X-1. PLACE OF CONTRACT

Lab. Komputer I—kelas VIII-E, SMP 1 Piji

Jam pelajaran 1&2: TIK

###

Laboratorium Komputer lama itu memang sepantasnya dirobohkan.

Coba dengarkan kipas-kipas pendingin pada kisi-kisi tembok berpusing tak beraturan. Suaranya begitu cempreng, lama-kelamaan mampu memecah gendang telinga siapa pun yang mendengar. Coba lihat kabel-kabel penghubung perangkat keras terburai ke mana-mana, warnanya tercampur dengan karpet hitam sehingga bisa saja membuat seseorang tersandung mendadak saat lewat. Lampu penerangan amat temaram karena wattnya begitu kecil, sangat tak cocok sebagai ruangan lab sebab semua murid tak punya kekuatan penglihatan malam.

Sebenarnya kepala sekolah sejak lama sudah menyuruh untuk menata ulang laboratorium tersebut, tetapi tak kunjung dibenahi juga. Karena tidak ada akomodasi, para guru penanggung jawab beralasan. Entah tidak ada karena habis dimakan korupsi atau hilang diambil tuyul. Memang orang dewasa kalau beralasan itu cukup lucu.

Benar-benar menyedihkan.

Sudah yakin sekali pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi ini, para murid kelas VIII-E tak bisa memfokuskan perhatian untuk mencari ilmu di sekolah yang katanya serba-apa adanya itu. Dengan alasan tersebut, tiap-tiap murid punya dalih apabila nanti mendapat nilai buruk dalam ujian atau gagal memenuhi kriteria ketuntasan minimal.

Belum juga tenaga pengajar yang betul-betul selayaknya tak usah mengajar lagi, dikarenakan usianya telah terlampaui sepuh dan bisa-bisa gejala demensia malah menyesatkan ilmu yang seharusnya dimiliki serta diserap para anak sasian. Lihatlah betapa keriputnya wajah dan kulit si guru, betapa berlapis-lapisnya kantung mata si guru, betapa tak terkendalinya tremor si guru. Apalagi suara beliau yang keluar amat kecil lagi terbata-bata mirip jeritan celurut yang tersepit jebakan tikus.

Sudahlah, mending beliau pulang dan berobat ke dokter lalu menulis surat wasiat. Daripada mengajar di sekolah, tetapi tidak becus menerangkan materi. Siswa saja kalau sakit, disuruh pulang. Seharusnya guru pun juga begitu.

Benar-benar membuat muak.

Maka dari itu, sudah sewajarnya bagi para murid untuk memberontak. Tengoklah, ada yang menggunakan meja komputer sebagai bantal tidur, ada yang memasang penyuara telinga, ada yang sibuk melakukan vandalisme terhadap meja serta dinding, ada yang berkerumun dan mengobrol.

Selain itu, Laboratorium Komputer sudah menjadi kesempatan emas bagi para murid untuk mengakses internet. Mereka membuka media sosial, lainnya bermain gim daring, berselancar di dunia maya, atau sisanya iseng menjelajahi situs-situs dewasa seperti kasus pembunuhan, narkoba, konspirasi, bahkan membuka pornografi!

Ah, benar-benar masa sekolah menengah pertama yang indah.

"Aku bosan."

Tak terkecuali bagi seorang remaja laki-laki yang rambutnya disemir cokelat, duduk di barisan paling belakang ini. Nama dia adalah X. Kalau tak percaya, lihat saja tanda pengenal yang terjahit di saku kiri. Di situ tertulis "X" saja. Sumpah.

Remaja yang memiliki tatapan mata serius, kedua alis tebal menukik, serta ekspresi garang itu, benar-benar bernama X. Tubuhnya kurus, tinggi badan rata-rata remaja sebaya, juga dia punya tahi lalat di pipi kanan.

Saat ini, X benar-benar bosan. Hanya memandang layar rumah desktop pada monitor. Apa yang akan X lakukan jika dia bosan?

X menoleh kepada dua temannya yang duduk di sebelah kanan dalam sebaris. Satunya mengenakan jaket merah bertudung, hidung serta telinganya ditindik. Satu lagi melakukan gaya duduk mengambang di udara dengan menyeimbangkan kursi terhadap meja dan tembok menggunakan kaki.

"Hei, Ye, Zet. Aku bosan nih. Enaknya ngapain, ya?"

Ye hanya diam saja mengamati layar komputer mati yang memantulkan wajahnya, sedangkan Zet memusatkan titik berat supaya keseimbangan kursi berikut tubuhnya terjaga.

"Woi, kalau orang tanya itu dijawab—"

"X, itu ...."

Baru hendak X berang, Ye menunjuk pada seorang siswa di arah jam dua, beberapa meja di depan. Siswa itu mengenakan penyuara jemala, dengan ekspresi bergairah, jari jemarinya menari-nari di atas papan tombol dengan sangat gesit.

Siswa tersebut membuka semacam menu berisi teks unik mirip kode atau sandi komputer, bahwa teks unik itu terus-menerus bertambah seiring tangannya sinambung mengetik.

X menyunggingkan senyum miring.

"Ditto boleh juga."

X lantas mengalihkan layar dari status screensaver--animasi gelembung melimpah warna-warni yang melayang-layang--lalu membuka aplikasi dengan ikon rubah berekor api, kemudian mengetikkan alamat situs yang dia hafali.

Dimulai dengan waring wera wanua www.

Ditengahi dengan nama indah XXX.

Diakhiri dengan domain .com.

Mengetahui tingkah tersebut, Ye membuyarkan lamunan dari layar hitam, sedangkan Zet menyudahi gaya duduk mengambang di udara. Keduanya bangkit, berjalan menghampiri si laki-laki berambut semir cokelat, berdiri di belakangnya.

"Memangnya tidak apa-apa, ya, kalau buka XXX? Nanti kalau ketahuan sekolah bagaimana?" tanya Ye, membungkukkan badan guna menampak layar monitor X. Anak rambut Ye sempat meluncur dari balik tudung jaketnya.

Sementara itu, Zet merentang kedua lengan, bersemangat. "Tenang saja! Kata Totok kelas 8-D, kemarin dia pas pelajaran TIK buka XXX dari awal sampai akhir, tapi ndak* ketahuan sama guru!"

(*ndak= enggak)

Ye membelalakkan mata. "Kakekane*, edan tuh! Padahal 'kan gurunya Bu Eni!"

(*Kakekane= umpatan daerah, yang sangat kasar dan tidak sopan)

"Makanya, kalau gurunya malah si Tua Bangka itu, ya, harusnya aman-aman saja, lah!" sergah Zet.

"Kakekane, kalian, bisa diam tidak?!"

Sebuah bentakan menghentikan ocehan mereka.

"Woi, jangan keras-keras! Nanti ketahuan!" Ye dan Zet kompak berbisik-bisik, seolah mengingatkan hardikan barusan.

Padahal X tengah asyik-asyiknya menggulir layar berlatar belakang hitam; matanya tak berkedip, memandangi satu per satu thumbnail wanita-wanita seksi berbagai pose, dan dia harus menentukan satu pilihan semi-acak dalam waktu singkat; sementara kedua temannya tak kenal henti berpura-pura menjerit kaget tiap kali thumbnail baru muncul.

X tak kuasa geram. Dengan menahan nafsu sensual, lelaki itu mengeklik salah satu gambar.

"Wah, wah, wah, aku ndak percaya kalau seleramu itu BDSM, X."

"Wah, apa itu! Aneh!"

Ye dan Zet berdecak-decak heran sambil geleng-geleng.

Halaman yang terbuka menampilkan seorang wanita berkulit putih tanpa busana, tubuhnya diikat oleh tali hitam yang melingkar di sekujur badan, lengan, juga kaki, sedangkan mulutnya disumpal oleh sesuatu yang ganjil.

X mengertakan gigi. "Ih, ndeso* kalian. Berdiri sana*!"

(ndeso= kedesa-desaan
"Berdiri sana" maksudnya alat vital mereka yang berdiri)

X mengeklik ikon silang di pojok kanan atas, balik ke halaman yang menampilkan berbagai thumbnail wanita seksi. Lelaki yang diliputi hasrat nafsu itu menggulir layar lagi dan lagi, terus dan menerus, menonton gambar-gambar tak senonoh, memuaskan syahwatnya.

Suara kekagetan, suara desahan khas laki-laki, bunyi cempreng kipas pendingin, suasana ruangan yang temaram, suara berisik dari para remaja yang berbincang-bincang, keheningan dari sebagian remaja yang berdiam saja, suara guru yang mengajar. Kesemuanya itu menjadi saksi di dalam Laboratorium Komputer lama ini.

Layar statis memenuhi isi kepala tiap-tiap manusia.

Saat itulah, ketika X sedang sibuk memilah-milah gambar tak senonoh di situs dewasa, sebuah iklan pop-up muncul. Suatu kotak dialog bergambar aneh, diliputi aura misterius dengan ikon tengkorak hitam, kemenyan, lipan--khas perklenikan. Ada sebaris kalimat yang menarik sekaligus mengganggu perhatian X.

Balaskan dendammu sekarang juga dengan jasa kami

"Ini ... apa, ya?"

Tanpa intensi, secara refleks, jari X menggerakkan tetikus, mengarahkan kursor ke iklan yang aneh tersebut, kemudian mengekliknya.

Tiba-tiba, halaman web beralih ke situs lain.

X membeliakkan mata. Ye dan Zet terheran-heran. Terbukalah sebuah situs daring, menampilkan satu per satu fitur sampai halaman termuat sepenuhnya.

" 'Santet Online'?"

Situs santet daring, memiliki tema dan tata letak cukup simpel, sehingga mudah dipahami. Di bagian atas tertulis "Santet Online V.1.5", kemudian di bagian tengah adalah spesifikasinya: santet atas nama siapa, nama orang yang mau disantet, jenis santet yang bisa dipilih, dan kekuatan santet yang dapat diukur.

"Owalah .... Ini santet online yang lagi tren itu, ya?"

X menyeringai licik, lalu berbalik. Ye pula Zet yang berdiri di belakang tampak kebingungan.

X, apa yang akan kau lakukan?

"Ye, Zet, siapa kira-kira yang akan kita santet?"

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top