Bab 5

Hidup menjadi Kim Sohyun, aku nyaris melupakan bagaimana asal-usulku. Selain dari umurku yang masih muda, dulu aku rajin bekerja di sebuah toko kue ternama di kota ini. Aku belajar mandiri dan tak mengandalkan orang lain, terutama pamanku. Aku membanting tulang dari pagi hingga sore, membantu mengantarkan pesanan atau bahkan memanggang adonan di dapur. Oleh sebab itu, aku mengantongi kemampuan memasak segala sesuatu yang berbahan tepung.

Dan setelah beberapa hari mendalami peranku sebagai Sohyun, aku semakin tersadar, kami memiliki banyak perbedaan. Meskipun aku tidak mengetahuinya secara pribadi, sering mama (ibu Sohyun) memberitahuku bagaimana sifat putrinya itu. Mungkin dengan harapan, ingatan Sohyun dapat segera pulih.

Kim Sohyun adalah wanita yang cantik dan lemah lembut. Kisahnya yang berakhir pilu membuatku berempati padanya. Atas paksaanku, mama mau menceritakan segala hal tentang Sohyun. Tentang bagaimana gadis itu terkenal pintar dan berbakat, sempat mengikuti modelling dan menjadi perenang yang hebat. Namun, perubahan drastis muncul ketika Sohyun kehilangan orang yang paling dia cintai di usia remaja. Mama tidak menyebutkan lebih detail siapa orang itu, namun yang jelas dampaknya sangat luar biasa pada mental Sohyun.

Sohyun yang awalnya periang, menjadi sosok pemurung. Ia bahkan sempat dikucilkan saat memasuki perkuliahan. Karena mengkhawatirkan putrinya tersebut, mama pun rutin membawanya ke psikiater. Menurut apa yang sudah dipaparkan, Sohyun dinyatakan mengalami kejadian traumatis, yang itu membuat dirinya kehilangan kesempatan untuk tertawa lagi. Perlu waktu yang lama agar kesehatan psikisnya membaik. Akhirnya, Sohyun pun dibawa berlibur ke Gangwon-do. Ada sebuah pantai yang sangat indah di sana. Ditemani Jisoo, kedua bersaudara itu menghabiskan waktu dengan damai. Tetapi siapa sangka, masalah baru muncul saat entah bagaimana ceritanya Sohyun tidur dan hamil bersama seorang lelaki yang tak lain adalah Taehyung, suaminya saat ini.

Mendengar cerita itu dengan antusias, napasku hampir terhenti. Dadaku ikut sesak menyaksikan perubahan hidup Sohyun secara tidak langsung. Oleh sebab itu, aku memutuskan untuk membuat gadis ini bahagia. Mengembalikan senyumannya agar ia tenang di sana. Pasti ini kan yang Tuhan dan Sohyun inginkan dariku?

Tetapi aku tidak yakin, apa yang akan terjadi kemudian setelah aku berhasil menyelesaikan misiku. Apa aku pun akan ikut menghilang? Dan semua kenangan singkat ini perlahan terbang bagaikan debu?

***

Saat ini aku diminta untuk menemani mama berbelanja. Akan diadakan pesta beberapa hari ke depan, jadi mama ingin membeli beberapa keperluan termasuk pakaian. Aku cukup heran, orang kaya membuang banyak uang untuk berfoya-foya. Sebenarnya, seberapa besar kekayaan yang mereka miliki? Aku tak bisa mengatupkan bibirku begitu mengetahui ada banyak tas belanja yang ada di lengan mama. Belum lagi, tas-tas belanja yang dibawakan oleh salah seorang pelayan yang ada di belakang kami.

"Sohyun, kau juga pilihlah sesuatu. Kita masih punya banyak waktu untuk berbelanja, atau kau ada janji dengan suamimu? Wajahmu terlihat gelisah."

Gelisah? Ini bukan gelisah, hanya saja apa aku cukup rakus? Setelah melihat barang-barang yang ada di mall ini, aku tertarik untuk membeli semuanya! Kehidupanku dulu memang miskin, tetapi bukankah sangat disayangkan jika aku melewatkan kesempatan ini? Ah ....

"Oh, lihat. Gaun ini sepertinya cocok untukmu, Sayang."

Mama menyodorkanku sebuah gaun. Gaun yang terlihat sederhana tetapi kualitas bahannya tingkat dewa. Tidak heran jika harganya pun selangit. Sayangnya itu terlalu terbuka dan warnanya terlalu suram, aku tidak akan suka.

"Bagaimana kalau yang itu saja, Ma?"

Alih-alih menerima rekomendasi dari mama, kakiku bergerak kesit menuju ke deretan gaun yang lain. Sebuah gaun berwarna merah panjang dan berkilau telah menarik perhatianku. Mama mengernyitkan keningnya, lalu menatapku aneh.

"Kau yakin Sohyun? Setahu Mama kau tidak menyukai warna-warna mencolok, apalagi merah."

Oh, apa aku salah pilih? Padahal warna merah adalah warna yang berani, kurasa akan sangat cocok untuk membuat sedikit perubahan pada penampilan Sohyun yang lemah ini.

"Orang bisa saja berubah kan, Ma? Sohyun akan ambil gaun ini."

"Hmm ... baiklah. Selama kau senang saja."

Usai berbelanja pakaian, kami singgah di salah satu tempat makan. Perut kami kelaparan setelah menguras tenaga dengan membeli barang-barang. Dan hal yang kutakutkan pun terjadi. Mama mempertanyakan hubunganku dengan Taehyung. Apa aku bilang saja bahwa pria itu sempat menggugat cerai pada anak perempuannya?

"Apa Taehyung bersikap baik padamu?"

"Dia suami yang cukup tampan, sudah pasti sikapnya sesuai dengan wajahnya kan, Ma? Kalau menurut Mama sendiri, Taehyung itu orang yang bagaimana?"

"Heish, Taehyung lebih tua darimu dan kalian sudah menikah. Apa kau akan terus memanggilnya seperti itu?"

Aku tersenyum dan mengangkat kedua bahuku. Dipanggil dengan namanya saja dia sudah sangat membenciku, apalagi jika kupanggil dengan panggilan lain. Bisa-bisa langsung diusir aku dari apartemennya.

"Ya, anak itu kelihatannya sangat kaku dan tidak pandai berekspresi. Tapi mama suka kesopanannya. Dia juga berbakat. Sungguh suami idaman kan?"

Aku memutar pandangan untuk mengumpat sejenak. Idaman huh? Katakan idaman dari mananya? Tidak ada suami idaman yang mengabaikan istrinya yang sekarat di rumah sakit dan anaknya yang meninggal dalam kandungan.

"Menjadi sutradara itu memang banyak menyita waktu. Sementara ini, mama akan percaya kalau dia pernah menelantarkanmu karena dia punya alasan di balik itu. Jadi, mama harap, kalian bisa tetap mempertahankan rumah tangga ini demi kebaikan kalian bersama."

Mama terlalu baik pada Taehyung. Kalau mama tahu pria itu melemparkan surat cerai di wajahku, mama pasti akan sedih dan kepikiran. Mungkin lebih baik aku merahasiakannya dulu sampai aku berhasil mendapatkan hati Taehyung. Aku janji, Ma. Aku akan membuat Sohyun-mu bahagia.

***

Aku sudah sampai di apartemen. Setelah membersihkan badan, aku berlalu untuk mengambil istirahat. Sekarang sudah cukup malam, aku menduga Taehyung juga sudah mengisi perutnya di luar sana. Atau paling-paling dia juga tidak pulang.

Ketika akan memejamkan mataku, aku merasa aneh. Segera aku bangkit dan berkaca. Aku tertegun melihat salah satu kelopak mataku membengkak. Aku pun turun ke dapur dan menyiapkan kompres air dingin. Kenapa bisa begini?

"Aduh, gatal!!"

Bukannya membaik, semakin lama, bengkak di mataku semakin besar dan itu terasa sangat gatal. Di saat yang sama, pintu apartemen terbuka. Sepertinya Taehyung baru pulang dari lokasi syutingnya. Aku yang merasa malu dengan penampilan wajahku, cepat-cepat menemukan sesuatu untuk menyembunyikannya.

"Gawat! Kalau Taehyung lihat, bisa hancur harga diriku sebagai wanita yang kemarin telah menantangnya untuk jatuh cinta padaku!"

Aku membuka kulkas dan menemukan mentimun di dalamnya. Aku bernapas lega, sepertinya ini bisa menolongku untuk sementara.

"Apa yang kau lakukan di sana?"

Taehyung menegurku dari arah belakang tepat setelah aku selesai memotong benda hijau ini.

"Ah, segarnya .... Kau sudah pulang? Mau makan sesuatu?"

Aku berjalan meraba-raba karena baru saja menempelkan kedua potongan timun di mataku.

"Ck, urusi urusanmu sendiri." Dan kudengar suara langkah pria itu menjauh.

"Apa sih orang itu?! Tadi menyapaku, sekarang dia malah pergi begitu saja dengan kalimatnya yang menyebalkan!! Sudah bikin panik, tapi pergi seperti tanpa dosa," kesalku selagi melemparkan irisan timun dari mataku ke lantai.

"Gimana dong ini kalau bengkaknya nggak hilang?"

Benar, aku hanya harus mengompresnya lebih lama kan? Pasti besok pagi akan kempes. Aku harus bersabar. Tidak akan terjadi apa-apa.

Dan aku berusaha meyakinkan diriku sendiri. Setelahnya, aku kembali ke kamar dan tidur.

Keesokan paginya, aku terbangun bukan karena alarm atau keinginanku sendiri, melainkan karena seseorang bergerak gelisah di sekitarku. Ketika aku membuka mata, yang kulihat adalah raut wajah mama yang sedikit cemas juga ada seorang pria berjas putih khas dokter, berdiri di samping ranjangku.

"Dokter, bagaimana keadaannya?"

"Tidak apa-apa, Nyonya. Nona akan membaik setelah meminum obat dari saya."

"Terima kasih, Dok."

Aku tak dapat melihatnya dengan jelas, pandanganku buram dan kelopak mataku sangat sulit untuk dibuka. Hanya suara percakapan mama bersama dokter yang dapat kutangkap dengan baik. Tampaknya mama mengantar dokter itu keluar dari apartemen.

"Sayang, bagaimana perasaanmu?"

"Kok, Mama bisa ada di sini?"

"Sayang, kamu makan cokelat ya, kemarin. Gejala alergimu muncul."

"Cokelat?"

Jadi Sohyun punya alergi cokelat? Bagaimana bisa begini?! Aku tidak bisa hidup tanpa cokelat dan tubuh Sohyun memberikan respon yang tidak bagus terhadap makanan kesukaanku! Aku hanya meminum sedikit cokelat saja kemarin dan hasilnya bisa separah ini? Aku masih tidak bisa percaya!

"Ta–tapi ... kok Mama bisa tahu keadaanku?"

"Taehyung menelepon Mama pagi-pagi sekali. Katanya wajahmu mirip ikan buntal. Mama langsung tahu kalau kamu alergi."

"Ah, Mama! Kan yang bengkak mataku, bukan pipiku!!"

Mama tertawa mendengar omelanku.

"Bagaimanapun juga, ini membuktikan bahwa suamimu peduli padamu kan? Kalau tidak, mana mungkin dia menelepon mama di pagi buta?"

"Kalau dia peduli, kenapa tidak dia saja yang sekarang ada di sini menemaniku? Dia pasti lebih mementingkan pekerjaanya!"

Aku mendengus.

"Siapa yang katamu lebih mementingkan pekerjaannya?"

Dan meskipun pengelihatanku buram, aku ingat dengan jelas proporsi tubuh dan suara berat milik pria yang berstatus suamiku itu. Ya, Taehyung berdiri di ambang pintu dengan membawakan mangkuk beraromakan kaldu ayam.

"Waktunya sarapan," ucapnya dengan nada ketus.

***

Tbc...

Hi, all. Aku kembali ^^ happy holiday buat semuanya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top