Ex-1. CONGRATULATE
FAJAR ini, sesosok mayat siswa sekolah menengah pertama ditemukan oleh warga di saluran pembuangan air dekat SMP Piji. Kondisi mayat sangat mengenaskan, tubuh membusuk dan beberapa bagian terkoyak-koyak, diduga akibat terbawa aliran arus air yang deras. Korban diketahui merupakan siswa SMP Piji bernama Ex, yang sudah berhari-hari dikabarkan menghilang. Saat ini, polisi tengah meminta keterangan dari beberapa saksi yang merupakan teman sekelas korban.
###
❝First Ex❞
BERBAGAI pikiran berkecamuk di dalam benak setiap siswa. Mereka hanya bisa duduk terpaku menatap layar monitor, sementara beban-beban pikiran terus memenuhi kepala dan berputar-putar leluasa di dalamnya.
Laboratorium Komputer nan sesak dengan tata ruang buruk sungguh memuakkan bagi siswa yang hendak bergerak bebas maupun mencari ruang lebih. Suara kipas-kipas reyot yang ricuh berotasi dari ventilasi-ventilasi kecil di tembok kian merusak kenyamanan pendengaran. Bahkan kabel-kabel dibiarkan terurai di atas lantai, walau diusahakan dibalut karpet pun tetap saja tersingkap, dan hal tersebut begitu menganggu sebab beberapa siswa yang lewat sempat tersangkut sepatunya di antara kabel lalu mereka hampir-hampir tersandung karena itu.
Guru pria sepuh di depan yang mengajar dengan suara lirih pun amat menjemukan, sementara tubuh dan penampilannya usah dipertimbangkan kalau-kalau ada kejadian yang menyusahkan seperti limbung seketika dan kemudian beliau harus cek dan berobat ke dokter secara berkala. Lihatlah bahwa sebagian besar kulit beliau telah keriput, tangan gemetaran saat perlahan mencapai tetikus, dan mata berkacamata beliau sayup-sayup berjuang menatap layar monitor.
"Apa sih yang Mbah itu terangin?"
"Gak jelas. Mau bolos aja. Pensiun aja, Pak! Pensiun!"
"Ruangannya sempit, masih aja dipakai terus!"
"Ya ampun, aku gak masuk sama sekali sama pelajarannya!"
"Itu bapaknya ngomong apa kemu?"
Ya, memuakkan, membosankan, menjemukan, menjengkelkan, menyebalkan. Semua itu merasuk ke dalam diri tiap-tiap siswa kelas tersebut, sedangkan mereka semestinya harus mendapat kegiatan belajar-mengajar yang patut lagi layak. Dengan begitu, walau jarum jam baru menunjuk angka tujuh dan tiga, para siswa mulai merasa tak tenang.
Maka, mereka harus melenyapkan rasa tak tenang itu, bukan?
Laki-laki di belakang bagian tengah memulai aksinya. Dengan mengarahkan kursor pada pojok kanan atas, dia menutup lembar Ms. Excel. Berikutnya, si lelaki membuka aplikasi browser dengan ikon G, dan tanpa ragu mengetik kata kunci "game online". Setelah itu, dia mencolokkan kabel ke lubang pada CPU, memasang headphone ke kepalanya, selagi menggulir layar dan menunggu halaman dimuat.
Selesai halaman termuat, muncul tampilan gim daring bergenre aksi-militer yang tampak seru. Jari-jemarinya langsung berkutat di atas papan ketik, menari dengan lincahnya kemudian, sedang mata si lelaki tanpa berkedip menatap layar yang terus-menerus bertransisi menyorot flash berulang kali.
"Ditto boleh juga ... !"
Teman-teman di sekeliling yang sedari tadi menonton aksinya, kini berseru, laksana terkena tembakan ide yang langsung menghunjam tepat pada otak. Satu per satu siswa menutup lembar kerja Ms. Excel, kemudian membuka browser, memainkan aplikasi gim, mencolokkan flashdisk atau kabel USB, memasang headphone pada kepala.
Mereka luput dalam jangkauan tangkap mata si guru nan jauh di depan, maka cukuplah aman jikalau kegiatan semacam itu dilakukan tanpa henti. Para siswa berlaku acuh tak acuh, asyik dengan monitor masing-masing tanpa perlu melaksanakan kewajiban untuk mendengar dan memperhatikan suara lirihan guru-sepuh-keriput-mata tua yang agaknya tak perlu didengar dan diperhatikan lagi, toh para siswa tengah menikmati saat-saat ini dengan puas sekali.
Para siswa merasa senang!
Sementara itu, teman lain yang lesu, bertopang dagu, atau tertidur dengan posisi duduk, atau setengah tertidur dengan menyembunyikan kepala di antara tangan yang bersila di atas meja, masih saja tak tahu harus apa, sedangkan suara guru yang mengajar di depan, dengan suara rendah beliau, tak dapat telinga mereka tangkap sehingga para siswa di belakang itu pun tidak mendapatkan apa-apa selain rasa kemalasan yang hinggap.
Makanya, mereka harus menghilangkan rasa bosan ....
Perhatikan bahwa siswi berkerudung yang setengah tidur, diam-diam memainkan tangannya menyelipkan earphone menelusup masuk melalui kain yang menutupi telinga kanan dan kiri. Perhatikan lagi bahwa kini siswa yang sebelumnya tidur, telah memasang headphone dan asyik menggoyang-goyangkan kepala dan sesekali mengejam mata seolah sangat menikmati suara yang ditimbulkan dari playlist musik yang dia putar. Lihat juga para siswa yang awalnya lesu malah tiba-tiba menjadi semangat karena berkutat dengan monitor dan tetikus, turut mengikuti aksi-aksi yang dilakukan teman-temannya.
***
Para siswa VIII-E menikmati keseruan kala memanfaatkan fasilitas Lab Komputer dengan sebaik-baiknya.
BERBAGAI kekalutan memenuhi isi pikiran seorang siswa berambut hitam pendek yang duduk di barisan bangku paling akhir. Lengan jaket merah maroon-nya digulung hingga siku. Tangan disilangkan di punggung kepala. Kedua kaki diangkat dan diluruskan di atas meja. Serta, dia tidak sekali pun kehilangan keseimbangan, malah dia amat menikmatinya.
Ada seseorang yang memanggilnya. “Hei, Ex, aku bosan."
Mata hitam siswa berjaket maroon bernama Ex itu mengerling ke kiri. Siswa lain yang memanggil, si pemilik suara, duduk di sebelah dan posisinya sama sepertinya. Siswa pemilik suara itu mengecat rambutnya jadi berwarna hitam kecokelatan.
Ex mendeceh. “Ye, kenapa kamu gak ke Jembatan Sambung dekat sekolah, lalu terjun ke sungai, terus mati aja?”
Si siswa yang dipanggil Ye melenguh, mengatakan bahwa Ex lebih pantas disebut kinco daripada konco.
“Kinco itu apa?”
“Isi perut bandeng, goblok.”
Ex naik pitam. “Eh, woles, dong? Berani banget kau manggil aku goblok?!”
Perbincangan kecil itu menjadi pemantik satu remaja lain bernama Zet untuk ikut menimbrung. Setelah bersoal ‘Hei, kalian lagi apa?’, dia melakukan hal yang biasa dilakukan oleh remaja seusianya di kala ingin ikut mengobrol: mengentak lantai, menepuk bahu, menyilangkan tangan, mengedik kepala, lalu--
“Zet, diam.”
“Zet, diam.”
Oke, Zet terdiam.
Ada baiknya kita mengulas singkat siapa saja tokoh di dalam adegan ini. Ex adalah remaja yang mengenakan jaket merah maroon, Ye merupakan remaja biasa, Zet pula merupakan remaja biasa. Terus, apa bedanya Ye dan Zet? Cuma di sini akan diberi tahu ya, bahwa Ye itu suka memelihara kucing, sedangkan Zet alergi udang dan kerang.
Tapi, bohong.
Ketiga remaja tersebut tampaknya bersahabat, mungkin. Mereka berkerumun di barisan belakang ruangan Lab Komputer selagi mengabaikan materi yang diulang guru sepuh, mungkin. Ex, Ye, dan Zet adalah anak yang nakal, mungkin. Sekarang mereka terlihat bosan dan tidak tahu mau melakukan apa, mungkin.
Mengapa pakai 'mungkin' semua? Karena takut kalau salah.
“Aku bosan.”
“Aku juga bosan.”
“Aku pun iya.”
Oke, tebakan di kalimat terakhir benar.
Ex mengeluarkan bunyi ‘cek’ dari lidah. “Aku bingung mau melakukan apa, karena kita ‘kan anak nakal, yang juga suka menindas si culun. Menurut kitab yang aku punyai, haram bagi kita untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Tapi, argh, aku bosan!”
Jika sudah bosan, apa yang akan diperbuat untuk mengenyahkan perasaan itu?
“Hei, bagaimana kalau santet online yang akhir-akhir ini sedang tren di media sosial?” Ye tiba-tiba mengusulkan. Selepas kedua temannya menanyakan apa itu, dengan memasang wajah terheran, Ye melanjutkan, “Santet online itu, yang isinya kita menuliskan nama pengirim santet dan nama target santet, kemudian kita bisa memilih jenis santet yang ingin dipakai dan kekuatan santetnya. Kita bahkan bisa membunuh seseorang dengan ini, lo, katanya! Ya, itu cuma kata orang sih, bisa saja omong kosong saja.”
Tanpa basa-basi, Ex dan Zet membalas, “Ide yang bagus!”
Tiada fa-fi-fu maupun ba-bi-bu, Ex yang kebetulan berada di mejanya, langsung membuka browser dan mengetikkan kata kunci “santet online”. Ye menggeser kursinya mendekat, sementara Zet berdiri tepat di belakang kedua orang itu.
Selesai halaman termuat, laki-laki itu mengeklik hasil pencarian paling atas. Beberapa momen kemudian, muncul tampilan berikut.
“Wow! santet online! Jadi kayak gini ya santet online itu!” seru Ex kagum.
“Aku udah coba kemarin, tapi gak jadi kukirim karena aku masih belum percaya sama santet,” aku Ye si laki-laki rambut hitam kecokelatan.
Ex, begitu pun Ye dan Zet, mengabaikan Pak Guru sepuh di depan yang mengajarkan cara membuat grafik batang menggunakan Ms. Excel. Ketiga remaja malah itu asyik dengan penemuan mereka: santet daring. Terlalu antusias, sangat sayang untuk dilewatkan.
“Siapa yang mau kita kirimi santet?” tanya Ye.
Ex menyilangkan tangan, meremas lengan jaket yang menggulung. Ye terdiam, mematung menanti ide muncul. Zet menggaruk-garuk rambut kepala yang tampak mengilap di bawah keremangan lampu watt kecil.
“Aha! Aku tahu!”
Seruan Ex membuat kedua temannya terkejut, lantas penasaran.
“Siapa? Siapa?”
Ex mengikik. “Bagaimana kalau Andi? Si Culun yang sok-sokan mengadu ke guru, padahal aslinya gak tau dan gak bisa apa-apa kalau disuruh melakukan apa pun.”
Ye tampak berpikir. “Oh, balas dendam, ya?”
Zet menyergah, “Lebih tepatnya, memberikan pelajaran, bukan?”
“Betul. Ayo kita buat si Culun itu kapok, Ye, Zet!”
Langsung Ex lekas mengisi kolom-kolom kosong, meski pengetikannya membutuhkan waktu lumayan lama karena laki-laki berjaket itu belum terbiasa.
Ye dan Zet memberi salut sembari bertepuk tangan, membuat Ex makin besar kepala. Ye menjulurkan badan guna mengecek isinya sekali lagi, diikuti Zet.
“Kenapa nama pengirimnya ‘Kelas VIII-E’, Ex?” soal Ye.
Ex ada ide cemerlang mengenai perihal tersebut. Apabila seluruh temannya mengirim santet kepada Andi, bukankah berarti Andi memang menjadi korban perundungan? Dengan begitu, Ex bisa leluasa menindas si Culun itu kapan saja. Ye dan Zet manggut-manggut mendengar penjelasan si lelaki berjaket merah maroon. Ex pun berdiri, setengah berteriak kepada teman-temannya di ruangan lab ini.
“Teman-teman, kita akan memberi pelajaran kepada Andi yang menjadi anjing guru BK. Bagaimana menurut kalian?”
Akan tetapi, kebanyakan dari mereka tidak peduli. Banyak yang asyik sibuk sendiri dengan dunia maya masing-masing: main gim daring, berselancar di media sosial, mengikuti perkembangan kabar idol. Apabila semua diam-diam begini, artinya mereka setuju-setuju saja.
Termasuk remaja yang memakai penyuara jemala, laki-laki dengan lencana OSIS di lengan kiri, perempuan berbadan besar. Juga tiga siswi yang curi-curi pandang ke Ex dan kawan-kawan.
“Oke, karena kalian tidak ada yang protes, berarti kami anggap setuju semua, ya?”
Ex mengerling seorang laki-laki berkacamata yang duduk di pojok kanan depan, terkesan terpisah dari siswa lainnya. Pada dada kiri terbordir nama Andi. Lelaki tersebut mematung, mungkin saja dalam hati merasa ketakutan. Ex menyeringai senang, membayangkan apabila hal itu memang benar terjadi.
“It’s show time!”
Ex mengeklik tombol kirim, diiringi tawa cekikik baik dari dia, Ye, maupun Zet.
Santet Anda telah terkirim!
###
9 Desember 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top