BAB 8 : GONE
“Aku bisa gila jika seperti ini secara terus menerus.”
Perempuan berusia sekitar 53 tahun itu menggerutu. Ia tidak bisa jika harus terus menerus terkurung di dalam tempat ini. Perempuan yang berada di dalam satu ruangan yang sama dengannya hanya memutar bola mata.
“Seharusnya kau bersyukur! Kau sempat menjadi pembimbing di tempat ini, Melissa.”
“Kau juga berada di rantai makanan tertinggi, Eliza. Oh, di mana kakakmu? Seharusnya ia datang, kan? Clara Mai, seorang pembimbing kelas senior seharusnya tidak melewatkan kesempatan ini.”
“Dia mati,” jawab Eliza sembari menatap lurus ke arah jendela kaca.
“Oh, kenapa dia mati?”
Eliza hanya mengangkat bahunya. “Entah. Aku tidak terlalu peduli.”
“Bukankah setelah keluar dari XHO, kau ikut bersama kakakmu?”
“Ya, aku memang ikut bersamanya hingga kemudian, aku memutuskan untuk tinggal sendiri dan meneruskan karirku sebagai pembunuh bayaran. WellI, membunuh orang lebih menyenangkan dibanding menyembuhkan mereka.”
“Jika yang kau katakan tentang apa yang terjadi di ruang makan hari ini adalah benar, aku memang harus maju untuk menanyakannya secara langsung.”
Eliza mengerutkan kening. “Pada siapa?”
“Semua lantai ini sudah kita jelajahi selain satu, apa kau bisa menebak?”
“Ya, lantai paling atas, tempat di mana Tuan Xerxes tinggal bersama kalian para pembimbing.”
“Bagus! Jika memang Shikako atau Tuan Xerxes ada di sana, aku akan berbicara langsung pada mereka agar segera menghentikan semua omong kosong ini. Aku juga akan menuntut mereka atas apa yang telah mereka lakukan terhadap kita. Aku seorang pengacara sekarang.”
Melissa bersiap, kemudian mengambil beberapa peralatan yang sekiranya akan dibutuhkan, kemudian pergi dari ruangannya.
Eliza tidak menyadari bahwa hari ini adalah hari terakhir ia bisa melihat Melissa.
***
Rey dan Leon kini berada di lantai pertama, tempat di mana ruang pertemuan berada dan juga lobi yang sangat luas. Ini masih siang hari, tentu aktifitas yang dilakukan orang-orang non-XHO tampak tidak mencurigakan. Mereka bersikap seperti selayaknya pegawai perhotelan.
“Rey! Leon!”
Mereka menoleh pada seorang perempuan yang memanggil mereka, perempuan berambut merah panjang yang diikat dua sisi.
“Pheobe?”
“Aku mengikuti kalian, aku bosan berada di kamar dan Pete … aku tidak mau berdua saja dengan Pete, bisa-bisa seseorang menganggapku sebagai perebut suami orang.”
Rey dan Leon saling menatap kemudian tertawa.
“Aku tidak akan beranggapan seperti itu!”
“Ya, laki-laki itu head over heels pada Rey. Lagi pula kau bersama Nathan, kan?”
Pheobe menunduk. “Actually, sejak keluar dai XHO hubungan kami tidak baik-baik saja. Kurasa dia adalah salah satu dari penerima undangan itu, aku melihatnya di hari pertama datang.” Kemudian ia mengangkat wajahnya dan tersenyum. “Apa yang kalian lakukan di sini?”
“Oh, kami sedang berusaha untuk mencari kebenaran,” jawab Leon.
Rey berjalan perlahan menuju pintu lobi, tapi tidak sampai melangkahkan kakinya keluar lantaran bisa saja ia akan mengalami nasib yang sama seperti Tara. Ia melihat ke segala sisi di sekitar pintu, sisi atas kiri dan kanan, bawah, hingga jangkuan lima meter dari sekitar pintu. Leon dan Pheobe berjalan mendekatinya.
“Ada apa, Rey?”
Rey memegang dagunya. “Ada beberapa sisi yang sepertinya menyimpan sesuatu, bisa jadi menyembunyikan senjata api? Jika peletakannya sangat rapi seperti ini, kau tahu siapa yang membuatnya?”
“Orang yang sama dengan orang yang membuat tempat rahasia penyimpan pistol dalam papan luncur. Nona Shika,” gumam Leon.
Ingatan mereka sekilas tertuju pada lima belas tahun lalu, di mana mereka harus membunuh seorang DJ internasional, Geraldine Stovan. Nona Shika, pembimbing mereka memberikan sebuah papan luncur pada mereka lantaran target mereka akan tampil di lomba papan luncur. Papan luncur itu jika dilihat sekilas memang seperti papan luncur biasa, tapi tidak ada yang menyadari bahwa papan itu adalah mesin pembunuh kelas berat. Jika rodanya berputar, maka akan mengeluarkan bunyi menyakitkan yang hanya bisa didengar oleh hewan-hewan dan manusia yang memakai alat khusus. Di bagian tengah papan luncur terdapat ruang kecil yang bisa dibuka dan tutup dengan sensor kaki, ruang penyimpanan pistol milik rekan mereka, Zueve.
“Jika memang Nona Shika ada sangkut pautnya dengan semua ini, Kazuki dan Andrew dalam bahaya. Aku tidak tahu apa alasan Andrew datang ke tempat ini, karena kuyakin dia tidak mendapat undangan,” pikir Rey.
Pheobe mengerutkan keningnya. “Tunggu, aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan.”
Leon tersenyum. “Ini adalah hal yang kita bertiga alami dulu dan bisa jadi masih berlanjut hingga saat ini.”
“Tara mati karena mencoba untuk pergi dari tempat ini. Seharusnya, orang-orang itu juga mati karena biasanya orang-orang non-XHO tidak tinggal di gedung ini. Namun, tidak ada mayat yang tergeletak di pintu lobi kecuali Tara. Itu artiya ….”
“Orang-orang ini tidak pernah keluar dari gedung ini!”
Rey mengangguk-angguk. “Tapi gedung ini sepi pada malam hari. Lantai dua tidak mungkin menampung tinggal orang-orang ini.”
“Tapi Rey, lantai dua memang memiliki beberapa kamar dan sepertinya cukup. Lantai mulai menyempit di atas lantai sepuluh.”i.
Rey mengangguk. “Kau benar.” Kemudian, ia melihat pada orang-orang yang berlalu lalang. “Sekarang, kita coba buktikan perkataan Helena.”
Leon mengangguk.
“Wait, apa maksud kalian?” tanya Pheobe.
“Kau ingat perkataan Helena? Mereka semua adalah orang-orang mati. Kita ingin membuktikannya,” jawab Leon.
“Oh kau benar! Apa yang bisa kita lakukan?”
Leon terdiam sesaat, kemudian berbisik pada mereka, menyusun sebuah rencana yang mungkin bisa melumpuhkan satu saja orang aneh di lobi. Setelah rencana disusun, mereka bertiga mengangguk dan memperhatikan ke sekeliling.
“Rey, arah jam dua,” ujar Leon.
“Got it!”
Rey berjalan bersama Pheobe seperti biasa, mengendap-endap. Leon berkata bahwa jika mereka memang manusia, maka mereka akan menatap Rey dan Pheobe curiga. Namun, orang-orang itu hanya diam saja.
“Sekarang!”
Rey menarik tangan salah satu sosok yang berjalan tak jauh darinya. Pheobe juga melakukan hal yang sama pada sosok yang sama, di sisi yang berbeda. Rey menahan tangan kiri dan Pheobe menahan tangan kanan. Leon berjalan mendekat dan membuka topeng sosok laki-laki itu. Leon segera membuang topeng tersebut dan berjingkat mundur saat melihat mata sosok itu kosong, seperti tidak ada kehidupan, wajahnya pucat, tidak ada garis-garis nadi atau kedutan samar di wajah. Rey dan Pheobe melepaskan tangan sosok itu. Tak ada pemberontakan, seakan tak terjadi apa pun, sosok itu kembali melakukan tugasnya.
“Aneh! Orang biasa pasti memberontak!” ujar Pheobe.
“Aku seperti pernah tahu orang ini, tapi siapa ya? Jika aku tidak salah ingat … orang ini sudah mati,” gumam Leon, kemudian ia melihat Rey yang sedaritadi melihat telapak tangannya. “Ada apa, Rey?”
“Laki-laki itu … kulitnya dingin dan nadinya … tidak berdetak.”
Belum sampai Leon melayangkan pertanyaan lain pada Rey, lift berdenting dan pintunya terbuka secara tiba-tiba. Mereka melihat Jack, laki-laki yang dinyatakan hilang di hari di mana Brutush tewas. Jack tidak dalam keadaan baik-baik saja, tubuhnya penuh dengan luka yang terbuka, salah satu bola matanya hilang entah ke mana. Ia berjalan tertatih-tatih ke arah mereka bertiga.
“Tolong … aku ….”
Kemudian, Jack tumbang dengan punggung yang tak bergerak, menyisakan syok pada Rey, Leon, dan Pheobe, tiga perempuan yang tidak sengaja berada dalam waktu dan tempat yang salah.
#Wga
#Wgaween
#Wgaverse
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top