BAB 18 : PLAGUE

Empat hari setelah permainan di kolam, mereka yang selamat dari serangan lima puluh mayat hidup tiba-tiba jatuh sakit. Napas mereka tak beraturan, tubuh mereka panas tinggi. Beberapa dari mereka masih sadar, seperti Williams, Nouvea, dan Mathew, tapi yang lain tidak.

Rey mendengar kabar tersebut dari Diana yang mengetuk pintu kamarnya dan berkata bahwa Emily tidak sadarkan diri, semua telah ia usahakan agar adiknya sembuh, tapi tidak berhasil. Bersamaan dengan Diana, Amanda pun berkata bahwa ayahnya sakit sejak saat itu.

Rey memeriksa satu persatu ruang kamar. Nouvea yang hanya sendiri masih sadarkan diri, tapi kesulitan bangkit dari tempat tidur. Ia berkata selama tiga hari ia menahan lapar, minum yang tersedia di nightstand sudah tinggal sedikit.

Kondisi Tommy yang menurut Rey paling parah. Laki-laki itu hanya seorang diri di kamarnya. Tidak sadarkan diri dan diambang kematian.

"Mereka semua sakit," ujar Rey.

"Mungkin ini sejenis wabah, karena obat-obatan yang ada di kamarku tidak mampu menyembuhkan Emily."

"Maafkan aku, aku tidak tahu hal ini."

"Tidak apa-apa, Rey. Semua yang berada satu kamar denganmu tidak terkena wabah."

"Kalau kau mengizinkan, bagaimana jika mereka yang sakit ini kita pindahkan ke kamarmu?"

"Dan merawat mereka semua? Aku menjaga sumpahku sebagai tim medis, tapi tenagaku seorang diri tidak akan mampu merawat mereka semua."

"Aku akan membantumu."

"Kamarmu ada di lantai enam belas, sedangkan aku ada di 23."

"Tidak masalah. Aku akan meminta tolong pada Peter dan yang lain untuk memindahkan mereka."

"Apa ... kau tidak takut tertular wabah?"

"Apa kau merasa tidak enak badan setelah empat hari bersama Emily di dalam kamar?"

Diana menggeleng.

"Wabah ini menginfeksi mereka secara tiba-tiba, tapi kau tidak terpengaruh meski sudah empat hari. Itu artinya penyakit mereka tidak menular. Kau tenaga medis, harusnya kau juga tahu hal ini."

"Baiklah."

"Aku akan meneliti penyakit mereka, jika obat-obatan yang kau miliki memang tidak memadai, aku akan turun ke lantai delapan."

Diana mengangguk, tanpa disangka ia memeluk Rey. "Terima kasih, Rey. Seharusnya dari dulu aku berteman denganmu. Maafkan sikapku dan adikku yang dulu saat kita masih di XHO."

Rey tersenyum. "Tidak apa-apa. Aku tidak pernah dendam, kita dulu bersaing untuk memperebutkan posisi tertinggi rantai makanan."

***

Sesuai kesepakatan, mereka yang sakit dipindah ke ruangan Diana, tanpa terkecuali. Santana kembali menangisi anaknya yang tak kunjung bangun. Rey, sebagaimana yang ia katakan pada Diana, membantu meneliti penyakit mereka dan mencoba menemukan penyembuhnya.

Di pagi hari, hari kelimabelas. Ponsel mereka masing-masing kembali berbunyi dan sebuah pesan masuk.

'Apakah penyakit yang diderita tidak kunjung menghilang? Hari ini aku sedang baik hati. Aku telah meletakkan anti-virus yang cukup ampuh di laboratorium, lantai tujuh. Pergilah ke sana dan ambil.'

Karena pesan yang masuk tersebut, mereka pada akhirnya berkumpul di kamar Diana. Delapan belas orang yang tersisa, enam di antaranya terbaring tak berdaya.

"Ini adalah jebakan," gumam Pheobe.

"Aku tahu, tapi kita juga tidak akan bisa menyembuhkan mereka dalam keadaan seperti ini." Diana berpikir, memegang dagunya.

"Ada dua belas orang yang bisa pergi. Tidak mungkin kita semua pergi, harus ada yang berjaga di sini." Peter melihat mereka satu persatu.

"Aku tidak tahan dengan semua ini! Aku tidak mau lagi menghadapi semua ini! Aku lebih baik mati daripada hidup dalam ketakutan!" Cindy berteriak frustrasi, ia meringkuk di pojok ruangan sembari memegangi kepalanya, menutup matanya rapat-rapat.

"Cindy ...."

Perempuan itu mengangkat wajahnya saat Williams memanggil namanya dengan suara yang parau.

"Kau tidak boleh seperti itu ... masih ada aku di sini." Williams berusaha sekuat tenaga untuk berbicara dan menenangkan Cindy.

"Kalau begitu, Cindy lebih baik tinggal," ujar Kazuki datar, bahkan tanpa menoleh sedikit pun pada perempuan itu.

Reaksi Kazuki membuat pertanyaan di benak Rey, tapi Rey mengabaikannya.

"Aku akan pergi! Aku akan melakukan apa pun demi anakku!"

"Ya, aku juga. Aku tidak bisa membiarkan ayahku seperti itu."

Mereka semua menatap Santana dan Amanda.

"Kalian yakin? Kita tidak tahu apa yang ada di sana, kalian bisa saja mati." Nathan menatap mereka tak yakin.

Amanda menelan ludahnya dengan susah payah. Ya, dia yang paling muda, dan dia tidak punya pengalaman dalam hal bunuh membunuh.

"Demi ayahku," ujar Amanda.

"Kalau begitu, aku juga ikut."

"Tidak, Diana. Kau di sini. Ini adalah kamarmu dan kau sudah tahu bagaimana cara merawat mereka. Itu tugasmu. Aku yang akan pergi."

"Reina, kau yakin?"

Rey menatap Peter, jelas laki-laki itu sangat mencemaskan sang istri. Namun, Rey hanya tersenyum sembari memegang pundak Peter.

"Kau lupa apa gelarku terakhir kali di XHO?"

"Kalau begitu, aku akan menemanimu."

"Tidak, Pete. Aku yang akan menemani Rey. Kau di sini untuk berjaga-jaga bila ada hal buruk terjadi."

Awalnya Peter keberatan dengan keputusan Leon, tapi pada akhirnya ia setuju mengingat tidak ada yang bisa mengubah pendirian perempuan berambut hitam tersebut.

Rey tersenyum pada Leon, ya ... dia tahu kenapa Leon selalu melarang Rey dan Peter beraksi bersama.

"Aku pergi, Andrew juga."

"Aku?" Andrew membelalakkan matanya. "Hell yeah! Oke ikutkan aku."

"Aku di sini saja, aku tidak ingin berurusan dengan mereka." Eliza mengangkat tangannya, tampak enggan untuk bangkit dari duduknya.

Rey mengangguk.

"Aku akan ikut kalian, Nathan juga." Pheobe tersenyum, sembari maju.

"Tidak, salah satu saja. Kita kekurangan orang yang berjaga di sini." Diana melirik mereka berdua.

Pheobe dan Nathan saling berpandangan.

"Maaf, Pheobe, tapi itu benar. Kita kekurangan orang. Delapan belas orang, enam sakit, Cindy tidak dalam kondisi stabil. Itu artinya tersisa sebelas. Aku, Leon, Santana, Amanda, Kazuki, dan Andrew akan turun. Meski aku percaya dengan kemampuan kalian saat di XHO, Peter, Diana, dan Eliza saja tidak akan mampu menghadapi hal buruk yang bisa saja terjadi di ruangan ini. Salah satu dari kalian pergi, atau kalian berdua tinggal," terang Rey menatap lurus pada Pheobe.

Pheobe melirik Nathan, kekasihnya, kemudian terdiam sesaat. Ia tidak tahu harus apa.

Pada akhirnya, Pheobe menarik napas panjang. "Baiklah, kami berdua akan tinggal. Rey dan Leon, apa kau yakin baik-baik saja?"

Rey tersenyum. "Tentu saja!"

"Tolong jaga Shannon baik-baik, kuharap ia bisa sembuh setelah ini," pinta Santana.

Diana tersenyum, mengangguk. "Tentu saja."

Dengan begitu, mereka berenam yang turun ke lantai tujuh, laboratorium.

***

Lift tidak langsung menuju ke lantai tujuh. Mereka harus berhenti dulu di lantai sembilan, kemudian masuk ke lift di sisi lain untuk menuju ke lantai delapan hingga satu. Lalu, ada lift lain lagi yang menuju empat lantai di bawahnya. Begitulah gedung XHO.

Dulu, di lantai sembilan dijaga ketat oleh para anggota XHO untuk pemeriksaan. Barangsiapa yang tidak memiliki kartu ID XHO, tidak bisa naik lebih dari lantai sembilan. Mereka biasa menyebut lantai sembilan adalah lantai steril.

Karena di lantai sepuluh hingga ke atas, pemandangan mengerikan akan tampak. Satu orang melukai orang lainnya adalah hal biasa.

Mereka hanya diam selama berada di lift hingga lift menunjukkan angka tujuh. Pintunya terbuka. Apa yang membuat mereka terkejut dan segera diliputi oleh ketakutan adalah, seluruh lampu di lantai tujuh padam.

Suara pengumuman berbunyi, disusul oleh suara tawa.

"Selamat datang! Ini adalah permainan keempat. Oh? Tidak semua ikut serta? Tidak masalah, aku bisa memahaminya. Kalian yang mengikuti permainan ini, semoga bisa bertahan!"

-----------------------

#WGA
#WGAWEEN
#WGAVERSE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top