Bab 7

Aku berada di suatu tempat. Cahaya remang-remang dan sinar matahari yang cukup, merambat melalui celah-celah ventilasi udara yang sempit. Pengap, di tempat yang serba tertutup ini, tatapanku tertuju pada satu pintu. Satu-satunya pintu yang terbuka di antara pintu lain yang berderet pada sisi yang sama.

Lantai yang dingin ini dapat kurasakan di setiap pijakan kakiku yang beralaskan sepatu kets warna putih dan kaos kaki pendek sebatas tumit. Rasa penasaran sekaligus penyesalan begitu mencekam dan melekat kuat memenuhi isi hatiku. Aku tak tahu, ada di mana dan apa yang sedang kulakukan. Aku seolah mengikuti suara tanpa raga yang mengalun di udara dan menyuruhku untuk mendekati pintu tersebut.

Begitu sampai, sebuah bayangan tergambar di atas lantai. Sinar matahari menyorot suatu objek yang ada di dalam ruangan itu. Gerakan kaki yang seperti meronta-ronta di udara, serta suara khas cekikan membuatku membeku di tempat. Kepalaku pusing, namun itu tak menghalangi keinginanku melongok ke dalam sana dan melihat apa yang terjadi.

Jari-jariku menyentuh pinggiran pintu, perlahan aku maju. Kupenjamkan mataku, tak berani menoleh ke sisi kananku. Suara cekikan yang kian mengeras, membuat gigiku gemertakan. Air mataku tertahan, ada rasa takut yang tak bisa kugambarkan. Keringat dingin membanjiri tubuhku hingga aku pucat gemetaran.

Aku pelan-pelan menoleh ke sana. Mataku yang kututup rapat, kubuka dengan hati-hati. Aku melihatnya! Tubuhku merespon dengan terjatuh ke belakang. Aku ingin berteriak, tetapi pita suaraku seakan tak berfungsi di saat yang darurat. Aku mendorong tubuhku untuk lebih ke belakang menjauhi sesuatu yang ada di depanku. Aku bahkan tak bisa menutup lagi kelopak mataku dan menghindari pemandangan yang mengerikan itu.

Aku bertatapan dengannya. Dengan mata seorang laki-laki berseragam sekolah yang mendelik kesakitan. Dan sebuah tali melilit di lehernya, membuat sosoknya tergantung pada langit-langit. Ketika aku tak bisa berbuat apapun, bahkan untuk menyelamatkannya, suaranya dengan lantang berteriak, "Pembunuh!"

***

"Siapa di sana?!"

Gelas air putih yang kupegang  langsung jatuh dan pecah seketika. Taehyung, pria itu selalu muncul tanpa sinyal dan membuat kejutan di jantungku.

"Kenapa kau selalu mengagetkanku, hah??"

"Kau yang membuatku kaget, di dapur malam-malam tanpa menyalakan lampu. Kupikir pencuri."

Kalau saja aku tidak panik setelah bermimpi buruk dan kehabisan air putih di kamarku, aku pasti tidak lupa menyalakan lampu. Seumur hidup, itu adalah mimpi mengerikan yang pernah ada.

"Kau harus membereskannya! Aku tidak suka dapurku berantakan," perintahnya.

Aku mendesah. Bukankah di saat seperti ini sebaiknya dia menanyakan keadaanku? Gelas kaca ini jatuh berkeping-keping di lantai, bisa saja pecahannya melukai kakiku. Tetapi apa yang dapat kuharapkan dari pria ini? Sama sekali tak ada arah pemikirannya yang mencemaskan kondisiku. Benarkah aku bisa mencuri hatinya? Tampaknya juga ia tak butuh dicintai.

Tanpa membalas, aku bergegas merapikan kekacauan ini. Kepalaku penuh dengan adegan di mimpi itu, sampai aku tidak bisa fokus. Dan benar saja, aku melukai diriku sendiri.

"Agh!" Aku berteriak keras, siapa tahu Taehyung masih bisa mendengarku.

"Tanganku terluka? Astaga, apa ada seseorang yang bisa menolongku?" sindirku dengan sedikit dramatis.

Hei, pria itu tidak kembali. Bodoh sekali, mana mungkin dia peduli?

"Hatinya terbuat dari batu, ya?" gumamku.

Kemudian, kain kasa dan obat merah jatuh tepat mengenai kepalaku. Seseorang melemparnya, siapa lagi kalau bukan Taehyung.

"Jangan menjelek-jelekanku atas kecerobohanmu sendiri," katanya judes, lalu ia berbalik kembali menuju kamarnya.

"Kau tidak berniat memperban lukaku? Hei!"

Sial, dia pura-pura tuli. Aku menggelengkan kepalaku cepat. Tidak masalah, Yooseul. Setidaknya ia sudah berbuat baik meskipun caranya sedikit tidak wajar.

Bagaimanapun caranya, aku harus bisa mendapatkanmu kan, Kim Taehyung? Masih tersisa banyak waktu sebelum 30 hari berlalu.

***

"Park Jinyoung ...."

"Sohyun? Kau ... barusan bilang apa?"

Karena takut kepikiran banyak hal jika berada di apartemen sendirian, aku memilih untuk pergi mengunjungi Kak Jisoo yang sedang syuting.

Tanpa sengaja, aku menyebut nama yang tertulis di baju seragam siswa laki-laki yang muncul di mimpiku. Nama yang tentu sangat umum di Korea Selatan, tak terkecuali di Daegu. Aku dapat melihatnya jelas dan mengingatnya sampai sekarang. Bukan hanya namanya saja, melainkan wajah anak itu pun tidak asing bagiku. Siapa, ya? Apa aku pernah menemuinya di suatu tempat? Atau ... ini ada hubungannya dengan memori Sohyun yang hilang?

"Kak, mungkin ini tidak penting. Tetapi semalam aku bermimpi buruk. Maukah Kakak mendengar ceritaku?"

"Kenapa tidak? Sekarang juga sedang break, dan aku sudah menghapal script adegan selanjutnya."

"Baiklah, jadi begini ... aku bermimpi melihat seorang siswa laki-laki melakukan gantung diri. Dan anehnya, aku mengingat betul nama yang tertera di seragamnya. Apa mungkin ... Kak Jisoo tahu seseorang bernama Park Jinyoung?"

Kedua alis Kak Jisoo yang tadinya bertautan sebab menyimak ceritaku dengan begitu serius, langsung memisah setelah kusebut nama itu. Ekspresinya gusar, seolah ada hal atau pembicaraan yang ingin ia hindari. Itu tentu saja membuatku sangat penasaran dan curiga. Apa ada kejadian yang tidak ingin Sohyun ingat sampai-sampai Kak Jisoo gelagapan seperti ini? Aku juga merasa bahwa ini adalah hal yang sama seperti yang mama sembunyikan. Alur kisah Sohyun yang berlubang itu, aku yakin, mimpi ini ada kaitannya.

"Itu hanya mimpi, kau pasti sedang banyak pikiran, ya?"

"Kak, aku rasa ini bukan mimpi biasa. Jadi benar, kan, Kakak kenal dengan orang bernama Jinyoung ini?"

"Kenapa kau pikir aku mengenalnya? Aku saja tidak tahu bagaimana wajahnya. Itu pasti nama dan kejadian random yang muncul di mimpimu. Apa kau habis nonton film horor?"

"Kak, aku sungguh-sungguh. Aku sangat familiar dengan wajahnya! Kakak kenal kan? Bisakah Kakak memberitahuku? Apa Mama yang melarang Kakak?"

"Soh–"

"Waktu break habis! Ayo semua kembali ke lokasi! Kau juga, Jisoo!"

Sial! Taehyung selalu mengganggu acaraku.

"Baik, aku segera ke sana," sahut Kak Jisoo. "Kita sambung pembicaraan ini di lain waktu, ya. Aku harus kembali bekerja."

"Hah, oke. Semangat, Kak!"

Aku gagal dapat informasi. Siapa sih Park Jinyoung itu? Kenapa dia bisa masuk ke dalam mimpiku dan memberikan pengaruh yang cukup besar sampai membuat Sohyun ketakutan?

***

Tepat setelah mimpi buruk malam itu, mimpi-mimpi lain mulai bermunculan. Saling menyambung membentuk alur cerita yang acak. Seperti kepingan puzzle yang harus kususun agar aku mengetahui gambaran kejadian apa yang dimaksudkan. Aku nyaris gila karena hampir semingguan ini mengalami insomnia. Pil tidur adalah satu-satunya jurus yang dapat kupilih agar aku beristirahat dengan nyaman. Rupanya aku sudah tidak tahan lagi! Pokoknya hari ini, aku akan bertanya langsung ke mama.

Aku cepat-cepat mengambil tasku yang ada di kamar, merapikan penampilanku dan bersiap menuju rumah mama. Sekarang tepatnya pukul delapan malam. Taehyung kebetulan sudah ada di apartemen, jadi aku tak perlu khawatir harus meninggalkan apartemen ini.

"Mau ke mana?"

"Kenapa kau ingin tahu sekali? Oh, apa kau mulai perhatian padaku?"

"Lupakan. Enyahlah."

"Hei, jangan marah. Aku berniat ingin ke rumah mama. Sepertinya malam ini aku akan menginap di sana. Jadi tak usah menungguku pulang."

"Ck, memangnya tidak bisa besok saja? Tidak lihat sekarang jam berapa?"

"Ya karena itu, aku akan menginap di sana sekalian. Ya sudah, aku pergi. Kau membuang waktuku saja."

Aku bergerak ke arah pintu. Tanganku hampir saja akan meraih gagang pintu tersebut, tetapi tangan lain sudah mendahuluiku.

"Eh, apa yang kau lakukan?"

"Kalau ke sana sendirian, kita bisa dikira sedang bertengkar. Aku tidak mau nama baikku tercoreng, kau bisa saja menuduhku yang tidak-tidak."

Aku menyeringai mendengar alasannya. Lucu sekali, mana mungkin aku tega menuduhnya yang tidak-tidak? Kecuali jika aku memang berencana cerai darinya. Kami sebenarnya dapat membuat skenario palsu, membuat seakan-akan kami saling bertengkar supaya meyakinkan mama bahwa kami tidak saling cocok sehingga bisa berpisah. Tetapi itu sama sekali tidak kami lakukan. Aku juga yakin, Taehyung tidak sebodoh itu sehingga tidak memikirkan hal yang sama seperti yang melintas di kepalaku. Ini berarti, ia benar-benar memberiku kesempatan untuk masuk ke hatinya kan?

Bahkan ia sekarang mengarang alasan tidak masuk akal agar bisa menemaniku ke rumah mama. Taehyung ... Taehyung, aku tidak mengerti arah pikiranmu. Tampaknya aku harus lebih banyak menyelami segala hal tentang dirimu supaya suatu hari aku bisa menebak isi kepalamu.

"Baiklah, ayo."

***

"Sohyun? Kamu mau menginap di rumah mama? Tumben sekali."

Sebenarnya ada hal yang ingin kutanyakan pada Mama.

"Masuklah, kau juga Taehyung."

Mama pun dengan hangat menyambut kami. Seperti biasa, papa pasti bergulat dengan pekerjaannya di ruang kerja. Lagipula, beliau juga tidak akan peduli pada kedatanganku.

"Apa kalian sudah makan malam? Mama tadi masak sedikit, jadi kalau kalian lapar mama harus membuatkan sesuatu kan?"

"Tidak perlu, Ma. Kami sudah makan malam. Hmm ...," aku mengulum bibirku. Melirik ke arah mama dan Taehyung secara bergantian. Lalu berbisik ke telinga mama dengan sangat lirih.

Mama tertawa kecil dan berhasil menyita perhatian Taehyung.

"Apa yang kau bisikkan ke Mama barusan?"

"Ah, Taehyung. Kau tidak perlu malu-malu, pergilah ke kamar duluan. Mama ingin memberikan beberapa tips kepada Sohyun."

"Hah?" Taehyung terbengong dengan wajah kikuknya.

"Kau tahu kamar Sohyun kan? Tinggal naik ke lantai dua, pintu pertama di sebelah kiri."

Taehyung menengok ke arahku cepat, dari binar matanya saja aku bisa menebak kalimat apa yang terucap dalam batinnya.

Maksudnya kita tidur bersama?

Ya. Kami harus tidur bersama. Salah siapa mengekoriku sampai sini? Ini namanya senjata makan tuan. Sial di Taehyung, menguntungkan bagiku.

"Sana! Hush. Ini urusan wanita, apa kau mau mendengarnya juga?" ledekku.

Taehyung berdiri pasrah dengan raut mukanya yang masam. Aku hanya tersenyum menatap punggungnya dari belakang.

"Nah, Sohyun. Apa yang ingin kau tanyakan? Apa kau penasaran bagaimana mendapatkan 'malam pertama' yang sesungguhnya dari sebuah pernikahan?"

"Bukan itu, Ma...."

Meskipun aku akan membutuhkan itu nanti.

"Eh, lalu apa? Bukannya tujuanmu datang ke rumah untuk menanyakannya?"

"Sohyun akan to the point, Mama tolong jawab yang jujur, ya."

Kedua sudut bibir mama masih terangkat lebar-lebar, hingga aku mulai bertanya, "Siapa itu Park Jinyoung?". Dan seketika, ekspresi wajahnya yang ramah berubah menjadi menakutkan.

***

Tbc...

Rencananya kemarin mau triple update, tapi jangan deh. Simpan dulu buat hari ini🙃

Simak alurnya baik-baik ya, karena aku rasa konfliknya nanti akan cukup rumit.

Semoga kalian nggak bingung sama peralihan cara bicara atau sudut pandang dari Yooseul ke Sohyun dan sebaliknya

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top