🦊 2. Semua Mulai Berubah 🦊
2. Semua Mulai berubah
🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊
"Ini dia si pengkhianat." Ucapan itu menyapa Shisi dan Ethan ketika keduanya memasuki kelas. Dua murid itu pun menjadi sorotan murid-murid di kelas akibat sebutan yang dilontarkan oleh Ali.
Keduanya saling pandang, memahami kalau sebutan itu memang ditujukan untuk mereka. Ethan dan Shisi sama-sama menatap si pelaku, melihat wajah yang memperlihatkan sebuah senyuman miring dan tatapan kebencian. Terlalu kentara jika itu dari seorang Ali yang temperamental.
Pandangan Ethan jatuh pada keberadaan seseorang yang duduk di samping Ali. Thrisa. Bahkan tas gafis itu juga ada di sana. Dia menoleh ke arah Shisi ketika menyadari gadis itu menatap dirinya.
Kedua alis Ethan menukik naik. "Kenapa?" tanyanya.
"Lo ...." Shisi seakan ragu meneruskan perkataannya. Namun, iris cokelat bening gadis itu beralih ke arah kursi di samping Ali, lalu kembali ke arah laki-laki di hadapannya. "Kursi."
Satu kata itu cukup membuat Ethan tahu apa yang gadis ini maksud. Ah. Bagaimana bisa gadis ini malah mengkhawatirkan dirinya?
Ethan hanya terenyum simpul, membuat matanya sedikit menyipit. Sangat manis. "Gampang," jawabnya. Tatapan yang ditunjukkan Shisi membuat dia ingin sekali tertawa.
Ethan menatap dalam Shisi dengan memiringkan kepala, melemparkan sebuah senyuman tipis. "Gue bakal duduk di belakang lo." Entahlah. Hal itu baru saja tsrlintas di benaknya.
Sayangnya, apa yang dilakukan pemuda itu memicu kemarahan seorang Ali. Pria itu tidak suka melihat Ethan yang bersikap sok manis di depan Shisi. Padahal, kan Shisi sudah bukan siapa-siapa dia.
"Bangsat!" teriaknya dengan memukul meja cukup keras. Hal itu membuat beberapa teman yang duduk di sekitarnya berjingkat karena terkejut, dan seluruh kelas kini mengalihkan atensinya pada Ali.
Seorang Kevlar Putra Liandra Anuradha, sang ketua osis baru saja melampiaskan amarahnya.
Sebenarnya ini menjadi pertanyaan beberapa murid di sekolah. Bagaimana sosok Ali yang temperamental bisa menjadi ketua osis? Berita simpang siyr oun datang mengenai orang tua laki-laki itu yang menjadi donatur terbesar. Entah itu benar atau tidak.
Tidak peduli, Ali bangkit dari tempat duduknya. Dia berjalan ke arah depan untuk keluar dari kelas. Ketika berpapasan dengan Ethan, Laki-laki itu tidak segan membenturkan pundak mereka.
Ethan hanya menunjukkan senyum miring. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi. Pemuda itu pun mengajak Shisi untuk duduk. Seperti yang sebelumnya dikatakan, bahwa dirinya memang akan duduk di belakang bangku Shisi.
"Pindah," ucapnya pada seorang murid yang sudah menempati kursi itu. Tentu saja titahnya tidak akan dibantah. Siapa yang berani membantah seorang Ethan? Salah satu anggota dari Vegas.
Ethan hanya menaikkan alisnya sekilas ketika menatap Shisi yang melotot. Masa bodoh lalu duduk di bangku itu.
"Kamu enggak papa?" Pertanyaan dari teman sebangkunya membuat Shisi menatap perempuan dengan kuncir ekor kuda bernama Lusi. Dia menggelengkan kepala dengan senyum tipis
Shisi merasa beruntung masih ada yang mau berteman dengannya. sebenarnya dia sempat merasa khawatir kalau nasibnya akan sama dengan tokoh novel yang pernah dia baca. Di mana sosok gadis yang berpacaran dengan salah satu most want sekolah akan dikucilkan setelah putus dengan pasangannya.
Mengingat itu Shisi ingin sekali menertawakan dirinya.
Seorang gadis yang duduk di depan bangkunya menoleh, Shisi merasa ada sesuatu yang ingin disampaikan padanya. "Ada apa?" tanya gadis berambut panjang itu.
Raisa. Sosok yang ada di hadapan Shisi itu meunjukkan raut keraguan. "Kamu kenapa, Sa?" tanya Shisi mengulangi pertanyaan.
"Ap-apa kamu mendengar berita mengenai Ali dan Thrisa?" Pertanyaan itu tidak dapat dicerna dengan baik oleh Shisi. "Itu ... kata anak-anak mereka berpacaran," ucap Raisa dengan memelankan ucapannya di bagian akhir.
"Aku sudah menduga," ucap Ethan yang memang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka.
Shisi menoleh, menatap pemuda yang memangku kepala menggunakan tangan. "Berita mereka sudah viral semenjak anak Vegas mengupload foto Ali dan Thrisa secara serentak," lanjut Ethan.
Vegas adalah sebutan kelompok Ali dan beberapa temannya. Jangan salah. Meskipun Ali adalah sosok ketua osis, pemuda itu juga memiliki kelompok yang cukup terkenal di sekolah. Bahkan pria itu juga suka ikjt tawuran, dan tidak ada yang melarang.
Akan tetapi, semua guru juga tidak menampik kalau Ali memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Sosoknya bisa disandingkan dengan beberapa murid yang biasanya dikirim sekolah untuk ikut olimpiade. Mungkin ini menjadi salah satu pertimbangan.
Shisi mencoba mencerna penjelasan dari Ethan. Dia menarik napas dalam dan mencoba tersenyum. Terkejut? Tentu saja. Bagaimanapun, dia dan Ali baru saja berpisah, dan pemuda itu sudah mendapatkan pengganti dirinya.
Apakah sebab itu Thrisa duduk di tempat yang biasa ditempati oleh Ethan? Menggantikan pemuda itu untuk menemani Ali?
"Ya biarkan saja. Kan aku memang sudah tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Ali," ucap Shisi yang berusaha mencoba untuk tegar. Tidak lupa menyematkan sebuah senyuman agar teman-temannya percaya.
"Heh. Liar," ucap Ethan lirih.
"Tapi, dia baru saja berpisah degan kamu, Shi," ucap Raisa. "Harusya-" Ucapan itu terpotong dengan kehadiran seorang guru yang baru saja memasuki kelas. Mau tidak mau pun mereka harus menghentikan pembicaran ini jika tidak ingin terkena teguran.
Shisi menoleh saat merasakan sebuah tepukan di punggungnya. Dia melihat sosok Ethan yang menatap dirinya dengan memiringkan kepala, menumpu pada tangan. "Are you oke? Yakin soal itu?" tanya Ethan tanpa suara.
Tidak ada jawaban. Lagi-lagi hanya ada senyuman tipis yang diperlihatkan oleh Shisi.
***
Sebuah rooftop menjadi tempat Ali untuk melampiaskan kesendiriannya. Sebuah batangan putih yang mengepulkan asap berada di sela jari. Menumpu pada pembatas rooftop, dia memandang lepas ke depan.
Salah satu temannya mengikuti. Pemuda bermata sipit bernama Chris itu mengeluarkan suaranya, "Ketua Osis bolos. Ngerokok lagi. Gue curiga lo jadi ketua Osis akibat nyogok warga Atmadaya." Kalimat itu adalah bentuk kejelasan dari sebuah sindiran untuk Ali.
Ali terkekeh. "Lo ngapain di sini?"
Chris berdecak. "Harusnya gue yang tanya sama lo. Ngapain lo di sini? Kalau gue, kan jelas ngindarin pelajarannya Bu Sulik yang badannya kek kingkong ragunan." Jawaban dari Chris mengundang tawa di antara keduanya.
Sayangnya, itu hanya sesaat. Beberapa detik berlalu mereka malah terjebak dengan keheningan. Chris dengan tatapan ke arah depan, sedangkan Ali pada putung rokok yang kembali dihisapnya.
"Kalau masih cinta ngapain dilepas?" tanya Chris memecah keheningan.
Ali terkekeh. "Kelihatan, ya?" Melalui ekor mata dia melihat Chris yang mengangguk. "Gue cuma nggak suka pengkhianatannya," ucap Ali kemudian.
Kali ini Chris mengalihkan pandangan, dia menatap Ali dari samping. "Lo yakin kalau Shisi dan Ethan selingkuh?" tanyanya dengan suara yang agak sangsi. Mereka kenal Ethan bukan hanya setahun dua tahun. Melainkan semenjak mereka duduk di bangku sekolah dasar.
"Gue nggak yakin kalau Ethan tega melakukan hal itu sama lo." Hal yang semenjak beberapa hari ini mengganjal dalam dirinya akhirnya bisa Chris ungkapkan juga.
Serentetan kalimat yang Chris ucapkan mengusik Ali. Pemuda itu membuang sisa rokoknya yang masih tinggal separuh. Ali menatap Chris lamat-lamat lalu berujar, "Gue lihat pakai mata kepala gue sendiri bagaimana mereka boncengan mesra padahal sebelumnya gue chat Shisi untuk tahu keberadaannya. Dia bilang sendiri kalau lagi di rumah. Nyatanya, dia sama Ethan jalan bareng."
"Apa lo nggak mau dengerin penjelasan mereka dulu? Kan waktu itu Shisi-" Ucapan Chris terhenti karena Ali mengangkat tangan dan menunjukkan telapak tagannya.
Ali menatap tajam sahabatnya. "Bagi gue, apa yang gue lihat itu sudah cukup." Dia membalikkan badan, ingin pergi dari tempat yang dikira akan menghantarkan ketenangan baginya.
Namun, suara Chris sempat membuatnya berhenti. "Kadang, apa yang kita lihat tidak sesuai dengan yang kita duga, Li." Lria itu masih berharap Ali mau mendengarkan pendapatnya.
Tidak peduli. Ali tetap melanjutkan langkahnya. Pergi meninggalkan rooftop dan Chris yang baginya sudah terlalu banyak bicara.
***
Shisi memasuki area kantin di jam istirahat bersama Raisa dan Lusi. Dia mengedarkan pandangan bermaksud mencari bangku yang kosong. Sebuah pekikan kecil dari samping membuatnya menatap Raisa. "Apa?"
"Itu," ucap Raisa yang menunjuk ke satu arah.
Shisi mengikuti. Saat itulah dia merutuki diri kenapa harus mengikuti apa yang ditunjukakkan Raisa. Kini, hatinya harus kembali sakit menatap pemandangan yang ada di depannya. Bahkan dia harus mengepalkan kedua telapak tangan untuk menyalurkan perasaan itu.
Bagaimana tidak, di sana, di tempat duduk para anak Vegas biasa berada, terlihat Ali yang tengah duduk bersebelahan dengan Thrisa. Kalau duduk biasa, sih oke saja. Lah ini, perempuan itu bergelayut manja dengan merangkul lengan Ali, juga kepala yang ditidurkan pada pundak laki-laki itu.
"Kuat, Shisi," ucapnya lirih pada dirinya sendiri. Tatapannya bersibobrok dengan Ali tetapi dia pura-pura tidak menghiraukan.
"Sudah. Abaikan saja. Kita di sini mau cari makan," ucap Shisi pada kedua temannya. "Yuk cari tempat duduk."
Raisa mengangguk. Keduanya memesan makanan lalu mencari bangku yang sayangnya malah mendapatkan tempat di depan meja para anak Vegas. Baiklah. Mau tidak mau dia harus tetap duduk mengingat hanya itu yang tersisa.
Saat asyik makan, seseorang duduk di sampingnya. Shisi menoleh dan menatap bingung keberadaan Thrisa. Keningnya pun terlipat.
"Hai, Shisi," sapa perempuan itu dengan nada centil. Bahkan Thrisa menjawil rambut Shisi entah apa maksudnya.
Shisi segera menepis. "Nggak usah ganggu. Gue mau makan," ucapnya ketus. Dia harus berhati-hati pada gadis ini yang tiba-tiba bersikap manis padanya.
Thrisa malah tertawa. "Gue nggak ganggu kok. Gue cuma mau datengin lo." Lagi-lagi Thrisa memegang rambut Shisi. "Rambut lo kok bau, sih? Lo nggak mandi, ya tadi pagi?"
Bola mata Shisi melotot seketika, dia gegas memeriksa rambutnya dan menciumnya. Wangi. Jadi, apa maksudnya?
"Aku bantu keramas deh biar wangi." Tepat saat Shisi mendongak, sebuah air dingin membasahi kepalanya. Dia hanya bisa melongo karena terkejut akibat perlakuan dari Thrisa.
Semua menertawakannya. Membuat dirinya sebagai bahan leucon. Akan tetapi, itu tidak berlangsung lama. Karena di detik selanjutnya, seseorang menuangkan cairan berwarna merah ke kepala Thrisa.
Suatu hal yang lebih membuat mereka semua terkejut adalah, bukan sebuah minuman yang berwarna merah itu, melainkan kuah bakso yang sudah ditambahi saus.
Shisi menutup mulutnya akibat terkejut.
"Hari gini masih jaman aja main bully-bullyan," ucap seorang pemuda yang tidak lain adalah Ethan. "Kek bocah."
Sosok yang sedang memakai kaus tim basket itu mengulurkan handuk pada Shisi. "Masih baru. Pakai bersihin kepala lo." Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, Shisi menerimanya.
Sosok pria itu langsung berlalu dengan menenggak minuman mineralnya. Meninggalkan kantin yang masih dalam keadaan tercengang akibat apa yang telah dia lakukan.
🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊
Selamat malam semua.
Kenalan, yuk sama akuh.
Yang belum kenal cung tangannya dong.😁😁😁😁😁
Kuy sini
Jangan lupa kasih bintang dan komentarnya, ya😘😘😘😘
Terima kasih juga untuk kalian yang masih menunggu kisah ini😊😊😊
Love you all
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top