Bab 32

Readers: Halo? Apa kabar? Author masih hidup kan?

Author: Masih!! Masih menghirup oksigen dengan benar kok, dan sejujurnya khilaf sama Kim Taehyung yang ada di cerita sebelah wkwk (Red. Decade). Jadi, aku bakal marathon cerita ini sampai tamat. Pastikan baca baik-baik ;) Makasih buat yang komen supaya aku lanjutin cerita ini💜🙆🏻‍♀️ I love you, guys!!

***

Boseong, kota kecil di Provinsi Jeolla Selatan itu merupakan tujuan pelarian kami. Berjarak sekitar 184 km dari Daegu dan memiliki suasana sejuk khas perbukitan sebab Boseong terkenal dengan perkebunan tehnya yang luas. Seketika setelah bermalam di vila keluarga Taehyung, kami kembali ke apartemen dan berkemas. Taehyung tidak main-main soal rencananya untuk kabur dari orang tua. Tentu saja aku ketar-ketir, karena ini pertama kalinya aku bersikap membangkang.

Sudah pasti kami tak bisa meninggalkan Hamin sendirian. Oleh sebab itu, Nyonya Dalhee menjadi orang pertama yang mengetahui rencana kami. Pada awalnya, beliau tidak menyetujuinya, namun berkat bujukan Taehyung, rencana pun dapat berjalan sesuai keinginan dan kami mendapat persetujuan untuk mengajak Hamin pergi bertiga.

Boseong dipenuhi oleh orang-orang yang ramah. Kebanyakan di antara mereka adalah orang yang sudah berumur. Memang wilayah pedesaan sangat lekat untuk dijadikan sebagai tempat menghabiskan hari tua. Di sini lingkungannya sangat nyaman, tidak ada orang-orang yang menatapku dengan jijik atau orang-orang yang membicarakanku di belakang. Aku diperlakukan seperti manusia, seperti seorang anak perempuan yang menjadi kebanggaan keluarga. Baru beberapa hari tinggal di sini, ada seorang tetangga yang dekat dengan kami, yang bernama Nenek Sim Sugyeong.

Nenek Sim hampir datang mengunjungiku setiap hari. Kami sering ngobrol berdua, minum secangkir teh hijau hangat dan bermain bersama Hamin. Nenek Sim menganggapku dan Taehyung seperti cucunya sendiri. Nenek bilang, ia sering kesepian. Anak–cucunya tinggal di Seoul dan datang menjenguknya hanya ketika libur panjang atau perayaan natal dan tahun baru.

Hari ini seperti biasa, beliau datang membawakan daun teh hasil petikannya. Daun yang telah diolah sedemikian rupa sehingga dapat diseduh dan dinikmati selagi hangat. Musim gugur tanpa terasa mulai tiba. Karena desa tempatku tinggal berada di dataran tinggi, cuaca di luar tentu sangat dingin dan membekukan. Oleh karenanya, minum teh menjadi aktivitas yang cukup aditif.

"Ke mana suamimu? Kenapa tidak diajak minum teh bersama?"

"Oh, Taehyung sedang mengerjakan pekerjaan kantor yang diberikan oleh ayahnya."

Aku lupa mengatakan. Nyonya Dalhee bukan satu-satunya orang yang tahu kalau kami kabur dari Daegu, melainkan ayah mertua juga. Taehyung memberitahuku sehari setelah kami tiba di desa. Aku nyaris tak percaya. Seorang pria yang dingin dan tampak tak peduli pada putranya itu malah mendukung Taehyung. Mendukung hubungan kami.

Ya, meskipun dari sudut pandang Taehyung, ayah mertua melakukannya karena ia ingin melihat seberapa besar tekad Taehyung dalam membuktikan tanggung jawab dan omongannya soal menjadi pewaris perusahaan. Namun menurutku, beliau melakukan hal yang tepat. Aku yakin, diam-diam pria itu memikirkan Taehyung—putra sulungnya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Taehyung berusaha memenuhi ekspektasi ayahnya. Sudah pasti ayahnya menantikan sepak terjang Taehyung. Tak hanya dalam berkiprah di dunia bisnis, tetapi juga berkembang menjadi seorang suami yang baik.

"Pekerjaan kantor? Jadi, itu kesibukannya. Kenapa kalian pergi ke desa? Kalau suamimu orang kantoran, sepertinya sulit mendapatkan akses internet di sini."

"Nenek tenang saja, masalah internet, kami sudah mengatasinya. Tetapi, untuk alasan kenapa kami pindah, maaf ... aku tidak bisa memberitahu Nenek bagaimana detailnya. Yang jelas, ada sedikit perdebatan antara kami dengan ibu mertua. Jadi, kami memutuskan untuk pergi sebentar, mencari ketenangan dan solusi dari masalah kami. Apa menurut Nenek kami terlalu kekanakan?"

"Nak, kalian sudah dewasa. Nenek yakin, apapun keputusan yang kalian buat, kalian sudah memikirkannya baik-baik. Masih bagus kalian memiliki niatan untuk pulang nanti, coba kalau anak-anak dari teman Nenek. Setelah mereka pergi jauh, tidak ada satu pun yang kembali. Kebanyakan orang tua di sini hidup sendirian, ditinggalkan oleh keluarga mereka. Karena mereka pikir, kami—para orang tua ini—sangatlah merepotkan." Nenek menanggapi panjang–lebar, sedikit mencurahkan kesedihan yang dialami generasinya.

"Astaga, Nenek ...."

"Hei, jangan sedih. Walaupun kami hidup sendiri, kami merasa bahagia karena memiliki satu sama lain. Orang-orang di desa ini sudah hidup seperti keluarga. Kami saling menjaga."

"Syukurlah kalau begitu. Oh iya, Nek. Hari mulai gelap. Sebaiknya Nenek menginap di rumah kami. Jalanan di luar sana tidak terlihat dan dingin, aku tidak mau Nenek kenapa-napa."

"Kau ini! Nenek sudah terbiasa dengan kondisi yang ada di desa. Tidak usah khawatir, Nenek pulang saja."

"Kalau begitu, biar Taehyung mengantar Nenek sampai rumah."

"Jangan! Jangan ganggu suamimu yang sedang bekerja. Nenek bisa pulang sendiri. Jangan cemas."

"Tapi Nek—"

"Kalau kau bersikap seperti ini, Nenek tidak akan mengunjungimu lagi!" ancamnya.

"Hah, baiklah. Tapi hati-hati di jalan ya, Nek. Maaf, aku tidak bisa pergi mengantarkan Nenek karena Taehyung pasti melarang."

"Iya, iya. Sudahlah, ikuti saja apa kata suamimu. Dia sangat protektif terhadapmu, ya. Beruntungnya punya suami yang perhatian."

Aku terkekeh mendengar komentar Nenek. Benar, belakangan ini Taehyung sangat memperhatikanku. Aku hilang semenit saja, ia sudah mencari-cari sampai rasanya mau mati. Kalau kami sudah bertemu, ia pasti mengomeli habis-habisan. Padahal, aku hanya pergi bersama Nenek untuk melihat kebun teh miliknya.

Mungkin, tinggal bersama dan jauh dari orang tua bukanlah keputusan yang buruk juga. Kami jadi lebih mengenal dan memperhatikan satu sama lain.

***

Menjelang tengah malam, aku pergi menuju ke ruang kerja Taehyung. Lampu kuning keemasan masih menyala terang, tetapi pria itu—yang tadinya sibuk di depan laptop—tiba-tiba saja sudah ketiduran. Dengan posisi kepala berada di atas meja, Taehyung tampak lelah dan masih mengenakan kacamatanya.

Aku inisiatif melepas kacamata itu lalu pergi ke kamar mengambilkan selimut. Namun, saat aku kembali ke ruangannya, Taehyung sudah terbangun. Ia berdiri, menatapku sejenak, kemudian menghampiri dan memelukku erat. Kami duduk terjatuh di atas sofa dengan aku yang berada di atas pangkuannya.

"Bagaimana Hamin? Apakah sudah tidur?" tanyanya. Sambil sesekali Taehyung mengecup mesra pipiku.

"Ya. Dia terlelap sejam yang lalu. Hamin belum terbiasa dengan rumah baru, makanya susah memejamkan mata. Aku harus menemaninya dulu, mengusap kepalanya sambil membacakan buku cerita."

"Aku juga mau...."

"Mau apa?"

"Diusap kepalanya sampai aku tertidur."

"Kau bukan anak kecil," sungutku.

"Tapi aku suamimu. Atau ... kau mau aku meminta hal yang lain?"

"Apa maksudmu?"

Taehyung menarik pinggangku lebih erat. Sebelah tangannya mengusap pipiku. "Kau tidak lupa kan, tujuan kita kemari salah satunya adalah untuk memiliki anak."

Aku segera turun dari pangkuan Taehyung. Mendengarnya lagi-lagi menyinggung hal itu, entah kenapa perasaanku tidak enak. Lagi pula ini bukan pertama kalinya Taehyung memintaku untuk berperan sebagai seorang istri. Sejak kami pindah ke rumah ini, ia sudah beberapa kali menyampaikan maksudnya. Tetapi, aku selalu menolak.

Bukan karena aku tidak suka, namun ... aku masih mempertanyakan perasaannya. Ia bilang, ia meragukan apakah ia menyukai Sohyun sebelum bertemu denganku atau Sohyun yang baru-baru ini. Melakukan hal-hal intim dengan seorang pria—yang bahkan aku tidak tahu apa dia mencintaiku—sangatlah aneh. Aku tahu, aku tak boleh menggantungkan harapannya untuk ingin segera memiliki anak. Aku pun membenci pemikiranku. Kenapa di saat begini, aku malah mementingkan bagaimana perasaan Taehyung? Bukankah Kim Sohyun adalah istrinya? Ia berhak meminta haknya sebagai suami dan aku wajib melayaninya. Kenapa aku harus menolaknya? Lagi pula, jika aku benar-benar Sohyun, aku pasti akan mengabulkan keinginannya kan?

Aku benci diriku sendiri!

Setelah itu pun, aku tak berani menghadapi Taehyung. Kami tidur sekamar tetapi saling memunggungi. Ia berkali-kali mencoba mengajakku bicara, tetapi aku dengan bodohnya mendiami. Padahal maksudnya baik. Kenapa sih aku?

Yooseul, selamat. Kau menyelesaikan misimu dengan baik. Sekarang, kau harus mengambil sebuah keputusan besar yang akan mengubah baik hidupmu ataupun hidup Sohyun.

Dalam tidurku, sebuah suara yang amat lembut terdengar. Aku tak tahu suara siapa itu. Ia sesuatu yang tak berwujud. Meskipun aku tak mengenalnya, hatiku bereaksi. Setiap ucapannya, entah bagaimana terdengar begitu mutlak bagiku. Secara tak langsung, aku merasa bahwa aku mengagungkannya.

Yooseul, masa depan ada di tanganmu. Setelah ini, kau harus memilih. Kau akan hidup sebagai dirimu atau kau akan hidup sebagai Sohyun. Ingatlah, bahwa dalam setiap pilihan, selalu ada konsekuensi yang akan ditanggung.

Konsekuensi? Pilihan? Aku tak mengerti arti dari kata-kata itu sebelumnya, hingga akhirnya aku tersadar, aku terbangun dari mimpi dan melihat tubuh Sohyun tepat berada di depan mata kepalaku sendiri.

Matahari mulai terbit, sinarnya menembus dan menerangi sebagian isi kamar kami. Aku memerhatikan kedua tangan dan tubuhku yang transparan. Aku terkejut mendapati bahwa kakiku tidak berpijak di lantai. Dan saat itu juga, tubuh Sohyun terbangun.

Iya, dia benar-benar bangun!

"Di mana aku?" Satu pertanyaan itu terucap. Bukan aku yang mengatakannya, melainkan seseorang yang berada di dalam tubuh Sohyun.

Apa mungkin ...?

"Aku masih hidup?!" serunya sekali lagi. Merasa tidak yakin, ia menggerayangi tubuhnya. Mencubit pipinya kalau-kalau ternyata ia bermimpi. Namun, semua itu nyata!

Iya, nyata. Aku sebagai Yoon Yooseul, menemukan rohku terlepas ke udara, dan dia—Kim Sohyun yang asli—masuk kembali ke dalam tubuhnya.

Apa yang terjadi?!

***

Tbc

Aku up dua bab dulu, guys. Sebenernya udah selesai sampe ending. Tapi masih belum aku edit² lagi.

Jadi buat malam ini, aku cicil dua bab hehe...

Silakan dilanjutkan ke bab selanjutnya😚

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top