampai bulan depan untuk melunasi SPPnya. Dan niatnya gue ingin bekerja untuk mendapatkan uangnya. Kira-kira kalian ada ide untuk gue kerja di mana?"

Lusi mengembuskan napasnya kasar. "Sayang kafe tempat gue bekerja tidak membuka lowongan. Kalau ada, pasti gue sudah ngajak lo." Gadis itu memberikan tatapan sedih.

Shisi tersenyum, dia mengusap pundak Lusi. "Tidak apa."

"Tapi, Shi. Apa lo bisa bagi waktu untuk kerja? Lo, kan juga sibuk Osis?" Raisa memangku dagu di atas tangannya yang terlipat di atas meja.

Shisi mengangguk dengan pandangaan lurus ke depan. "Gue sudah memikirkannya juga. Sepertinya---"

"Kalian lagi ngomongin apa?" Suara itu mengejutkan ketiga gadis yang baru saja membicarakan hal serius. Tatapan murid laki-laki yang baru masuk meneliti setiap orang yang ada di hadapannya.

"Kita membicarakan u---"

"Urusan cewek," potong Shisi cepat kalimat Lusi. Dia menatap Ethan dengan senyuman. Gadis itu tidak ingin Ethan tahu masalahnya. Sedikit lirikan diberikan pada teman sebangkunya dan Raisa membuat mereka mengangguk.

"Jadi lo ngggak boleh tahu," ucap Raisa menambahkan.

Ethan hanya memutar bola matanya malas. Tanpa kata langsung duduk di tempatnya. Beberapa detik setelah laki-laki itu masuk, gerombolan Ali juga memasuki kelas.

Seperti biasa. Shihi melihat sosok Thrisa merangkul lengan mantan kekasihnya itu dengan manja. Sedangkan Ali hanya memberikan lirikan sinis kepadanya. Hanya helaan napas dalam yang bisa dia lakukan.

***

"Rapat gue akhiri. Gue harap kalian bisa memaksimalkan kinerja kalian dalam acara ini." Ali baru saja menutup rapat Osis yang dipimpinnya. Dia duduk pada bangku di mana Shisi berada tepat di sampingnya. Namun, dia tidak menghiraukannya sama sekali.

Shisi hanya diam. Dia memperhatikan semua temannya yang sedang membereskan pekerjaan mereka. "Ada yang mau gue bicarakan," ucapnya saat dia sudah merasa siap.

Shisi menatap semua anggota yang juga menatap dirinya. Gadis itu menelan ludah ketika melirik Ali yang menatap dirinya datar dengan salah satu alis yang terangkat. "Gu---Gue mau izin. Kalau gue mau mengundurkan diri dari kepengurusan Osis."

Semua orang diam, heran menatap Shisi karena kalimat yang baru saja dilontarkan. "Apa?!" Suara Ali menggelegar di sampingnya membuat dia harus memejamkan mata.

Ketika membuka kembali, melalui lirikan mata dia mrlihat mantan kekasihnya itu yang sudah berdiri. Baiklah. Sepertinya dia akan mendapatkan amukan dari Ali.

"Lo gila? Lo mau ngundurin diri dari Osis di saat kita sedang repotnya ngurusin acara? Lo masih waras?" Teriakan Ali menajdi satu-satunya suara yang ada di ruangan Osis. Dia menatap tajam Shisi yang masih menunduk di tempatnya.

"Iya, Shi. Kita mau ada acara dan pastinya membutuhkan tenaga lo untuk ngehendle ini." Seorang anggota Osis memberi respons pada Shisi.

Shisi semakin menunduk. "Maaf," ucapnya lirih.

"Sebenarnya apa alasan lo ngundurin diri, Shi?" Shisi hanya menggeleng, tidak ingin mengatakan alasan yang sebenarnya.

"Lo jadi wakil Osis baru beberapa bulan, dan sekarang lo mau ngundurin diri? Heh. Kalau mau ngelepas jabatan ini, dulu nggak usah nyalon sekalian!" bentak Ali.

Melihat Shisi yang hanya menunduk, laki-laki itu meraup wajahnya kasar. "Kalian keluar semuanya. Gue mau bicara sama orang yang suka senaknya sendiri ini," tunjuknya pada Shisi.

Tidak ingin terkena amukan Ali, semua anggota Osis kecuali Ali dan Shisi keluar dari ruang Osis. Semakin merasa takutlah Shisi karena ditinggalkan berdua dengan mantan pacarnya yang menakutkan ini.

Tepat setelah pintu ruangan Osis ditutup, Ali mencengkeram kedua bahu Shisi, menariknya agar gadis itu berdiri dan segera mendorongnya kasar sampai punggungnya membentur dinding. Tidak peduli kalau mantan kekasihnya ini akan kesakitan.

Ali mendesis, "Katakan. Apa pacar lo itu enggak suka lo masih di sekitar gue? Makanya dia minta lo buat keluar dari Osis?" Laki-laki itu bertanya dengan suara tajam.

Shisi mendongak dengan ringisan, menatap Ali dengan bingung. "Apa maksud lo?"

Senyum sinis Ali ukir. "Kenapa? Ethan nggak suka kalau lo ikut Osisi karena ada gue? Dia cemburu kalau lo masih deket sama gue? Bilang sama dia kalau sebenarnya gue juga enek ada di deket lo."

"Ini nggak ada hubungannya sama Ethan." Shisi membantah cepat. Lagi-lagi dia mendesis karena Ali semakin menguatkan cengkeraman di pundaknya.

Ali melepaskan tangannya dari pundak Shisi secara kasar. Dia melipat tangan di depan dada. "Oh, romantis sekali. Membela kekasihnya."

Shisi merasa geram dengan Ali. "Gue dan Ethan enggak pacaran!" teriak Shisi.

Ali memajukan wajahnya tepat di depan Shisi. "Bulshit. Perselingkuhan kalian, kan udah terbuka. Kenapa sok-sokan nggak mau ngaku?"

Ali menjauhkan wajah mereka. "Gue nggak akan kasih lo ijin keluar dari Osis." Dia segera membalikkan badan untuk meninggalkan Shisi.

Bola mata Shisi membola mendengar putusan Ali. Dia segera mengejar laki-laki itu yang mulai berjalan ke arah pintu keluar. "Li. Lo nggak bisa gitu dong."

"Bodo amat," ucap Ali tanpa menghiraukan Shisi yang berteriak di belakangnya.

"Gue akan tetaap keluar," ucap Shisi kekeh. Dia berhenti memandang punggung yang dulu sering dia peluk itu berlalu.

"Lakuin kalau lo berani." Ali tetap melanjutkan langkahnya menyusuri lorong menuju tempat parkir. Dia tahu kalau mantan kekasihnya itu sudah tidak mengikutinya lagi.

Rahang Ali mengeras. Shisi yang tiba-tiba saja ingin mengundurkan diri dari Osis membuat dirinya sempat terkejut. Kemarahan semakin merajainya ketika gadis itu tetap kekeh untuk keluar.

"Pasti gara-gara Ethan sialan itu."


🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊

Selamat malam. Apa.kabar dengan kalian.

Malam minggu pada ke aman nih?

Yang jomblo cung sini temenin aku😁😁😁😁

Masihkah kalian tetap menunggu cerita ini?

Yuk aja teman kalian juga. Biar makin rame😊😊😊😊

Love you All😘😘😘😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top