🦊 19. Kedatangan Asher. 🦊
19. Kedatangan Asher
🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊
Clarissa turun dari motor yang dikendarai sang kekasih. Dua orang ini baru saja tiba di sebuah rumah kecil di mana banyak jenis sayur yang ditanam pada sekitar kediaman kecil itu. Melepaskan helm lalu memberikannya pada pria di hadapannya.
Wanita itu terkekeh. "Jangan pasang wajah jutek begitu dong. Harus senyum gitu biar makin cakep."
Asher menghela napas dalam. Dia memandang kekasihnya dalam. "Kamu mau apa, sih, Yang ke sini?" tanya Asher.
"Kok mau apa? Ya mau ketemu Shisi lah. Kamu ini bagaimana, sih?" Clarissa segera meraih lengan Asher, menarinya pelan agar sang kekasih segera turun dari motor.
"Sudah ayo kita masuk dan ketemu sama Shisi." Tidak ada yang bisa dilakukan Asher selain menuruti permintaan Clarisa. Dia melangkah ke arah teras rumah. Pandangannya mengedar, keningnya terlipat ketika menyadari keadaan di sini begitu hening dan sepi.
Di hari libur, tentunya sang adik itu pasti tetap akan bangun pagi dan mengurus kebunnya. Apalagi semenjak kedua orang tua mereka tidak lagi hidup dengan layak. Asher dibuat semakin bingung saat pintu rumah juga dalam keadaan tertutup rapat.
"Ada yang aneh," bisiknya.
"Ha? Apa?" Clarissa yang sedikit mendengar suara Asher bertanya. Namun, pria itu menggeleng.
Asher mengetuk pintu rumah. "Shi?" panggilnya. Tidak ada jawaban. Pria itu kembali mengetuk pintu dan memanggil nama sang adik berulang kali.
"Kok nggak ada jawaban?" Clarissa memandang Asher dengan mendongak karena postur tubuh pria itu memang lebih tinggi.
Asher menggelengkan kepala. Pria itu mengangkat tangan ke arah handle dan mencoba membuka pintunya. Berhasil. "Kok tidak dikunci?" tanyanya. Dia saling pandang dengan sang kekasih.
Memutuskan masuk, Asher mendorong pintu rumah. Aroma alkohol menyapa indra penciumannya seketika. Gerakan tangan yang ingin membuka pintu seketika terhenti ketika menyadari kehadiran ayahnya di rumah ini.
Inilah yang dia takutkan ketika Clarissa mengajaknya untuk mendatangi Shisi. Yaitu dengan keberadaan ayah mereka di mana Asher memang mengetahui kebiasaan buruk sang ayah yang berubah semenjak kematian ibu mereka.
"Kok bau alkohol, ya?" tanya Clarissa. Wanita itu mengibaskan tangan di depan wajah.
Detik selanjutnya mulut Clarissa menganga dengan bola mata yang melotot. "Apa Shisi mengkonsumsi minuman?" Ada rasa tidak percaya dalam hatinya, tetapi dia tetap menanyakan perihal itu pada sang kekasih.
Asher yang mendapat pertanyaan seperti itu sontak saja menoleh lalu menggeleng cepat. Tidak mungkin Shisi menyentuh barang itu. Tidak fokus pada mimik Clarisa, dia segera membuka pintu lebar-lebar. Ada rasa khawatir yang menguar dalam hatinya.
Pandangan kedua orang itu mengedar, mengamati ruang tamu yang tampak berantakan. Kursi dan meja tidak sesuai tempat. Beberapa botol tergeletak di atas meja. Kulit kacang berserakan di sampingnya juga di lantai. Piring utuh bahkan yang pecah pun ada.
Fokusnya jatuh pada keberadaan pria yang sudah membesarkannya tergeletak di sofa dengan satu kaki yang jatuh menjuntai. Hal yang tidak ingin dia perlihatkan pada Clarisa kini wanita itu menyaksikannya secara langsung.
Asher menggeleng. "Shisi tidak akan membiarkan ini begitu saja jika dia di rumah," ucapnya. Satu kesimpulannya memang Shisi tidak ada di rumah. Hanya saja, Asher mencoba menampiknya. Memangnya mau ke mana anak itu?
"Itu—" Clarissa menunjuk keberadaan pria paruh baya yang memejamkan mata di atas sofa.
Asher mengabaikan, entah pria itu mati atau hidup, dia tidak peduli. Yang ingin dia lihat kini adalah sang adik.
Asher segera memasuki rumah lebih dalam sembari memanggil sang adik, "Shisi!" panggilnya dengan teriakan. Langkahnya membawa dia menuju kamar Shisi dan membuka pintu yang tertutup dengan kasar.
Tidak ada. "Shisi," panggilnya lagi. Kali ini dia beralih pada kamar lain, yakni kamar sang ibu barangkali gadis itu sedang menangis di sana karena merindukan ibu mereka akibat kelakuan ayahnya.
Tidak ada. Nihil. Asher kembali mencari. Bahkan dia memasuki dapur berharap adiknya ada di sana sedang memasak. Meski hati lain mengatakan itu tidak mungkin mengingat waktu yang sudah menginjak tengah hari.
"Shisi ke mana, Sayang?" tanya Clarisa yang memang dari tadi mengikuti langkah sang kekasih. Dia tentu merasa khawatir jika ditinggal sendiri bersama orang mabuk meski tidak sadarkan diri.
"Nggak ada," jawab Asher dengan pandangan gamang. Perasaan buruk kini singgah di hatinya, sebenarnya sejak tadi. Mengepalkan tangan pria itu memukul keras kusen pintu dapur.
"Pria itu." Asher melangkah ke arah ruang tamu dan mendekati ayahnya. "Bangun." Dia menepuk tangan snah ayah.
Tidak ada jawaban. Pandangan Asher jatuh pada botol di atas meja. Dia meraihnya dan melihat masih ada isinya, langsung saja dia menyiramkan ke wajah sang ayah.
"Bangun!" ucapnya dengan teriakan. Dia memukul kaki pria yang tergeletak di atas sofa itu.
Karena sebuah siraman, Lukman. Ayah Shisi dan Asher bangun dengan gelagapan. "Banjir-banjir." Mendudukkan diri, lalu merasakan pening di kepala.
Asher kembali mendaratkan tepukan. Kali ini di bagian pundak. "Mana Shisi?" tanyanya tanpa basa-basi.
Lukman mengusap wajah kasar dengan mengerang. Dia mendongak dan membuka mata secara perlahan. Mencoba mengenali sosok di hadapannya yang sedikit mengabur.
"Ah. Efek minuman sialan," ucapnya dengan kekehan. Dia memukul kepalanya beberapa kali lalu mengucek matanya.
Penglihatan mulai bisa digunakan meski samar. Detik itu juga bibirnya tertarik membentuk senyuman. "Eh? Ada anak ganteng gue," ucap Lukman setengah sadar.
Clarissa yang mendengar itu menganga, dia menutup mulutnya yang terbuka lebar menggunakan kedua tangannya. Asher yang tidak sabar menunggu kembali mendorong sang ayah. "Di mana Shisi?"
Meski Lukman setengah sadar, dia cukup bisa mendengar pertanyaan putranya. Laki-laki itu terkekeh. "Tumben lo tanya dia?"
"Di mana Shisi?" tanya Asher dengan suara membentak. Terlihat jelas rasa tak sabar dari ekspresi dan suara pria itu.
Lukman kembali menerbitkan senyum. Dia menunjuk segala sesuatu yang berantakan di atas meja maupun di lantai. "Lo lihat. Gue semalem abis pesta. Karena gue baru dapat duit banyak. Lo tahu gue dapat dari mana?"
Meski suara ayahnya tidak begitu jelas karena efek mabuk yang sepertinya masih mempengaruhi, tetapi Asher cukup mengerti setiap kata laki-laki di hadapannya.
Perasaan tidak enak kembali menyeruak, dia menggeleng berharap otaknya saja yang overthinking. Hingga sebuah jawaban membuat dia melotot.
"Gua baru aja jual adik lo ke pria hidung belang," jawab Lukman sambil tertawa.
Clarissa lagi-lagi dibuat shok di tempat ini. "Dijual?" bisiknya.
"Kurang ajar!" teriak Asher. Dia segera meraih kaus sang ayah dan mengangkat tubuh laki-laki itu. "Lo jual ke siapa Shisi?
Lukman terbatuk akibat apa yang dia terima. "Katakan. Lo jual di mana Shisi?" Asher kembali berteriak.
"Lo kenapa tanya-tanya? Bukannya lo udah nggak peduli sama dia?" tanya Lukman. Hal itu lagi-lagi membuat satu-satunya wanita di sudut ruangan itu terkejut.
"Oh. Atau lo mau minta uang penjualan dia? Tenang. Gue kasih. Tapi lepasin dulu biar gue ambilin." Lukman mencoba menoleh untuk mencari dompetnya.
Namun, Asher yang sudah terlanjur kesal segera mendaratkan pukulan pada laki-laki di hadapannya. Tidak peduli siapa yang dia pukuli ini adalah sang ayah, Asher terus mendaratkan bertubi-tubi pukulan.
Bahkan saat Lukman sudah terkapar di lantai, Asher tidak henti menendanginya. "Gila lo. Lo jual anak lo sendiri!" teriak Asher.
Clarissa yang melihat sang kekasih tengah lepas kendali, dia buru-buru berlari mendekat dan memegang lengan Asher. "Asher. Asher sudah, Asher. Ayah kamu bisa mati nanti."
"Gue nggak peduli. Orang kayak dia pantas mati." Kakinya tiada henti menendangi tubuh sang ayah. Bahkan panggilan kamu untuk Clarissa kini tak ada.
"Asher udah!" teriak Clarissa. Akhirnya mampu menghentikan kebrutalan sang kekasih. Dia melihat napas Asher yang memburu.
"Udah," ucapnya lagi dengan mengelus pundak Asher. "Ingat. Dia ayah kamu."
Tanpa kata, Asher segera bergegas keluar dari rumahnya, berjalan ke sudut teras dan duduk di sana sembari menyandarkan punggung pada dinding. Wajahnya mendongak, dia menangis dengan tergugu.
Clarisa yang melihat itu ikut merasa kesedihan sang kekasih. Berjalan pelan dia mendekati Asher, lalu duduk di samping pemuda itu. Tangannya terangkat memegang pundak yang terlihat jelas kerapuhannya.
"Asher," panggil Clarissa lirih.
Asher menoleh dengan mata sembab. "Lo lihat?" tanyanya dengan suara lirih. "Lo lihat sendiri. Keluarga gue berantakan." Pria itu menunjuk dadanya dengan kasar.
Clarissa melihat luka dalam dari sorot mata Asher. Dan itu berhasil membuat dirinya seperti bisa ikut merasakan pesakitan itu. Matanya pun memanas, tak terasa menjatuhkan air asin.
"Keluarga gue hancur. Itu kenapa gue selalu nolak kalau lo minta datang ke rumah gue. Gue malu. Gue malu sama keadaan keluarga gue," jelas Asher dengan tangis yang tidak lagi dia tahan. Bahkan sepertinya dia tidak peduli jika sang kekasih melihat air mata berjatuhan di pipinya.
Clarissa yang melihat itu menggeleng. Dia memegang kedua pipi sang kekasih dan membersihkan jejak air mata di sana menggunakan kedua ibu jarinya. "Keadaan ini bukan salah kamu. Kenapa musti malu? Mereka tetap keluarga kamu."
Asher menggeleng. "Gue takut kehilangan lo kalau lo tahu keadaan keluarga gue. Gue takut lo nggak mau sama gue yang keluarganya hancur. Gue takut lo kecewa sama gue."
Air mata semakin berjatuhan dari mata Clarissa. Dia memeluk Asher erat. "Bodoh. Asumsi kamu kejauhan. Kalau begini aku semakin kecewa sama kamu karena kamu ninggalin Shisi sendirian. Yang notabenenya seorang perempuan hidup bersama ayah kalian yang suka mabuk-mabukan. Sekarang lihat apa yang terjadi."
Mengingat Shisi hati Asher semakin merasa teriris. Tangisnya semakin menjadi kala mendapati dirinya telah gagal mengemban amanat mendingan ibunya.
Padahal, saat ibunya sekarat di rumah sakit, beliau menitipkan Shisi padanya. Akan tetapi, dia telah gagal. Entah ke mana adiknya itu sekarang.
Dijual? Asher tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Shisi. Dia mengeratkan pelukan pada sang kekasih, menyerukan wajah pada leher Clarissa dan menangis sejadi-jadinya di sana.
Hingga beberapa saat kemudian, "Kakak."
🦊🦊🦊🦊🦊🍁🍁🍁🦊🦊🦊🦊🦊
Selamat malam.
Maaf mengganggu dan maaf ya kalau isi babnya ini aku ganti. Soalnya, aku lebih merasa srek aja sama yang ini daripada yang tadi.
😁😁😁🙏🙏🙏
Happy suka.
Jangan lupa tekan like dan komennya.
Love you all
😘😘😘
Sehat selalu untuk kalian
🤗🤗🤗🤗😋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top