BAB 10 : ARENA


    Lagi, Rey tidak bisa tidur lantaran memikirkan apa yang dikatakan oleh Helena. Kemarin, ia pergi menemui Helena dan menanyakan beberapa informasi terkait mayat hidup atau necromencer seperti yang dikatakan oleh Andrew. Meski secara logika, ia menganggap pembahasan tersebut adalah suatu hal yang tak mungkin, akan tetapi dari sisi kenyataan memang seperti itu kejadiannya.

Helena benar-benar takut dan menutup diri. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menghindari aktifitas yang berhubungan dengan non-XHO, makhluk yang dianggapnya berbahaya. Ia juga berkata bahwa, jika memang ini ulah necromencer, mereka harus cepat-cepat menemukan si necromencer ini sebelum ia menggunakan para mayat hidup itu sebagai senjata dan menyerang semua manusia di sini.

Berlarian melawan mayat hidup. Tidak pernah sekali pun ia berpikir akan mengalami nasib seperti pemeran utama dalam film Resident Evil.

Pagi itu, ponsel seluruh tamu undangan yang ada di gedung XHO berdering. Mereka lagi-lagi mendapatkan pesan serempak dengan isi yang sama.

'Selamat pagi! Apakah kalian sudah siap untuk permainan pertama? Berkumpullah di ruang latihan lantai sepuluh pada pukul 8 pagi dan berikutnya, aku akan ada di sana.'

"Orang ini tidak pernah lelah ya? Apakah ia tidak merasa bersalah telah menahan semua orang yang ada di sini?" gerutu Rey.

"Tidak seperti biasanya kau menggerutu, Sayang."

Rey menarik napas panjang. "Jika kau sudah bangun, sebaiknya kita bersiap. Oh dan ... kurasa kita harus makan sesuatu terlebih dahulu, aku punya firasat buruk. Ada waktu dua jam hingga pukul 8."

Peter yang berada satu tempat tidur dengan Rey bangkit dan mengerutkan keningnya. Ia baru menyadari apa maksud perkataan Rey setelah Rey memberi isyarat tentang sebuah pesan yang masuk di ponselnya.

***

Sebelum pukul 8 tepat, semua orang sudah berkumpul di lantai sepuluh. Lantai sepuluh adalah tempat di mana para murid XHO dulu latihan. Ada sebuah arena virtual yang biasa digunakan mereka untuk berlatih membunuh. Apabila mendapatkan skor tertinggi dalam permainan solo, besar kemungkinan akan dipromosikan naik gelar. Kecuali bila sudah mendapat gelar tertinggi.

Leon menarik napas panjang. "Kenangan masa lalu," desahnya melihat ruang latihan virtual tersebut.

Rey tersenyum. "Ya. Sepanjang sejarah murid XHO yang satu angkatan dengan kita ... Zueve satu-satunya orang yang berhasil mendapat nilai sempurna dalam permainan solo."

"Dan Pheobe adalah orang kedua," sahut Leon.\

Sedangkan perempuan yang disebut namanya hanya tersenyum sembari menunjukkan barisan giginya. "Rasanya sudah lama sekali," ujarnya.

"Mama, tempat apa ini?" Seorang anak perempuan memegang erat tangan sang ibu, Santana, menatap heran pada ruangan unik yang ada di lantai ini.

"Kau pernah melihat serial The Hunger Game?"

Anak perempuan itu mengangguk, matanya tetap melihat sudut demi sudut ruangan.

"Ya ... seperti itu. Jika permainan dimulai, akan ada musuh hologram yang muncul dan kita harus memukul mereka."

Tak lama kemudian, suara nada pengumuman berbunyi. Serentak mereka semua melihat ke arah di mana pengeras suara kecil telah dipasang di beberapa sudut ruangan.

"Welcome and good morning! Terima kasih kepada kalian semua yang masih berada di tempat ini. Kurasa sudah tersisa 23 orang dari 26 orang yang datang, tapi itu tidak masalah. Aku telah mendapat nama kalian dan akan segera dimunculkan dalam papan skor."

Benar saja, tak lama kemudian ... papan skor menyala dengan sendirinya dan menampilkan sederetan nama beserta kolom skor di sebelahnya.

'Tommy Richardson

Melissa Engelbertha

Mathew Maxwell

Reinada Claire

Lilienna Eleazar

Eliza Mai

Pheobe Pinketon

Sandy Honast

Diana Raise

Emily Raise

Peter Hadson

Cindy Alea

Williams Ergie

Santana White

Helena Halley

Nouvea Robins

Nathan Blake

Jeanny Walker

Volta Barren

Kazuki Fujiwara

Andrew Sanford

Amanda Maxwell

Shannon White'

"Astaga, ia bahkan menulis nama asli kita, bukan nama identitas," ujar Rey mulai khawatir.

"Rey, sebagian besar dari kita memang tidak memiliki nama identitas yang berbeda," ujar Diana yang tak sengaja mendengar Rey lantaran berada tak jauh darinya.

"Hei kau! Ke mana Melissa? Ada namanya di sini, tapi dia tidak ada di sini!" Eliza berteriak sembari melihat ke setiap sudut atap, berharap siapa pun itu akan mendengarnya.

Santana, memeluk anak perempuannya dengan protektif.

"Apa yang akan kau lakukan? Anakku masih kecil! Apa pun rencanamu, tolong jangan ikut sertakan Shannon!" Santana turut protes, berteriak panik. Tentu, ia tahu jika arena ini dinyalakan, Shannon tidak akan tahu bagaimana cara menyelamatkan diri.

Seseorang di pengeras suara tertawa. Ia seakan terhibur dengan kritikan orang-orang yang ada di lantai tersebut.

"Itu tidak adil, kau tahu? Semua yang ada di sini akan mendapatkan perlakuan yang sama berapa pun usianya, entah kau adalah outsider atau bukan. Lagi pula, ini hanya permainan."

Tiba-tiba, suara sirine berbunyi sangat kencang dengan alaram berwarna merah. Pintu arena terbuka, sebuah penghalang muncul menutupi setiap pintu keluar yang ada di sana, lift dan tangga darurat. Tentu, beberapa dari mereka panik dengan apa yang terjadi.

"Apa yang kau lakukan? Arena tidak akan berfungsi jika kita tidak masuk ke dalamnya. Bukankah seperti itu cara mainnya?" ujar Eliza dengan sinis.

"Ada senjata yang telah kupersiapkan di lantai ini sebagai bentuk kemurahan hatiku pada kalian. Tentu, aku meletakkan papan skor di luar arena bukan tanpa sebab, karena tidak hanya ruang arena saja, seluruh lantai ini akan menjadi arena! Kalian harus melenyapkan setiap hologram yang muncul tanpa batas waktu! Menyenangkan bukan?"

Kemudian, suara di seberang tertawa.

"Oh, aku lupa! Hologram itu tidak akan habis! Mereka bahkan akan muncul lagi berapa kali kalian melenyapkannya. Mereka tidak akan habis! Kecuali jika ada satu di antara kalian yang mendapat nilai seratus sempurna!"

Kini, pandangan mereka tertuju pada hologram yang mulai bermunculan. Tidak seperti lima belas tahun yang lalu, kini mereka tampak jauh lebih nyata! Ditambah dengan penampilan yang menakutkan dan senjata yang mereka bawa.

"Selamat bersenang-senang!"

Suara di seberang sana tertawa lagi.

"Jelas orang itu bukan Tuan Xerxes meski suara yang digunakan adalah suara Tuan Xerxes! Tuan Xerxes tidak pernah tertawa di atas penderitaan orang lain!" desis Leon.

"Ya, dan bagaimana cara kita mendapatkan nilai seratus sempurna tanpa Zueve?" tanya Rey pesimis.

"Sayang, kita punya orang nomor dua yang hampir mendapatkan nilai seratus!" ujar Peter yang menggenggam tangan Rey.

Pheobe kini tertawa, dengan cekatan ia meraih pistol yang terletak tak jauh darinya dan bersiap menyerang. "Ya, tapi berdoalah kalian, semoga aku tidak lupa bagaimana caranya menembak."

Permainan pertama dimulai.


#wga

#wgaverse

#wgaween

______

 Hai! Aku kembali lagi. Apa masih bingung dengan ceritanya sejauh ini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top