Eks-1. REPLAYING MURDER

~THE ORIGIN

Laboratorium Komputer tengah digunakan sebagai sarana kegiatan belajar-mengajar. Guru pria berumur duduk di kursi pojok depan, menerangkan materi menggunakan laptop yang terhubung proyektor sehingga tampilan monitor terpampang ke layar dinding.

Akan tetapi, tampaknya sebagian besar siswa tak mendengarkannya, terutama para laki-laki di belakang, yang malah asyik menimbrung dan mengamati seorang laki-laki bernama Eks yang memainkan komputer seenak hatinya.

Klik! Klik! Klik!

"Whoaa ... !" seru para laki-laki penonton.

"Hei, apakah itu situs santet online yang sedang tren?" Salah satu murid perempuan menjulurkan kepala, bertanya dengan amat antusias. Ia mengenakan jaket warna biru navy.

"Iya, aku berhasil membukanya," jawab Eks, "Keren bukan?" Ia mengedipkan mata kanan kepada perempuan tadi.

Para kaum hawa seketika berkisik-bisik.

"Nama siapakah yang akan kau masukkan?" tanya lelaki dengan ekspresi jahil. Rambutnya acak-acakan bagai orang yang baru bangun tidur.

"Ah! Bagaimana kalau Andi saja!" usul laki-laki berbadan jangkung. "Dia 'kan murid terpintar dan paling dibenci di kelas, bukankah paling cocok?"

Eks mengiakan, lalu menggerakkan tetikus, mengeklik kotak dialog nama kemudian mengetikkan “Andi”. Berikutnya, ia menekan enter.

Tampilan yang keluar pada layar monitor adalah kotak dialog berikut.

Selamat!

Santet berhasil dikirim. Tunggu hasilnya dalam waktu 24 jam.

Terima kasih!

Jangan lupa kompensasinya!

Andi, laki-laki yang duduk di bangku paling belakang di pojok kanan—terkucilkan—merasa merinding ketakutan. Ia tak dapat melakukan apa pun selain mengernyitkan alis serta menunjukkan ekspresi takut, gemetar gelisah.

***

EKS GANG❞

“Semuanya, ayo gunakan situs santet online untuk menyantet orang-orang yang kalian benci!”

Masa sekarang tengah berlangsung kegiatan menuntut ilmu mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi yang dilaksanakan di Laboratorium Komputer. Tidak ada guru yang mengajar karena saat ini masuk sesi belajar mandiri.

Eks adalah penguasa temporer Laboratorium Komputer, dan tidak ada satu pun yang bisa membantah titahnya. Ruangan luas dengan berbagai fasilitas nan modern lagi canggih itu menyediakan monitor layar tipis dan CPU prosesor tinggi, tampaknya merupakan versi terkini. Siswa-siswi VIII-E menggunakan prasarana sekolah semaksimal mungkin supaya akomodasi yang disediakan tidak sia-sia.

“Eks, nama siapa yang akan kutulis?”

“Terserah mau siapa saja boleh, ‘kan?”

Duduk di kiri-kanan Eks, ialah dua orang remaja, satunya berambut semir warna merah kehitaman, satu lagi mengenakan jaket serta mukanya dipasang tindik, mengajak berbicara santai seolah-olah tidak membaca situasi nan serius.

“Jaga mulut kalian, diantoki*!” Eks memekik berang, tak percaya dwiremaja yang merupakan asistennya itu bisa berkata seenak jidat.

(*diantoki= pelesetan "jancuk", umpatan kasar dalam bahasa Jawa)

“Ah, maaf,” tutur si remaja rambut merah kehitaman dan si remaja berjaket. Keduanya bersikap tegap bersungguh. Merekalah Ye dan Zet.

Eks yang secara penampilan mungkin terlihat seperti siswa SMP belaka, rupanya mempunyai status tinggi di sekolah. Di mana pun berada selalu menguarkan aura karismatik nan membuat siapa saja bakal segan, bahkan guru sekalipun.

Kembali ke awal dialog teks, Eks memerintah seluruh teman sekelasnya untuk membuka situs santet daring, kemudian mengirim sihir hitam tersebut kepada seseorang yang dibenci. Beberapa remaja langsung melaksanakan, lainnya masih ada yang kebingungan.

“Bagaimana ini? Aku tidak punya orang yang kubenci.”

“Sebenarnya siapa saja boleh kok, asal kamu enggak suka dengan orang itu. Misalnya, narapidana yang muncul di TV atau koran, atau orang gila yang suka berkeliling di sekitar tempat tinggal seperti Sugeng*.”

(*Sugeng= nama panggilan yang biasa diberikan kepada orang gila tunawisma, “sugeng” dalam bahasa Jawa artinya hidup)

“Ah, boleh, tuh. Ya sudah, aku tulis Sugeng saja.”

Para kaum lelaki hanya bisa melirik kumpulan perempuan yang kurang serius itu. Mungkin mereka misuh dalam hati, “Diantoki!” seraya memberikan tatapan tajam.

Bagaimanapun juga, perintah Eks bersifat mutlak dan harus dilaksanakan segera mungkin. Satu per satu siswa-siswi telah menentukan nama dan jenis santet yang akan diberikan, lantas lekas mengeklik tombol kirim. Pada momen itu, tiap-tiap komputer digunakan sebagai media memesan jasa santet. 

Ye dan Zet sudah mengirim santet. Satunya kepada musuh, satu lagi kepada mantan. Namun, menyadari si laki-laki berkarisma di tengah belum melakukannya, mereka pun bersoal.

“Eks, siapa yang akan kamu kirimi santet?”

“Aku?” Eks melengos, “Huh! Tentu saja aku akan mengirimnya kepada Andi!”

Eks bangkit dari kursi, menggebrak meja guna menarik perhatian semua teman sekelas.

“Dengar, semuanya! Kalian semua harus setuju ketika aku menuliskan nama ‘Kelas VIII-E’, sehingga dengan kata lain kalian bekerja sama denganku untuk mengirim santet kepada Andi. Mengerti?”

Semua siswa remaja bersorak, menyahut sukacita. Tidak ada sungkan maupun dendam, mereka menuruti apa-apa yang dititahkan oleh Eks. Meski itu akan menjerumuskan diri sendiri ke dalam jurang neraka paling dasar.

“Aku pasti selalu mengikutimu, Bos Eks!”

“Bos Eks, kami padamu!”

“Tidak ada keberadaan yang sempurna selain dirimu, Bos Eks!”

“Bos Eks, teruslah beri kami perintah!”

Baik laki-laki penyuara jemala, gadis berbadan buldoser, ketua OSIS, dan taruna-taruna unik lainnya. Mereka semua setuju. Untuk mengirim santet kepada satu orang.

Kepada Andi.

Eks menyeringai lebar, semangat menyala-nyala di tengah euforia remaja sekelas. Laki-laki yang duduk di barisan belakang itu segera menuntaskan apa yang mesti dilakukan.

Nama pengirim: Kelas VIII-E

Nama orang yang akan disantet: Andi

Jenis santet: (permanen) ledakan jaringan tubuh secara spontan

Kekuatan: ● sangat tinggi

Santet terkirim.

***

Jam pelajaran keenam, saatnya Penjaskes. Para siswa menuju kamar ganti untuk mengenakan seragam olahraga. Ketika sedang melamun menyusuri koridor, seorang remaja laki-laki berkacamata tiba-tiba diculik.

Ruangan kelas VIII-E saat ini tidak dihuni satu pun entitas manusia selain Geng Eks. Seorang remaja berkacamata dibawa masuk paksa, dicekal oleh beberapa laki-laki sebaya. Keadaannya sehabis dianiaya, muka babak belur serta terdapat benjol di dahi. Kaki pula tangan diikat tali tambang, mulut dibekap kain putih. Ye dan Zet turut mengamati bersama Eks di belakang kelas.

Remaja berkacamata itu diseret ke depan, dijebloskan dalam suatu kotak transparan setinggi dua meter, dengan dinding dalam terdapat sejumlah jarum runcing yang terpasang acak. Si remaja tentu meronta, tetapi apa daya kekuatannya tak sebanding melawan banyak orang. Pintu kotak tertutup. Tiap pasang mata menyaksikan dirinya terkurung tak mampu melawan.

“Ketua,” panggil para remaja laki-laki.

Eks akhirnya melangkah maju, seraya menenteng dua boks kaca, berisi populasi insek terbang lalat, sedangkan satunya memuat gerombolan nyamuk nan kelaparan. “Hei, kamu tahu penyiksaan macam ini? Biasanya eksekutor akan menggunakan ulat atau hewan berbisa, tapi bagaimana jika memakai serangga jijik dan serangga pengisap darah? Akan berapa lama kamu dapat menahannya?”

Bergiliran, Eks menggeser bagian bawah kotak dua meter, kemudian memasukkan boks berisi lalat, disusul boks yang memuat nyamuk. Ketika kedua tutup boks dibuka, kerumunan serangga terbang langsung memenuhi isi kotak transparan, mengerumuni tubuh si remaja berkacamata.

Remaja itu menggeliat histeris, tubuhnya berusaha menghindar, tetapi langsung merasa ngilu kala ujung jarum menusuk. Seekor demi seekor lalat hinggap pada kulit tangan, wajah, rambut, menyelip masuk pakaian, menjilati dengan mulut kecilnya. Satu demi satu nyamuk mendarat pada kulit, menusukkan jarum lalu menyedot darah sepuas mungkin, meninggalkan banyak bekas bentol nan sangat gatal.

Sementara menonton spektakel remaja laki-laki yang histeris dan meronta di dalam kotak transparan, Ye serta Zet tersenyum angkuh.

Si remaja rambut merah kehitaman, Ye, berujar, “Bagaimana, Eks? Target utamamu, Andi, yang telah kamu incar sejak dahulu, sekarang dapat kamu siksa sepuasnya. Bersama dua sahabatmu ini, Ye dan Zet, kita akan bersenang-senang!”

“Lakukan apa yang ingin kalian lakukan, aku sudah punya cara tersendiri untuk memuaskan hasratku,” tampik Eks.

Zet terheran. “Apakah itu?”

Si laki-laki berkarisma mengukir seringai nan menusuk, sepasang matanya berkilat intens. “Santet online, tentunya!”

###

19 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top