🦊 21. Lolos Dari Hukuman 🦊

Bab ini pernah diupload beberapa waktu lalu. Tapi, ada yang berbeda, ya. Jadi kalau enggak baca, kalian enggak bakal tau ke depannya gimana.

Oke 😋😋😋😋😋

21.  Lolos Dari Hukuman

🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊


"Ali. Tunggu dulu. Dengerin aku." Thrisa mengejar Ali yang baru saja keluar dari kelas. Sedari tadi datang, gadis itu sudah menunggu sosok ketua Osis yang beberapa hari ini sudah mengabaikan dirinya, semakin parah semenjak kejadian di apartemen beberapa waktu lalu.

Tidak mau menyapa atau menggubris keberadaan dirinya. Bahkan sudah berpindah tempat duduk bersama Aldo. Thrisa mencoba untuk menjelaskan perihal dirinya yang terbukti membuat Shisi dalam bahaya juga kemarahan dia pada mantan pria itu.

Beruntung, sih gadis bernama Shisi itu tidak melaporkan dirinya pada pihak sekolah perihal dorongan ke arah kolam. Meskipun sosok Ethan berulang kali mengancam dan memberikan dirinya tatapan tajam, dia tidak peduli. Sudah hampir dua minggu lebih kejadian itu berlalu.

Thrisa mengejar pemuda dengan jas almamater Osis kebesarannya. Hari Senin akan diadakan kegiatan rutin upacara bendera, di mana hari ini petugasnya adalah dari kelas satu.

Pasti Ali akan melaksanakan tugasnya menjadi anggota Osis yakni memeriksa murid-murid yang terlambat dan memberikan mereka poin.

"Ali tunggu!" Gadis itu sudah berhasil meraih pergelangan tangan Ali. Dia memasang wajah memelas agar pemuda di hadapannya mau mendengarkan apa yang akan dia ucapkan.

"Aku mau ngomong."

"Ngomong apa lagi?" tanya Ali yang terlihat sekali kalau pemuda itu merasa jengah dengan sikap Thrisa.

"Aku mau ngomong masalah Shisi kemarin." Gadis itu mengentakkan kaki. "Bukannya kamu udah benci banget sama dia? Kenapa kamu musti marah dengan kejadian aku ngerjain dia di kolam renang kemarin?"

Ali menggelengkan kepala. Tidak habis dengan pikiran gadis di hadapannya. Menipiskan bibir, Ali menampik cekalan tangan Thrisa pada lengannya. Dia mengacungkan jari di depan wajah gadis itu.

"Dengar, ya. Gue emang benci sama dia." Tangan kanan menunjuk ke suatu arah seolah orang yang dibicarakan ada di sana. "Tapi nggak harus membahayakan nyawa orang lain. Dan kelakuan lo di apartemen gue kemaren, itu udah keterlaluan, Thris.

Ali semakin menatap berang Thrisa yang seperti acuh dengan ucapannya. "Apa yang lo lakuin itu sama aja dengan tindakan kriminal." Kata-kata Ali penuh dengan penekanan.

"Untung Ethan datang nyelametin Shisi, kalau enggak, gue yang bakal pastiin lo ditangkap polisi karena kelakuan bodoh lo itu." Tak ingin lebih lama bersama Thrisa, Ali pun pergi meninggalkan gadis itu yang masih berdiri di sana.

Lebih baik dia menjalankan tugasnya saja.

Thrisa yang melihat itu semakin merasa kesal. Dia mengentakkan kaki beberapa kali dengan mulut mencebik juga mengumpat dengan mengabsen berbagai jenis binatang.

"Shisi ... gue benci banget sama lo!" teriak Thrisa dengan kekesalan memuncak. Beruntung kondisi lorong yang sepi karena para murid sudah berada di lapangan untuk melaksanakan upacara.

***

Shisi menarik napas dalam-dalam. Dia membungkuk dan bertumpu pada lututnya. Dada naik turun tampak ngos-ngosan. Di pagi hari ini dia harus berlari agar sampai ke sekolah.

Karena kemarin Clarissa kerja masuk sift sore semalam, wanita itu kelelahan sehingga bangunnya kesiangan. Bukan salah Clarisa juga, karena Shisi juga bangun kesiangan. Ketika menghubungi sang kakak, ternyata pemuda itu masuk pagi.

Baiklah. Shisi harus berjuang mencari angkutan umum. Belum lagi macet di jalan depan memaksa dia harus turun dan berlari menuju sekolahannya.

Shisi memandang ke depan. Dia tahu kalau dirinya terlambat dan pasti akan terkena hukuman. Apalagi di hari Senin di mana semuanya pasti sedang melaksanakan upacara.

Gadis itu tetap berlari, mengembuskan napas kasar karena melihat gerbang yang sudah tertutup. Padahal dia sudah menduga. Namun, wajah kecewa itu sangat kentara.

Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menunduk dengan sesal. Namun, suara gerbang terbuka membuat dia mendongak.

Bola mata cokelat bening itu menangkap sosok pemuda dengan jas almamater Osis yang sedang menggeser besi penghubung sekolah dan jalan.

"Masuk," ucap pemuda itu kemudian. Tatapannya dingin tanpa ekspresi. Semenjak hari itu, sepertinya Ali memang menuruti apa yang dia ucapkan.

Takut, tetapi Shisi melanjutkan langkahnya untuk memasuki sekolah. Palingan nanti dapat poin. Akan tetapi ....

"Lewat samping aja. Nanti diam di UKS. Upacara izin aja," ucap Ali. Keduanya pun berjalan saling bersisian bersama menyusuri lorong sekolah.

Shisi menggigit bibir bawahnya. Dia merasa bingung dengan apa yang dikatakan Ali, tetapi cukup mengerti maksudnya. Membolos dan mengelak dari hukuman.

Melalui ekor mata dia melirik keberadaan Ali. Masih merasa bingung untuk apa pemuda itu melakukan hal ini.

"Masuk." Ali membuka pintu UKS.

Shisi mengangguk, dia memasuki UKS yang pastinya dalam keadaan sepi. Gadis itu berdiri ragu, menoleh kepada Ali di mana pemuda itu ternyata juga menatap dirinya. Namun, segera membuang muka saat Shisi memergokinya.

"Gue pergi." Pemuda itu berpamitan.

"Li," panggil Shisi yang berhasil menghentikan pergerakan sang ketua Osis. "Terima kasih." Gadis itu berujar tulus dengan bibir yang menyunggingkan senyuman.

Ali diam. Detik selanjutnya pemuda itu mengangguk dan segera menutup pintu UKS. Menyisakan Shisi seorang diri di sana.

***

"Lo telat?" tanya Lusi ketika Shisi baru saja meletakkan ranselnya di atas meja.

Shisi segera menggeleng kepala. "Enggak." Tidak mungkin dia menceritakan yang sebenarnya perihal masalah tadi pada teman-temannya.

"Gue izin nggak ikut upacara dan diem di UKS," jawabnya kemudian. Hanya itulah jawaban yang logis saat ini.

"Lo sakit?" Kali ini tampak nada dan raut khawatir dari Lusi. Bahkan gadis itu sampai memegang kening Shisi untuk memeriksa suhu tubuh temannya menggunakan punggung tangan.

Shisi tersenyum, dia menarik pelan tangan Lusi dan kemudian menggeleng disertai senyuman. "Enggak, Lus. Gue hanya cape aja."

Lusi mencebik. "Jangan diforsir makanya kalau kerja. Lo juga butuh istirahat."

"Iya-iya," jawab Shisi dengan kekehan. Senyum gadis itu terbit saat melihat sosok yang baru saja memasuki kelas.

"Gimana turnamen kemarin?" tanya Shisi. Dia mendongak menatap Ethan yang berdiri di samping mejanya.

Bibir pemuda itu menipis membentuk senyuman khas kalem. "Masih lo tanya? Harusnya lo tahu jawabannya apa."

"Wah. Pasti menang," ucap Raisa yang tiba-tiba saja duduk bergabung. "Pajak syukuran dong. Sekali-kali lo traktir kita makan gitu, Than."

Lusi yang mendengar itu mencebikkan bibir. "Pasti lo lagi kanker, ya makanya cari gratisan?"

Raisa terkekeh dengan menutup mulut menggunakan tangannya. "Lo tahu aja. Gue lagi dihukum gegara ketahuan mau pergi ke kafe malem-malem." Dia mengatakan seolah itu bukanlah beban. Bahwa hukuman itu adalah biasa bagi seorang Raisa.

Dia menatap Ethan dengan mata berkedip. "Boleh ya, Than? Sekalian nolongin gue dari kelaparan."

Pemuda itu hanya menggeleng dengan satu sudut bibir tertarik ke atas. "Oke." Hanya satu kata yang membuat Oase seolah menyambangi Raisa.

Dan seperti yang direncanakan tadi pagi, Ethan membawa tiga gadis ini ke kantin untuk mendapatkan hak mereka. Jika Lusi dan Raisa tampak bersemangat dengan apa yang akan mereka dapatkan, berbeda dengan Shisi yang tampak merasa tidak enakan.

Tanpa basa-basi Ethan memesankan semangkuk mie ayam untuk gadis itu, meletakkannya di hadapan Shisi. "Nih. Lo udah cungkring kayak penderita busung lapar. Masih mau nolak traktiran dari gue?"

Shisi memajukan bibirnya beberapa senti akibat hujatan dari Ethan. Sedangkan Lusi dan Raisa hanya menikmati itu sembari mencemooh temannya.

"Rejeki jangan ditolak."

"Nggak busung lapar pula kali." Shisi tampak tak terima. Sedangkan pemuda di hadapannya hanya menarik sebuah seringai.

"Gue hanya nggak enak tahu," ucap Shisi.

"Lama." Ethan meraih mangkuk mie ayam Shisi, mulai membulatkan mie pada garpu dan mengarahkan pada bibir milik gadis beriris cokelat bening itu. Tahu bagaimana posisinya bukan?

"Gue mau tanya," ucap Ethan kemudian. Sis hanya mengubah dengan kedua alis yang terangkat naik. "Sejak kapan lo pindah ke kosan pacar abang lo?"

Menelan makanannya, Shisi meneguk minumannya pelan. "Seminggu yang lalu?"

"Kok bisa? Bukanya lo sama kakak lo itu ...." Ethan memberikan tanda kutip.

Shisi tersenyum. "Ceritanya panjang. Dan gue lagi laper dan nggak mau cerita," ucapnya mengambil alih mangkuk dari hadapan Ethan dan mulai menikmati makanannya.

🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊

Selamat pagi, semua.

Apa kabar kalian?

Masih setia di sini?

Semoga, ya.🤗🤗🤗

Sudah bab 21 aja nih. Kurang empat bab lagi dong.

😘😘😘😘






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top