Ex-2. ADMIRABLY

Kabar bagus mangsa tampak ketakutan. Si Culun itu tidak ada apa-apanya senyampang dibandingkan Ex dan kawan-kawan. Andi hanyalah satu sel mikroorganisme lemah yang dapat dikalahkan dengan mudah oleh spesies-spesies mikrob lainnya dalam kompetisi nutrien.

Namun, yang namanya jasad hidup, pasti memiliki strategi tertentu guna tetap sintas serta lolos dari seleksi alam. Bukan kekuatan maupun kepintaran sebagai tolok ukur, melainkan fit dan efisiensi-lah yang jadi penentu.

Seperti Andi. Dia menggumam kata-kata tak jelas sambil memasang raut tampang serius, seolah tengah mempersiapkan sesuatu.

"Bagaimana ini, sepertinya si Culun itu sedang merencanakan mau melaporkan kita ke guru lagi." Ex memasang ekspresi tak terima.

Andi pun bangkit dari kursi, memejamkan mata seraya berseru, “Pak Djatmiko, ini muridnya ada yang nakal!"

Peluru telah diluncurkan. Mode peperangan diaktifkan. Ex, Ye, dan Zet menyiapkan peluru balasan.

Namun, sepertinya itu tidak perlu. Karena sudah ketahuan siapa pemenangnya. Pak Guru sepuh tak merespons, malahan tetap asyik mengajar bagai robot. Bedanya, robot yang ini sudah usang, hampir masuk masa kedaluwarsa untuk dibuang ke tempat rongsokan.

Ex menjulurkan lidah tepat menusuk udara sejajar Andi. Ternyata laki-laki berjaket itu memasang tindik di lidahnya.

Lihatlah, Andi, lihat sekelilingmu. Andi terbelalak tak percaya atas apa yang dia lihat. Teman-teman sekelasnya sama-sama hanyut dalam dunia masing-masing, larut terbawa imajinasi yang terbentuk oleh kesesatan dunia maya.

Ye mengembus napas lega. "Jangan sampai ketahuan Mbah itu, meski dia tidak bisa memarahi kita, tetapi dia sering lapor ke Bu Gedang BK. Ah, sungguh merepotkan kalau harus berurusan dengan Gedang."

Sementara itu, Ex mengetuk meja dengan jemari, mengentak lantai dengan sepatu. Pandangannya terpaku pada sosok Andi, menanti sesuatu yang hebat terjadi. "Lama, ya, santetnya ...."

"Ya gak langsung terkirim, lah. Siapa tau setannya punya banyak pekerjaan, jadi giliran kita masih lama, harus menunggu dengan sabar," terang Ye.

Zet menaikkan sebelah alis. "Kok kamu tau Ye? Apakah kamu pernah berurusan dengan perdukunan?"

"Ya enggak lah! Mikir pakai logika, dong!"

Suara bel tanda pergantian jam pelajaran berdering dari sudut langit-langit Lab. Lantunan khas, "Waktu pergantian pelajaran~" menggelitik lembut indra pendengaran.

Selesainya kelas TIK berarti kunjungan ke surga sekolah duniawi telah usai. Para siswa mengembalikan layar ke desktop, mengeklik fitur "shut down". Setelah itu, mereka membereskan barang dan bersiap-siap. Seusai Pak Guru mengizinkan, satu demi satu siswa berjalan menuju pintu eksit.

Ex, Ye, dan Zet memilih keluar paling terakhir.

“Kakuati*, aku lupa menyembunyikan jaketku!” Ex merutuki kelalaiannya yang seharusnya mengantisipasi pertemuan dengan guru BK. Ye dan Zet tertawa mengejek.

(*kakuati= umpatan daerah yang bersifat ringan, tetapi tetap saja tidak sopan)

Sebelum berpisah dengan Lab Komputer sebagai saksi bisu awal tragedi ini, Ex menyaksikan sesuatu di meja depan. Pak Guru sepuhnya menyeringai lebar, menampakkan barisan gigi setajam taring. Guru itu menoleh, memelotot lebar-lebar kepada Ex.

Ex bergidik ngeri.

Zet dan Ye menanyakan mengapa kawannya macam habis menyaksikan penampakan hantu, tetapi Ex yang sudah melipat rapi jaketnya menggeleng lalu mengajak kedua orang itu keluar. Guru mereka bergeming, mematung dalam posisi duduk.

***

Kelas VIII-E merupakan ruangan yang sama layaknya kelas-kelas lain di SMP Piji. Kau bisa menjumpai meja serta kursi bagus, kipas angin model baling-baling panjang, papan tulis hitam pula putih, dan sebagainya.

Bedanya, kelas ini menjadi salah satu partisipan dalam mengembangbiakkan satwa lokal yang kini telah dianggap langka oleh pemerintah, membuat kelas VIII-E memiliki objek wisata yang menarik siswa kelas lain atau guru datang berkunjung untuk menyaksikan. Lihatlah pada sudut-sudut plafon dijumpai adanya lubang. Dari situ, burung hantu mengintip dengan tatapan melotot, menjulurkan kepala. Kadang satwa itu membikin kaget siswa ataupun guru.

Tercetak bekas basah di sekitar lubang, mungkin air kencing atau hasil berak keluarga burung hantu. Tak dapat dibayangkan bagaimana menyengatnya bau yang ditimbulkan jikalau musim hujan tiba, apalagi jika atap bocor, air kecokelatan menetes-netes mengenai siswa yang tengah fokus belajar.

"Lihatlah, Ex! Si Brandon mengawasimu!"

Ye dan Zet tergelak menunjuk pojok langit-langit bahwa burung hantu menatap dengan sepasang mata belok warna hitam. Kebetulan mereka berdua beserta Ex duduk di barisan paling belakang, dengan Ex ada di pojok kanan dekat jendela nako.

"Woi, kakuati! Hewan kok gak ada tata krama, main ngintip aja!" Ex melempari kapur, membuat burung hantu bernama Brandon sembunyi. Lelaki berjaket merah maroon itu tertawa puas.

Selain burung hantu, kelas VIII-E juga punya objek wisata lain yang tak kalah terkenal, "Fault in Class".

Terdengar suara menyerupai benda kaca pecah. Ye dan Zet terbahak seraya menonton lantai di bawah meja Ex. "Wah, wah, Ex. Sepertinya hari ini adalah hari keberuntunganmu!"

"Kakuati."

Ex merutuk. Sejumlah petak ubin di bawah kakinya terdorong ke atas dan lama-kelamaan pecah-pecah. Lelaki itu mau tak mau pindah tempat, menggeser meja pula kursi.

Lantai retak-retak tersebut kemungkinan terjadi sebagai akibat kelalaian dalam memasang petak ubin, atau karena kontur tanah yang tidak rata, sehingga timbul udara yang mendorong tegel keluar, membentuk semacam rekahan. Kadang kala suara retakan yang timbul membuat suasana pelajaran yang khidmat menjadi kacau, fokus siswa terganggu.

Sementara itu, Andi berdiri meratapi meja pula bangkunya. Banyak tulisan dari pena koreksi, pena penanda, tinta spidol, bolpoin, dan lain-lain, yang kesemuanya bernada serupa: "Andi-si-Culun-mati-aja-sana".

PENGKHIANAT

TIDAK TAHU MALU

TUKANG NGADU

ISENG

MAKAN INI

KASIHAN DEH LO

LELAKI BAJINGAN

CUPU LO MAJU SINI

Jam dinding menunjuk angka sepuluh pada jarum pendek dan satu pada jarum panjang.

"Siapa yang nulis ini?" Andi memandangi teman-temannya yang tak mengindahkan.

Ex mengakak, lalu bertutur, "Tidak tahu? Si Brandon mungkin. Kan dia burung yang pintar, kalau soal nulis aja bisa, lah."

Ye menyungguhkan. "Iya, iya, benar! Burung hantu kan pintar kayak burung gagak. Aku pernah lihat video kalau burung gagak bisa nulis kata-kata manusia di atas kertas!"

Andi mengeratkan kepalan tangan. "Mumpung jam kosong," gumamnya, "tidak ada guru." Laki-laki berkacamata tersebut melangkah menuju pintu kelas.

Akan tetapi, Ex, Ye, dan Zet telah terlebih dahulu mencegatnya.

"Mau ke mana, Culun?"

"Pasti mau ngelaporin kita, ya?"

Setelah mengatakan itu, Ye serta Zet mencekal masing-masing lengan Andi. Kemudian, datang Ex yant meremas pipinya seraya menyeringai supresif.

"Kalau jadi laki-laki itu, harus berani berkelahi ...."

Momen berikutnya, Andi diseret paksa menuju lapangan sepak bola. Tubuhnya dilempar menghantam tanah lempung, digelitiki rerumputan. Berikutnya, si ketiga remaja menarik kerah berikut dasinya, memukuli wajah bertubi-tubi hingga babak belur. Andi meringis menahan perih. Setelahnya, Ex, Ye, Zet menendangi perut serta kakinya, menginjak-injak sekuat tenaga.

Andi terkulai lemas, tak mampu bergerak. Benjol tumbuh pada dahi pula pipi, memar menghiasi sekujur kulit. Seragam putih birunya jadi kotor. Rambut dipenuhi debu. Tiga remaja perundung meninggalkan begitu saja.

Andi meratapi nasib, memandang langit biru nan cerah. "Tolong hentikan ... santet itu berbahaya ...."

***

Di bangku panjang pada teras kantin nan sepi, Ex, Ye, dan Zet duduk bersantai-santai, menaikkan kaki ke meja. Mereka bertiga sudah berganti seragam olahraga, menikmati es teh dalam plastik sambil mengobrol-ngobrol.

Ex menyedot es teh sampai tandas. "Si Culun itu, beraninya dia ngadu-ngadu ke guru! Tahu rasa dia kita hajar!"

"Benar! Benar! Sudah betul kita beri dia pelajaran biar kapok!" Ye membenarkan.

Zet tergesa-gesa, "Ah, cepat! Olahraga sudah mau dimulai!"

Ketiga remaja itu membuang plastik ke sebarang tempat di dekat teras, membuat ibu-ibu kantin hanya bisa geleng-geleng kepala.

Tanpa disadari, seorang remaja berdiri di teras, mematung dengan ekspresi penuh teka-teki.

Mata merahnya menatap.

Mata merahnya menatap nyalang.

Mata merahnya menatap nyalang diliputi amarah.

###

9 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top